Anda di halaman 1dari 30

Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian

utara Sulawesi Selatan, Indonesia. Populasinya diperkirakan sekitar


600.000 jiwa. Mereka juga menetap di sebagian
dataran Luwu dan Sulawesi Barat.
Nama Toraja mulanya diberikan oleh suku Bugis Sidenreng dan
dari Luwu. Orang Sidenreng menamakan penduduk daerah ini
dengan sebutan To Riaja yang mengandung arti "Orang yang
berdiam di negeri atas atau pegunungan", sedang orang Luwu
menyebutnya To Riajang yang artinya adalah "orang yang berdiam di
sebelah barat". Ada juga versi lain bahwa kata Toraya asal To = Tau
(orang), Raya = dari kata Maraya (besar), artinya orang orang besar,
bangsawan. Lama-kelamaan penyebutan tersebut menjadi Toraja.
Kata Tana berarti 'negeri', sehingga tempat pemukiman suku Toraja
dikenal kemudian dengan nama Tana Toraja.
Wilayah Tana Toraja juga digelari Tondok Lili'na Lapongan Bulan
Tana Matari'allo, dengan arti harfiahnya "Negeri yang bulat seperti
Bulan dan Matahari". Wilayah ini dihuni oleh satu etnis (etnis Toraja).
Daftar isi
[sembunyikan]
• 1 Mitos
• 2 Aluk
○ 2.1 Aluk Sanda Saratu
○ 2.2 Aluk Sanda Pitunna
 2.2.1 Wilayah barat
 2.2.2 Wilayah timur
 2.2.3 Wilayah tengah
• 3 Kesatuan adat
• 4 Upacara adat
○ 4.1 Rambu Solo
 4.1.1 Tingkatan upacara Rambu
Solo
 4.1.2 Upacara tertinggi
○ 4.2 Rambu Tuka
• 5 Nilai Tradisi Vs Keagamaan
• 6 Pemakaman
• 7 Tempat upacara pemakaman adat
• 8 Tau-tau
• 9 Pranala luar
• 10 Catatan kaki

[sunting]Mitos

Lumbung Padi Orang Toraja


Menurut mitos, leluhur orang Toraja adalah manusia yang berasal
dari nirwana, mitos yang tetap melegenda turun temurun hingga kini
secara lisan dikalangan masyarakat Toraja ini menceritakan bahwa
nenek moyang masyarakat Toraja yang pertama menggunakan
"tangga dari langit" untuk turun dari nirwana, yang kemudian berfungsi
sebagai media komunikasi dengan Puang Matua (Tuhan Yang Maha
Kuasa - dalam bahasa Toraja).
Lain lagi versi dari DR. C. CYRUT seorang antropolog, dalam
penelitiannya menuturkan bahwa masyarakat Tana Torajamerupakan
hasil dari proses akulturasi antara penduduk lokal yang mendiami
daratan Sulawesi Selatan dengan pendatang yang notabene adalah
imigran dari Teluk Tongkin (daratan Tiongkok). Proses akulturasi
antara kedua masyarakat tersebut, berawal dari
berlabuhnya Imigran Indochina dengan jumlah yang cukup banyak di
sekitar hulu sungai yang diperkirakan lokasinya di daerah Enrekang,
kemudian para imigran ini, membangun pemukimannya di daerah
tersebut.
[sunting]Aluk
Aluk adalah merupakan budaya/aturan hidup yang dibawa oleh kaum
imigran dari dataran Indochina pada sekitar 3000 tahun sampai 500
tahun sebelum masehi.
Aluk biasa dihubungkan dengan kepercayaan masyarakat asli Toraja
yang masih dipeluk oleh sebagian masyarakat Toraja saat ini. Salah
satu contoh kebiasaan yang masih dipegang oleh penganut aluk
adalah tidak memakan nasi pada saat upacara rambu solo'.
[sunting]Aluk Sanda Saratu
Tokoh penting dalam penyebaran aluk ini antara lain: Tomanurun
Tamboro Langi' yang merupakan pembawa aluk Sanda Saratu yang
mengikat penganutnya dalam daerah terbatas yakni wilayah Tallu
Lembangna.
[sunting]Aluk Sanda Pitunna
[sunting]Wilayah barat
Tokoh penting dalam penyebaran aluk ini di wilayah barat Tana
Toraja yaitu : Pongkapadang bersama Burake Tattiu' yang
menyebarkan ke daerah Bonggakaradeng, sebagian Saluputti,
Simbuang sampai pada Pitu Ulunna Salu Karua Ba'bana Minanga,
dengan memperkenalkan kepada masyarakat setempat suatu pranata
sosial yang disebut dalam bahasa Toraja "to unnirui' suke pa'pa, to
ungkandei kandian saratu yakni pranata sosial yang tidak
mengenal strata.
[sunting]Wilayah timur
Di wilayah timur Tana Toraja, Pasontik bersama Burake Tambolang
menyebarkannya ke daerah Pitung Pananaian, Rantebua, Tangdu,
Ranteballa, Ta'bi, Tabang, Maindo sampai ke Luwu Selatan dan Utara
dengan memperkenalkan pranata sosial yang disebut dalam bahasa
Toraja : "To Unnirui' suke dibonga, To unkandei kandean pindan",
yaitu pranata sosial yang menyusun tata kehidupan masyarakat
dalam tiga strata sosial.
[sunting]Wilayah tengah
Tangdilino bersama Burake Tangngana menyebarkan aluk ke wilayah
tengah Tana Toraja dengan membawa pranata sosial "To unniru'i
suke dibonga, To ungkande kandean pindan".
[sunting]Kesatuan adat
Seluruh Tondok Lepongan Bulan Tana Matari' Allo ( wilayah Tana
Toraja) diikat oleh salah satu aturan yang dikenal dengan nama
Tondok Lepongan Bulan Tana Matari' Allo yang secara harafiahnya
berarti "Negri yang bulat seperti bulan dan Matahari". Nama ini
mempunyai latar belakang yang bermakna, persekutuan negeri
sebagai satu kesatuan yang bulat dari berbagai daerah adat. Ini
dikarenakan Tana Toraja tidak pernah diperintah oleh seorang
penguasa tunggal, tetapi wilayah daerahnya terdiri dari kelompok adat
yang diperintah oleh masing-masing pemangku adat dan ada sekitar
32 pemangku adat di Toraja.
Karena perserikatan dan kesatuan kelompok adat tersebut, maka
diberilah nama perserikatan bundar atau bulat yang terikat dalam satu
pandangan hidup dan keyakinan sebagai pengikat seluruh daerah
dan kelompok adat tersebut.
[sunting]Upacara adat
Di wilayah Kabupaten Tana Toraja terdapat dua upacara adat yang
amat terkenal , yaitu upacara adat Rambu Solo' (upacara untuk
pemakaman) dengan acara Sapu Randanan, dan Tombi Saratu',
sertaMa'nene', dan upacara adat Rambu Tuka. Upacara-upacara
adat tersebut di atas baik Rambu Tuka' maupun Rambu Solo' diikuti
oleh seni tari dan seni musik khas Toraja yang bermacam-macam
ragamnya.
[sunting]Rambu Solo
Adalah sebuah upacara pemakaman secara adat yang mewajibkan
keluarga yang almarhum membuat sebuah pesta sebagai tanda
penghormatan terakhir pada mendiang yang telah pergi.
[sunting]Tingkatan upacara Rambu Solo
Upacara Rambu Solo terbagi dalam beberapa tingkatan yang
mengacu pada strata sosial masyarakat Toraja, yakni:
 Dipasang Bongi: Upacara pemakaman yang hanya dilaksanakan
dalam satu malam saja.
 Dipatallung Bongi: Upacara pemakaman yang berlangsung selama
tiga malam dan dilaksanakan dirumah almarhum serta dilakukan
pemotongan hewan.
 Dipalimang Bongi: Upacara pemakaman yang berlangsung selama
lima malam dan dilaksanakan disekitar rumah almarhum serta
dilakukan pemotongan hewan.
 Dipapitung Bongi:Upacara pemakaman yang berlangsung selama
tujuh malam yang pada setiap harinya dilakukan pemotongan
hewan.
[sunting]Upacara tertinggi
Biasanya upacara tertinggi dilaksanakan dua kali dengan rentang
waktu sekurang kurangnya setahun, upacara yang pertama disebut
Aluk Pia biasanya dalam pelaksanaannya bertempat disekitar
Tongkonan keluarga yang berduka, sedangkan Upacara kedua yakni
upacara Rante biasanya dilaksanakan disebuah lapangan khusus
karena upacara yang menjadi puncak dari prosesi pemakaman ini
biasanya ditemui berbagai ritual adat yang harus dijalani, seperti :
Ma'tundan, Ma'balun (membungkus jenazah), Ma'roto
(membubuhkan ornamen dari benang emas dan perak pada peti
jenazah), Ma'Parokko Alang (menurunkan jenazah kelumbung untuk
disemayamkan), dan yang terkahir Ma'Palao (yakni mengusung
jenazah ketempat peristirahatan yang terakhir).
Berbagai kegiatan budaya yang menarik dipertontonkan pula dalam
upacara ini, antara lain :
 Ma'pasilaga tedong (Adu kerbau), kerbau yang diadu adalah
kerbau khas Tana Toraja yang memiliki ciri khas yaitu memiliki
tanduk bengkok kebawah ataupun [balukku', sokko] yang berkulit
belang (tedang bonga), tedong bonga di Toraja sangat bernilai
tinggi harganya sampai ratusan juta; Sisemba' (Adu kaki)
 Tari tarian yang berkaitan dengan ritus rambu solo' seperti :
Pa'Badong, Pa'Dondi, Pa'Randing, Pa'Katia, Pa'papanggan,
Passailo dan Pa'pasilaga Tedong; Selanjutnya untuk seni
musiknya: Pa'pompang, Pa'dali-dali dan Unnosong.;
 Ma'tinggoro tedong (Pemotongan kerbau dengan ciri khas
masyarkat Toraja, yaitu dengan menebas kerbau dengan parang
dan hanya dengan sekali tebas), biasanya kerbau yang akan
disembelih ditambatkan pada sebuah batu yang diberi nama
Simbuang Batu.
Kerbau Tedong Bonga adalah termasuk kelompok kerbau lumpur
(Bubalus bubalis) merupakan endemik spesies yang hanya terdapat
di Tana Toraja. Ke-sulitan pembiakan dan kecenderungan untuk
dipotong sebanyak-banyaknya pada upacara adat membuat plasma
nutfah (sumber daya genetika) asli itu terancam kelestariannya.
Menjelang usainya Upacara Rambu Solo', keluarga mendiang
diwajibkan mengucapkan syukur pada Sang Pencipta yang sekaligus
menandakan selesainya upacara pemakaman Rambu Solo'.
[sunting]Rambu Tuka

Tarian Manganda' pada upacara Ma'Bua'


Upacara adat Rambu Tuka' adalah acara yang berhungan dengan
acara syukuran misalnya acara pernikahan, syukuran panen dan
peresmian rumah adat/tongkonan yang baru, atau yang selesai
direnovasi; menghadirkan semua rumpun keluarga, dari acara ini
membuat ikatan kekeluargaan di Tana Toraja sangat kuat semua
Upacara tersebut dikenal dengan nama Ma'Bua', Meroek, atau
Mangrara Banua Sura'.
Untuk upacara adat Rambu Tuka' diikuti oleh seni tari : Pa' Gellu, Pa'
Boneballa, Gellu Tungga', Ondo Samalele, Pa'Dao Bulan, Pa'Burake,
Memanna, Maluya, Pa'Tirra', Panimbong dan lain-lain. Untuk seni
musik yaitu Pa'pompang, pa'Barrung, Pa'pelle'. Musik dan seni tari
yang ditampilkan pada upacara Rambu Solo' tidak boleh (tabu)
ditampilkan pada upacara Rambu Tuka'.
[sunting]Nilai Tradisi Vs Keagamaan
DALAM kepercayaan asli masyarakat Tana Toraja yang disebut Aluk
Todolo, kesadaran bahwa manusia hidup di Bumi ini hanya untuk
sementara, begitu kuat. Prinsipnya, selama tidak ada orang yang bisa
menahan Matahari terbenam di ufuk barat, kematian pun tak mungkin
bisa ditunda.
Sesuai mitos yang hidup di kalangan pemeluk kepercayaan Aluk
Todolo, seseorang yang telah meninggal dunia pada akhirnya akan
menuju ke suatu tempat yang disebut puyo; dunia arwah, tempat
berkumpulnya semua roh. Letaknya di bagian selatan tempat tinggal
manusia. Hanya saja tidak setiap arwah atau roh orang yang
meninggal itu dengan sendirinya bisa langsung masuk ke puyo. Untuk
sampai ke sana perlu didahului upacara penguburan sesuai status
sosial semasa ia hidup. Jika tidak diupacarakan atau upacara yang
dilangsungkan tidak sempurna sesuai aluk (baca: ajaran dan tata cara
peribadatan), yang bersangkutan tidak dapat mencapai puyo. Jiwanya
akan tersesat.
"Agar jiwa orang yang ’bepergian’ itu tidak tersesat, tetapi sampai ke
tujuan, upacara yang dilakukan harus sesuai aluk dan mengingat
pamali. Ini yang disebut sangka’ atau darma, yakni mengikuti aturan
yang sebenarnya. Kalau ada yang salah atau biasa dikatakan salah
aluk (tomma’ liong-liong), jiwa orang yang ’bepergian’ itu akan
tersendat menuju siruga (surga)," kata Tato’ Denna’, salah satu tokoh
adat setempat, yang dalam stratifikasi penganut kepercayaan Aluk
Todolo mendapat sebutan Ne’ Sando.
Selama orang yang meninggal dunia itu belum diupacarakan, ia akan
menjadi arwah dalam wujud setengah dewa. Roh yang merupakan
penjelmaan dari jiwa manusia yang telah meninggal dunia ini mereka
sebut tomebali puang. Sambil menunggu korban persembahan
untuknya dari keluarga dan kerabatnya lewat upacara pemakaman,
arwah tadi dipercaya tetap akan memperhatikan dari dekat kehidupan
keturunannya.
Oleh karena itu, upacara kematian menjadi penting dan semua aluk
yang berkaitan dengan kematian sedapat mungkin harus dijalankan
sesuai ketentuan. Sebelum menetapkan kapan dan di mana jenazah
dimakamkan, pihak keluarga harus berkumpul semua, hewan korban
pun harus disiapkan sesuai ketentuan. Pelaksanaannya pun harus
dilangsungkan sebaik mungkin agar kegiatan tersebut dapat diterima
sebagai upacara persembahan bagi tomebali puang mereka agar bisa
mencapai puyo alias surga
Jika ada bagian-bagian yang dilanggar, katakanlah bila yang
meninggal dunia itu dari kaum bangsawan namun diupacarakan tidak
sesuai dengan tingkatannya, yang bersangkutan dipercaya tidak akan
sampai ke puyo. Rohnya akan tersesat. Sementara bagi yang
diupacarakan sesuai aluk dan berhasil mencapai puyo, dikatakan pula
bahwa keberadaannya di sana juga sangat ditentukan oleh kualitas
upacara pemakamannya. Dengan kata lain, semakin sempurna
upacara pemakaman seseorang, maka semakin sempurnalah
hidupnya di dunia keabadian yang mereka sebut puyo tadi.
To na indanriki’ lino
To na pake sangattu’
Kunbai lau’ ri puyo
Pa’ Tondokkan marendeng
Kita ini hanyalah pinjaman dunia yang dipakai untuk sesaat.
Sebab, di puyo-lah negeri kita yang kekal. Di sana pula akhir
dari perjalanan hidup yang sesungguhnya.
Bisa dimaklumi bila dalam setiap upacara kematian
di Tana Toraja pihak keluarga dan kerabat
almarhum berusaha untuk memberikan yang
terbaik. Caranya adalah dengan membekali jiwa
yang akan bepergian itu dengan pemotongan
hewan-biasanya berupa kerbau dan babi-sebanyak
mungkin. Para penganut kepercayaan Aluk Todolo
percaya bahwa roh binatang yang ikut dikorbankan
dalam upacara kematian tersebut akan mengikuti
arwah orang yang meninggal dunia tadi menuju ke
puyo.
Kepercayaan pada Aluk Todolo pada hakikatnya
berintikan pada dua hal, yaitu padangan terhadap
kosmos dan kesetiaan pada leluhur. Masing-
masing memiliki fungsi dan pengaturannya dalam
kehidupan bermasyarakat. Jika terjadi kesalahan
dalam pelaksanaannya, sebutlah seperti dalam hal
"mengurus dan merawat" arwah para leluhur,
bencana pun tak dapat dihindari.
Berbagai bentuk tradisi yang dilakukan secara
turun-temurun oleh para penganut kepercayaan
Aluk Todolo-termasuk ritus upacara kematian adat
Tana Toraja yang sangat dikenal luas itu-kini pun
masih bisa disaksikan. Meski terjadi perubahan di
sana-sini, kebiasaan itu kini tak hanya dijalankan
oleh para pemeluk Aluk Todolo, masyarakat Tana
Toraja yang sudah
beragama Kristen dan Katolik pun umumnya masih
melaksanakannya. Bahkan, dalam tradisi
penyimpanan mayat dan upacara kematian, terjadi
semacam "penambahan" dari yang semula lebih
sederhana menjadi kompleks dan terkadang
berlebihan.
Sebagai contoh, ajaran Aluk Todolo menghendaki
agar orang yang meninggal dunia harus segera
diupacarakan dan secepatnya dikuburkan. Maksud
dari ajaran ini, seperti dikutip oleh M Ghozali Badrie
dalam penelitiannya tentang "Penyimpanan Mayat
di Tana Toraja", supaya keluarga yang ditinggalkan
dapat melaksanakan upacara-upacara lain yang
bersifat kegembiraan. Sebab, adalah pamali atau
melanggar ketentuan aluk bila upacara
kegembiraan (rambu tuka’) dilaksanakan bila ada
orang mati (to mate). Untuk mengatasi hal yang
berlawanan ini, masyarakat Tana Toraja lalu
mengatakan, mayat tersebut belum mati, tetapi
dianggap sebagai orang yang masih sakit (to
makula). Dengan begitu, mereka yang ingin
melaksanakan upacara rambu tuka’ tidak terhalang
hanya karena ada mayat di kampung tersebut.
[sunting]Pemakaman

Peti mati yang digunakan dalam pemakaman


dipahat menyerupai hewan (Erong). Adat
masyarakat Toraja adalah menyimpan jenazah
pada tebing/liang gua, atau dibuatkan sebuah
rumah (Pa'tane).
Beberapa kawasan pemakaman yang saat ini telah
menjadi obyek wisata, seperti di :
 Londa, yang merupakan suatu pemakaman
purbakala yang berada dalam sebuah gua,
dapat dijumpai puluhan erong yang berderet
dalam bebatuan yang telah dilubangi, tengkorak
berserak di sisi batu menandakan petinya telah
rusak akibat di makan usia. Londa terletak di
desa Sandan Uai Kecamatan Sanggalai' dengan
jarak 7 km dari kota Rantepao, arah ke Selatan,
Gua-gua alam ini penuh dengan panorama yang
menakjubkan 1000 meter jauh ke dalam, dapat
dinikmati dengan petunjuk guide yang telah
terlatih dan profesional.

tengkorak di bebatuan gua, Londa. Juli 2008


 Lemo adalah salah satu kuburan leluhur Toraja,
yang merupakan kuburan alam yang dipahat
pada abad XVI atau setempat disebut dengan
Liang Paa'. Jumlah liang batu kuno ada 75 buah
dan tau-tau yang tegak berdiri sejumlah 40 buah
sebagai lambang-lambang prestise, status,
peran dan kedudukan para bangsawan di Desa
Lemo. Diberi nama Lemo oleh karena model
liang batu ini ada yang menyerupai jeruk bundar
dan berbintik-bintik.
 Tampang Allo yang merupakan sebuah kuburan
goa alam yang terletak di Kelurahan Sangalla'
dan berisikan puluhan Erong, puluhan Tau-tau
dan ratusan tengkorak serta tulang belulang
manusia. Pada sekitar abad XVI oleh penguasa
Sangalla' dalam hal ini Sang Puang Manturino
bersama istrinya Rangga Bualaan memilih goa
Tampang Allo sebagai tempat pemakamannya
kelak jika mereka meninggal dunia, sebagai
perwujudan dari janji dan sumpah suami istri
yakni "sehidup semati satu kubur kita berdua".
Goa Tampang Alllo berjarak 19 km dari
Rantepao dan 12 km dari Makale.
 Liang Tondon lokasi tempat pemakaman para
Ningrat atau para bangsawan di wilayah Balusu
disemayamkan yang terdiri dari 12 liang.
 To'Doyan adalah pohon besar yang digunakan
sebagai makam bayi (anak yang belum tumbuh
giginya). Pohon ini secara alamiah memberi
akar-akar tunggang yang secara teratur tumbuh
membentuk rongga-rongga. Rongga inilah yang
digunakan sebagai tempat menyimpan mayat
bayi.
 Patane Pong Massangka (kuburan dari kayu
berbentuk rumah Toraja) yang dibangun pada
tahun 1930 untuk seorang janda bernama
Palindatu yang meninggal dunia pada tahun
1920 dan diupacarakan secara adat Toraja
tertinggi yang disebut Rapasan Sapu Randanan.
Pong Massangka diberi gelar Ne'Babu'
disemayamkan dalam Patane ini. tau-taunya
yang terbuat dari batu yang dipahat . Jaraknya 9
km dari Rantepao arah utara.
 Ta'pan Langkan yang berarti istana burung
elang. Dalam abad XVII Ta'pan Langkan
digunakan sebagai makam oleh 5 rumpun suku
Toraja antara lain Pasang dan Belolangi'.
Makam purbakala ini terletak di desa Rinding
Batu dan memiliki sekian banyak tau-tau
sebagai lambang prestise dan kejayaan masa
lalu para bangsawan Toraja di Desa Rinding
Batut. Dalam adat masyarakat Toraja, setiap
rumpun mempunyai dua jenis tongkonan tang
merambu untuk manusia yang telah meninggal.
Ta'pan Langkan termasuk kategori tongkonan
tang merambu yang jaraknya 1,5 km dari poros
jalan Makale-Rantepao dan juga dilengkapi
dengan panorama alam yang mempesona.
 Sipore' yang artinya "bertemu" adalah salah satu
tempat pekuburan yang merupakan situs
purbakala, dimana masyarakat membuat liang
kubur dengan cara digantung pada tebing atau
batu cadas. Lokasinya 2 km dari poros jalan
Makale-Rantepao.
[sunting]Tempat upacara pemakaman
adat

"Rante"
Rante adalah tempat upacara pemakaman secara
adat yang dilengkapi dengan
batu menhir/megalit yang dalam bahasa Toraja
disebut simbuang batu. Pada salah satu rante, 102
bilah batu menhir berdiri dengan megah. Menhir ini
terdiri atas 24 bilah ukuran besar, 24 bilah ukuran
sedang, dan 54 bilah ukuran kecil. Ukuran menhir
ini mempunyai nilai adat yang sama, perbedaan
tersebut hanyalah faktor perbedaan situasi dan
kondisi pada saat pembuatan/pengambilan batu.
Simbuang batu ini hanya diadakan apabila yang
meninggal adalah pemuka masyarakat dan
upacara diadakan dalam tingkat rapasan
sapurandanan. Dalam upacara tersebut dipotong
sekurang-kurangnya 24 ekor kerbau.
[sunting]Tau-tau

Tau-tau dari seorang raja tengah dipersiapkan. Foto koleksi


Tropenmuseum, Amsterdam.
Tau-tau adalah patung yang menggambarkan
mendiang. Pada pemakaman
golongan bangsawan atau penguasa/pemimpin
masyarakat salah satu unsur rapasan(pelengkap
upacara acara adat), ialah pembuatann tau-
tau. Tau-tau dibuat dari kayu nangka yang kuat
dan pada saat penebangannya dilakukan secara
adat. Mata dari tau-tau terbuat dari tulang dan
tanduk kerbau. Pada zaman dahulu kala, tau-
tau dipahat tidak persis menggambarkan roman
muka almarhum namun akhir-akhir ini keahlian
pengrajin pahat semakin berkembang hingga
mampu membuat persis roman muka mendiang.
Tongkonan, Rumah Adat Tana Toraja

1
2
3
4
5

(98 votes)
Tana Toraja memiliki alam
dan budaya nan memesona.
Tak heran, kabupaten di
Sulawesi Selatan itu
banyak dikunjungi
wisatawan. Selain
panorama gunung dan persawahan, seni ukir yang
menghias rumah-rumah adat menjadi tontonan yang
menawan.
Konon, leluhur orang Toraja adalah manusia yang berasal dari nirwana. Menurut mitos yang hingga kini tetap
di kalangan masyarakat Toraja, nenek moyang mereka yang pertama menggunakan "tangga dari langit" untuk
nirwana.

Nama Toraja mulanya diberikan oleh suku Bugis Sidendreng dan Bugis Luwu. Orang Sidendreng menamaka
penduduk daerah ini dengan sebutan To Riaja, yang berarti "orang yang berdiam di negeri atas atau pegunung
Memang Kabupaten Tana Toraja letaknya kurang lebih 300-600 meter di atas permukaan laut. Orang Luwu
menyebutnya To Riajang yang artinya "orang yang berdiam di sebelah barat".

Versi lain, kata Toraja berasal dari Tau=(orang), Maraya=orang besar, bangsawan. Kata Tana berarti negeri,
tempat pemukiman suku Toraja dikenal dengan Tana Toraja.

Secara administratif, Kabupaten Tana Toraja mempunyai luas wilayah 3.205,77 km2, terdiri dari 15 kecamata
lembang, dan 27 kelurahan yang masing-masing dipimpin oleh kepala camat, kepala lembang, dan kepala lur
Lembang tersebut di era otonomi ini langsung pilih oleh rakyat secara demokrasi.

Seni Ukir

Salah satu jenis kesenian yang yang terkenal dan khas adalah seni ukir, yang sama umurnya dengan leluhur T
Jenis ukiran ini dipakai sebagai dekorasi, baik eksterior maupun interior pada rumah adat Toraja (tongkonan)
termasuk pada lumbung padi (alang sura).

Semua ukiran yang terdapat pada rumah dan lumbung merupakan simbol makna hidup orang Toraja. Ukiran-
ada yang bermakna hubungan manusia Toraja dengan pencipta-Nya, dengan sesama manusia (lolo tau), terna
patuon), dan tanaman (lolo tananan).

Terik sinar matahari terasa semakin menyengat saat dipantulkan oleh papan berwarna merah yang menopang
bangunan berbentuk perahu kerajaan Cina. Guratan pisau yang membekas di atas papan berwarna merah mem
ukiran, tanda status sosial pemiliknya.

Deretan tanduk kerbau yang terpasang/digantung di depan rumah, juga menambah keunikan bangunan dari k
tersebut. Bentuk bangunan unik yang dapat dijumpai di hampir setiap pekarangan rumah masyarakat Toraja i
dikenal dengan tongkonan.

Konon kata tongkonan berasal dari tongkon, yang berarti duduk. Dahulu rumah ini merupakan pusat pemerin
kekuasaan adat, dan perkembangan kehidupan sosial budaya masyarakat Toraja. Rumah ini tidak bisa dimilik
perseorangan melainkan turun temurun oleh keluarga atau marga suku Tana Toraja.

Dengan sifatnya yang demikian, tongkonan mempunyai beberapa fungsi. Antara lain sebagai pusat budaya, p
pembinaan keluarga serta pembinaan peraturan keluarga dan kegotong royongan, pusat dinamisator, motivato
stabilator sosial.

Tongkonan mempunyai fungsi sosial dan budaya yang bertingkat-tingkat di masyarakat. Dikenal beberapa jen
lain tongkonan layuk atau tongkonan pesio'aluk, yaitu tempat menyusun aturan-aturan
sosial keagamaan.

Ada juga tongkonan pekaindoran, pekamberan, atau kaparengngesan, yaitu tongkonan


yang berfungsi sebagai tempat pengurus atau pengatur pemerintahan adat, berdasarkan
aturan dari tongkonan pesio'aluk. Sementara itu, batu a'riri berfungsi sebagai
tongkonan penunjang. Tongkonan ini mengatur dan berperan dalam membina
persatuan keluarga serta membina warisan tongkonan.

Ada 67 Jenis

Jumlah ukiran diperkirakan 67 jenis dengan aneka corak dan makna. Warna ukiran terdiri dari merah, kuning
hingga hitam. Semua berasal dari tanah liat, yang disebut litak, kecuali warna hitam dari jelaga (hitam arak pa
atau bagian dalam batang pisang muda.

Masih ada jenis seni yang merupakan bagian tak terpisahkan dalam hidup dan budaya orang Toraja, yakni sen
Seni ini dapat dilihat pada tongkonan merambu (rumah adat) dan tongkonan tang merambu (kuburan/patane).

Peralatan hasil seni pahat yang harus ada pada rumah adat (tongkonan) adalah kabongo', yaitu kepala kerbau
dipahat dari kayu cendana atau kayu nangka, dilengkapi tanduk kerbau asli. Kabongo' ini berarti bahwa tongk
milik pemimpin masyarakat, tempat melaksanakan kekuasaan adat.

Tongkonan merupakan peninggalan yang harus selalu dilestarikan. Hampir seluruh tongkonan menarik untuk
dikunjungi, agar kita bisa mengetahui adat istiadat masyarakat Toraja.

Benteng Buntu Barana'

Benteng Buntu Barana' di Takala pada abad XVIII dulu dibuat Sia
Ne'Salubersama istrinya L. Ta'bi. Benteng Buntu Barana dibuat dengan basis
pertahanan dalam menghadapi peperangan melawan musuh-musuh, baik yang
datang dari luar maupu dari dalam. Benteng Buntu Barana' ini diperkuat oleh
dukungan dari gabungan wakil-wakil masyarakat Tobarani seperti dari Tondon,
Kesu', Madandan, Balepe', Pangala' dan beberapa kampung lainnya dalam suatu
misi tersendiridari 10 orang yang lebih dikenal To Padatindo dalam menghadapi
lawan yang datangnya dari luar Tana Toraja.

Benteng Buntu Barana' terdiri dari 3 bagian benteng, yaitu :


1.Benteng Batu Pa'patulelean terletak pada bagian selatan.
2.Benteng Mangunda'pa agak di bawah dari Benteng Buntu Barana'
3.Benteng Buntu Barana' pada bagian ketinggian.

Ketiga benteng ini tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain oleh karena
merupakan satu kesatuan yang strategis sebagai benteng pertahanan yang tidak
pernah terkalahkan, ketika perang melawan penjajahan Belanda, yang dipelopori
oleh Tanga Layuk dan Sitto.
Pada lokasi Benteng Buntu Barana' juga kita dapat menyaksikan panorama
yang sangat indah ke beberapa penjuru seperti arah ke Bori Tallunglipu
dan kota Rantepao. Jaraknya dari kota Rantepao ± 4 km.

Buntu Kalando

• Daya tarik utama:


○ Meseum mini
○ Tongkonan Puang Sangalla
• Lokasi desa/lembang: Sangalla
Objek wisata ini adalah Tongkonan Puang Sangalla' yang telah difungsikan sebagai
museum dan home stay, terletak di Kelurahan Kaero Sangalla' 20 Km
dari kota Rantepao. Buntuk Kalando mempunyai adat "Tanado Tananan Lantangna
Kaero Tongkonan Layuk" yaitu sebagai tempat kediaman "Puang Sangalla".

Tongkonan ini dibangun bersama dengan tiga lumbung padi (Alang Sura').
Buntu Kalando sebagai Tongkonan Tananan Lantangna Kaero Tongkonan Layuk
dilengkapi dengan beraneka ragam tanduk yaitu tanduk kerbau, tanduk rusa, dan
tanduk anoa terpampang di bagian muka Tongkonan dua buah kabongo' yaitu satu
kabongo' bonga' Sura' dan satu kabongo' pudu' serta di atasnya didudukkan katik
yang menyerupai langkan maega (burung elang), perlambang kebesaran.

Sebagai museum dalam tongkonan ini dilengkapi barang-barang koleksi antara lain:

1. Alat kerajaan Sangalla'


2. Pakaian adat kebesaran
3. Barang-barang bersejarah
4. Barang-barang antik
5. Alat-alat perang
6. Alat-alat ritus
7. Alat-alat pertanian
8. Alat-alat dapur
9. Alat-alat makan
10.Alat-alat minum
11.Barang-barang berkhasiat (balo')
12.Alat-alat top seks Toraja
13.Dan lain-lain
Galugu Dua Sangkambong

• Daya tarik utama:


○ Tongkonan
○ Pertenunan tradisional
• Lokasi desa/lembang: Sa'dan Manimbong
Kambira

• Daya tarik utama: Passiliran (Kuburan pada pohon hidup untuk bayi
yang masih belum tumbuh gigi)
• Lokasi desa/lembang: Buntu Sangalla'
Lemo

• Daya tarik utama:


○ Liang Paa
○ Tau-tau
○ Bangunan tongkonan sasana budaya
• Lokasi desa/lembang: Lemo
Berada di km 9 jurusan Makale-Rantepao masuk 600 meter. Lemo adalah
salah satu kuburan leluhur Toraja, hasil kombinasi antara ciptaan Tuhan Yang Maha
Kuasa dengan kreasi tangan terampil Toraja pada abad XVI (dipahat) atau Liang
Paa'. Jumlah lubang batu kuno ada 75 buah dan tau-tau yang tegak berdiri sejumlah
40 buah sebagai lambang prestise, status, peran dan kedudukan para bangsawan di
Desa Lemo. Diberi nama Lemo oleh karena model liang batu ini ada yang
menyerupai jeruk bundar dan berbintik-bintik.
Sejak tahun 1960, obyek wisata ini telah ramai dikunjungi oleh para wisatawan asing
dan domestik.

Pengunjung dapat pula melepaskan keinginannya dan membelanjakan dollar


atau rupiahnya pada kios-kios suvenir. Ataukah berjalan-jalan di sekitar obyek ini
menyaksikan buah-buahan pangi yang ranum kecoklatan yang siap diolah dan
dimakan sebagai makanan khas suku toraja yang disebut "Pantollo Pamarrasan".
Lo'ko Mata

Lo'Ko Mata suatu lokasi yang diciptakan Tuhan Yang Maha Kuasa mengambil
posisi di lereng gunung Sesean pada ketinggian ± 1400m di atas permukaan laut.
Suatu tempat yang sangat menawan, fantastic dan bila seseorang datang dan
menyaksikan serta merenungkan ciptaan ini rasa kangen pasti ada.

Selain itu Anda dapat menyaksikan panorama alam yang sangat indah dan
deru arus sungai di bawah kaki kuburan alam ini. Yang terletak di desa Pangden ±30
km darikota Rantepao. Nama Lo'ko' Mata diberi kemudian oleh karena batu alam
yang dipahat ini menyerupai kepala manusia, tetapi sebenarnya Liang Lo'ko' Mata
sebelumnya bernama Dassi Dewata atau Burung Dewa, oleh karena liang ini
ditempati bertengger dan bersarang jenis-jenis burung yang indah-indah warna
bulunya, dengan suara yang mengasyikkan kadang menakutkan.
Pada abad XIV (1480) datanglah pemuda kidding yang memahat batu
raksasa ini untuk makam mertuanya yang bernama Pong Raga dan Randa Tasik (I)
selanjutnya pada abad XVI tahun 1675 lubang yang kedua dipahat oleh Kombong
dan Lembang. Dan pada abad XVII lubang yang ketiga dibuat oleh Rubak dan Datu
Bua'. Liang pahat ini tetap digunakan sampai saat ini saat kita telah memasuki abad
XX. Luas areal wisata Lo'ko' Mata ± 1 ha dan semua lubang yang ada sekitar 60
buah.

Lombok Parinding

• Daya tarik utama:


○ Liang lo'ko
○ Erong
• Lokasi desa/lembang: Bori' Parinding
Londa

• Daya tarik utama:


○ Liang Lo'ko'
○ Erong
○ Tau-tau
○ Kuburan tergantung
• Lokasi desa/lembang: Sandan Way
Ma'daung Tondok

• Daya tarik utama:


○ Patane khusus mayat bayi purba
○ Liang lo'ko'
○ Erong
○ Panorama
○ Kompleks rumah adat tradisional
• Lokasi desa/lembang: Sillanan / Mebal
MISTIK!!!… Sepenggal kata yang mungkin cukup mampu mendesirkan bulu
kuduk, hal itupun tepat untuk melukiskan adat Ma'daung Tondok Sillanan yang
dalam pelaksanaannya penuh mengandung ritual-ritual mistis.

Obyek wisata Ma'daung Tondok terletak di Kecamatan Mengkendek 20 km


arah Selatan Makale, ke arah Barat, di Desa Sillanan. Obyek ini didukung oleh
obyek-obyek wisata yang sangat menarik seperti : Lo'ko'wai, To'Banga,
Pangrapasan dan Ma'dandan serta Tongkonan Karua Sillanan. Di mana masing-
masing memiliki daya tarik yang spesifik dan keunggulan tersendiri seperti :
Lo'ko'wai; di tempat ini terdapat mayat bayi yang unik dan awet (mummy) di mana
rambut, kuku, gigi serta kulitnya masih utuh meskipun umur mayat tersebut
diperkirakan sudah berkisar 4 ½ abad. Mayat tersebut disakralkan oleh masyarakat
di wilayah adat Ma'daung Tondok yang secara mitologis diyakini adalah keturunan
dewa.
Kurang lebih 400 meter terdapat kuburan manusia purba yang terdiri dari tumpukan
erong, serta beberapa liang pahat di sekitarnya. Hal lain yang bisa kita nikmati di
sektor-sektor obyek ini adalah keindahan alam. Para pengunjung masih dapat
menyaksikan pohon-pohon tropis yang terpelihara meskipun umurnya telah tua, dan
berkhasiat obat. Perkampungan tradisional yang masih asli dan unik tempat upacara
adat, suatu benteng pertahanan yang digunakan untuk memantau musuh pada
sekitar abad XVI. Benteng ini tidak pernah diterobos oleh musuh pada zaman
dahulu. Wilayah obyek wisata Ma'daung Tondok secara keseluruhan sampai saat ini
masih terpelihara dengan baik dan siap menanti kunjungan Anda.
Marante

• Daya tarik utama:


○ Tongkonan
○ Liang Paa'
○ Erong
○ Tau-tau
• Lokasi desa/lembang: Tondon
Museum Londorundun

• Daya tarik utama:


○ Rumah adat Toraja
○ Museum
• Lokasi desa/lembang: Tallunglipu, Bolu - Rantepao
Menurut penuturan lisan orang Toraja khususnya bagi para bangsawan
khususnya di Kecamatan Sa'dan Balusu' dan Sesean bahwa Londorundun yang
bergelar "Datu Manili", adalah seorang putri yang cantik jelita yang memiliki rambut
panjang dengan ukuran 17 depah 300 jengkal atau dalam Bahasa Toraja "Sang pitu
da'panna, Talluratu' Dangkananna". Gadis jelita ini dipersunting oleh seorang raja
dari Kabupaten Bone yang bernama "Datu Bendurana".

Bukti sejarahnya adalah sebuah buku besar yang modelnya persis dengan
sebuah kapal dikawal oleh dua batu kecil yang modelnya seperti perahu berada di
Sungai Sa'dan di desa Malango' (Rantepao) sebelah kanan jembatan Malango' yang
menurut cerita leluhur secara turun-temurun adalah kapal milik Datu Bendurana
yang datang mencari dan menyelidiki Datu Manili (Londorundun). Mereka
dipertemukan dalam jodoh dan oleh sebab itu orang Bone tidak boleh berselisih
dengan orang Toraja, karena mereka mempunyai "Basse" atau "Perjanjian". Salah
satu saudara kandung Londorundun adalah "Puang Bualolo" kawin ke wilayah
Sa'dan, dan menjadi leluhur pemilik Museum Londorundun yang terletak di Desa
Tallunglipu, kompleks Bolu-Rantepao.
Pala'tokke
• Daya tarik utama: Kuburan tergantung
• Lokasi desa/lembang: La'bo'
Syahdan, dahulu ada seorang pria yang memiliki kesaktian, berbekal kesaktiannya
pula Pala' Tokke mulai memanjat tebing dengan cara merangkak untuk kemudian
membuat lubang pada tebing yang digunakan untuk menancapkan kayu sebagai
penahan erong (peti mayat purba). Atas jasanya maka daerah ini kemudian diberi
nama Pala' Tokke oleh masyarakat sekitar.
Berkunjung ke Pala' Tokke dapat melihat peti mati yang menyerupai sebuah rak
yang digantung pada sebuah tebing gunung.

Palawa'

• Daya tarik utama:


○ Tongkonan
○ Pengrajin tenunan tradisional
• Lokasi desa/lembang: Palawa'
Penanian

• Daya tarik utama:


○ Tongkonan dan persawahan
○ Rante dan simbuang
○ Patane
○ Kelelawar
• Lokasi desa/lembang: Nanggala
Pongtimbang

• Daya tarik utama:


○ Erong
○ Liang paa'
• Lokasi desa/lembang: Baruppu'
Obyek wisata Pongtimbang terletak di desa Baruppu' Kecamatan Rindingallo.
Desa ini terkenal dengan penganut agama leluhur (Aluk Todolo) yang masih kental.
Jarak lokasi dari Rantepao ± 58 km.

Obyek wisata Pongtimbang adalah salah satu liang pahat yang dibuat
pertama kali oleh seorang pria bernama Pandarrak. Pongtimbang berarti sumber
menerima berkat (Pong = sumber, Timbang = menerima berkat). Di desa inilah
acara Ma'Nene' (membersihkan kuburan-kuburan leluhur) setiap 5 tahun sekali
dilakukan oleh masyarakat oleh karena masyarakat percaya bahwa membersihkan
dan mengkafani kembali mayat-mayat yang telah lapuk pembungkusnya (balunna)
adalah sesuatu yang mulia, di mana leluhur-leluhur akan senantiasa mengingat dan
memberkahi turunan dan generasinya.

Potek Tengan

• Daya tarik utama: Situs purba/bersejarah


• Lokasi desa/lembang: Tengan
Tak kenal maka tak sayang, sesudah dikenal bisa jatuh cinta. Sungguh jatuh
cinta pada obyek wisata Potok Tengan di Desa Tengan Kecamatan Mengkendek,
persis di bawah kaki Gunung Kandora. Obyek wisata ini memiliki suatu rahasia yang
terpendam yang pasti punya makna dan arti hidup yang sarat dengan pertanyaan.

Ya, itulah 'Batu Suci' sebagai penjelmaan dari mayat 'Puang Pindakati'
istri dari Datu Sawerigading. Permaisuri Datu Sawerigading ini dipuji-puji
masyarakatnya di masa silam sebagai 'Dewi Pelindung' (Penolong). Sebagai
penghormatan bagi Dewi Pelindung ini diadakan 'Pesta Meroek' setiap tahun.

Generasi dari Dewi Pelindung dan datu Sawerigading, mengatur


pemerintahannya dalam 3 fungsi yang disebut Tallu Borangna, yaitu pada
Tongkonan Potok Tengan, dan pemimpinnya bergelar Pattole Baine, pada
Tongkonan Garompa bergelar Masulosulo. Masing-masing dengan fungsi Pemimpin
Tertinggi (salassa'). Penerangan dan obyek wisata sekali lagi dilengkapi dengan
suatu mitos dan mungkin pasti (you believe it or not), adalah seorang yang pada
zamannya dipandang sebagai Dewa dengan gelar "Tomebanuaditoke", Tometondok
Dianginni, To turunan dibentoen, To Losson di Batara Mendemme' di
Kapadanganna, Dialah "Puang Tambora Langi" si pembawa adat Sanda Saratu
yakni 7777 pasal yang menjadi tatanan adat, ada'na sukaran aluk masyarakat
Toraja sejak leluhur hingga kini.

Sarana prasarana menuju obyek sebagian sudah baik, tetapi sebagian pula
yang masih jalan setapak model jalan kampung tempo dulu. Namun Anda tidak
merasa lelah dan tiba-tiba telah berada di puncak potok tengan, oleh karena melalui
jalan-jalan ke Potok Tengan ada kekuatan gaib yang mengantar Anda.

Ranpanan Kapa'
Ranpanan kapa' adalah upacara perkawinan secara adat di Tana Toraja, yang
dilaksanakan oleh orang-orang tua tempo dulu, dengan memenuhi beberapa
persyaratan antara lain pihak laki-laki wajib menyerahkan mas kawin berupa "kaleke'
dan pangan". Tetapi untuk zaman di alam modern ini, pihak laki-laki dan pihak
perempuan sama-sama membiayai pesta pernikahan (toleransi atau patungan) juga
pakaian pengantin telah dimodifikasi.

Ranta Tendan

Ranta Tendan adalah pusaka leluhur Puang Balusu dan keluarga-keluarga


lainnya, yang digunakan untuk acara upacara Rambu Solo' (Ma'palao). Di Rante
Tendan ini kita dapat menyaksikan hadirnya puluhan dari ratusan "Simbuang Batu"
sebagai pertanda , bahwa upacara Ma'palo sudah banyak kali diadakan, digunakan
sejak abad X pada zaman hidupnya Puang Takke Buku. Jarak Rante Tendan
dari kota Rantepao ± 15 km.

Suaya

• Daya tarik utama:


○ Erong
○ Liang Paa'
○ Tau-tau
• Lokasi desa/lembang: Kaero
Tampangallo

• Daya tarik utama:


○ Liang lo'ko'
○ Erong
○ Tau-tau
• Lokasi desa/lembang: Kaero
Tilangga’

• Daya tarik utama: Kolam alam untuk rekreasi tirta


• Lokasi desa/lembang: Sarira
Tilangga' sebagai obyek wisata pemandian alam, jaraknya ± 12 km
dari kotaRantepao, arah selatan.Bila pengunjung ingin melemaskan otot-otot dan
urat-urat yang penat sepanjang hari berkeliling ke objek-objek wisata, jangan lupa
mandi di kolam air dingin Tilangga'. Airnya sangat jernih, dingin, sejuk dan tidak
pernah kering. Dan Anda juga dapat menyaksikan ikan-ikan berwarna bersama
belut-belut dalam kolam pemandian ini yang santai, tanpa merasa terusik. Pada saat
ini air yang mengalir dari obyek wisata ini digunakan untuk air PAM bagi
masyarakat kota Makale dan sekitarnya.

Tiro Tasik
Tiro : melihat/memandang
Tasik : laut lepas

Tiro Tasik adalah salah satu obyek wisata di mana Anda dapat menikmati laut
lepas Teluk Bone. Sungguh suatu mujizat yang besar bahwa Tiro Tasik berada di
tengah-tengah pegunungan, tetapi secara penglihatan dapat sangat dekat dengan
laut. Juga pemandangan alamnya yang indah menawan dan hawanya yang sejuk.
Tiro Tasik pada zaman dahulu dijadikan benteng pertahanan masyarakat distrik
Sa'dan Matallo. Tiro Tasik adalah tanah milik Tongkonan Buntu Busia dan Sellak.

Apabila Anda berada pada lokasi ini sejauh mata memandang arah sebelah
timur Anda menyaksikan Teluk Bone dengan perahu-perahu layarnya yang pantang
surut sekali terkembang. Arah Selatan dengan pemandangan sebagian alam Toraja
yang indah permai berhiaskan lembah, bukit, dan sawah-sawah tersusun rapi secara
alamiah. Arah Barat Anda dapat melihat Gunung Sesean yang menjulang tinggi
dengan batu cadasnya yang diselingi pohon-pohon arabica. Arah Utara Anda dapat
menyaksikan lebatnya hutan-hutan lindung yang ditumbuhi bermacam-macam jenis
pohon tropis. Sepanjang jalan ke arah obyek wisata Tiro Tasik tak jemu-jemunya
menyaksikan ciptaan-ciptaan leluhur yang antik dan bergengsi. Yakni perumahan
adat milik masyarakat antara lain : Tongkonan Rea, Belo Sa'dan, Tammuan Allo'
Buntu Lobo', Pambalan, Pantu dan Belo Bua', dengan wanita-wanitanya yang
sedang mengayunkan "Balida"nya (alat tenun tradisional), untuk menenun kain-kain
tradisional yang cantik dengan nama tenunan Paruki' (Tenun Ukir). Dan bila Anda
merasa haus silakan mencicipi sang suke Tuak mammi'na To Sa'dan dengan nama
"Tuak Sissing Beang" yang sangat harum aromanya dan membuat si peminum
bertambah semangat.

To'barana

• Daya tarik utama:


○ Pertenunan tradisonal
○ Panorama tepi sungai
• Lokasi desa/lembang: Sa'dan Malimbong
To' Puang-Batualu
Perkampungan pertama (Pa'tondokan Garonto) "Puang Pangonggang" dan dua
orang seperangkatannya bernama Bongi dan Paliun. Mereka adalah orang pertama
(Pong Mula Tau) yang dikenal dengan nama "Tana' Tau Tallu" yang kelak Tana' Tau
Tallu ini berpindah ke Selatan Rante Alang yang disebut Batualu (Padang di
Batualu) di mana lokasi To'Puang ini terletak. Lokasi ini diberi nama To'Puang
setelah dihuni (natorroi) anak dewa dari gunung Sinaji suatu tempat ketinggian
sebelah selatan Batualu.

Berlarut dalam situasi sedemikian ini oleh keluarga dari leluhur Toma'tau
Tallu' di mana Pagonggang memegang tampuk kekuasaan (Puang Pagonggang)
sebagai pengatur segala sesuatu di daerah yang dihuni (di daerah Batualu), namun
seperangkatannya (Bongi/Paliun) tetap memegang teguh dan utuh memimpin
daerah kekuasaannya masing-masing, yang tersimpul dalam idiom Toraja (Kada
Bola'na Toraya) dari ketiga seperangkatan, dengan semboyan masing-masing pihak
sebagai berikut :

Semboyan Puang Pagonggang berbunyi: Tomamma' Penamile, Tomatindo


Balian, Todiku Lambu Taruno, artinya bahwa Puang Pagonggang adalah pengambil
inisiatif dan tidak untuk kepentingannya sendiri, tapi demi ketentraman/kemajuan
masyarakat yang ada pada zaman itu.

Semboyan Bongi berbunyi : Toma' Peniro Sumalunna Lombok artinya bahwa


bongi merupakan pasukan tentara untuk keamanan/ketentraman masyarakat.

Semboyan Paliun berbunyi: Peso paele Pupakan dengan pengertian bahwa


Paliun sebagai pengatur, pelaksana dan perencana.

Pada zaman pemerintahan Belanda, Puang Pong Tambing keturunan Puang


Pagonggang memangku rangkap jabatan yakni pemangku adat (To Parengnge) dan
kepala Pemerintahan (kepala Bua') di masyarakat Batualu. Tampuk kepengurusan
Mustika sakti Puang parranan dalam tangan puang Pong Tambing (Kepala Bua)
bersama pemimpin seperangkatannya Bongi dan Paliun. Sebab itu kepala Bua'
dijabat Puang So'Nura' dengan gelar Puang Batualu kemudian pemangku adat
dijabat Puang Londong Allo. Dari Toma'tan tallu (Pong Mula Tau) mulai dari
angkatan pertama sampai angkatan So'Mule (Perenge' Tongkonan Dua), Tanete,
terasa baik dan terwujud hikmat sehingga lokasi To'Puang dan daerah sekitar
To'Puang juga memiliki mitos yang spesifik dapat dijadikan suatu objek potensial
untuk berwisata.

WISATA DI TANA TORAJA


Objek Wisata & Tempat Tempat menarik Di Tana Toraja.

Tana Toraja merupakan salah satu daya tarik wisata Indonesia, dihuni
oleh Suku Toraja yang mendiami daerah pegunungan dan
mempertahankan gaya hidup yang khas dan masih menunjukkan gaya
hidup Austronesia yang asli dan mirip dengan budaya Nias. Daerah ini
merupakan salah satu obyek wisata di Sulawesi Selatan yang sangat
menarik dan tidak boleh anda lewatkan.

Berikut ini adalah daftar beberapa tempat menarik yang mungkin bisa
anda kunjungi :

Pallawa.
Tongkonan Pallawa adalah salah satu tongkonan atau rumah adat yang
sangat menarik dan berada di antara pohon-pohin banbu di puncak bukit.
Tongkonan tersebut didekorasi dengan sejumlah tanduk kerbau yang
ditancapkan di bagian depan rumah adat. Terletak sekitar 12 Km ke arah
utara dari Rantepau.

Londa.

Londa adalah bebatuan curam di sisi makam khas Tana Toraja. Salah
satunya terletak di tempat yang tinggi dari bukit dengan gua yang dalam
dimana peti-peti mayat diatur sesuai dengan garis keluarga, di satu sisi
bukit lainya dibiarkan terbuka menghadap pemandangan hamparan hijau.
Terletak sekitar 5 Km ke arah selatan dari Rantepau.

Ke’te Kesu.

Obyek yang mempesona di desa ini berupa Tongkonan, lumbung padi dan
bangunan megalith di sekitarnya. Sekitar 100 meter di belakang
perkampungan ini terdapat situs pekuburan tebing dengan kuburan
bergantung dan tau-tau dalam bangunan batu yang diberi pagar. Tau-tau
ini memperlihatkan penampilan pemiliknya sehari-hari. Perkampungan ini
juga dikenal dengan keahlian seni ukir yang dimiliki oleh penduduknya
dan sekaligus sebagai tempat yang bagus untuk berbelanja souvenir.
Terletak sekitar 4 Km dari tenggara Rantepau.

Batu Tumonga.
Di kawasan ini anda dapat menemukan sekitar 56 batu menhir dalam satu
lingkaran dengan 4 pohon di bagian tengah. Kebanyakan batu menhir
memiliki ketinggian sekitar 2 – 3 meter. Dari tempat ini anda dapat
melihat keindahan rantepau dan lembah sekitarnya. Terletak di daerah
Sensean dengan ketinggai 1300 Meter dari permukaan laut.

Lemo.

Tempat ini sering disebut sebagai rumah para arwah. Di pemakaman


Lemo anda dapat melihat mayat yanng disimpan di udara terbuka, di
tengah bebatuan yang curam. Kompleks pemakaman ini merupakan
perpaduan antara kematian, seni dan ritual. Pada waktu-waktu tertentu
pakaian dari mayat-mayat akan diganti dengan melalui upacara Ma Nene.
Terletak di Kabupaten Tan Toraja.
memperhatikan munculnya kembali tulisan ini :
http://arsuka.wordpress.com/2008/09/23/galigo-odisei-buendia/
yg dikomentari disini
http://groups.yahoo.com/group/gedongpuisi/message/1083
oleh seorang Batak. Tulisan ini saya pernah membacanya
pada 1 januari 2000 di Koran Kompas edisi khusus pada saat
itu berhubungan dgn hari pertama millennium kedua. Tulisan

Anda mungkin juga menyukai