Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN

Makna Rumah Adat Tongkonan bagi Masyarakat Toraja


Disusun Oleh: Kelompok 4

Anisa Adelia Tabsyr (30500119005)


Bahrul Ikhsan Azikin (30500119007)
Andi Muh. Alfian Amir (30500119024)
Siti Nurilah Sukriyah Rahman (30500119042)
Nurbaya (30500119049)
Aulia Reski Khalwati (30500119062)
Rasty Bauti (30500119078)

UIN ALAUDDIN MAKASSAR


FAKULTAS USHULUDDIN FILSAFAT DAN POLITIK
STUDI AGAMA AGAMA
2022-2023
MAKNA RUMAH ADAT TONGKONAN BAGI MASYARAKAT TORAJA

(STUDI PENELITIAN LAPANGAN TERHADAP TONGKONAN DI TORAJA)

Kelompok 4 Studi Agama-Agama 2019

Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Abstrak

Salah satu dari kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan, Tana Toraja mempunyai
beragam kebudayaan juga destinasi wisata yang menarik. Kearifan lokal tersebut
turun temurun berasal dari leluhur mereka. Rumah ada tongkonan yang merupakan
rumah khas dari Toraja menjadi salah satu objek yang sering dikunjungi oleh
masyarakat. Selain sebagai tempat tinggal, bangunan ini memiliki banyak makna bagi
masyarakat Toraja. Tongkonan difungsikan sebagai tempat dilaksanakannya upacara
kematian, pesta, syukuran, pernikahan, musyawarah atau berkumpulnya anggota
keluarga.

Kata Kunci: Tongkonan, Tana Toraja, Makna

Abstract

One of the regencies in South Sulawesi Province, Tana Toraja has a variety of cultures
as well as interesting tourist destinations. The local wisdom has been passed down
from generation to generation from their ancestors. The house there is a tongkonan
which is a typical house from Toraja which is one of the objects that are often visited
by the public. Apart from being a place to live, this building has many meanings for the
Toraja people. Tongkonan functioned as a place to carry out funeral ceremonies,
parties, thanksgiving, weddings, deliberations or gatherings of family members.

Keywords: Tongkonan, Tana Toraja, Meaning

Pendahuluan
Dalam menjalankan kehidupannya, manusia memiliki tiga kebutuhan pokok, yakni
sandang, pangan, dan papan. Sandang merujuk pada pakaian atau penutup badan.
Pangan berarti makanan dan papan yang mengarah pada tempat tinggal. Manusia
yang yang sudah tidak nomaden membutuhkan rumah, sebagai tempat berlindung dari
panas, hujan atau ancaman lain.
Kabupaten Tana Toraja adalah salah satu kabupaten yang berada di provinsi Sulawesi
Selatan, Indonesia. Ibu kota dari kabupaten ini ada di kecamatan Makale. Tana Toraja
memiliki luas wilayah 2.054,30 km² dan pada tahun 2021 memiliki penduduk
sebanyak 270.489 jiwa dengan kepadatan 132 jiwa/km².
Suku Toraja yang mendiami daerah pegunungan dan mempertahankan gaya hidup
yang khas dan masih menunjukkan gaya hidup Austronesia yang asli dan mirip
dengan budaya suku Batak Toba dan Nias yang ada di provinsi Sumatra Utara.
Daerah ini merupakan salah satu objek wisata unggulan di provinsi Sulawesi Selatan.
Masyarakat Toraja memiliki rumah adat yang dikenal dengan nama Tongkonan yang
difungsikan sebagai tempat tinggal, kekuasaan adat dan perkembangan kehidupan
sosial dan budaya masyarakat setempat. Tongkonan bersifat komunal yakni dimiliki
secara turun temurun oleh suatu keluarga.
Sekarang, rumah Tongkonnan tidak lagi menjadi rumah tempat tinggal karena setiap
keluarga membangun rumah dengan arsitektur modern pada umumnya. Pengaruh
ilmu pengetahuan dan teknologi menjadikan masyarakat Toraja tidak lagi mendirikan
Tongkonnan seperti bentuk asli tetapi mengalami perubahan seiring berkembangnya
teknologi. Tulisan ini akan membahas makna rumah adat Tongkonnan bagi
masyarakat Toraja dan perubahan dari makna tersebut.
Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif.
Metode pengumpulan data yakni dengan observasi dan wawancara serta beberapa
referensi dari dokumen-dokumen jurnal mengenai rumah adat Tongkonan.
Pembahasan
A. Konsep Tongkonan
1. Pengertian Tongkonan
Tongkonan secara asal kata, berasal dari bahasa Toraja, "tongkon" yang artinya
duduk. Tongkonan merupakan tempat duduk dalam hal ini tempat duduk bersama-
sama anggota keluarga atau satu keturunan. Rumah Tongkonan memiliki ciri khas
dengan konstruksi atap dari bambu yang berbentuk perahu serta berbagai ukuran-
ukiran dan simbol-simbol lain dalam tubuhnya.
St. hadidjah Sultan, Karina Masya Sari Tahun 2014 beranggapan bahwa
Tongkonnan bukan hanya dijadikan untuk hunian saja tetapi memiliki fungsi dan
makna tersendiri bagi masyarakat Toraja. Tongkonan dijadikan sebagai tempat
untuk melaksanakan upacara-upacara adat, musyawarah, acara keluarga/Sistem
keluarga, sistem kemasyarakatan, pusat pembinaan dan sebagainya. Dalam ajaran
Aluk Todolo, kearifan lokal masyarakat Toraja, Tongkonnan memiliki makna dalam
setiap proses kehidupan masyarakat Toraja.
2. Jenis-jenis Tongkonan
Berdasarkan fungsi dan peran adatnya, Tongkonan dibagi menjadi tiga jenis, yakni:
a. Tongkonan Layuk (Pesio' Aluk)
Tongkonan Layuk (Pesio' Aluk) digunakan sebagai pusat kekuasaan adat,
bermusyawarah dan tempat penyusunan aluk sola pemali (aturan dan larangan).
Tongkonan Layuk (Pasio' Aluk) ditinggali oleh kepala adat.
b. Tongkonan kaparengngesan (pekaindoran/pekanberan)
Tongkonan kaparengngesan (pekaindoran/pekanberan) digunakan sebagai tempat
melaksanakan pemerintahan adat seusai dengan aturan dari Tongkonan layuk. Di
tempat ini jug merupakan tempat pengadilan terhadap seseorang yang melanggar
aturan dan pantangan.
c.. Tongkonan Parapuan
Tongkonan Parapuan berfungsi sebagai tempat menunjang, mengatur, serta
membina persatuan keluarga dan warisan.

B. Kegunaan dan Makna Bagian-bagian Tongkonan


1. Bagian-bagian Tongkonan
a. Bagian Bawah (Sulluk Banua)
Bagian bawah Tongkonan dikenal dengan nama 'Sulluk Banua' yang merupakan
kolong rumah. Sulluk Banua dikelilingi oleh tiang-tiang yang menyangga badan
rumah. Dahulu Sulluk Banua menjadi tempat kandang kerbau. Karena
memerhatikan kebersihan lingkungan yakni kotoran kerbau maka sekarang
masyarakat Toraja tidak lagi menjadikan Sulluk Banua sebagai kandang kerbau.
b. Badan Banua (Kale Banua)
Bagain kedua adalah Kale Banua yang merupakan pusat dari kegiatan keluarga
karena dalam bagian ini dilaksanakan kegiatan yang menyangkut mata
pencaharian, kegiatan rutin setiap hari, tempat melaksanakan upacara adat, tempat
bermusyawarah. Kale Banua disanggah oleh tiang-tiang. Bagian-bagian kale
Banua terdiri atas:
a) Tangdo, bagian depan yang merupakan tempat beristirahat dan tempat
menyajikan kurban persembahan kepada leluhur
b) Sali, Bagian bilik tengah. Pada bagian ini keluarga tidur dan tempat dapur
berada. Sili juga merupakan tempat dilaksanakannya pertemuan keluarga dan
ruang makan.
c) Sumbung, bilik belakang dijadikan sebagai tempat tidur keluarga inti.
C. Bagian Atas (Rattiang Banua) adalah atap rumah yang melapisi loteng. Atap
Tongkonan dulunya terbuat dari bambu dan berbentuk seperti perahu terbalik
yang kedua ujungnya melengkung seperti lunas perahu. (Seperti Tongkonnan
yang berada di Kete' Kesu). Bagian ini digunakan sebagai tempat penyimpanan
kain, benda pusaka seperti pedang, keris, tombak dan sebagainya.
2. Makna Tongkonan
a. Makna Fisik
Dinding rumah tongkonan disusun dari kayu atau papan. Ada empat dasar ukiran
dalam dinding tersebut yakni;
1) Passura’ pa’ manuk Londang; yaitu ukiran yang berbentuk
ayam jantan, umumnya terdapat pada bagian depan dan belakang rumah
adat. Ayam jantan melambangkan kepemimpinan yang arif dan bijaksana.
Selain itu menurut narasumber bahwa pada zaman dahulu masyarakat
Toraja sering melakukan sabung ayam sebagai bagian dari upacara adat.
2) Passura’ pa’ Barre Allo; yaitu ukiran yang menyerupai bulatan matahari.
Ukiran ini banyak terdapat di atap Tongkonan bagian depan dan belakang.
Bulatan matahari melukiskan tentang sumber kehidupan yakni mengisyaratkan
bahwa semuanya bersumber dari Puang Matua (Tuhan yang Maha Esa).
Ukiran ini juga meimplementasikan status sosial yang tinggi dalam strata
sosial di masyarakat Toraja.
3) Passura pa’ Tedong; yaitu ukiran yang berbentuk kepala kerbau di ukir
pada dinding penyangga badan rumah. Kerbau dianggap sebagai hewan
yang paling berjiwa sosial dan merujuk pada status sosial.
4) Passura pa’ sussu’; yaitu ukiran garis vertikal dan horisontal bentuk
ukiran tidak diberi warna pada galian ujung pisau ukir dan tidak diberi
warna.
Selain ukiran-ukiran di atas, rumah adat Tongkonan juga dihiasi oleh
kepala kerbau dari kayu dan tanduk kerbau asli, dikenal dengan kabongo.
Di atas kabongo bertengger berbentuk kepala ayam jantan (Katik)
b. Makna Filosofis/Non Fisik
Kebudayaan mempunyai pola makna yang diwariskan dari generasi ke
generasi di bawahnya secara historis dan diimplementasikan dalam simbol-
simbol. Begitu halnya dengan rumah adat Tongkonan.
Rumah adat Tongkonan bagi masyarakat Toraja bermakna sebagai
gambaran kehidupan dalam masyarakat Toraja dan dijadikan sebagai
pusaka warisan dan hak suatu keluarga turun temurun.
Ukiran-ukiran dalam rumah adat Tongkonan menggambarkan status sosial
dari sang pemilik atau penghuninya. Jika ingin mengetahui latar belakang
keluarga dari masyarakat Toraja maka hanya diketahui dengan bertanya
tentang Tongkonan asalnya.
Rumah adat Tongkonan beratap seperti perahu terbalik dengan dinding
kayu yang diukir. Masing-masing ukiran terinspirasi dari bentuk alam
sekitar dan mempunyai makna tersendiri sebagai doa dan harapan dalam
menjalani hidup berdasarkan sistem kepercayaan aluk todolo.
C. Faktor Penyebab Pergeseran Makna Tongkonan
1. Faktor Agama
Aluk Todolo adalah agama leluhur nenek moyang suku Toraja yang hingga saat
ini masih dipraktikkan oleh sejumlah besar masyarakat toraja. Pada tahun 1970,
Aluk Todolo sudah dilindungi oleh negara dan resmi diterima ke dalam sekte
Hindu-Bali. Aluk Todolo adalah kepercayaan Animisme tua, dalam
perkembangannya Aluk Todolo banyak dipengaruhi oleh ajaran-ajaran hidup
konfusius dan agama Hindu. Oleh karena itu, Aluk Todolo merupakan suatu
kepercayaan yang bersifat pantheisme yang dinamistik
Istilah Aluk Todolo sendiri berasal dari dua kata dalam bahasa Toraja yaitu
"aluk" dan "todolo". Kata aluk memiliki arti aturan atau cara hidup, sementara
todolo berarti nenek moyang. Dengan demikian, Aluk Todolo berarti agama para
leluhur, atau cara/aturan hidup para leluhur.
Zending atau misionaris dari Belanda pada awal abad ke-20 tepatnya tahun 1912
Mambawa ajaran Kristen di Tana Toraja. Gereformeerde Zendings Bond (GZB)
merupakan suatu badan yang bertugas untuk menyebarkan Injil atau
mengkristenkan wilayah Sulawesi Selatan yang masyarakatnya bukan Islam.
Toraja adalah salah satu wilayah di Sulawesi Selatan yang menjadi tempat
penyebaran ajaran tersebut. Metode-metode yang dilakukan adalah melalui
pendidikan dan kesehatan. Orang Toraja mengenal agama Kristen serta ajaran
lain dengan istilah 'Aluk Ba'ru' atau dalam terjemahannya berarti ajaran baru,
ajaran yang bukan dari tanah Toraja sendiri (ajaran dari luar).
Masuknya Aluk Ba'ru' ini membawa dampak terhadap sikap beragama
masyarakat Toraja atau penghayat kepercayaan aluk todolo yang segala kegiatan
mereka berada dalam Tongkonan. Ajaran-ajaran aluk Todolo perlahan hilang
karena dipandang berbeda dengan ajaran baru dalam hal ini agama Kristen.
2. Faktor Teknologi
Pengaruh teknologi juga menjadi salah satu faktor perubahan pada rumah adat
Tongkonan. Perubahan tersebut dapat dilihat dari segi fisik rumah adat dari
masyarakat Toraja ini. Perubahan itu dapat dilihat dari adanya dua lantai. Lantai
atas masih berupa Tongkonan yang dibangun dari kayu dan berukir. Sementara
lantai bagian bawahnya tidak lagi berupa kolong rumah seperti sebelumnya,
melainkan berupa bangunan dengan dinding beton. Di dalamnya juga terdapat
kamar tidur, dapur, ruang tamu dan dijadikan sebagai hunian.

Pada zaman sekarang juga teknologi membuat rumah Tongkonan jarang lagi
dijadikan sebagai rumah hunian, hal ini sebabkan karena masyarakat Toraja juga
membangun rumah lain layaknya rumah umumnya dari beton yang terletak di
bagian barat Tongkonan.
3. Faktor Pemerintahan Baru
Dahulu segala aktivitas diatur oleh Tongkonan layuk, pemerintahan dikendalikan
oleh pemilik Tongkonan tersebut. Tetapi sekarang pemerintahan tidak lagi
dikuasai oleh pemerintah adat, melainkan di tangan pemerintah resmi. Kegiatan
Musyawarah atau duduk bersama yang awalnya dilaksanakan di rumah
Tongkonan sekarang dialihkan di balai desa atau kantor-kantor.

Kesimpulan
Rumah Tongkonan adalah rumah adat bagi suku Toraja di Sulawesi Selatan
dengan ciri khas atap yang berbentuk seperti perahu terbalik dengan kedua ujung
Limas yang runcing. Rumah ini dulunya dijadikan sebagai tempat berlangsungnya
aktivitas suatu keluarga dan penanda status sosial. Bagian-bagian rumah adat
Tongkonan memiliki Simbologi tertentu yang berkaitan dengan alam dan
kepercayaan masyarakat setempat mengenai aluk todolo. Karena pengaruh
perkembangan zaman terjadi beberapa perubahan makna dari tongkonan.

Daftar Pustaka

"Kabupaten Tana Toraja Dalam Angka 2020". BPS Kabupaten Tana Toraja.
Diakses tanggal 12 Juni 2020

Kobong, Th., 2008, Injil dan Tongkonan. PT BPK Gunung Mulia, Jakarta.

Pakan, Marcelina Sanda Lebang., 2018, Rumah adat Tongkonan Orang Toraja,
Kabupaten TanaToraja Propinsi Sulawesi Selatan

Pakan, L., 1961, Kebudayaan Orang Toraja, Badan Lembaga dan Kebudayaan,
Makassar.

Tangdilintin, L.T., (1975). Toraja dan Kebudayaannya. Yayasan Lepongan


Bulan. Rantepao.

'Visualisasi Data Kependuduakan - Kementerian Dalam Negeri 2020" (Visual)."


www.dukcapil.kemendagri.go.id. Diakses tanggal 9 Agustus

Anda mungkin juga menyukai