Anda di halaman 1dari 7

SEJARAH RUMAH ADAT TORAJA

Tongkonan adalah rumah adat masyarakat Toraja. Atapnya melengkung menyerupai perahu, terdiri atas
susunan bambu (saat ini sebagian tongkonan menggunakan atap seng). Di bagian depan terdapat
deretan tanduk kerbau. Bagian dalam ruangan dijadikan tempat tidur dan dapur.berasal dari kata
tongkon (artinya duduk bersama-sama). Tongkonan dibagi berdasarkan tingkatan atau peran dalam
masyarakat (strata sosial Masyarakat Toraja). Di depan Tongkonan terdapat lumbung padi, yang disebut
‘alang‘. Tiang-tiang lumbung padi ini dibuat dari batang pohon palem (banga). Saat ini sebagian sudah
dicor. Di bagian depan lumbung terdapat berbagai ukiran, antara lain bergambar ayam dan matahari
(disebut pa'bare' allo), yang merupakan simbol untuk menyelesaikan perkara.

Khususnya di Sillanan-Pemanukan (Tallu Lembangna) yang dikenal dengan istilah Ma'duangtondok


terdapat tongkonan yaitu Tongkonan Karua (delapan rumah tongkonan) dan Tongkonan A'pa' (empat
rumah tongkonan) yang memegang peranan dalam masyarakat sekitar.

Tongkonan karua terdiri dari:

Tongkonan Pangrapa'(Kabarasan)

Tongkonan Sangtanete Jioan

Tongkonan Nosu (To intoi masakka'na)

Tongkonan Sissarean

Tongkonan Karampa' Panglawa padang

Tongkonan Tomentaun

Tongkonan To'lo'le Jaoan

Tongkonan To Barana' Versi lain Tongkonan Lombok Indo' Piso

Tongkonan A'pa' terdiri dari:

Tongkonan Peanna Sangka'

Tongkonan To'induk

Tongkonan Karorrong
Tongkonan Tondok Bangla' (Pemanukan)

Banyak rumah adat yang konon dikatakan tongkonan di Sillanan, tetapi menurut masyarakat setempat,
bahwa yang dikatakan tongkonan hanya 12 seperti tercatat di atas. Rumah adat yang lain disebut banua
pa'rapuan. Yang dikatakan tongkonan di Sillanan adalah rumah adat di mana turunannya memegang
peranan dalam masyarakat adat setempat. Keturunan dari tongkonan menggambarkan strata sosial
masyarakat di Sillanan. Contoh Tongkonan Pangrapa' (Kabarasan)/ pemegang kekuasaan pemerintahan.
Bila ada orang yang meninggal dan dipotongkan 2 ekor kerbau, satu kepala kerbau dibawa ke Tongkonan
Pangrapa' untuk dibagi-bagi turunannya.

Stara sosial di masayarakat Sillanan di bagi atas 3 tingkatan yaitu:

Ma'dika (darah biru/keturunan bangsawan);

To Makaka (orang merdeka/bebas);

Kaunan (budak), budak masih dibagi lagi dalam 3 tingkatan.

Sejarah Kabarasan:

Pada awalnya Kabarasan dipegang oleh Tintribuntu yang berkedudukan di Buntu Lalanan (rumah adat
Buntu sebelah barat). Kemudian Anaknya Tintribuntu yaitu Tome kawin dengan anak dari Tongkonan
Sangtanete Jioan (Tongkonan Sangtanete sebelah timur). Sampai dipertahankan oleh Pong Paara' di
Sangtanete Jioan. Setelah Pong Paara' meninggal (tidak ada anaknya), akhirnya muncul pemberani dari
Doa' (Rumah adat Doa') yaitu So'Padidi (alias Pong Arruan). Kabarasan dipindahkan ke Doa'. Kekuasaan
lemah di Doa' setelah So' Padidi meninggal, karena semua anaknya adalah perempuan 3 orang, sehingga
muncul tipu muslihat yang mengatakan bahwa bisa dipotongkan kerbau 3 ekor saja. Karena minimal
kerbau dikorbankan adalah 4, maka Doa' dianggap tidak mampu memegang kekuasaan. Akhirnya dibawa
Boroalla ke Tonngkonan Pangrapa', sampai saat ini.

Fungsi Tongkonan

Rumah Tongkonan bukan hanya sekedar berfungsi sebagai rumah adat. Dalam budaya mereka,
masyarakat toraja menganggap rumah tongkonan sebagai ibu, sedangkan alang sura (lumbung padi)
adalah bapaknya. Deretan tongkonan dan alang pun saling berhadapan karena dianggap sebagai
pasangan suami istri. Alang menghadap ke selatan, sedangkan tongkonan menghadap ke utara.
Ciri Khas Rumah Adat Tongkonan

Perlu diketahui bahwa arsitektur rumah adat Tongkonan selalu mengikuti model desa dimana rumah
tongkonan tersebut dibangun. Akan tetapi, arsitektur tersebut tidak akan pernah lepas dari filosofi dan
pakem-pakem tertentu yang diturunkan secara turun temurun. Filosofi dan pakem-pakem tersebut
antara lain:

Rumah Adat Tongkonan

1. Lapisan dan Bentuk

Rumah tongkonan memiliki 3 lapisan berbentuk segi empat yang bermakna empat peristiwa hidup pada
manusia yaitu, kelahiran, kehidupan, pemujaan dan kematian. Segi empat ini juga merupakan simbol
dari empat penjuru mata angin. Setiap rumah tongkonan harus menghadap ke utara untuk
melambangkan awal kehidupan, sedangkan pada bagian belakang yaitu selatan melambangkan akhir
dari kehidupan.

2. Struktur Bangunan Rumah Adat Tongkonan

Struktur bangunan mengikuti struktur makro-kosmos yang memiliki tiga lapisan banua(rumah) yakni
bagian atas (rattiangbanua), bagian tengah (kale banua) dan bawah (sulluk banua).

Bagian atas (rattiangbanua) digunakan sebagai tempat menyimpan benda-benda pusaka yang
mempunyai nilai sakral dan benda-benda yang dianggap berharga. Pada bagian atap rumah terbuat dari
susunan bambu-bambu pilihan yang telah dibentuk sedemikian rupa kemudian disusun dan diikat oleh
rotan dan ijuk. Atap bambu ini dapat bertahan hingga ratusan tahun.

Bagian tengah (kale banua) rumah tongkonan memiliki 3 bagian dengan fungsi yang berbeda. Pertama,
Tengalok di bagian utara difungsikan sebagai ruang untuk anak-anak tidur dan ruang tamu. Namun
terkadang, ruangan ini digunakan untuk menaruh sesaji. Kedua, Sali dibagian tengah. Ruangan ini biasa
difungsikan sebagai tempat pertemuan keluarga, ruang makan, dapur dan tempat disemayamkannya
orang mati. Dan ruangan terakhir adalah ruang sambung yang banyak digunakan oleh kepala keluarga .
Bagian bawah (sulluk banua) digunakan sebagai tempat hewan peliharaan dan tempat menaruh alat-alat
pertanian. Fondasinya terbuat dari batu pilihan yang dipahat berbentuk persegi.

3. Ukiran Dinding

Ukiran berwarna pada dinding rumah tongkonan terbuat dari tanah liat. Ukiran-ukiran tersebut selalu
menggunakan 4 warna dasar yaitu hitam, merah, kuning dan putih. Bagi masyarakat toraja, 4 warna itu
memiliki arti dan makna tersendiri. Warna kuning melambangkan anugrah dan kekuasaan Tuhan (Puang
Matua), warna hitam melambangkan kematian/duka, warna putih melambangkan tulang yang berarti
kesucian dan warna merah melambangkan kehidupan manusia.

4. Tanduk Kerbau

Rumah adat Tongkonan umumnya dilengkapi dengan hiasan tanduk kerbau. Hiasan ini tersusun
menjulang pada tiang bagian depan. Hiasan tanduk kerbau tersebut secara filosofi adalah perlambang
kemewahan dan strata sosial. Semakin banyak tanduk yang tersusun pada rumah ada tongkonan, maka
semakin tinggi strata sosial kelompok adat yang memilikinya.

Makna Bentuk dan Fungsi Rumah Adat Tongkonan Toraja

Thursday, February 4, 2016 Hindu Tradition

Ilustrasi Rumah Adat Tongkonan

HINDUALUKTA-- Tongkonan (wikipedia) adalah rumah adat masyarakat Toraja. Atapnya melengkung
menyerupai perahu, terdiri atas susunan bambu (saat ini sebagian tongkonan menggunakan atap seng).
Di bagian depan terdapat deretan tanduk kerbau. Bagian dalam ruangan dijadikan tempat tidur dan
dapur. Tongkonan digunakan juga sebagai tempat untuk menyimpan mayat. Tongkonan berasal dari kata
tongkon (artinya duduk bersama-sama).
Tongkonan dibagi berdasarkan tingkatan atau peran dalam masyarakat (stara sosial Masyarakat Toraja).
Di depan tongkonan terdapat lumbung padi, yang disebut ‘alang‘. Tiang-tiang lumbung padi ini dibuat
dari batang pohon palem (banga) saat ini sebagian sudah dicor. Di bagian depan lumbung terdapat
berbagai ukiran, antara lain bergambar ayam dan matahari (disebut pa'bare' allo), yang merupakan
simbol untuk menyelesaikan perkara.

Khususnya di Sillanan-Pemanukan (Tallu Lembangna) yang dikenal dengan istilah Ma'duangtondok


terdapat tongkonan yaitu Tongkonan Karua (delapan rumah tongkonan) dan Tongkonan A'pa' (empat
rumah tongkonan) yang memegang peranan dalam masyarakat sekitar.

Tongkonan karua terdiri dari:

Tongkonan Pangrapa'(Kabarasan)

Tongkonan Sangtanete Jioan

Tongkonan Nosu (To intoi masakka'na)

Tongkonan Sissarean

Tongkonan Karampa' Panglawa padang

Tongkonan Tomentaun

Tongkonan To'lo'le Jaoan

Tongkonan To Barana'

Tongkonan A'pa' terdiri dari:

Tongkonan Peanna Sangka'

Tongkonan To'induk

Tongkonan Karorrong

Tongkonan Tondok Bangla' (Pemanukan)

Banyak rumah adat yang konon dikatakan tongkonan di Sillanan, tetapi menurut masyarakat setempat,
bahwa yang dikatakan tongkonan hanya 12 seperti tercatat di atas.
Bentuk konstruksi atau wujud keseluruhan dari tiga jenis rumah Tongkonan Tana Toraja hanya satu.
Adapun letak perbedaannya hanya pada pemakaian ornamen, jenis ukiran yang digunakan dan status
sosial pemilik rumah Tongkonan. Perbedaan yang paling mencolok terletak pada pemakaian a’riri posi’
(tiang pusat), pemakaian ornamen kepala kerbau yang disebut kabongo dan pemakaian simbol kepala
ayam yang disebut katik. (Toramapetilasan)

Ketiga unsur tersebut (tiang pusat, simbol ayam dan simbol kepala kerbau) khusus diperuntukkan bagi
Tongkonan layuk, sedangkan pada Tongkonan pekamberan atau pekaindoran hanya diperbolehkan
memakai hiasan kabongo dan katik. Sementara untuk Tongkonan batu a’riri, ketiga unsur tersebut tidak
diperbolehkan untuk digunakan.

Tongkonan batu a’riri dari golongan Tomakaka (bangsawan) dan Tongkonan batu a’riri dari golongan
kaunan (orang biasa) mempunyai perbedaan yang telah ditetapkan oleh adat. Tongkonan orang biasa
tidak boleh diukir. Sedangkan pada golongan Tomakaka tergantung dari kemampuan ekonomi
pemiliknya, apakah perlu diukir secara keseluruhan atau tidak. Golongan kaunan tidak pernah memiliki
Tongkonan layuk, karena latar belakang status sosial pada masyarakat adat Toraja.

Salah Satu Contoh Ukiran Rumah Adat Tongkonan

Bentuk papa (atap) dan longa dari rumah Tongkonan menyerupai perahu. Ada anggapan, bahwa leluhur
orang Toraja datang menggunakan perahu dari negeri Cina. Ada pula asumsi, bahwa atap rumah
Tongkonan dibuat menyerupai tanduk kerbau, dikarenakan kerbau merupakan simbol pokok dari harta
benda bagi masyarakat Toraja. Nuansa unik dari rumah Tongkonan yang luar biasa sekaligus sarat makna,
jika diperhatikan tumbuhan hijau merajalela ada di atas atapnya menjadikan rumah Tongkonan tampak
sangat sakral.

Menggunakan eran (tangga) dari bawah sulluk (kolong) rumah Tongkonan, dapat memasuki ruang rumah
Tongkonan dan sampai pada bagian yang paling rendah dari tiga ruangan di dalam rumah Tongkonan.
Bagian tersebut dinamai sali. Sebelah timur sali terdapat dapo’ (dapur). Bagian barat ruang rumah
Tongkonan biasanya dipergunakan untuk meletakkan mayat saat akan diupacarakan di bawah rumah.
Sebelah barat sali terdapat satu jendela kecil dan satu jendela lebih besar yang kegunaannya untuk
tempat mengeluarkan mayat yang disimpan apabila hendak diupacarakan. Pintu tersebut merupakan
pintu khusus yang disediakan untuk jalan keluarmasuknya arwah para leluhur.
Rumah Adat Tongkonan

Paluang atau tangdo’ adalah ruang sebelah utara yang lebih tinggi dari sali, pada bagian tersebut
terdapat satu atau dua jendela kecil. Bagian selatan terdapat sumbung. Bagian sumbung dan paluang, di
atasnya terdapat loteng yang berfungsi sebagai tempat menyimpan harta milik penghuni rumah
Tongkonan seperti keris, pakaian, kain tenun, perhiasan, dan benda berharga lainnya.

Sulluk (kolong) terdapat di bagian bawah dari ruang rumah Tongkonan. Sebelah utara terdapat tanggo’
sebagai tempat duduk, tepatnya berada di bawah ruang dari rumah Tongkonan yang disebut paluang.
Halaman di depan rumah Tongkonan biasanya dipakai sebagai tempat upacara, pesta dan menjemur
padi dan hasil panen lainnya.

Prinsip dasar yang dipegang teguh pada pengembangan Tongkonan adalah hidup kekeluargaan yang
harmonis lahir batin dan sangat erat bertumpu pada Tongkonan, bahwa Tongkonan itu menjadi wadah
dalam upayaupaya : Pembinaan persekutuan darah daging (keluarga) berbentuk kasiturusan salurara
salubuku (kesepakatan semua rumpun keluarga) yang berorientasi pada silsilah keturunan;

Pembinaan persekutuan kemasyarakatan berbentuk kasiturusan ada’ (kesepakatan adat) yang


berorientasi pada to sangbua’ (satu keturunan) atau to sang lembang (satu lembang atau desa);
Pembinaan persekutuan dengan Dewata Penguasa Alam sekitar lingkungan hidup yang berorientasi pada
tallu lolona (tiga ritual yang mendasar), yakni lolo tau (ritual tentang manusia), lolo penatuo (ritual
tentang hewan) dan lolo tananan (ritual tentang tanaman). Kaitannya dengan aluk rambu tuka’;

Perwujudan harmonisasi dengan Tuhan maupun dengan arwah nenek moyang atau Todolo yang
berorientasi pada tata cara kapenombaan (cara melakukan persembahan). Kaitannya dengan aluk rambu
solo’; Pembinaan persekutuan kader kepemimpinan Tongkonan dan kehidupan masa depan lembang
(wilayah) kekuasaan suatu desa, yang berorientasi pada londong Tongkonan (pemimpin pada rumah
Tongkonan) masingmasing pada perannya. Londong artinya jantan, yang jika dikaitkan dengan karakter
seorang pemimpin adalah orang yang mampu berkuasa dan mampu mempengaruhi orang yang
dipimpin.

Anda mungkin juga menyukai