Masyarakat suku Gorontalo adalah masyarakat yang memiliki rasa sosial yang
tinggi, sehingga hampir tidak pernah terjadi konflik di antara mereka sendiri.
Sistem kekerabatan yang sangat erat tetap dipelihara oleh masyarakat
Gorontalo, seperti dicontohkan dalam sistem ikatan keluarga pohala'a. [20]
[21]
Tradisi gotong royong atau huyula tetap terpelihara dalam kehidupan
masyarakat ini, serta setiap ada masalah akan diselesaikan dengan
cara musyawarah. Orang Gorontalo memiliki falsafah hidup, yaitu batanga
pomaya, nyawa podungalo, harata potom bulu, artinya "jasad untuk untuk
membela tanah air, setia sampai akhir, harta untuk kemaslahatan masyarakat"
dan lo iya lo ta uwa, ta uwa loloiya, boodila polucia hi lawo, artinya "pemimpin itu
penuh kewibawaan, tapi tidak sewenang-wenang".
Arsitektur
Rumah adat Dulohupa. Rumah adat tradisional suku Gorontalo dikenal
dengan nama Dulohupa. Dulohupa biasanya digunakan untuk mengadakan
musyawarah oleh kerabat kerajaan di masa lalu. Rumah Dulohupa terbuat
dari papan pilihan serta beratap seperti jerami, dan dibuat dengan bentuk
rumah panggung. Rumah adat Dulohupa masih bisa ditemukan di beberapa
daerah kecamatan di provinsi Gorontalo.
Rumah adat Bandayo Poboide. Selain Dulohupa, masih ada satu lagi jenis
rumah adat suku Gorontalo, yaitu rumah adat Bandayo Poboide. Namun
rumah adat Bandayo Poboide ini keberadaannya hampir punah di seluruh
daerah Gorontalo. Satu-satunya rumah adat Bandayo Poboide yang masih
tersisa adalah rumah yang berada di depan kantor Bupati Gorontalo di Jl.
Jenderal Sudirman, Limboto.
Tarian Daerah
Tari Polopalo, Salah satu kesenian budaya suku Gorontalo yang terkenal
adalah Tari Polopalo. Tarian ini populer di kalangan masyarakat suku
Gorontalo, bahkan sampai ke wilayah Sulawesi Utara.
Tradisi Setempat
Beberapa tradisi adat pada masyarakat suku Gorontalo adalah:
Adat Pernikahan Momonto dan Modutu. Dalam adat pernikahan tradisional
Gorontalo, ada beberapa aturan dan tata cara yang harus dilakukan oleh
kedua mempelai. Orang Gorontalo masih memegang tradisi turun-temurun
sebagai bagian dari adat dan kebudayaan. Acara pernikahan diadakan di
rumah kedua mempelai secara bergantian. Acara pernikahan bisa
berlangsung lebih dari 2 hari. Kerabat bergotong-royong dalam
mempersiapkan acara pernikahan ini beberapa hari sebelum hari pernikahan.
Kedua mempelai menggunakan busana adat bernama Bili’u. Tempat
pelaminan yang digunakan pada saat resepsi menggunakan adat Gorontalo.
Molontalo atau Tontalo (Upacara tujuh bulanan), adalah suatu acara adat
untuk mewujudkan rasa syukur atas kehamilan yang sudah berusia tujuh
bulan. Dalam menggelar acara adat ini, kedua orang tua dari calon bayi harus
memakai pakaian adat Gorontalo. Seorang anak perempuan digendong oleh
sang ayah mengelilingi rumah, lalu akhirnya masuk ke dalam kamar menemui
ibu yang sedang mengandung. Setelah calon ayah dan anak perempuan
yang digendongnya bertemu dengan ibu yang mengandung sang bayi, maka
tali yang terbuat dari daun kelapa yang sebelumnya sudah melingkari perut
ibu tersebut dipotong atau diputuskan. Dalam acara Tontalo ini, disediakan 7
jenis makanan yang dihidangkan pada 7 nampan yang berbeda, lalu
makanan ini dibagikan kepada seluruh undangan.
Molalunga adalah upacara pemakaman adat Gorontalo.
Pakaian Adat
Pakaian adatnya pria Kalimantan Tengah berupa kepala berhiasankan bulu-
bulu enggang, rompi dan kain-kain yang menutup bagian bawah badan
sebatas lutut. Sebuah tameng kayu hiasan yang khas bersama mandaunya
berada di tangan. Perhiasan yang dipakai berupa kalung-kalung manik dan
ikat pinggang.
Wanitanya memakai baju rompi dan kain (rok pendek), tutup kepala
berhiaskan bulu-bulu enggang, kalung manik, ikat pinggang dan beberapa
gelang tangan.
Kebudayaan Toraja
Nama Toraja mulanya diberikan oleh suku Bugis Sidendereng dan dari luwu.
Orang Sidendreng menamakan penduduk daerah ini dengan sebuatn To Riaja
yang mengandung arti “Orang yang berdiam di negeri atas atau pegunungan”,
sedang orang Luwu menyebutnya To Riajang yang artinya adalah “orang yang
berdiam di sebelah barat”. Ada juga versi lain bahwa kata Toraya asal To = Tau
(orang), Raya = dari kata Maraya (besar), artinya orang orang besar,
bangsawan. Lama-kelamaan penyebutan tersebut menjadi Toraja, dan kata Tana
berarti negeri, sehingga tempat pemukiman suku Toraja dikenal kemudian
dengan Tana Toraja.
Adat Istiadat Suku Toraja
Rambu Solo adalah upacara adat kematian masyarakat Toraja yang
bertujuan untuk menghormati dan menghantarkan arwah orang yang
meninggal dunia menuju alam roh, yaitu kembali kepada keabadian bersama
para leluhur mereka di sebuah tempat peristirahatan. Upacara ini sering juga
disebut upacara penyempurnaan kematian karena orang yang meninggal
baru dianggap benar-benar meninggal setelah seluruhprosesi upacara ini
digenapi. Jika belum, maka orang yang meninggal tersebut hanya dianggap
sebagai orang sakit atau lemah, sehingga ia tetap diperlakukan seperti halnya
orang hidup, yaitu dibaringkan di tempat tidur dan diberi hidangan makanan
dan minuman bahkan selalu diajak berbicara.
Puncak dari upacara Rambu solo ini dilaksanakan disebuah lapangan
khusus. Dalam upacara ini terdapat beberapa rangkaian ritual, seperti proses
pembungkusan jenazah, pembubuhan ornament dari benang emas dan perak
pada peti jenazah, penurunan jenazah ke lumbung untuk disemayamkan, dan
proses pengusungan jenazah ke tempat peristirahatan terakhir. Selain itu,
dalam upacara adat ini terdapat berbagai atraksi budaya yang
dipertontonkan, diantaranya adu kerbau,kerbau-kerbau yang akan
dikorbankan di adu terlebih dahulu sebelum disembelih, dan adu kaki. Ada
juga pementasan beberapa musik dan beberapa tarian Toraja. Kerbau yang
disembelih dengan cara menebas leher kerbau hanya dengan sekali tebasan,
ini merupakan ciri khas masyarakat Tana Toraja. Kerbau yang akan
disembelih bukan hanya sekedar kerbau biasa, tetapi kerbau bule Tedong
Bonga yang harganya berkisar antara 10 hingga 50 juta atau lebih per
ekornya.
Kebudayaan Semarang
Kota Semarang merupakan ibu kota Propinsi Jawa Tengah yang terletak
disebelah utara pulau Jawa, secara geografis kota Semarang bersebelahan
dengan Kabupaten Kendal di sebelah barat, Kabupaten Ungaran di sebelah
selatan dan sebelah timur terdapat Kabupaten Demak. Dari beribu – ribu
penduduk semarang terdapat beraneka ragam budaya dan kekhasan masing-
masing. Berkembang beberapa suku seperti Jawa, Tionghua dan Arab, serta
memiliki budaya yang menarik yang merupakan perpaduan budaya-budaya yang
dahulunya merupakan cikal-bakal Semarang. Merujuk pada bangunan sejarah
dan nama-nama tempat di kota Semarang, maka kebudayaan yang pada saat
lalu berkembang seperti Islam, Tionghua, Eropa dan Jawa (pribumi). Keempat
kebudayaan tersebut berbaur yang berpengaruh penting pada perkembangan
Semarang tempo dulu. Sisa kebudayaan tersebut masih berdiri dengan kokoh
diterpa budaya modern yang berada disekitar Pasar Johar (Kali mberok).
Tempat-tempat yang menjadi pusat peradaban budaya yang saat ini masih
terkenal dan sebagian hanya tinggal kenangan (bangunan tua) dibagi menjadi 4
(empat) yaitu : Kampung Kauman, Kampung Pecinan, Kampung Belanda ( Little
Netherland), dan Kampung Melayu. Kampung Kauman pada tempo dulu
merupakan kawasan padat penduduk keturunan jawa, sekarang keturunan Arab
juga banyak. Kampung Pecinan dihuni sebagian besar oleh keturunan Tionghua
dan Kampung Belanda merupakan daerah pemerintahan dan kota kecil yang
sekarang disebut dengan Semarang Kota Lama. Sementara Kampung Melayu
lebih banyak keturunan Arab, dan pada saat ini masyarakat Jawa lebih banyak
berada di daerah kampung melayu.
Adat Istiadat semarang
Sebagai ibukota Jawa Tengah, Semarang memiliki budaya yang sangat
kental. Salah satu tradisi adat dari Semarang adalah perayaan tradisi
Dudgeran. Dari tradisi tersebut, kita dapat melihat percampuran seluruh
budaya yang ada di Semarang. Perpaduan budaya tersebut dapat dilihat
pada “warak endog”, adalah boneka binatang rasaksa yang merupakan
mitologis yang digambarkan sebagai symbol akulturasi budaya di Semarang.
Kata warak berasal dari bahasa arab “wara’I” yang artinya suci. Sedangkan
edog (telur) merupakan symbol pahala yang diterima manusia setelah
menjalani proses suci.
4. Tahu gimbal
Tahu gimbal adalah makanan khas Semarang yang terdiri tahu goreng,
gimbal, tempe, irisan kol dan disiram dengan sambal kacang. Nyam! Anda
bisa mencoba kuliner ini di Simpang Lima. Harga seporsinya, sekitar Rp 10
ribu. Murah meriah dan perut pun kenyang.
5. Es conglik
Tak lengkap ke Semarang sebelum mencoba es conglik. Anda bisa
mencicipinya di Simpang Lima tepatnya, di samping Hotel Citraland, atau di
Waroeng Semawis, area Kawasan Pecinan Semarang.Es conglik memiliki
sepuluh citra rasa yang segar dan dijamin tanpa bahan pengawet. Beberapa
rasanya adalah coklat, sirsak, kopyor, leci, kelengkeng, belewah, kacang ijo,
durian, dan alpukat. Seporsinya, es ini seharga Rp 9 ribu. Benar-benar
pelepas dahaga! Cong Lik sendiri berasal dari kata “Kacung Cilik” atau
pembantu kecil. Sebab pemilik es puter ini, Sukimin, saat kanak-kanak dulu
pernah menjadi pelayan orang Jepang yang tinggal di Hotel Jansen,
Semarang. Dulu Sukimin memulai bisnis es puter di malam hari sebab tidak
mampu menyewa warung untuk jualan. Kini Es Cong Lik bisa dinikmati di
siang hari.
6. Tahu Pong
Selain tahu gimbal, tahu pong juga merupakan makanan khas Semarang. Tahu
pong adalah tahu goreng yang garing dan gurih. Saat digigit, tahu ini tidak berisi
apapun atau kosong (kopong). Oleh sebab itu, tahu ini dinamakan tahu pong.
Tahu Pong enak disantap saat panas. Lalu dicocol petis udang yang encer,
berteman acar dan ulekan kasar cabai hijau. Rasanya sungguh membuat ketagihan.
Harga seporsi tahu ini adalah Rp 6 ribu saja. Anda bisa menemukan penjual tahu
pong di Simpang Lima, atau yang terkenal adalah di Jl Gajah Mada, berseberangan
dengan Gereja Bethel.
7. Pisang Plenet
Mumpung masih di seputaran Gajah Mada, sempatkan mencoba pisang
plenet. Dalam bahasa Jawa, plenet berarti penyet. Diplenet berarti dipenyet
atau ditekan. Pisang dibakar diatas bara api hingga layu dan berwarna
kecoklatan, lalu diplenet menggunakan papan kecil seperti talenan. Kemudian
pisang dioles margarin. Ada tiga pilihan rasa, yaitu meises, selai nanas dan
gula putih. Selanjutnya, satu pisang plenet lainnya ditangkupkan, seperti
sandwich. Untuk pisang plenet, digunakan pisang kepok raja yang benar-
benar manis dan berwarna kuning. Pisang jenis ini banyak didapatkan di
pasar-pasar di Semarang, berbeda dengan kepok putih yang terasa sepat
dan biasa dijadikan makanan burung. Jika penasaran, berburulah di sore hari
ketika gerobak-gerobak penjual pisang plenet mulai berdatangan. Satu porsi
pisang plenet dijual dengan harga Rp6000.
9. Nasi Gandul
Sebetulnya makanan ini termasuk kuliner khas Pati, sebuah kota tidak jauh
dari Semarang. Tapi jika tak sempat mampir Pati, bolehlah mencoba di
Semarang. Dua warung nasi gandul yang terkenal di Semarang ialah Nasi
Gandul Pak Memet di Jalan Dr Cipto dan Nasi Gandul Pak Subur di depan
Rumah Sakit Umum Telogorejo. Nasi Gandul, aslinya dari Pati tapi mudah
dijumpai di Semarang. Nasi Gandul berwujud nasi putih hangat yang disajikan
bersama lauk dari sapi, bisa daging, lidah, jeroan, paru, apapun bagian
lainnya dari badan sapi. Lalu diguyur kuah campuran kaldu dan santan
berwarna kecoklatan, keruh dan encer. Sebagai pelengkap ialah jeruk nipis,
tempe yang digoreng garing serta sambal. Paling enak dinikmati sembari
diselingi teh manis panas. Porsi nasi biasanya sedikit saja, dengan kuah yang
‘banjir’ diatas alas daun pisang. Karena itu wajar jika banyak pengunjung
yang minta tambah hingga 3-5 piring! Nasi Gandul paling nikmat disantap
pada malam hari. Apalagi saat hujan. Tapi hati-hati yang punya kolesterol
tingi ya!
10. Mi Kopyok (Mi Lontong)
Makanan yang dijual di pagi hari ini berupa mie kuning dicampur tauge dan
remah karak atau gendar, semacam kerupuk dari nasi. Kemudian, disiram
kuah berupa air bawang putih, ditaburi daun seledri dan bawang goreng lalu
diberi kecap manis. Meski membuat mie kopyok sangat mudah, biasanya
orang Semarang suka beli di salah satu penjual yang terkenal, Mie Kopyok
Pak Dhuwur. Warung tenda sederhana ini terletak di Jalan Tanjung, di
belakang kantor PLN. Harganya ringan di kantong, cuma Rp7000 saja. Tapi
rasanya, cukup lah untuk memulai petualangan kuliner yang mengesankan di
Semarang.
Kebudayaan Banten
Potensi dan kekhasan budaya masyarakat Banten, antara lain Seni Bela Diri
Pencak Silat, Debus, Rudad, Umbruk, Tari Saman, Tari Topeng, Tari
Cokek, Dog-dog, Palingtung, dan Lojor. Di samping itu juga terdapat
peninggalan warisan leluhur antara lain Masjid Agung Banten Lama, Makam
Keramat Panjang, dan masih banyak peninggalan lainnya.
Senjata Tradisional
Golok adalah pisau besar dan berat yang digunakan sebagai alat berkebun
sekaligus senjata yang jamak ditemui di Asia Tenggara. Hingga saat ini kita
juga bisa melihat golok digunakan sebagai senjata dalam silat. Ukuran, berat,
dan bentuknya bervariasi tergantung dari pandai besi yang membuatnya.
Golok memiliki bentuk yang hampir serupa dengan machete tetapi golok
cenderung lebih pendek dan lebih berat, dan sering digunakan untuk
memotong semak dan dahan pohon. Golok biasanya dibuat dari besi baja
karbon yang lebih lunak daripada pisau besar lainnya di dunia. Ini
membuatnya mudah untuk diasah tetapi membutuhkan pengasahan yang
lebih sering.
Pakaian Adat
Pakaian adat Banten pada Pria mengenakan pakaian model baju koko
dengan lehernya yang tertutup. Serta pakaian bawahnya dilengkapi celana
panjang serta diikatkan dengan kain batiknya. Pada bajunya dikenakan ikat
pinggang dan diselipkan sebilah parang di bagian depan. Serta di bahu
diselempengkan sehelai kain. Sedangkan pakaian adat Banten pada
wanitanya, memakai baju adat kebaya serta kain batin sebagai bawahannya.
Pakaian ini juga diselempangkan sehelai kain di bahu dan dihiasi dengan
bros kerajinan tangan pada bagian depan kancing kebayanya. Pada rambut
di sanggul dan dihiasi dengan kembang goyang berwarna keemasan.
Tarian Daerah
Tari Topeng, Tarian ini dilakukan oleh satu orang pria atau lebih sesuai
dengan kebutuhan. Gerakkan tari ini tempak gemulai.Tarian topeng
mengisahkan tentang seorang rasa yang balas dendam karena cintanya yang
ditolak.