Anda di halaman 1dari 7

ABSTRACT

Tongkonan adalah rumah


adat orang Toraja, yang
merupakan tempat tinggal,
kekuasaan adat, dan
perkembangan kehidupan
sosial budaya orang Toraja.
Arsitektur tongkonan dikenal
dengan bentuknya yang khas
melalui struktur bawah,
tengah dan atas yang
memiliki keindahan estetika
struktur dan konstruksinya.
Mekanika sistem struktur
membentuk suatu sistem
estetika arsitektural.
Tongkonan tidak lagi
dijadikan rumah tempat
tinggal tetapi sudah tidak
dihuni lagi oleh karena setiap
keluarga yang mendiami
Tongkonan pada umumnya
telah membangun rumah
tinggal sendiri. Rumah adat
Tongkonan yang sarat dengan
ukiran mengandung makna
yaitu melambangkan status
sosial pemilik Tongkonan
menempati lapisan atas.

TONGKONGAN PAA STUDIO


Nasya Ransi N

RUMAH ADAT TORAJA


PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Saat ini, pembangunan rumah adat sudah jarang ditemukan dikarenakan berbagai alasan, misalnya kesulitan
memperoleh bahan kayu atau ada kayu tetapi harganya cukup mahal. Kayu menjadi sulit didapat karena hutan-hutan
di Indonesia telah menjadi gundul akibat penebangan liar tanpa penanaman kembali. Selain itu, sistem pertanian
tradisional yang selalu membakar lahan dan berpindah-pindah, juga mempercepat hancurnya hutan.

Jumlah penduduk yang semakin bertambah banyak, menyebabkan pengusaan lahan menjadi sempit untuk ditanami.
Tanah luas hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu yang memiliki uang.

Ada yang sengaja meruntuhkan rumah adat, karena hendak membangun rumah modern yang terbuat dari beton.
Pemilik rumah merasa bahwa tinggal di dalam rumah adat sudah tidak sesuai dengan perkembangan jaman. Di lain
sisi ada yang merasa bahwa rumah adat tidak nyaman dan merupakan kebiasaan manusia kuno yang belum
mengenal modernisasi. Pandangan ini yang mempercepat laju kehancuran budaya dan pusaka masyarakat secara
umum. Pandangan dan perilaku ini merupakan tanda-tanda kepunahan budaya suatu kelompok masyarakat. Sebab,
perkembangan jaman ditandai dengan peralihan yang mengarah pada punahnya budaya.

Ada juga rumah adat yang sengaja diruntuhkan dibiarkan rusak, lapuk dan dengan sendirinya runtuh. Satu rumah
yang dianggap sebagai pusaka atau harta warisan orangtua, sulit dibagi-bagikan kepada ahli waris, yaitu para putra
pemilik rumah yang terdiri dari beberapa orang. Setelah orangtua meninggal dunia, maka persatuan diantara para
putra semakin tidak ada. Muncul berbagai konflik pada pembagian harta warisan terutama rumah dan tanah. Tidak
ada satu orang pun yang berani mengurus dan memelihara. Jadi warisan (pusaka) orangtua dibiarkan hancur,
ditelantarkan. Kasus – kasus seperti ini pun banyak ditemukan, rumah – rumah warisan dibiarkan tanpa penghuni
bagai rumah hantu dan akhirnya busuk di air hujan yang jatuh membasahi badan rumah karena atapnya sudah
bolong di sana-sini. Kondisi dan perilaku ini sangat tidak sesuai dalam konteks pelestarian budaya atau pusaka. Oleh
karena itu untuk ke depannya kita perlu melestarikan rumah adat yang terdapat di Indonesia guna mempertahankan
keanekaragaman budaya kita.
PEMBAHASAN

SEJARAH RUMAH ADAT TORAJA

Di Tanah Toraja terdapat 3 desa adat yaitu, Palawa’ (kompleks desa adat terbesar), Ke’te’ Kesu (desa adat terindah),
dan Siguntu’ (desa adat yang berukuran sedang). Secara umum jejeran lumbung/alang berada di utara jejeran
bangunan induk/tongkonan. Jejeran rumah induk dan jejeran lumbung berhadapan membentuk halaman pemersatu
di tengah. Kuburan berada di belakang/selatan deretan rumah induk. Rumah tertua (rumah induk dan lumbung)
berada di barat dan berturut-turut ke arah timur yang lebih baru dari sebelumnya. Deretan rumah induk dipandang
sebagai unsur I, deretan lumbung sebagai unsur II, halaman terbuka (antara deretan rumah induk dan deretan
lumbung) sebagai unsur III, dan unsur IV adalah tempat pemakaman.

BAGIAN DAN CIRI RUMAH ADAT TORAJA

Tongkonan berupa rumah panggung dari kayu, dimana kolong di bawah rumah biasanya dipakai sebagai kandang
kerbau. Atap tongkonan berbentuk perahu, melengkung hiperbolik, terbuat dari bamboo yang melambangkan asal-
usul orang Toraja yang tiba di Sulawesi dengan naik perahu dari Cina. Ujung depan dan belakang menjorok keluar
semakin mengecil disebut longa. Perbandingan badan bangunan dan longa ± 1 : 1,4.

Di bagian depan rumah, di bawah atap yang menjulang tinggi, dipasang tanduktanduk kerbau. Jumlah tanduk kerbau
ini melambangkan jumlah upacara penguburan yang pernah dilakukan oleh keluarga pemilik tongkonan. Di sisi kiri
rumah (menghadap ke arah barat) dipasang rahang kerbau yang pernah di sembelih, sedangkan di sisi kanan
(menghadap ke arah timur) dipasang rahang babi.

Badan bangunan berbentuk segi empat panjang. Sisi terpendek berada di utara selatan dengan ukuran ± 3 - 4 m x 8 –
10 m. Perbandingan lebar x panjang bervariasi antara 1:2, 1:2, 1:5. Untuk konstruksi tiang kolong, kolom dan balok
dari kayu membentuk elemen horizontal dan vertical, dengan lambang ikatan antara manusia dan alam. Di antara
tiang kolong, yaitu tengah agak ke belakang ada a’riri posi (tonggak pusat) dihias dengan ukiran dengan ukuran ± 22
x 22 cm atau ± 20 x 20 cm. Balok, kolom, atap hingga detail kontruksi tidak ditutuptutupi. Penyambungan dilakukan
dengan system ikat (rotan) dan jepit. Untuk balok-balok digunakan pasak (pen).

Di depan tongkonan terdapat lumbung padi, yang disebut ‘alang‘. Tiang-tiang lumbung padi ini dibuat dari batang
pohon palem/banga’ yang licin, sehingga tikus tidak dapat naik ke dalam lumbung. Di bagian depan lumbung
terdapat berbagai ukiran, antara lain bergambar ayam dan matahari, yang merupakan simbol untuk menyelesaikan
perkara. Dalam paham orang Toraja, tongkonan dianggap sebagai ‘ibu‘, sedangkan alang adalah sebagai ‘bapak‘.
Tongkonan berfungsi untuk rumah tinggal, kegiatan sosial, upacara adat, serta membina kekerabatan. Pada kolong
bagian depan terdapat teras disebut tangdo.

Bagian dalam rumah dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian utara, tengah,dan selatan. Ruangan di bagian utara
disebut ‘tangalok‘, berfungsi sebagai ruang tamu, tempat anak-anak tidur, juga tempat meletakkan sesaji. Ruangan
bagian tengah disebut ‘Sali‘, berfungsi sebagai ruang makan, pertemuan keluarga, tempat meletakkan orang mati,
juga dapur. Adapun ruangan sebelah selatan disebut ‘sumbung‘, merupakan ruangan untuk kepala keluarga.
Ruangan sebelah selatan ini juga dianggap sebagai sumber penyakit.

Mayat orang mati tidak langsung dikuburkan, tetapi disimpan di tongkonan. Sebelum dilakukan upacara
penguburan, mayat tersebut dianggap sebagai ‘orang sakit‘. Supaya tidak busuk, mayat dibalsem dengan ramuan
tradisional semacam formalin, yang terbuat dari daun sirih dan getah pisang. Jika akan dilakukan upacara
penguburan, mayat terlebih dulu disimpan di lumbung padi selama 3 hari. Peti mati tradisional Toraja disebut
‘erong‘,berbentuk babi untuk perempuan dan kerbau untuk laki-laki. Untuk bangsawan, erong dibuat berbentuk
rumah adat.

Pada tongkonan terdapat papan berwarna merah yang menopang bangunan dengan bentuknya bak perahu kerajaan
cina, guratan pisau rajut merajut di atas papan benwarna merah membentuk ukiran sebagai pertanda status sosial
pemilik bangunan, ditambah lagi oleh deretan tanduk kerbau yang terpasang/digantung di depan rumah, semakin
menambah keunikan bangunan yang terbuat dari kayu tersebut. Bentuk bangunan unik yang dapat dijumpai
dihampir setiap pekarangan rumah masyarakat Toraja ini, lebih dikenal dengan sebutan nama Tongkonan. Konon
kata Tongkonan berasal dari istilah "tongkon" yang berarti duduk, dahulu rumah ini merupakan pusat pemerintahan,
kekuasaan adat dan perkembangan kehidupan sosial budaya masyarakat Tana Toraja. Rumah ini tidak bisa dimiliki
oleh perseorangan, melainkan dimiliki secara turun-temurun oleh keluarga atau marga suku Tana Toraja. Dengan
sifatnya yang demikian, tongkonan mempunyai beberapa fungsi, antara lain: pusat budaya, pusat pembinaan
keluarga, pembinaan peraturan keluarga dan kegotongroyongan, pusat dinamisator, motivator dan stabilisator sosial.
Oleh karena Tongkonan mempunyai kewajiban sosial dan budaya yang juga bertingkat-tingkat dimasyarakat, maka
dikenal beberapa jenis tongkonan, antara lain, yaitu:

1. Tongkonan Layuk atau Tongkonan Pesio' Aluk, yaitu Tongkonan tempat menciptakan dan menyusun
aturan-aturan sosial keagamaan.
2. Tongkonan Pekaindoran atau Pekamberan atau Tongkonan kaparengngesan yaitu Tongkonan yang satu ini
berfungsi sebagai tempat pengurus atau pengatur pemerintahan adat, berdasarkan aturan dari Tongkonan
Pesio' Aluk.
3. Tongkonan Batu A'riri yang berfungsi sebagai tongkonan penunjang. Tongkonan ini yang mengatur dan
berperan dalam membina persatuan keluarga serta membina warisan tongkonan. Tongkonan merupakan
peninggalan yang harus dan selalu dilestarikan, hampir seluruh Tongkonan di Tana Toraja sangat menarik
untuk dikunjungi sehingga bisa mengetahui sejauh mana adat istiadat masyarakat Toraja, serta banyak
sudah Tongkonan yang menjadi objek wisata.
4. Tongkonan Barung-barung yaitu rumah pribadi. Setelah beberapa turunan (diwariskan), kemudian disebut
Tongkonan Batu A’riri

Pembangunan rumah tradisional Toraja dilakukan secara gotong royong, sesuai dengan kemampuan masing-masing
keluarga. Latar belakang arsitektur rumah tradisional Toraja menyangkut falsafah kehidupan yang merupakan
landasan dari perkembangan kebudayaan Toraja.

Dalam pembangunannya ada hal-hal yang mengikat, yaitu:

1. Aspek arsitektur dan konstruksi


2. Aspek peranan dan fungsi rumah adatAspek peranan dan fungsi rumah adat

Rumah tradisional atau rumah adat yang disebut Tongkonan harus menghadap ke utara, letak pintu di bagian depan
rumah, dengan keyakinan bumi dan langit merupakan satu kesatuan dan bumi dibagi dalam 4 penjuru, yaitu:

1. Bagian utara disebut Ulunna langi, yang paling mulia


2. Bagian timur disebut Matallo, tempat metahari terbit, tempat asalnya kebahagiaan atau kehidupan.
3. Bagian barat disebut Matampu, tempat metahari terbenam, lawan dari kebahagiaan atau kehidupan, yaitu
kesusahan atau kematian.
4. Bagian selatan disebut Pollo’na langi, sebagai lawan bagian yang mulia, tempat melepas segala sesuatu
yang tidak baik.

DESAIN ARSITEKTURAL RUMAH ADAT TORAJA

Bertolak pada falsafah kehidupan yang diambil dari ajaran Aluk Todolo, bangunan rumah adat mempunyai makna
dan arti dalam semua proses kehidupan masyarakata Toraja, antara lain:

1. Letak bangunan rumah yang membujur utara-selatan, dengan pintu terletak di sebelah utara.
2. Pembagian ruangan yang mempunyai peranan dan fungsi tertentu.
3. Perletakan jendela yang mempunyai makna dan fungsi masing-masing.
4. Perletakan balok-balok kayu dengan arah tertentu, yaitu pokok di sebelah utara dan timur, ujungnya
disebelah selatan atau utara.
PENUTUP

KESIMPULAN

Rumah adat Toraja adalah suatu peninggalan budaya nusantara yang mengandung nilai-nilai arsitektur yang
khas yang membedakan rumah adat Toraja dengan rumah adat lainnya di indonesia yang memiliki karakteristik
dan keunggulan nilai budaya tersendiri. Dengan demikian dapat dikatakan Bangsa Indonesia memilki
keanekaragaman budaya dan arsitektur dalam rumah adat pada masing – masing daerah.

SARAN

Arsitektur Rumah Adat Toraja membuat kita sadar bahwa di tanah air yang paling kita cintai ini yaitu indonesia
banyak menyimpan nilai-nilai budaya dan arsitaektur yang harus kita lestarikan dan kita kembangkan,seperti
arsitektur rumah adat Toraja. Karena peninggalan kebudayaan dan arsitektur merupakan aset yang paling
berharga bagi bangsa indonesia di masa kini dan masa akan datang. Bangsa yang baik adalah bangsa yang dapat
melestarikan peninggalan kebudayaan bangsa itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai