Anda di halaman 1dari 12

Rumah Adat Tongkonan

A. Sejarah Rumah Adat Tongkonan

Rumah Adat Tongkonan merupakan salah satu rumah adat Indonesia khas budaya
suku Toraja, Sulawesi Selatan. Nama Tongkonan berasal dari kata “tongkon”
yang mempunyai arti ‘tempat duduk’ atau ‘menduduki’ Maksudnya duduk
bermusyawarah, mendengarkan perintah, atau menyelesaikan masalah-masalah
adat yang terjadi di masyarakat.Hal ini disebabkan karena rumah tongkonan
sendiri pada awalnya merupakan pusat budaya masyarakat toraja khususnya
tempat bagi para bangsawan toraja yang ingin duduk berdiskusi.

Dalam kehidupan sosialnya, hanya golongangolongan tertentu yang berhak untuk


memiliki Tongkonan. Adapun dalam kebudayaannya, masyarakat Toraja percaya
segala sesuatu dalam dunia ini memiliki nyawa. Nyawa manusia hidup terus
walaupun ia sudah meninggal. Dari kepercayaan ini terbentuk suatu kepercayaan
leluhur yang biasanya disebut Aluk Todolo.

Aluk Todolok dapat diartikan sebgai sebuah keyakinan atau aturan tata kehidupan
yang sudah ada sejak zaman nenek moyang masyarakat Toraja yang di dalamnya
terdapat filosofi bahwa bangunan rumah adat harus memiliki makna terikat
dengan kehidupan suku toraja itu sendiri.Yang mana menjadikan Rumah Adat
Tongkonan menjadi simbol keluarga penguasa serta martabat dari masyarakat
Toraja.

B. Fungsi Rumah Adat Tongkonan

Masyarakat Toraja menganggap rumah tongkonan sebagai ibu, sedangkan alang


sura (lumbung padi) sebagai bapak. Segala kegiatan masyarakat toraja sebagian
besar dilakukan di rumah adat tongkonan, maka selain sebagai tempat tinggal dan
lumbung padi, rumah adat Tongkonan juga berfungsi sebagai rumah tinggal,
kegiatan sosial, upacara adat, serta tempat untuk membina kekerabatan.

C. Rumah Adat Tongkonan


A) Fasilitas /Tata Ruang

Pada Rumah adat Tongkonan terdapat tata ruang rumah yang secara tradisional
dikelompokkan menjadi lima bagian, yaitu:

1. Banua sang borong/sang lanta

Sebuah ruangan yang berfungsi untuk berbagai macam kebutuhan,

2. Banua Duang Lanta

Banua Duang Lanta merupakan rumah tradisional yang tidak mempunyai


peranan adat dan umumnya merupakan rumah keluarga.Rumah dengan dua ruang,
yaitu satu ruang tidur disebut sumbung dan ruang sali untuk ruang kerja, dapur
dan tempat meletakkan jenazah sementara.

3. Banua Patang Lanta

Rumah dengan 4 ruang, terdiri dari dua jenis yaitu:

 Banua Di Lalang Tedong terdiri dari ‘sali iring’  (ruang dapur, ruang


kerja, tempat tidur abdi adat, dan tempat menerima tamu).

 Sali Tangga terdiri dari tempat kerja, ruang tidur keluarga dan tempat
jenazah yang akan diupacarakan.

 Sumbung (ruang tidur pemangku adat)

 Inan Kabusung (ruang tertutup yang dibuka kalau ada upacara).

4. Banua Talung Lanta

Umumnya banua talung lanta merupakan rumah adat yang mempunyai


peranan adat sebagai Tongkonan Kaperengngesan (pekambaran), yaitu
sebagai pemerintahan Adat Toraja.Tapi ada juga Banua talung lanta yang
tidak mempunyai peranan adat yang disebut Tongkonan Batu Ariri milik
bangsawan sebagai rumah pertalian keluarga semata.

Banua Talung Lanta terdiri dari tiga ruangan yaitu:

 Palanta/tangdo (ruang pemuka adat dan tempat upacara


penyembahan)

 Sali Tangga (tempat bekerja dan tempat jenazah sementara),

 Sumbung (ruang tidur pemuka adat).

5. Banua Limang Lanta

Rumah yang terdiri atas lima ruang, yaitu palata (ruang duduk dan tempat
saji-sajian), sali iring (dapur, tempat makan dan tempat tidur
adat), paluang (tempat bekerja dan meletakkan jenazah), anginan (ruang
tidur), dan sumbung kabusungan (ruang tempat menyimpan pusaka adat).

Berikut salah satu contoh ruangan bagian dalam rumah adat Tongkonan yang
terdapat dua buah kamar di bagian depan dan belakang dengan ruang tengah
diantara kamar tersebut.

B) Arsitektural Rumah Adat Tongkonan


Dari luar rumah adat Tongkonan merupakan rumah berbentuk panggung,
bangunannya menghadap ke utara dan selatan, sehingga sinar matahari bisa masuk
ke bangunan (Timur-Barat), sedangkan aliran angin bertiup dari arah (Utara-
Selatan).Pada umumnya bangunan Tongkonan memakai system konstruksi pasak
(knock down). Berdasarkan pandangan agama leluhur aluk todolo dan kosmologi
rumah tradisional Toraja, struktur vertikal tongkonan dan sistem strukturnya
terbagi menjadi 3 bagian utama (Mochsen Sir, 2015), yaitu:

1. Bagian kaki (Sullu Banua), biasanya berfungsi sebagai kandang


untuk ternak kerbau atau babi. Menggunakan sistem rangka kolom
dan balok. Kestabilan lengtong alla diperkuat menggunakan ikatan-
ikatan lentur antara balok roroan baba dan roroan lambe.
2. Bagian badan rumah (Kale Banua), berfungsi sebagai tempat
untuk kegiatan sehari hari. Menurut ajaran aluk todolo bahwa kale
banua merupakan pusat kegiatan seluruh segi 5 kehidupan yang
menyangkut manusia dan hubungannya dengan alam sekitar. Kale
banua menggunakan sistem struktur
siamma, sistem ini sama fungsinya dengan dinding pemikul beban,
yang
membedakannya adalah bahan dan penyusun dinding ini terbuat
dari susunan papan.
3. Bagian atas (Rattiang Banua), merupakan atap rumah yang
berfungsi sebagai penutup seluruh struktur rumah. Bagi masyarakat
Toraja rattiang difungsikan juga sebagai tempat barang-barang
seperti peralatan rumah tangga, kain dan lain sebagainya. Rattiang
banua menggunakan sistem struktur bidang pada atap dan struktur
rangka balok-kolom (rangka balok pada balok kaso, pada rangka
kolom pada lentong garopa dan tulak somba).

Pada Sullu Banua, tiang kolom tongkonan berjumlah 7 buah berjajar pada bagian
lebar bangunan. Tiang kolom pada alang semuanya berjumlah 8 (2 x 4). Jarak
kolom rapat dan jumlah tiang cukup banyak, dimensinya lebih kecil dari alang.
Banyaknya tiang dikarenankan agar dapat memuat banyak warga yang hadir saat
kematian. Di Kete’ Kesu dari depan ke belakang pada umumnya tiang berjumlah
lima kecuali tongkonan tertua memeliki jumlah kolom 7. Tongkonan tertua juga
terdapat satu tiang di tengah dan lebih besar dari kayu nangka dan diberi ukiran
disebut a’riri posi.
C) Interior Rumah Adat Tongkonan

Terdapat beberapa elemen interior pada rumah adat Tongkonan yaitu

1. Atap

Ciri khas Rumah adat Tongkonan adalah pembuatan susunan atap bambu
berbentuk perahu Penonjolan atap di bagian depan dan belakang (longa)
memperlihatkan konstruksi kuda-kuda yang agak rumit dibandingkan. Longa
yaitu ujung-ujung atap dari Tongkonan dan alang menjorok ke muka dan ke
belakang sedikit mengecil di ujung-ujung membuatnya menjadi unik dan indah.

Pada bagian dalam atap ruah adat Tongkonan disusun dengan sistem kerangka
tertentu dengan tiang berbahan dasar kayu.
2. Dinding

Seluruh dinding rumah Tongkonan terbuat dari bilah kayu tanpa sedikitpun besi


sehingga tidak ada penggunaan paku satu pun dalam pembuatannya. Dinding
rumah rumah Tongkonan disusun satu sama lain dengan sambungan pada sisis-
sisi papan dengan pengikat utama yang dinamakan Sambo Rinding.

Dinding yang berfungsi sebagai rangka menggunakan kayu uru atau kayu
kecapi.Sedangkan dinding pengisinya menggunakan kayu enau

3. Lantai

Lantai pada rumah adat Tongkonan terbuat dari papan kayu uru yang disusun
diatas pembalokan lantai yang disusun memanjang searah sejajar dengan balok
urama.

4. Pencahayaan dan ventilasi

Pada bangunan rumah adat Tongkonan terdapat jendela-jendela kecil di arah


Utara-Selatan dan Timur-Barat, sehingga cahaya bisa masuk ke dalam ruangan
dan aliran udara juga bisa mengalir di dalamnya melalui arah angin Utara-Selatan.
Di atap bagian atas terdapat lubang ventilasi, dan di bagian bawah bangunan
terdapat ruang terbuka, sehingga diperkirakan, bahwa kondisi di dalam ruangan
nyaman, ventilasi baik, kelembaban yang cukup, dan sehat.

D) Furniture dan mebel


Rumah Adat Hanoi

A. Sejarah dan Fungsi Rumah Hanoi

Rumah Adat Hanoi merupakan rumah adat Indonesia khas suku Dani, Papua.
Nama Hanoi merupakan gabungan dari kata “hun” yang berarti laki-laki dan “ai”
berarti rumah, dapat diartikan rumah Hanoi adalah rumah yang dihuni untuk para
lelaki saja, sedangkan untuk para perempuan memiliki rumah Hanoi sendiri yang
dinamai Ebe’ai.

Masyarakat suku Dani biasanya mendirikan setidaknya tiga buah rumah adat
Hanoi. Hanoi pertama, dipakai untuk tempat istirahat dan tempat tidur.Hanoi
kedua, dimanfaatkan untuk lokasi makan bersama bagi masyarakat suku Dani
yang sangat suka makan beramai-ramai.Hanoi ketiga, adalah rumah yang
dibangun untuk kandang ternak.

Berdasarkan bentuknya Hanoi laki-laki berukuran lebih besar dibandingkan Hanoi


perempuan, karena biasanya rumah ini dipakai menjadi tempat pertemuan serta
penerimaan tamu. Biasanya tidak terdapat jendela pada rumah Hanoi,tetapi
terkadang Hanoi laki-laki dilengkapi sebuah jendela kecil, yang berfungsi untuk
mengetahui apabila ada tamu yang datang berkunjung serta sebagai tempat
mengawasi apabila musuh datang.

Sedangkan Hanoi perempuan selain sebagai tepat tinggal juga difungsikan sebagai
tempat untuk mendidik anak-anak serta para remaja agar bisa mengerjakan tugas-
tugas umum kaum hawa, seperti memasak dan mengurus anak.

B. Rumah Adat Hanoi

A) Fasilitas/Tata Ruang

Rumah Hanoi pada dasarnya adalah bangunan yang terdiri dari dua lantai. Untuk
menuju ke lantai atas, penghuni menggunakan tangga kayu. Di dalam rumah yang
dirancang rendah tersebut terdapat sebuah tempat perapian hangat. Kegunaaan
dari perapian ini adalah untuk mengatasi masalah iklim dingin yang sering terjadi
di lingkungan sekitar.Jika rumah pada umumnya terdapat berbagai macam
perabotan seperti meja dan kursi, rumah Hanoi hanya berisikan jerami, kayu, dan
hasil bumi.

B) Arsitektural Rumah Adat Hanoi

Secara garis besar, rumah Hanoi berbentuk :

1. Berbentuk bulat/ melingkar menyerupai jamur


2. Ukuran sempit
3. Tinggi rumah sekitar 2.5m-5m (2 lantai)
4. Tidak memiliki jendela dan sangat minim bukaan

C) Interior Rumah Adat Hanoi

 Elemen interior
Terdapat beberapa elemen interior rumah adat Hanoi yaittu
1. Atap

Atap rumah Hanoi berbentuk bulat kerucut dengan lingkaran-lingkaran


besar dari kayu buah yang dibakar sebagai kerangka atapnya, yang kemudian
diikat menjadi satu di bagian atas (membentuk dome). Terdapat 4 pohon muda
yang berfungsi sebagai kolom penyangga utama yang diikat di atas dan vertikal ke
bawah menancap ke dalam tanah. Pada lantai 1, ruang yang terbentuk diantara 4
kolom ini difungsikan sebagai tempat meletakkan perapian untuk menghangatkan
Hanoi.

Bahan penutup atap terbuat dari jerami/rumbia (rumput alang-alang), dengan


pertimbangan bahwa material tersebut ringan, lentur, menyerap goncangan
gempa, serta dapat menghangatkan dan melindungi dari hujan dan panas matahari.

2. Dinding dan bukaan pada rumah Hanoi

Dinding pada rumah hanoi terbuat dari 2 lapis papan berkayu kasa, yang
dapat menahan udara dingin dan angin kencang dari luar. Di sekeliling dinding
rumah, terdapat bukaan kecil berupa sebuah pintu masuk yang sempit dan rendah
sehingga penghuni rumah harus membungkuk untuk melewatinya.

Biasanya tidak ada jendela pada rumah akan tetapi terkadang terdapat
sebuah jendela kecil guna mengawasi sekitar disaat musuh datang pada rumah
hanoi laki laki. selain itu jendela sengaja dibuat kecil untuk mempersempit celah
udara yang masuk dari luar, agar mendapatkan hawa ruangan yang hangat untuk
mengusir dinginnya hawa pegunungan. Kecilnya celah untuk sirkulasi udara
membuat hasil asap kayu bakar tidak dapat keluar dengan baik. ruangan dipenuhi
secepatnya yang terus mengepul. Karena itu, langit-langit Hanoi berwarna hitam
legam akibat terpanggang secepatnya.

3. Lantai

Rumah adat Hanoi terdiri dari dua lantai. Lantai satu digunakan sebagai
tempat bersantai dan mengobrol di sekeliling perapian, serta lantai panggung yang
digunakan sebagai tempat menyimpan barang berharga dan istirahat/ticur. Lantai
Hanoi dialasi dengan rumput atau jerami yang diganti secara berkala jika sudah
rusak/kotor.

4. Material Bangunan rumah Hanoi


Masyarakat Papua masih menggunakan rumah sebagai kebutuhan berteduh
dan bukan tempat tinggal menetap karena hidup mereka masih nomaden untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Bahan-bahan yang digunakan pada rumah
tradisional Papua pun merupakan bahan-bahan yang sudah tersedia di alam seperti
pelepah pohon sagu,jerami sebagai atap, dan lain-lain.

D) Furniture dan Dekorasi Rumah Adat Hanoi

Anda mungkin juga menyukai