Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

RUMAH ADAT TORAJA


(TONGKONAN)

DISUSUN OLEH:

Renna Margaretha F 221 19 027


Danang Mei Yanto F22119003
Putri Maria Aurora F 221 19 036
Rizky Amilia F 221 19 017
Amin Apriadin F 221 19 029

UNIVERSITAS TADULAKO
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN ARSITEKTUR
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan tugas
makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Arsitektur Tradisional.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang struktur bangunan yang
sering kita jumpai khususnya mengenai tentang dinding, yang kami sajikan berdasarkan
pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita.

Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi.
Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat
bantuan, dorongan, dan bimbingan dosen dan orang tua, serta pertolongan Allah SWT sehingga
kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan
pemikiran kepada pembaca khususnya bagi kami selaku penyusun dan umumnya kita semua.Saya
sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jau dari sempurna. Untuk itu, kepada
semua pembaca kritik dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan pembuatan makalah kami
di masa yang akan datang.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... i


DAFTAR ISI ......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............ ………………………………………………………………… 1
1.2 Tujuan......................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Rumah Tongkonan .................................................................................... 2
2.2 Karakteristik Rumah Tongkonan ................................................................................. 2
2.3 Sistem Ruang dan Fungsinya ....................................................................................... 3
2.3.1 Banua Sang Borong atau Sang Lanta ................................................................. 3
2.3.2 Banua Duang Lanta .......................................................................................... 3
2.3.3 Banua Talung Lanta .......................................................................................... 4
2.3.4 Banua Patang Lanta .......................................................................................... 4
2.4 Struktur Rumah Tongkonan...................................................................................... 5
2.4.1 Proses Perakitan Sullu Banua ............................................................................ 8
2.4.2 Proses Perakitan Kale Banua ............................................................................. 9
2.4.3 Proses Perakitan Rattiang Banua ....................................................................... 10
2.4.4 Proses Perakitan Tongkonan ............................................................................. 11
2.5 Ciri Khas Ornamen Rumah Tongkonan ....................................................................... 12
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Rumah adalah bangunan yang dijadikan tempat tinggalselama jangkawaktu tertentu. Rumah
bisa menjadi tempat tinggal manusia maupun hewan,namun tempat tinggal yang khusus bagi
hewan biasa disebut sangkar,sarang, atau kandang. Dalam arti khusus, rumah mengacu pada
konsep - konsep sosial kemasyarakatan yang terjalin di dalam bangunantempat tinggal.Rumah
menjadi faktor utama bagi sebuah keluarga dalam membentuk karakter dan menciptakan
pribadi –pribadi yang baik
Indonesia kaya akan ragam budaya. Termasuk khasanah arsitekturnya dari aceh sampai
papua. Terdapat ciri arsitektur yang berbeda karena latar belakang yang beragam. Rumah
Tongkonan adalah salah satu arsitektur yang ada di Indonesia yang memiliki ciri dan
karakteristik yang khas danberbeda.
Rumah Tongkonan adalah Rumah asli Suku Toraja. Suku Toraja adalah suku yang menetap
di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia.Populasinya diperkirakan sekitar 1
juta jiwa, dengan 500.000 diantaranya masih tinggal diKabupaten Tana Toraja, Kabupaten
TorajaUtara,dan Kabupaten Mamasa.

1.2. Tujuan
a. Untuk mengetahui karakteristik dari rumah Toraja (Tongkonan)
b. Untuk mengetahui fungsi ruang rumah Toraja (Tongkonan)
c. Untuk mengetahui struktur rumah Toraja (Tongkonan)
d. Untuk mengetahui ornament-ornamen yang ada dirumah Toraja (Tongkonan)

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Rumah Tongkonan


Rumah tradisional Toraja merupakan salah satu kebudayaan bangsa yang keberadaannya
dipandang perlu untuk dipelihara agar tidak punah.Rumah tradisional atau rumah adat Toraja
disebut Tongkonan. Tongkonan adalah rumah tradisional Toraja yang berdiri di atas tumpukan
kayu dan dihiasi dengan ukiran berwarna merah, hitam, dan kuning. Kata"tongkonan" berasal
dari bahasa Toraja tongkon (duduk).Tongkonan merupakan pusat kehidupan sosial suku
Toraja. Ritual yang berhubungandengan tongkonan sangatlah penting dalam kehidupan
spiritual suku Toraja oleh karena itu semua anggota keluarga diharuskan ikut serta karena
Tongkonan melambangkan hubungan mereka dengan leluhur mereka. Menurut cerita rakyat
Toraja, tongkonan pertama dibangun disurga dengan empat tiang. Ketika leluhur suku Toraja
turun ke bumi, diameniru rumah tersebut dan menggelar upacara yang besar.
Pembangunan tongkonan adalah pekerjaan yang melelahkan danbiasanya dilakukan dengan
bantuan keluarga besar. Ada tiga jenis tongkonan, Tongkonan layuk adalah tempat kekuasaan
tertinggi, yangdigunakan sebagai pusat "pemerintahan". Tongkonan pekamberan adalahmilik
anggota keluarga yang memiliki wewenang tertentu dalam adat dantradisi lokal sedangkan
anggota keluarga biasa tinggal di tongkonan batu. Eksklusifitas kaum bangsawan atas
tongkonan semakin berkurang seiring banyaknya rakyat biasa yang mencari pekerjaan yang
menguntungkan didaerah lain di Indonesia. Setelah memperoleh cukup uang, orang biasapun
mampu membangun tongkonan yang besar.

2.2. Karakteristik Rumah Tongkonan

Rumah Tongkonan adalah Rumah asli Suku Toraja. Suku Toraja adalah suku yang menetap
di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia.Populasinya diperkirakan sekitar 1 juta
jiwa, dengan 500.000 diantaranya masih tinggal diKabupaten Tana Toraja, Kabupaten
TorajaUtara,dan Kabupaten Mamasa. Rumah Tongkonan terletak membujur utara-selatan,
dengan pintu terletak disebelah utara. dengan keyakinan bumi dan langit merupakan
satukesatuan dan bumi dibagi dalam 4 penjuru, yaitu:
 Bagian utara disebut Ulunna langi , yang paling mulia.
 Bagian timur disebut Matallo , tempat metahari terbit, tempat asalnyakebahagiaan atau
kehidupan.
 Bagian barat disebut Matampu , tempat metahari terbenam, lawan darikebahagiaan
atau kehidupan, yaitu kesusahan atau kematian.
 Bagian selatan disebut Pollo’na langi, sebagai lawan bagian yangmulia, tempat melepas
segala sesuatu yang tidak baik.
Lebih detailnya Rumah Tongkonan memilliki karakteristik, sebagai berikut :
 Bagian dalam rumah dibagi tiga bagian, yaitu bagian utara, tengah, danselatan.
Ruangan di bagian utara disebut tangalok yang berfungsisebagai ruang tamu, tempat
anak-anak tidur, serta tempat meletakkansesaji. Ruangan sebelah selatan disebut

2
sumbung, merupakanruangan untuk kepala keluarga tetapi juga dianggap sebagai
sumber penyakit. Ruangan bagian tengah disebut Sali yang berfungsi sebagairuang
makan, pertemuan keluarga, dapur, serta tempat meletakkanorang mati. Mayat orang
mati masyarakat Toraja tidak langsungdikuburkan tetapi disimpan di rumah tongkonan.
 Perletakan jendela yang mempunyai makna dan fungsi masing-masing.
 Perletakan balok-balok kayu dengan arah tertentu, yaitu pokok disebelah utara dan
timur, ujungnya disebelah selatan atau utara.
 Adanya Ornamen tanduk kerbau di depan tongkonan, inimelambangkan kemampuan
ekonomi sang pemilik rumah saat upacarapenguburan anggota keluarganya. Setiap
upacara adat di Torajaseperti pemakaman akan mengorbankan kerbau dalam jumlah
yangbanyak. Tanduk kerbau kemudian dipasang pada tongkonan milikkeluarga
bersangkutan. Semakin banyak tanduk yang terpasang di depan tongkonan maka
semakin tinggi pula status social keluarga pemilik rumah tersebut.
 Rumah Toraja memiliki empat warna dasar yaitu: hitam, merah, kuning, dan putih yang
mewakili kepercayaan asli Toraja (Aluk To Dolo). Tiap warna yang digunakan
melambangkan hal-hal yang berbeda. Warna hitam melambangkan kematian dan
kegelapan. Kuning adalah simbol anugerah dan kekuasaan ilahi. Merah adalah warna
darah yang melambangkan kehidupan manusia. Dan, putih adalah warma daging dan
tulang yang artinya suci.
 Rumah adat ini dibangun dengan konstruksi yang terbuat dari kayu tanpa menggunakan
unsur logam sama sekali seperti paku.

2.3. Sistem Ruang Dan Fungsinya

Sistem tata ruang dalam bangunan rumah adat Tongkonan sangat spesifik dan tiap ruang
mempunyai fungsi masing-masing sesuai pandangan dan keyakinan orang Toraja, dan inilah
yang ditekankan terutama pada rumah adat atau pemangku adat. Bentuk tata ruang dalam
kehidupan rumah adat Toraja dikenal 4 (empat) macam, yaitu:
2.3.1. Banua Sang Borong atau Sang Lanta
Bentuk ruang dalam dari bangunan ini tidak mempunyai sekat sehingga hanya
membentuk satu ruangan saja, dimana semua kegiatan dilakukan dalam satu ruangan
tersebut. Bangunan ini sebetulnya dibangun bagi keluarga pengabdi/hamba dari seorang
penguasa adat. Bangunan ini juga disebut Barung-barung.
2.3.2. Banua Duang Lanta
Jenis bangunan ini mempunyai 2 (dua) ruangan, yaitu
 Sumbung, ruang bagian selatan sebagai tempat istirahat/ ruang tidur.
 Sali, ruang bagian utara yang dibuat lebih rendah lantainya 30-40 cm sumbung, tetapi
lebih panjang dan luas karena di ruang inilah tempat seseorang memasak, makan dan
tempat menyimpan jenazah bila ada yang meninggal dan belum atau sedang
diupacarakan.
Banua Duang Lanta’ ini merupakan rumah tradisional yang tidak mempunyai peranan
adat dan umumnya merupakan rumah keluarga. Meskipun demikian, juga berfungsi sebagai

3
Tongkonan Batu A’riri yang lazim disebut : Banua Pa’rapuan yaitu rumah persatuan
keluarga dari golongan rendah yang disebut kasta Tana’ Kua-Kua atau Tana’ Karurung.
2.3.3. Banua Talung Lanta’
Bangunan ini terdiri dari 3 (tiga) ruangan yang masing-masing mempunyai fungsi berbeda,
yaitu:
 Sumbung, yaitu ruang tidur yang terletak di bagian selatan.
 Sali, ruang tengah sebagai ruang kedua dari selatan yang lantainya lebih rendah
40cm sebagai tempat pengabdi/hamba tidur, ruang dapur dan makan, dan tempat
meletakkan jenazah jika ada yang meninggal untuk keperluan upacara pemakaman.
Ruang ini berukuran lebih besar dari ruang lainnya karena fungsinya yang
bermacam-macam tadi.
 Tangdo, ruang bagian utara sebagai ruang terdepan dengan ketinggian lantai sama
dengan tinggi lantai ruang Sumbung, ruang ini biasanya dipergunakan sebagai
tempat istirahat yang punya rumah. Selain itu, ruang ini juga difungsikan sebagai
tempat melaksanakan upacara pengucapan syukur di atas rumah, dan tempat tidur
tamu-tamu keluarga.
Umumnya Banua Tallung Lanta’ merupakan rumah adat yang mempunyai peranan adat
sebagai Tongkonan Kaperengngesan (Pekaindoran/Pekambaran), yaitu sebagai
Pemerintahan Adat Toraja. Meskipun demikian, ada juga Banua Tallung Lanta’ yang tidak
mempunyai peranan adat yang disebut Tongkonan Batu A’riri milik bangsawan sebagai
rumah pertalian keluarga semata. Kedua jenis tongkonan tersebut di atas dapat dibedakan
dengan memperhatikan simbol-simbol yang ada. Misalnya pada Rumah Adat terdapat
simbol Kabongo (bentuk kepala kerbau yang dipasang pada bagian depan Tongkonan),
Katik (bentuk kepala ayam, terletak di atas Kabongo dan A’riri Posi’ (merupakan tiang
tengah bangunan). Pada tongkonan bukan rumah adat tidak terdapat simbol-simbol tersebut.
Perbedaan ini juga terdapat pada jenis ukiran yang dipergunakan pada Tongkonan. Pada
tongkonan rumah adat harus ada ukiran: Pa’barre Allo (Matahari), Pa’ tedong (kepala
kerbau), Pa’ manuk Londong (ayam jantan), dan Pa’sussuk (jalur-jalur lurus).
2.3.4. Banua Patang Lanta’
Banua Patang Lanta’ masih terbagi dalam 2 (dua) bagian yaitu Banua Patang
Lanta’ di lalang tedong dan Banua Patang Lanta’ di salembe.
Banua Patang Lanta’ di lalang tedong membagi ke dalam 4 (empat) ruang, yakni;
 Inan Kabusungan, ruang paling selatan sebagai ruang pertama tempat
menyimpan segala pusaka dan peralatan adat. Biasanya ruang ini dibuka
jika ingin mengambil benda pusaka dan harus dengan kurban sajian babi
atau ayam.
 Sumbung, ruangan kedua dari selatan dipergunakan untuk tempat tidur dari
penguasa yang menempati rumah tersebut.
 Sali Tangnga, ruangan ketiga dari selatan berukuran agak panjang daripada
ruangan lainnya karena merupakan pusat kegiatan dari keluarga.
 Sali Iring, ruangan paling rendah yang biasanya dipergunakan untuk
menerima tamu keluarga, juga untuk beristirahat pembantu.

4
Sedangkan Banua Patang Lanta’ di salembe juga terdapat empat ruangan dengan
ketinggian lantai yang berbeda-beda pula. Sumbung, ruang paling selatan dengan
lantai tertinggi, Sali Tangnga ruang kedua dari selatan turun 40 cm, Sali Iring ruang
ketiga dari selatan turun lagi 40cm, dan Palanta’ (Tangdo) merupakan ruang
terdepan/utara yang lantainya naik lagi 40 cm sehingga sejajar dengan lantai Sali
Tangnga.
2.4. Struktur Rumah Tongkonan

Berdasarkan pandangan agama leluhur aluk todolo dan kosmologi rumah tradisional Toraja,
struktur vertikal tongkonan dan sistem strukturnya terbagi menjadi 3 bagian utama, yaitu:
 Bagian kaki (Sullu Banua) Bahagian bawah bangunan yang berfungsi sebagai kandang
untuk penyimpanan ternak (kerbau dan babi). Sullu banua menggunakan sistem rangka
kolom dan balok. Kestabilan lengtong alla ini diperkuat oleh ikatan-ikatan lentur antara
oleh balok roroan baba dan roroan lambe.
 Bagian badan rumah (Kale Banua) Bahagian tengah dari bangunan yang difungsikan
sebagai tempat/wadah untuk kegiatan fungsional sehari hari. Menurut ajaran aluk todolo
bahwa kale banua merupakan pusat kegiatan seluruh segi 5 kehidupan yang menyangkut
manusia dan hubungannya dengan alam sekitar. Kale banua menggunakan sistem struktur
siamma, sistem ini sama fungsinya dengan dinding pemikul beban, yang membedakannya
adalah bahan dan penyusun dinding ini terbuat dari susunan papan.
 Bagian atas (Rattiang Banua) Bahagian atas dari bangunan merupakan Atap rumah, sebagai
penutup seluruh struktur rumah. Bagi masyarakat Toraja rattiang difungsikan juga sebagai
tempat barang-barang seperti peralatan rumah tangga, kain dan lain sebagainya.Rattiang
banua menggunakan sistem struktur bidang pada atap dan struktur rangka balok-kolom
(rangka balok pada balok kaso, pada rangka kolom pada lentong garopa dan tulak somba).

Pembagian ini disebabkan karena adanya pemisahan yang tegas dan jelas antara ketiga bagian
tersebut.Sistem struktur pada ketiga bagian memiliki sistem yang terpisah, penyatuan struktur
masing-masing bagian tersebut membentuk sistem struktur yang kompak, keseluruhan elemennya
saling kait-mengkait dan memperlihatkan tektonika struktur utuh.

Rattiang

Kale Banua

Sullu Banua

Gambar 1. Pembagian secara vertikal pada Tongkonan

5
Sistem struktur tongkonan pada tiga bagiannya merupakan sistem struktur yang dapat berdiri
sendiri. Penyatuan dan penyusunan dari ketiga bagian ini dilakukan dengan cara; setiap bagian
didudukkan pada bagian lainnya. Penempatan sistem rangka kolom balok pada sullu banua
didudukkan pada pondasi umpak (batu paradangan), sistem struktur siamma (Mochsen Sir,2015)
pada kale banua didudukkan pada sistem rangka kolom balok pada bagian sullu banua, Pada bagian
rattiang banua terdapat dua sistem struktur. Sistem bidang pada atap didudukkan pada sistem rangka
kolom balok, dan kedua sistem ini pada rattiang banua didudukkan diatas sistem struktur siamma
siamm
pada bagian kale banua.Terdapat tiga sistem struktur yang setiap sistemnya dapat berdiri
sendiri.Sistem struktur antara tiap bagian juga berbeda
berbeda-beda.Penyusunan
beda.Penyusunan sistem struktur dari bagian
bawah ke atas dapat disimpulkan sebagai penghadiran hirarki berti ngkat, dimana sistem struktur
bertingkat,
sederhana menopang sistem struktur yang kompleks, demikian pula dengan sistem yang komplek
menopang sistem yang canggih.

Canggih Rangka dan Rattiang banua


bidang

Kompleks Siamma Kale banua

Sederhana Rangka Sullu banua

Gambar 2.Sistem struktur tongkonan

Sebuah struktur harus mampu menahan semua beban yang diberikan pada struktur tersebut
secara efisien dan aman.Beban struktural merupakan hasil dari gaya-gaya
gaya gaya natural. Beban-beban
Beban
struktural yang paling mendasar pada tongkonan adalah beban gravitasi yang bekerja dalam arah
vertikal struktur.Beban ini mencakup beban mati dan beban hidup yang disebabkan oleh tarikan
gravitasi bumi. Beban lateral angin dan gempa bumi adalah beban hidup yang bekerja secara s
mendatar pada struktur. Ketika angin berhembus ke suatu struktur, struktur tersebut akan bergoyang
ke arah samping. Ketika terjadi peristiwa gempa bumi, tanah tempat sebuah struktur yang masif
gempa bumi yang yang besar bekerja
didirikan dengan cepat bergoyang ke arah samping. Gaya gempa
pada struktur ketika massa struktur tersebut menahan gaya lateral yang mendadak. Elemen-elemen
Elemen
struktural pada Tongkonan yang berdiri bebas akan tetap stabil meskipun beban bangunan rumah

6
ini sangat berat. Tegangan geser papada
da tanah akan bekerja secara fleksibel. Kesetimbangan terjadi
saat aksi-aksi
aksi dilawan oleh reaksi
reaksi-reaksi yang sama besar.
Hasil penelitian dan pengkajian struktur pada Balai Pengembangan Teknologi Perumahan
Tradisional Makassar 2010 mengemukakan bahwa besarnya
besarnya bentuk dan beratnya atap mendominasi
berat bangunan secara keseluruhan sehingga titik berat bangunan terletak lebih tinggi dari 1 2 x
tinggi bangunan Tongkonan (BPTPT, 2010).Ketika beban bekerja pada bagian-bagian
bagian struktur
Tongkonan, perlu menentukan ggaya-gaya gaya reaksi yang ada untuk menahan gaya-gaya
gaya aktif agar
berada dalam kesetimbangan. Sistem struktur dan konstruksi pada Tongkonan adalah struktur
jamak, gaya reaksi dari sebuah bagian struktur menjadi beban aksi pada bagian struktur yang
menahannya. Pada da akhirnya sebuah sistem struktur harus dengan aman menyalurkan semua beban
bagian struktur ke pondasi (batu paradangan) ke tanah.Sistem struktur utama bangunan rumah
Tongkonan adalah sistem kerangka.Kerangka bagian atas lantai merupakan bagian dari dindi dinding
yang sekaligus berfungsi untuk memikul beban atap. Beban dinding badan bangunan diteruskan ke
kolom rangka kaki, dan sebagian besar beban disalurkan melalui umpak ke muka tanah.

Gambar 3.

Illustrasi pembebanan potongan melintang dan memanjang pada Rattiang banua

Gambar 4.

Illustrasi pembebanan potongan melintang dan memanjang pada Kale banua

7
Gambar 5.

Illustrasi pembebanan potongan melintang dan memanjang pada Sulluk banua

Penelitian tektonika menfokuskan pada aspek pemaduan bahanbahan- bahan konstruksi dan struktur,
join/sambungan unsur-unsur
unsur keindahan konstruksi (estetis-artistik)
(estetis artistik) hingga menghasilkan sistem
(teknis teknologis).Tektonika pada tongkonan mempunyai, kemampuan
struktur yang kokoh (teknis-teknologis).Tektonika
mengadaptasi sistem struktur dan konstruksi bangunan
bangunan menjadi bentuk dasar estetika merupakan
hal yang spesifik. Pengkajian dengan menggunakan keahlian dan keterampilan tektonika berupa
‘merangkai dan menyambung’ dimulai dari cara yang paling sederhana digunakan pendekatan
teoritis yang dikemukakan oleh Sem
Semper
per yang menegaskan klasifikasi bangunan (arsitektur) dengan
2 (dua) prosedur yang mendasari proses perakitannya, yakni (pertama) tektonika yang merupakan
rangka ringan yang terdiri dari komponen linier membentuk matrik spasial atau dapat dikatakan
sebagaii pengembangan konstruksi dan struktur yang digunakan untuk membentuk ruang; dan (ke (ke-
dua) tahapan stereotomik yang berupa bagian dasar dimana massa dan volume ruang terbentuk dari
elemen berat berupa pengolahan sistim sambungan pada konstruksi dan struktur
elemen-elemen s sehingga
akan meningkatkan ekspresi pada bangunan dengan menghadirkan nilai seni.
2.4.1. Proses Perakitan Sullu Banua.
Sistem struktur dan konstruksi sullu banua, sistem struktur rangka dimana kolom
dan balok saling menguatkan antara satu dengan lainnya sehingga memberikan kekuatan
yang kaku dan kokoh untuk dapat menahan beban vertikal maupun beban horizontal yang
dipikul oleh lengtong alla dan roroan.Kekayaan tektonika tongkonan dimulai dari sistem
struktur dan konstruksi bagian bawah bangunan, dimana roroan roroan ba’ba, roroan lambe
mengisi dan menyatukan ikatan lentong alla yang berjejer sehingga membentuk satu
kesatuan yang utuh.Lengtong alla didudukkan diatas batu paradangan yang berfungsi
sebagai pondasi bebas.Unsur lain yang menyusun sullu banua yang tida
tidak berfungsi sebagai
unsur struktur dan konstruksi adalah a’riri posi’ yang merupakan tiang di tengah
tengah-tengah
menjadi simbol kehidupan orang Toraja.Tiang ini biasanya dihiasi dengan ukiran, hal ini
dilakukan untuk memberikan keutamaan filosofis pada tongkonan.
tongkona

8
Gambar 6.Perlakuan pada a’riri posi’ sebagai obyek filosofis

Gambar 7.Sistem struktur dan konsruksi sulluk banua

2.4.2. Proses Perakitan Kale Banua.


Sistem struktur dan konstruksi dari kale banua adalah sistem yang dapat berdiri sendiri,
dengan demikian sistem ini terpisah dengan sistim pada bagian lainnya.Penempatan bagian kale
banua pada tongkonan merupakan bagian yang berhubungan dengan kedua bagian rattiang banua
dan sullu banua. Sistem ini, merupakan tahapan stereotomik dimana massa dan volume ruang
terbentuk dari elemen-elemen
elemen berat danmassif. Elemen pembentuk ruang terbuat dari dinding
dengan sistem struktur dan konstruksi siamma. Tahap streotomik pada kale banua terlihat juga pada
ghadiran penutup bagian atas dinding depan dan belakang yang disebut Para yang merupakan
penghadiran
dinding berbentuk segitiga dan tidak termasuk dalam sistem struktur bangunan. Tetapi dalam
penyusunan proses perakitan kale banua dinding para merupakan komponen yang membentuk
ruang dan menjadi satu kesatuan dengan dinding kale banua dengan join/sambungan didudukkan
pada sambo rinding bagian depan dan samping, dan pada join/sambungan dengan bagian rattiang
banua menggunakan ikatan dan pen lubang terhadap komponen kadangkadang para. Bagian kale banua
adalah bagian dari tongkonan yang terbanyak mendapat ukiran.Karena letaknya berada pada bagian
tengah dari pembagian sistim struktur dan konstruksi tongkonan, maka sistem struktur dan
memiliki join/sambungan pada bagian sullu banua,
konstruksi kale banua dengan sistem siamma memiliki
dan memiliki join/sambungan dengan bagian rattiang banua.

9
Gambar 8.Sistem struktur dan konstruksi pada kale banua

2.4.3. Proses Perakitan Rattiang Banua.


Pengkajian sistim struktur dan konstruksi pada bagian rattiang banua, menjelaskan bahwa
bagian tongkonan yang terletak paling atas dan berfungsi sebagai atap penutup dari bangunan
merupakan pada sistem struktur rangka atap (sistem ini terdiri dari balok dan rangka yang disusun
struktur yang dapat memikul beban atap), sistem struktur atap dari bambu
menghasilkan satu sistem struktur
terdiri atas susunan-susunan
susunan potongan bambu yang memiliki ukuran yang berbeda-beda.
berbeda Susunan
atap bambu bagian dalam lebih pendek dibanding bagian luar penutup belahan bambu sepanjang
110 cm yang disusun bertumpuk berbalikan dan ditusuk bambu kecil, sehingga membentuk
lembaran atap. Sistem konstruksi rattiang banua terdiri atas join/sambungan ikat, takik, pen dan
lubang. Sistem struktur dan konstruksi rattiang banua lebih bervariatif dibandingkan
dibanding dengan sullu
banua dan kale banua. Meskipun terlihat sederhana namun beban atap di bebankan ke struktur
yang menopang atap yaitu bagian kalla banua yang menggunakan sisitem struktur dan konstruksi
siamma, dan sebagain lagi diteruskan langsung batu paradangan
paradangan sebelum ketanah, tulak somba
menopang longa pada bagian depan dan belakang tongkonan, beban atap longa akan disalurkan
longa nya hiperbolik meninggi maka tulak
melalui tulak somba. Sementara atap tongkonan yang longa-nya
somba tidak berfungsi sebagai suatu sub sub sistem struktur, sekedar tempat untuk menggantung
asesoris utama yang terdapat pada tongkonan berupa tanduk kerbau.

Gambar 9.
Sistem struktur dan konstruksi pada rattiang banua

10
Gambar 10.
Sistem struktur dan konstruksi pada Tulak Somba

Sistem pada bagian rattiang banua berdasarkan atas pembentukannya dan proses
perakitannya digolongkan dalam tahap tektonik dan tahapan stereotomik. Tahap tektonik terdapat
pada rangka atap yang bermula dari kadang panuringan yang menopang balok kaso, mengikat balok
kadang para dan meneruskan beban atap ke tulak somba, tiang petuo pada bagian kale banua dan
sebagian lagi diteruskan ke tiang lentong garopang. Tahap stereotomik dimana massa dan volume
ruang terbentuk dari elemen-elemen berat dan massif terdapat pada penyusunan atap bamboo
secara secara tumpuk dari bawah hingga ke atas, demikian pula dengan atap batu papan dilakukan
dengan cara yang disusun dan diikat dengan balok kaso sehingga terbentuk bidang yang massif dan
membentuk ruang yang massif.

2.4.4. Proses Perakitan Tongkonan.


Menyusun dan menyatukan bagian sullu banu, kale banua dan rattiang banua menjadi satu
kesatuan utuh, merupakan bagian yang sangat penting dalam penghadiran tongkonan sehingga
berdiri kokoh dan kuat terhadap beban dan berbagai kendala pada sistem struktur dan konstruksi.
Tongkonan Toraja bagian sullu banua berdiri diatas batuparadangan yang
berfungsi sebagai pondasi, dengan sistem struktur rangka kolom dan balok yang disatukan dengan
konstruksi pen-lubang. Diatas sullu banua didudukkan bagian kale banua dengan sistem siamma
untuk mewakili sistem struktur dan konstruksi, dimana kekuatan dinding bangunan berfungsi
sebagai dinding struktur yang memikul dan menyalurkan beban struktur.Bagian rattiang banua
merupakan bagian dengan fungsi sebagai atap, dengan sistem struktur atap yang merupakan
perpaduan antara sistem rangka kolom-balok dan sistem bidang pada atap.Unsur balok terdapat
pada pekadang panuring, kadang para, ba (teng) dan kaso.Unsur kolom terdapat pada tulak somba
dan lentong garopang. Atap merupakan sistem struktur bidang menggunakan sistimikat dan
tumpuk (khusus pada material atap dari bambu) dan. struktur rangka kolom, balok menggunakan
join pen-lubang dan takik.

11
System bidang dan rangka,
kolom konstruksi tumpuk,
lumbung, takik, ikat
Pen-lumbung,

Sistem siamma
Konstruksi siamma

System rangka kolomDan


balok
Konstruksi tumpukPen-
tumpukPen
lumbung

2.5. Ciri khas Ornamen Rumah Tongkonan

Tongkonan adalah rumah adat dengan ciri rumah panggung dari kayu dimana kolong di bawah
rumah biasanya dipakai sebagai kandang kerbau. Rumah Tongkonan memiliki beberapa cirri khas
ornamen sebagai berikut:
bentuknya melengkung persis seperti
1. Atapnya rumah tongkonan dilapisi ijuk hitam dan bentuknya
perahu telungkup dengan buritan. Ada juga yang mengatakan bentuknya seperti tanduk
kerbau. Sekilas mirip bangunan rumah gadang di Minang atau Batak.

Semua rumah tongkonan yang berdiri berjejer akan mengarah ke utara. Arah Ara tongkonan
yang menghadap ke utara serta ujung atap yang runcing ke atas melambangkan leluhur
mereka yang berasal dari utara. Ketika nanti meninggal mereka akan berkumpul bersama
arwah leluhurnya di utara.
tanduk tanduk kerbau pada tiang utama di
2. Kepala kerbau menempel di depan rumah dan tanduk-tanduk
depan setiap rumah. Jumlah tanduk kepala kerbau tersebut berbaris dari atas ke bawah dan
menunjukkan tingginya derajat keluarga yang mendiami rumah tersebut. Di sisi kiri rumah
yang menghadap ke arah barat dipasang rahang kerbau yang pernah di sembelih. Di sisi
kanan yang menghadap ke arah timur dipasang rahang babi.

12
Ornamen tanduk kerbau di depan tongkonan melambangkan kemampuan ekonomi sang
pemilik rumah saat upacara penguburan anggota keluarganya. Setiap upacara adat di Toraja
seperti pemakaman akan mengorbankan kerbau dalam jumlah yang banyak. Tanduk kerbau
kemudian dipasang pada tongkonan milik keluarga bersangkutan. Semakin banyak tanduk
yang terpasang di depan tongkonan maka semakin tinggi pula status sosial kelua
keluarga pemilik
rumah tongkonan tersebut.
Ornamen rumah tongkonan berupa tanduk kerbau serta empat warna dasar yaitu: hitam,
merah, kuning, dan putih yang mewakili kepercayaan asli Toraja (Aluk To Dolo). Tiap warna yang
digunakan melambangkan hal-hal
hal eda. Warna hitam melambangkan kematian dan
yang berbeda.
kegelapan. Kuning adalah simbol anugerah dan kekuasaan ilahi. Merah adalah warna darah yang
melambangkan kehidupan manusia. Dan, putih adalah warna daging dan tulang yang artinya suci.
Toraja berbeda dengan dari orang umumnya. Yaitu pada bagian
Tongkonan milik bangsawan Toraja
dinding, jendela, dan kolom, dihiasi motif ukiran yang halus, detail, dan beragam. Ada ukiran
diselang seling sulur mirip batang tanaman.
bergambar ayam, babi, dan kerbau, serta diselang-seling
Adapun ciri khas ukiran
ran dari Tongkonan:
1. Ukiran Pa'tedong

Pa’ tedong berasal dari kata Tedong yang dalam bahasa Toraja berarti kerbau. Ukiran ini
menyerupai bagian muka seekor kerbau. Di Toraja, kerbau adalah binatang peliharaan yang utama
masyarakat Toraja, kerbau punya fungsi ganda yaitu sebagai emas
dan sangat disayangi.Bagi masyarakat
kawin, sebagai hewan pengolah sawah, alat transaksi dalam jual beli masyarakat Toraja, sebagai
korban persembahan kepada dewa atau leluhur dan lain-lain.
lain
Makna filosofi dari ukiran ini yaitu:
1.Lambang kesejahteraan bagi masyarakat Toraja
2.Lambang kemakmuran dan lambang kehidupan orang Toraja dimana rumpun keluarga diharapkan
dapat menternakkan kerbau.
2. Ukiran Pa'kapu' Baka

13
Pa’kapu Baka artinya ukiran yang menyerupaisimpulan-simpulan penutup bakul dimana
bakul sering digunakan orang Toraja sebagai tempat menyimpan harta benda. Makna filosofi dari
ukiran ini yaitu sebagai tanda harapan agar keluarga senantiasa hidup rukun, damai sejahtera,
bersatu padu bagaikan harta benda yang tersimpan dengan aman dalam sebuah bakul.
3. Ukiran Pa'salaqbi' Dibungai

Salaqbi' bisa berarti pagar atau penghalang.Ukiran ini bermakna bahwamenurut kepercayaan
orang Toraja, salaqbi' adalah benda untuk melindungi keluarga dari hal –hal negatif seperti niat
jahat seseorang ataukah penyakit . Diharapkan agar manusia bisa menjaga diriatau mencari
pengetahuan untuk bisa mempertahankan diri dalam mengaruhi kehidupan yang begitu banyak
cobaan.
4. Ukiran Pa'dadu

` Dahulu kala, permainan Dadu adalah sejenis judi yang digemari oleh hampir sebagian
masyarakat. Adapun makna dari ukiran ini yaitu sebagai peringatan kepada anak cucu agar jangan
bermain dadu atau judi karena permainan ini sangat berbahaya.
5. Ukiran Pa'lamban Lalan

Ukiran ini terdiri dari dua suku kata yaitu Lamban yang artinya menyeberangi dan Lalan yang
berarti jalanan. Makna yang terkandung dalam ukiran ini yaitu sebagai nasehat agar kita jangan
mencampuri perkara atau urusan orang lain bila kita tak diharapkan untuk membelanya ataukah
masalah tersebut tak ada sangkut pautnya dengan kita sendiri.
6. Ukiran Pa'ara' Dena' I

14
Ukiran ini menyerupai bulu dada pada burung pipit. Dalam mitos orang Toraja, burung Pipit
dianggap sebagai hewan yang tidak jujur dan sebagai hewan perusak tanaman padi. Makna ukiran
ini yaitu supaya manusia menempuh kehidupan dengan sikap dan pendirian yang jujur.
7. Ukiran Pa'kangkung

Ukiran ini menyerupai pucuk daun kangkung. Makna filosofinya yaitu agar manusia
membaktikan dirinya tidak hanya bagi diri sendiri tetapi buat orang-orang di sekitarnya. Diharapkan
pula agar keluarga sehat dan murah rejeki seperti sayur kangkung yang tumbuh subur.
8. Ukiran Pa'barana' I

Ukiran ini berasal dari kata Baranaq yang artinya pohon beringin. Makna ukirannya yaitu agar
keturunan dapat memperoleh rejeki dan berkembang seperti halnya pohon beringi yang selalu
tumbuh dengan lebatnya dan juga diharapkan nantinya muncul keturunan yang bisa menjadi
pemimpin dan melindungi rakyat umum.
9. Ukiran Ne' Limbongan

Limbongan berarti sumber mata air yang tidak pernah kering yang dapat memberi penghidupan
segar kepada alam dan manusia. Ukirannya melambangkan bahwa orang Toraja bertekad
memperoleh rezeki dari empat penjuru mata angin bagaikan mata air yang bersatu dalam danau dan
memberi kebahagiaan bagi anak cucu kelak.
10. Ukiran Pa'tanduk Re'pe

Ukiran ini menyerupai tanduk kerbau. Ukiran ini ditempatkan di segala sisi rumah adat Toraja
sebagai kenang-kenangan kepada kerbau dimana kerbau dipandang sebagai simbol status sosial
dalam masyarakat. Ukiran ini berarti sebagai tanda perjuangan hidup agar dapat menemukan
ketentraman dalam hasil jerih payah dan juga dalam menemukan harta yang berharga seperti
nilaikerbau bagi masyarakat Toraja.

15
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan mengenai rumah adat Tongkanan dapat diketahui bahwa:

1. Rumah Tongkonan dominan dibuat dari kayu.


2. Rumah Tongkonan terdiri dari 4 penjuru, yaitu: Bagian utara atau Ulunna langi,
bagian timur atau Matallo, bagian barat alau Matampu, bagian selatan atau Pollo'na
larngi.
3. Rumah Tongkonan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian depan disebut Tangalok,
bagian belakang disebut Sumbung dan bagian tengah disebut Sai.
4. Rumah Adat Toraja secara umum berfungsi sebagai rumah tinggal. kegiatan sosial,
upacara adat, serta membina kekerabatan, namun secara khusus mempunyai fungsi
sosial dan budaya yang bertingkat- tingkat di masyarakat
5. Secara keseluruhan bahan yang digunakan dalam pembuatan rumah sudah awet dan
kuat.
6. Rumah adat tongkonan sudah memenuhi/sesuai dengan beberapa karakteristik
rumah tropis.
7. Rumah Suku Toraja mahal dalam pengadaan bahan dan pembiayaan proses
pembangunannya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ashadiana, M. (2013). Tongkonan, Rumah Adat Toraja. [online] Tersedia:


https://travel.kompas.com/read/2013/03/04/13333259/Tongkonan..Rumah.Adat.Toraja.yang.Me
ngagumkan?page=all.

https://eng.unhas.ac.id./arsitektur/files/588d1224b5c92.pdf

https://seringjalan.com/rumah-adat-tongkonan-suku-toraja/

https://www.99.co/id/panduan/rumah-tongkonan

Rantelino, H. (2015). Mengenal Ragam 10 Ukiran Toraja dan Makna Filosofinya.[online] Tersedia:
https://www.kompasiana.com/heriyanto_rantelino/54f350857455139e2b6c70a4/mengenal-
ragam-10-ukiran-toraja-dan-makna-filosofinya?page=all.

17

Anda mungkin juga menyukai