Anda di halaman 1dari 6

Kelompok 2 - Budha

Adelce Angelina Yuliana Welikin – 61190479


Jessica Caroline Graciella – 61190480
Donny Sabhastian Nugroho – 61190481
Reynal Bryan Pademme – 72190316
Hespin Marcelena – 72190328
Henri Sapvilten – 72190340
Jeanette Purba – 72190352
Agama Aluk Tondolo
Aluk Todolo adalah agama leluhur nenek moyang suku
Toraja yang hingga saat ini masih dipraktikkan oleh
sejumlah besar masyarakat toraja. Pada tahun 1970,
Aluk Todolo sudah dilindungi oleh negara dan resmi
diterima ke dalam sekte Hindu-Bali. Aluk Todolo
adalah kepercayaan Animisme tua, dalam
perkembangannya Aluk Todolo banyak dipengaruhi
oleh ajaran-ajaran hidup konfusius dan agama Hindu.
Oleh karena itu, Aluk Todolo merupakan suatu
kepercayaan yang bersifat politeisme yang dinamistik
Etimologi
Istilah Aluk Todolo sendiri berasal dari
dua kata dalam bahasa Toraja yaitu "aluk"
dan "todolo". Kata aluk memiliki arti aturan
atau cara hidup, sementara todolo berarti
nenek moyang. Dengan demikian, Aluk
Todolo berarti agama para leluhur, atau
cara/aturan hidup para leluhur
Sejarah
• Dalam Aluk Todolo, keyakinan, dan ajaran hidup orang Toraja terdahulu, mereka meyakini bahwa
"Orang Toraja berasal dari Langit". Tidak hanya manusia saja, tetapi juga kerbau, ayam, kapas,
hujan, besi, bisa, dan padi sebagai unsur dasar dari alam ini, dibuat dan diturunkan dari langit.
Adalah Datu' Laukku yang dianggap sebagai nenek moyang manusia. Ia dibuat langsung oleh Sang
Pencipta yang disebut Puang Matua, dari bahan emas murni, dengan perantaraan Sauan Sibarrung.
• Datu' Laukku beserta keturunannnya tetap hidup di langit hingga beberapa generasi, dan dari
keturunannya itu yang pertama kali diturunkan ke bumi adalah Pong Bura Langi. Di bumi, Pong Bura
Langi kemudian memiliki keturunan yang pertama dan disebut Pong Mula Tau. Pong Mula Tau inilah
yang dianggap dan disebut sebagai manusia pertama.
• Namun menurut orang Toraja, Pong Bura Langi bukanlah satu-satunya yang turun dari langit.
Beberapa keturunan Datu' Laukku lainnya juga turun ke Bumi. Di antara yang turun dari langit
adalah Puang Soloara di Sesean, Puang Tamboro Langi (Sawerigading) di Kandora, dan Puang Ri
Kesu di Gunung Kesu. Mereka ini disebut tomanurun di langi’ yang artinya adalah orang yang turun
dari langit. Kali ini Toraja tidak sendirian menganut kepercayaan tomanurun di Langi. Suku-suku lain
yang mendiami wilayah seputaran semenanjung Sulawesi Selatan juga percaya adanya tomanurun
di langi’, hanya saja mengenai tempat kedatangannya sangat bervariasi.[4]
Rambo solo(upacara kematian)
Upacara Rambu Solo' dalam masyarakat Toraja mendapat penekanan yang sangat menonjol dari ajaran Aluk Todolo. Pengamatan modern
yang sering mengatakan bahwa filsafat hidup orang Toraja adalah "hidup untuk mati", di satu sisi ada kebenarannya, apalagi jika hanya
diamati sepintas dan dianalisis hanya berdasarkan observasi dari luar tanpa partisipasi namun dari pihak yang lain dapat disimpulkan
bahwa tradisi orang Toraja penuh dengan upacara-upacara religius. Pengorbanan dalam Rambu Solo' mempunyai fungsi eskatologis mistis
dalam artian bahwa kehidupan akhir (di alam mistis transenden) menentukan dan memberi corak kepada kehidupan di dunia dan
sebaliknya. Fungsi pengorbanan dalam Rambu Solo' adalah dout des yang artinya "saya memberi agar engkau memberi" yaitu dalam
hubungan dengan yang ilah/dewa atau arwah-arwah mereka memberi sambil mengharapkan imbalan yang lebih besar.
Dalam ajaran Aluk Todolo, orang yang sudah meninggal dunia tetapi belum dilakukan upacara untuknya masih dikategorikan sebagai
tomakula' (makula' berarti panas, sakit). Ia tetap dilayani oleh keluarganya layaknya melayani orang yang masih hidup. Ia masih diberi
makan, minum, rokok, sirih dan lain-lain. Menjelang upacara puncak pemakamannya barulah ia dianggap "sungguh-sungguh" telah
meninggal dunia. Beberapa hari sebelum pelaksanaan upacara ia dibaringkan dengan arah utara-selatan dengan kepala menghadap ke
selatan, sebelumnya ia dibaringkan ke arah timur-barat dengan kepala menghadap ke barat.
Karena upacara Rambu Solo' adalah bagian dari aluk (lesoan aluk), sehingga pelaksanaannya harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang
berlaku dan yang ditetapkan untuk itu. Salah satu faktor yang menjadi dasar pelaksanaan upacara Rambu Solo’ adalah stratifikasi sosial
yang dalam masyarat Toraja dan stratifikasi sosial masyarakat toraja tersebut dibagi ke dalam empat kelompok berikut:
Tana' Bulaan (tana' berarti patokan, bulaan berarti emas) yaitu kasta bangsawan tinggi.
Tana' Bassi (bassi berarti besi) yaitu golongan bangsawan menengah.
Tana' Karurung (karurung berarti batang enau) yaitu golongan orang-orang merdeka.
Tana' Kua-kua (kua-kua merupakan sebangsa rerumputan) yaitu golongan hamba atau budak (kaunan).
Referensi
• ^ Sejarah RI: Aluk Todolo Kepercayaan Suku Toraja. Diakses 20 Maret 2019.
• ^ Wacana: Aluk Todolo, Kepercayaan Suku Toraja. 15 Mei 2019. Diakses 20 Maret 2019.
• ^ 1001 Indonesia: Mengenal Aluk Todolo Agama Leluhur Suku Toraja. 28 Januari 2019. Diakses 20
Maret 2019.
• ^ Saransi, Ahmad (2003). Tradisi Masyarakat di Sulawesi Selatan. Makassar: Lamacca Press. hlm. 25.
• ^ a b Toraja Culture: Aluk Todolo Agama Purba Suku Toraja. 13 November 2013. Diakses 22 Maret
2019.
• ^ Tangdilintin, L.T. (2001). Toraja dan Kebudayaannya. Makassar: Yayasan Baruga Nusantara. hlm. 67.
• ^ BPS Tana Toraja: Sosial dan Budaya. Diakses 23 Maret 2019.
• ^ Tangdilintin, L.T. (2001). Toraja dan Kebudayaannya. Makassar: Yayasan Baruga Nusantara. hlm. 72.
• ^ Gatra: Aluk Todolo Berdampingan dengan Islam dan Kristen. 29 September 2008. Diakses 24
Maret 2019.

Anda mungkin juga menyukai