NIM : F091191023
Suku Toraja merupakan sebutan bagi etnis bangsa yang mendiami wilayah
pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan. Kebudayaan suku Toraja yang populer
di masyarakat adalah adat pemakamannya yang bisa dibilang unik. Kebudayaan
yang lain pun juga tidak kalah menariknya. Karena keunikan budayanya itu, suku
Toraja banyak didatangi oleh wisatawan domestik dan mancanegara yang ingin
mengenal lebih dekat bentuk khas kebudayaan mereka. Meskipun untuk sampai ke
pemukiman mereka membutuhkan waktu dan jarak tempuh yang bisa dibilang tidak
sebentar.
Kata Toraja berasal dari Kata “To Riaja” yang berarti orang yang berdiam di
pegunungan atau “To Riajang” yang memiliki arti orang yang berdiam di wilayah
Barat. Sebutan ini pertama kali digunakan oleh orang suku Bugis Sidendereng dan
suku Bugis Luwu. Namun, ada juga yang mengatakan bahwa kata Toraja berasal
dari asal kata To atau Tau yang artinya orang, dan Raya dari kata Maraya yang
artinya besar, maknanya adalah orang orang besar atau bangsawan. Tana Toraja
artinya adalah negeri tempat berdiamnya orang Toraja. Banyak sekali ciri
kebudayaan suku Toraja yang menarik untuk dipelajari. Beberapanya mungkin
sudah banyak dikenal, namun bisa jadi ada juga yang belum banyak diketahui oleh
masyarakat luas.
I. Filosofis Hidup
Masyarakat Toraja hidup dengan mengamalkan falsafah kehidupan
leluhur mereka yang disebut ‘tallu lolona’. Tallu lolona memiliki arti tiga
kehidupan, yakni kehidupan manusia, kehidupan hewan, dan kehidupan
lingkungan. Sistem pengetahuan dan cara berfikir suku toraja selalu
dilandaskan pada falsafah tallu lolona ini. Suku Toraja mengembangkan
hubungan harmonis antara sesama makhluk (lolo tau, lolo patuan dan lolo
tananan) serta hubungan dengan yang kuasa didasarkan pada nilai keutuhan
yang saling menghidupkan.
Selain itu, masyarakat toraja juga memiliki filosofis yang disebut dengan
‘tau’. Filosofis ‘tau’ ini memiliki empat pilar utama yang harus dijadikan
sebagai arah hidup orang Toraja. Empat pilar tersebut adalah :
1.Sugi’ (Kaya)
2.Barani (Berani)
3.Manarang (Pintar)
4.Kinawa (Berhati Mulia, yakni memiliki nilai-nilai luhur, agamis dan
bijaksana).
Seorang Toraja bisa disebut sebagai ‘tau’ (manusia) ketika telah mampu
mengamalkan keempat pilar dasar tersebut. Kedewasaan manusia dalam
budaya suku Toraja terjadi ketika pribadi seseorang benar-benar telah
mampu mencerminkan falsafah dasar ‘tau’ tersebut.
D. Hiasan dinding
Hiasan dinding ini berbentuk ukiran yang terbuat dari tanah liat. Ukiran
tersebut menggunakan 4 warna dasar yaitu hitam, merah, kuning dan
putih. Warna tersebut memiliki simbol tersendiri seperti warna hitam
melambangkan kematian, warna merah melambangkan kehidupan,
warna kuninng melambangkan anugerah dan kekuasaan Tuhan, warna
putih melambangkan kebersihan dan kesucian.
E. Tanduk Kerbau
Hiasan tanduk kerbau biasanya dipasang di bagian depan tongkonan
dan disusun menjulang keatas. Hiasan tanduk kerbau ini
melambangkan kemewahan dan strata sosial. Semakin banyak jumlah
tanduk yang tersusun pada rumah adat tongkonan, maka menunjukkan
semakin tinggi strata sosial kelompok adat yang memilikinya.
Sedangkan pada prosesi kesenian, terdapat beberapa bentuk kesenian toraja yang
disuguhkan. Kesenian ini tidak hanya untuk memeriahkan upacara tetapi juga
sebagai bentuk penghormatan dan doa bagi orang yang sudah meninggal. Terdapat
beberapa bentuk kesenian yang biasanya disuguhkan.
Pada saat penyembelihan kerbau, kerbau disembelih dengan cara menebas leher
kerbau hanya dengan sekali tebasan. Cara ini merupakan ciri khas masyarakat Tana
Toraja. Selain itu, kerbau yang akan disembelih bukanlah kerbau biasa, tetapi
kerbau bule yang disebut Tedong Bonga yang harganya bisa mencapai angka
antara 10 hingga 50 juta atau lebih per ekornya. Karena itulah, upacara kematian
suku toraja, disebut juga sebagai upacara kematian yang mahal.
1. Kuburan Goa
Masyarakat suku toraja memiliki salah satu bentuk adat menyimpan
jenazah orang meninggal di dalam peti-peti mati yang kemudian disimpan
di dalam goa-goa. Oleh sebab itu goa tempat menyimpan jenazah orang
yang telah meninggal ini kemudian diberi nama kuburan goa. Kuburan goa
ini banyak ditemui di Londa, Tampang Allo Sangalla serta di beberapa
tempat lain.
2. Kuburan Gantung
Selain menyimpan jenazah orang meninggal di dalam goa, terdapat
sebagian masyarakat Toraja yang menyimpan jenazah di tebing-tebing
bebatuan. Pada tebing-tebing tersebut dibuatkan semacam rak-rak
sebagai tempat untuk meletakkan peti-peti mati yang berisi jenazah.
3. Kuburan Batu (Liang)
Kuburan batu biasanya digunakan untuk menyimpan jenazah orang yang
memiliki status sosial tinggi. Pembuatannya adalah dengana membuat
lubang pahatan pada batu-batu besar yang ada digunung. Pembuatannya
bisa memakan waktu yang lama dan biaya yang mahal. Oleh sebab itu,
pekuburan jenis ini biasanya hanya orang berstatus sosial tinggilah yang
menggunakannya.
4. Kuburan Pohon (Passilliran)
Pohon yang digunakan untuk menyimpan jenazah disebut pohon tarra’.
Pohon ini kemudian dilubangi sebagai tempat untuk menyimpan jenazah.
Kuburan jenis ini biasanya digunakan untuk menguburkan bayi yang
meninggal di bawah umur 6 bulan.
5. Kuburan Patane
Kuburan jenis ini merupakan kuburan yang paling umum untuk dijumpai di
Tana Toraja. Kuburan jenis ini memiliki bentuk seperti rumah biasa.
Namun kebanyakan berbentuk seperti rumah Tongkonan.
Begitu banyak pola kebudayaan yang dapat kita lihat di tiap suku yang
berbeda di Indonesia. Hal ini menandahklan bahwa setiap kebudayaan
memiliki pola dan ragam yang bereda.