Anda di halaman 1dari 11

E-ISSN: 3025-6399

Volume 1 Number 1, October 2023, 33-41

Makna Simbolik Rumah Tongkonan


1
Alda Pranastuti, 2Marsella Rahayu, 3Muh Farhan Akhir Ramadhan
Department of Geography, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Makassar State of University, Indonesia
ARTICLE INFO ABSTRAK

Article History Toraja, sebuah daerah yang terletak di Sulawesi Selatan, mempesona untuk
Received : dikaji dan dipelajari karena kekayaan uniknya dalam segi budaya, kepercayaan, dan
Accepted : aktivitas sehari-hari masyarakatnya. Fokus penelitian ini tertuju pada rumah
Published: tongkonan, sebuah warisan budaya yang menjadi lambang khas daerah Toraja. Rumah
tongkonan bukan hanya sekadar bangunan, melainkan juga mencerminkan kehidupan
dan filosofi masyarakat Toraja. Rumah tongkonan, yang terkenal di Indonesia, berasal
Corresponding author: dari tanah Toraja di Sulawesi Selatan. Awalnya, rumah tongkonan digunakan sebagai
Email: tempat penyimpanan mayat, sementara bagian rumah yang disebut alang berfungsi
DOI: untuk menyimpan padi. Dalam penelitian ini, kami mengadopsi metode observasi,
dokumentasi, dan tinjauan pustaka dengan fokus khusus pada tongkonan yang terletak
Copyright © 2023 The Authors di wilayah Ke’te kesu. Melalui riset ini, beberapa topik menarik muncul, seperti syarat
pembuatan rumah tongkonan, teknik pewarnaan yang digunakan, serta filosofi dan
makna yang terkandung dalam rumah tongkonan. Kami berusaha menyelami keunikan
dan kedalaman budaya Toraja melalui pendekatan ini, dengan harapan dapat
memberikan kontribusi positif dalam pemahaman dan pelestarian warisan budaya
This is an open access article yang begitu berharga. Dengan mengungkapkan keindahan dan kearifan lokal
under the CC BY-SA license masyarakat Toraja, kami bertujuan untuk memperkaya wawasan masyarakat luas
tentang keanekaragaman budaya Indonesia.
Kata Kunci: Rumah Tongkonan, Toraja, Warna, Ukiran, Syarat, Ke’te kesu.

ABTRACT

Toraja, a region situated in South Sulawesi, is fascinating to explore and study due to
its unique richness in culture, beliefs, and the daily activities of its people. The focus
of this research is on the tongkonan houses, a cultural heritage that serves as an iconic
symbol of the Toraja region. Tongkonan houses are not merely structures; they reflect
the life and philosophy of the Toraja community. Originating from the land of Toraja
in South Sulawesi, the renowned tongkonan houses in Indonesia were initially used as
places for storing the deceased, with a specific area called "alang" dedicated to storing
rice. In this study, we employ observation, documentation, and literature review
methods, with a specific focus on the tongkonan houses located in the Ke'tekesu
region.
Through this research, various compelling topics have emerged, including the
requirements for constructing tongkonan houses, the techniques used in coloring them,
as well as the philosophy and meanings embedded in these unique structures. We aim
to delve into the uniqueness and depth of Toraja culture through this approach, hoping
to make a positive contribution to the understanding and preservation of this valuable
cultural heritage. By unveiling the beauty and local wisdom of the Toraja community,
our goal is to enrich the broader community's awareness of the cultural diversity
present in Indonesia.
Keywords: House, Tongkonan, Toraja, Color, Carving, Terms, Ke'te kesu

1. PENDAHULUAN
Indonesia, sebagai negara yang kaya akan keberagaman budaya, menyajikan beragam bahasa, kepercayaan,
suku, adat, dan budaya. Keanekaragaman ini memberikan ciri khas yang unik dalam pembentukan identitas
bangsa. Sifat inklusif masyarakat Indonesia dalam merangkai budayanya menciptakan warisan yang menarik
untuk diselidiki dan dipahami, tak terkecuali kekayaan kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat Toraja.

Dari Sabang hingga Merauke, Indonesia menawarkan beragam desain rumah tradisional. Salah satu ekspresi
budaya terbesar suatu suku atau masyarakat adalah rumah tradisionalnya. Ada banyak jenis rumah adat di
Indonesia yang masing-masing memiliki bentuk dan arsitektur unik berdasarkan adat istiadat dan sejarah

33
Amal, et. al/ Indonesian Journal of Fundamental and Applied Geography 2023, 1 (1) 33-41

setempat. Bangunan-bangunan ini merupakan penanda penting perkembangan sosial dan signifikansi sejarah
dalam suatu peradaban. Rumah adat Tongkonan merupakan salah satu rumah adat yang ada di wilayah Tana
Toraja Provinsi Sulawesi Selatan. Rumah adat Tongkonan yang diberi nama dari istilah “tongkon” yang
berarti “tempat duduk” kemudian mendapat akhiran “an” sehingga membentuk “Tongkonan” yang berarti
tempat duduk merupakan pusat kehidupan sosial suku Toraja. Rumah adat ini berbentuk membungkuk
seperti perahu menghadap ke bawah dan mempunyai tujuan sosial budaya yang bertingkat (Rahman, 2020)

Dalam perjalanan eksplorasi budaya Indonesia, daya tarik khusus tertuju pada rumah tradisional Toraja,
yang dikenal sebagai tongkonan. Suku Toraja, sebagai salah satu etnis budaya di Indonesia, menghidupkan
kearifan lokal mereka dengan mempertahankan keunikan kebudayaan yang telah diwariskan dari generasi ke
generasi. Rumah adat tongkonan menjadi manifestasi visual yang memukau, melalui arsitektur yang
memesona dan hiasan yang kaya akan makna. Minat kami dalam memahami kebudayaan masyarakat Toraja
melalui kajian arsitektur bangunan ini tidak lain bertujuan untuk meresapi nilai-nilai simbolik dan makna
yang terkandung di dalamnya. Dalam setiap elemen arsitekturalnya, rumah tongkonan membawa cerita
panjang dan mendalam tentang sejarah, kepercayaan, serta kehidupan masyarakat Toraja. Dari hal tersebut
kami tertarik untuk mempelajari dan mengkaji mengenai arsitektur bagunan, simbol serata makna rumah
adat tongkonan bagi masyarakat toraja.

Suku toraja adalah salah satu etnis budaya di indonesia yang memili kebudayaan yang sangat unik dan
masih berlangsung dan terawat sampai dewasa ini. Tidak terkecuali rumah adat toraja yakni rumah
tongkonan yang memiliki arsitektur indah dengan hiasan yang mengagumkan. Dari hal tersebut kami tertarik
untuk mempelajari dan mengkaji mengenai arsitektur bagunan, simbol serata makna rumah adat tongkonan
bagi masyarakat toraja. Tongkonan adalah rumah adat orang Toraja, yang merupakan tempat tinggal,
kekuasaan adat, dan perkembangan kehidupan sosial budaya orang Toraja. Tongkonan tidak bisa dimiliki
oleh perseorangan, melainkan dimiliki secara komunal dan turun temurun oleh keluarga atau marga Suku
Tana Toraja (Pakan et al., 2018)

Rumah Tongkonan pada zaman modern sebagian besar ditinggalkan dan tidak digunakan sebagai
tempat tinggal. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa sebagian besar keluarga yang dulunya tinggal di
Tongkonan telah membangun rumah tinggal mereka sendiri. Rumah-rumah modern ini biasanya dibangun di
sebelah bangunan Tongkonan yang bersejarah. Masyarakat Toraja tidak lagi memberikan nilai tinggi pada
pembangunan atau pendirian rumah Tongkonan tradisional yang telah diwariskan selama berabad-abad
akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Meskipun demikian, mereka tetap memegang nilai budaya
dan simbolis dari Tongkonan. Meskipun tidak lagi tinggal di rumah Tongkonan, masyarakat Toraja tetap
menghormati dan memegang teguh keyakinan yang terkait dengan bangunan kuno ini. Signifikansi budaya
dan nilai-nilai Tongkonan tidak berkurang oleh keputusan untuk membangun tempat tinggal kontemporer di
dekatnya. Pola perumahan telah berkembang untuk mencerminkan adaptasi masyarakat terhadap kehidupan
modern sambil tetap mempertahankan hubungan kuat dengan masa lalu budaya mereka.(Langi & Aprellece,
2021)

Tongkonan memiliki lebih dari sekedar tempat berkumpulnya orang-orang untuk makan; itu juga dapat
berfungsi sebagai pusat budaya, tempat tinggal, dan tempat untuk menegakkan norma-norma keluarga.
Secara lebih luas, peran Tongkonan mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat Toraja. Aluk Todolo
adalah nama yang diberikan kepada mereka jika ada ritual yang berkaitan dengan sistem keagamaan mereka
sebelumnya. Masyarakat Toraja mempunyai sistem kepercayaan yang disebut Aluk Todolo. Hal ini diyakini
sebagai seperangkat peraturan agama yang diturunkan dari nenek moyang dari generasi ke generasi dan
berfungsi untuk mengontrol bagaimana seseorang atau sekelompok orang menghabiskan hidupnya. Ritual
Aluk Todolo dipisahkan menjadi dua bagian: Aluk Rambu Solo' berisi hal-hal yang menyangkut
belasungkawa, seperti upacara pemakaman yang dilakukan di rumah Tongkonan, dan Aluk Rambu Tuka'
mencakup hal-hal yang bersifat suka cita atau kegembiraan (Pakan et al., 2018)

Penelitian ini sangat penting karena memiliki signifikansi yang tinggi dalam rangka memahami secara
mendalam tentang makna simbolik di balik keberadaan rumah Tongkonan serta untuk menggali pengetahuan
mengenai berbagai jenis corak ukir beserta implikasi simbolis yang tergambar pada bangunan tradisional
Toraja. Melalui penelitian ini, diharapkan dapat diperoleh pemahaman yang lebih mendalam mengenai
warisan budaya masyarakat Toraja, khususnya dalam konteks Rumah Tongkonan. Tujuan utama dari
penelitian ini adalah untuk merinci dan memahami kekayaan budaya masyarakat Toraja yang tercermin
dalam struktur rumah tradisional mereka, yakni Rumah Tongkonan. Fokus utama penelitian ini adalah pada

34
Amal, et. al/ Indonesian Journal of Fundamental and Applied Geography 2023, 1 (1) 33-41

makna simbolik yang melekat pada setiap aspek rumah Tongkonan, sehingga dapat memberikan wawasan
lebih mendalam tentang nilai-nilai, kepercayaan, dan filosofi yang tercermin dalam arsitektur tradisional ini.

Penelitian ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi jenis-jenis corak ukir serta warna yang digunakan pada
Rumah Tongkonan. Melalui pemahaman ini, diharapkan dapat terbentuk gambaran yang lebih lengkap
tentang makna simbolik rumah tongkonan bagi masyarakat toraja. Secara keseluruhan, penelitian ini tidak
hanya mencari pemahaman lebih lanjut tentang Rumah Tongkonan sebagai bangunan fisik, tetapi juga
bertujuan untuk menjelajahi kekayaan budaya yang tersembunyi dalam setiap detail arsitektur dan seni ukir,
sehingga dapat mempertahankan, menghormati, dan menyebarkan kekayaan budaya Toraja kepada generasi
mendatang.

2. METODE PENELITIAN
Ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas, meliputi : 1) Syarat pembuatan rumah tongkonan; 2)
Simbol Atau Lambang Apa Saja Yang Tergambar/Terukir Pada Rumah Tongkonan Dan Apa Makna Di
Balik Ukiran Tersebut; 3) Makna warna-warna pada rumah tongkonan. Adapun jenis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari responden, yaitu
masyarakat asli tanah toraja dengan penentuan informan kunci sebagai sumber data primer dilakukan dengan
sengaja (Purposive Sampling). Sedangkan, data sekunder merupakan data yang diperoleh dari
keperpustakaan. Teknik pengumpulan data yaitu menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. .
Observasi dilakukan untuk mengamati secara langsung objek kajian di lapangan, sedangkan studi
dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data-data sekunder yang relevan yang mendukung penelitian
yang dilaksanakan (Tabbu, 2018). Teknik yang digunakan untuk menganalisis data menggunakan model
Miles and Huberman yaitu Pengumpulan data data reduction, data display, dan conclusion
drawing/verification. Lokasi penelitian yang dipilih yaitu di daerah Ke’te kesu, Tana Toraja. Khususnya
pada Rumah Tongkonan yang ada di wilayah tesebut. Rumah tongkonan di wilayah ke’tekesu memiliki
beberapa jenis ukiran tetapi yang kami bahas di sini bukanhanya ukiran, tapi makna simbolik rumah
tongkonan itu sendiri bagi masyarakat toaja. Penelitian ini di lakukan di ke’tekesu Kabupaten Toraja Utaa
kecamatan Sanggalangi, penulis melakukan penelitian menggunakan alat bantu (HP, buku, dan Pulpen).

2.1 Penyusunan Transkip Wawancara

Penyusunan transkrip wawancara melibatkan proses mendokumentasikan percakapan atau dialog yang
terjadi selama wawancara.

2.2 Mengorganisasikan Data

Tahapan pengorganisasian data wawancara melibatkan beberapa langkah penting untuk memastikan
informasi yang diperoleh dapat diakses dan dianalisis dengan efektif.

2.3 Penyusunan Data


Penyusunan data melibatkan langkah-langkah seperti transkripsi, pengorganisasian, klasifikasi,
pengindeksan, pemetaan konsep, matriks analisis, pembuatan tabel, grafik, ringkasan data, dokumentasi
metode, verifikasi data, dan penggunaan Database Management System (DBMS) jika memungkinkan.
Tujuan utamanya adalah membuat data mudah diakses, terorganisir, dan mendukung analisis yang efektif.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Di indonesia khususnya di provinsi sulawesi selatan terdapat sebuah daerah yang sangat terkenal yaitu
kabupaten toraja yang merupakan salah satu daerah tingkat II di Provinsi Sulawesi selatan. Yang dimana
derah toraja terbagi atas dua kabupeten yakni kabupaten Tanah Toraja dan Kabupaten Toraja Utara. Di
wilayah toraja sendiri memiliki kebudayaan yang sangat unik, tidak terkecuali pada rumah tempat tinggalnya
yang dikenal sebagai rumah tongkonan. Adapaun salah satu rumah tongkonan yang paling terkenal di toraja
adalah tongkonan yang berada di ke’tekesu.

35
Amal, et. al/ Indonesian Journal of Fundamental and Applied Geography 2023, 1 (1) 33-41

Ke’te kesu terletak di kecamatan Kesu’ yang merupakan perkampungan adat tua di Toraja yang memiliki
sejumlah rumah tradisional (Tongkonan), lengkap dengan lumbung padi berukir (Alang Sura’). Tongkonan
yang berada di Ke’te Kesu’ berasal dari leluhur Puang Ri Kesu’ dan merupakan salah satu Tongkonan
Layuk tua di Toraja yang memiliki peran dan fungsi sebagai sumber pemerintahan dan kekuasaan adat di
wilayahnya pada masa lalu.

Secara administratif Ke’kesu terletak 4 km di bagian tenggara Rantepao, Ke’te Kesu terdiri dari padang
rumput dan padi yang mengelilingi rumah adat Tongkonan. Sebagian rumah adat yang terletak di desa ini
diperkirakan berumur sekitar 300 tahun dan letaknya berhadapan dengan lumbung padi kecil. Tidak hanya
terdiri dari 6 Tongkonan dan 12 lumbung padi, Ke’te Kesu juga memiliki tanah seremonial yang dihiasi oleh
20 menhir. Di dalam salah satu Tongkonan terdapat museum yang berisi koleksi benda adat kuno Toraja,
mulai dari ukiran, senjata tajam, keramik, patung, kain dari Cina, dan bendera Merah Putih yang konon
disebut merupakan bendera pertama yang dikibarkan di Toraja. Selain itu, di dalam museum ini juga
terdapat pusat pelatihan pembuatan kerajinan dari bambu.

Desa Ke’te Kesu merupakan kawasan cagar budaya dan pusat berbagai upacara adat Toraja yang meliputi
pemekaman adat yang dirayakan dengan meriah (Rambu Solo), upacara memasuki rumah adat baru (Rambu
Tuka), serta bebagai ritual adat lainnya. Pada bulan Juni-Desember, berbagai upacara dan persyaratan adat
umumnya dilakukan oleh masyarakat sekitar lokasi.

Sarana dan prasarana penunjang dalam objek wisata yang ada yaitu tempat parkir kendaraan, toilet sera
penjual kain, pakaian serta aksesoris lainnya khas Toraja. Indikator keberhasilan pengembangan dan daya
tarik suatu objek wisata dapat dilihat dari partisipasi masyarakatnya. Keterlibatan masyarakat merupakan
salah satu kunci untuk memastikan pengembangan desa wisata tetap berjalan sesuai dengan tujuan yang
diinginkan baik dalam tujuan yang diinginkan baik dalam perencanaan, pengembangan, pengelolaan sebagai
penunjang pembangunan pariwisata.

3.1 Syarat dan Posisi Pembuatan Rumah Tongkonan


a. Syarat Pembuatan Rumah Tongkonan
Proses pembangunan rumah Tongkonan diawali dengan langkah yang sangat penting, yaitu
mengadakan pertemuan keluarga besar. Pertemuan ini melibatkan para orang tua dan anggota
keluarga terdekat untuk membahas dan merencanakan pembangunan rumah Tongkonan. Di tengah
suasana yang penuh kebersamaan, mereka membahas segala aspek yang terkait dengan proses
pembangunan ini.Pertemuan tersebut menjadi pangkal tolak untuk mengidentifikasi kebutuhan dan
harapan dari setiap anggota keluarga. Keputusan bersama diambil untuk mencapai kesepakatan
mengenai desain, ukuran, dan lokasi rumah Tongkonan yang akan dibangun. Selain itu, dalam
pertemuan ini, dijelaskan oleh informan Pak Erwin, bahwa syarat penting sebelum memulai
pembangunan adalah telah dilaksanakannya rambu solo dan rambu tuka. Rambu solo dan rambu
tuka merupakan ritual adat Toraja yang melibatkan serangkaian upacara sebagai bentuk persiapan
spiritual sebelum memulai suatu proyek, termasuk pembangunan rumah Tongkonan. Rambu solo
dilaksanakan untuk membersihkan dan menenangkan roh-roh leluhur yang mungkin terganggu
selama proses konstruksi. Sementara rambu tuka berfungsi sebagai permohonan restu dan
perlindungan kepada roh leluhur agar pembangunan berjalan lancar dan mendapat berkah. Dengan
demikian, pertemuan keluarga besar dan pelaksanaan rambu solo serta rambu tuka bukan hanya
sekadar tahapan teknis, tetapi juga memiliki makna spiritual dan simbolis yang mendalam. Proses
ini mencerminkan kekayaan budaya dan kearifan lokal masyarakat Toraja dalam merayakan
kebersamaan dan memperoleh restu roh leluhur sebelum memulai pembangunan rumah Tongkonan
yang menjadi simbol keberlanjutan tradisi dan warisan keluarga. Berikut penuturan pak erwin:

….”ada. jadi biasanya itu, mengadakan pertemuan dulu. Lain halnya kalo
mau di perbarui lain halnya kalo baru mau di bangun” …….”itukan
persyaratannya buat tongkonan itu, apabila sudah di adakan rambu solo
atau rambu tuka di lokasi tersebut. Lalu bisa dibangun tongkonan.” …
(Sumber: Wawancara, 5 November 2023, via Telepon)

Tongkonan, dengan desain rumah panggungnya, merupakan perwujudan arsitektur tradisional yang
unik dan memikat di tengah masyarakat Toraja. Terbagi menjadi tiga ruang utama, setiap bagian

36
Amal, et. al/ Indonesian Journal of Fundamental and Applied Geography 2023, 1 (1) 33-41

memiliki peran dan makna tersendiri dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Pertama adalah "kale
banua," atau badan rumah, menjadi pusat kegiatan sehari-hari. Ruang ini menjadi saksi bisu dari
kebersamaan keluarga, tempat berkumpul, berinteraksi, dan merayakan momen penting dalam
kehidupan. Adat dan tradisi turun-temurun terjalin erat di dalam dinding-dinding Tongkonan,
menciptakan atmosfer yang sarat dengan nilai-nilai kultural."Ruang bawah" atau "sulluk banua"
memberikan dimensi tambahan pada kegunaan Tongkonan. Sebagai bagian yang lebih terbuka,
ruang ini menjadi tempat penyimpanan barang-barang berharga dan alat-alat tradisional. Dengan
pintu-pintu besar yang terbuka, sulluk banua juga menjadi saksi perjalanan waktu dan perubahan
dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Toraja. Atap yang unik, membentuk tanduk kerbau atau
perahu, dibuat dengan menggunakan bambu sebagai bahan utama. Selain menjadi ciri khas yang
membedakan Tongkonan dari bangunan lainnya, atap ini memiliki fungsi praktis. Ruang kosong di
bagian bawah atap memberikan tempat penyimpanan yang ideal untuk berbagai barang, menjaga
keberlanjutan dan penggunaan ruang secara efisien. Dengan kegiatan sehari-hari berpusat di "kale
banua," Tongkonan menciptakan ruang yang harmonis untuk interaksi sosial, budaya, dan spiritual.
Melalui desainnya yang cermat, Tongkonan bukan hanya menjadi tempat tinggal, tetapi juga wujud
nyata dari warisan budaya yang kaya dan kompleks, mengekspresikan identitas dan keberlanjutan
tradisi masyarakat Toraja.

Informasi di atas didukung oleh foto hasil studi dokumentasi mengenai bentuk dan pembuatan
rumah tongkonan. Berikut gambarnya:

Gambar 3.1 Rumah Tongkonan

b. Posisi Pembuatan Rumah Tongkonan


Tongkonan memiliki elemen-elemen simbolis yang mencerminkan aspek-aspek sosial, budaya, dan
sejarah masyarakat toraja. Tongkonan, sebagai bangunan yang kaya akan simbolisme, memberikan
tatapan mendalam ke dalam struktur sosial, budaya, dan sejarah masyarakat Toraja. Setiap elemen
dalam desainnya bukan hanya sekadar bangunan fisik, melainkan juga sebuah narasi simbolis yang
mencerminkan nilai-nilai yang dijunjung tinggi. Dalam tafsir simbolik ini, lumbung tempat duduk
di dalam Tongkonan dapat dianggap sebagai representasi peran sentral ibu dalam keluarga. Tempat
ini, yang berfungsi sebagai pusat kehangatan dan kebersamaan, menjadi simbol kelembutan,
kebijaksanaan, dan cinta kasih yang diwujudkan oleh ibu dalam menjaga keharmonisan
keluarga.Sebaliknya, tempat penyimpanan padi mencerminkan peran ayah sebagai tulang punggung
keluarga. Padi sebagai simbol kehidupan dan kelangsungan, disimpan dengan cermat di dalam
lumbung, menciptakan metafora akan tanggung jawab ayah dalam menyediakan kebutuhan hidup
keluarga. Orientasi Tongkonan yang menghadap Utara-Selatan menambah dimensi simbolis yang
mendalam. Keputusan ini dapat diartikan sebagai refleksi keyakinan bahwa nenek moyang Toraja
berasal dari Indo-Cina, menandakan hubungan spiritual dan sejarah yang kuat antara masyarakat
Toraja dengan akar budaya mereka.Dengan demikian, Tongkonan tidak hanya menjadi tempat
tinggal fisik, melainkan juga peta simbolis yang menceritakan kisah tentang nilai-nilai, peran-peran
dalam keluarga, dan akar-akar sejarah yang membentuk identitas masyarakat Toraja. Desainnya
menjadi sebuah kanvas yang memungkinkan interpretasi yang dalam terhadap kekayaan budaya dan

37
Amal, et. al/ Indonesian Journal of Fundamental and Applied Geography 2023, 1 (1) 33-41

warisan nenek moyang yang terus dijunjung tinggi. Hal ini diungkapkan oleh informan di
tongkonan seribu tanduk, berikut penuturannya:

….“kalau tongkonan itu di andaikan ibu, kemudian yang lumbung tempat ta’
duduk dan tempat nya padi itu namanya ayah, jadi ada ibu ada ayah,
kemudian kenapa menghadap utara-Selatan, karena menurut pendapat
orang dulu bahwa nenek itu berasal dari indo-cina dari selatan memakai
perahu jadi model dari bangunan di sini itu kayak seperti perahu ”….
(Sumber: Wawancara, 21 Oktober 2023)

Dengan demikian, desain Tongkonan tidak hanya memenuhi fungsi praktis sebagai tempat tinggal,
tetapi juga menyampaikan pesan simbolis yang menghubungkan masyarakat dengan sejarah dan
mitos nenek moyang mereka. Tongkonan dan rumah kediaman penduduk di sekitar tongkonan
selalu dibangun menghadap ke Utara. Di hadapan tongkonan, dibangun berbanjar. Bentuk dasar
lumbung atau alang mirip dengan bentuk tongkonan, hanya memiliki ukuran lebih kecil. Jumlah
alang menandakan kesejahteraan/ kekayaan seseorang. Bagian bawah atau kolong Alang dapat
digunakan sebagai tempat untuk menerima tamu (Котлер, 2008)

Informasi di atas didukung oleh foto hasil studi dokumentasi mengenai bentuk dan pembuatan
rumah tongkonan. Berikut gambarnya:

Gambar 3.2 Posisi Pembuatan Rumah Tongkonan

3.2 Simbol atau Lambang Yang Tergambar/Terukir Pada Rumah Tongkonan dan Makna Di
Balik Ukiran Tersebut
a. Simbol 2 Ekor Ayam Jantan Pada Bagian Depan Rumah Tongkonan
Gambar ayam yang terletak di puncak dikaji oleh orang tua dengan dasar keyakinan bahwa ayam
memiliki kemampuan untuk memahami periode waktu, termasuk tengah malam, pagi, dan siang.
Kepercayaan ini berakar pada kemampuan ayam untuk berkokok, sehingga dianggap sebagai satu-
satunya hewan yang memiliki kesadaran terhadap perubahan waktu dari malam ke siang dan pagi.
ayam dianggap sebagai simbol atau indikator alami dari perubahan waktu, memperkuat pandangan
bahwa ayam memiliki pengetahuan bawaan tentang siklus malam, pagi, dan siang. Menurut
informan kami yang kami wawancarai di lokasi bulo pariding rumah tongkonan seribu tanduk
mengatakan bahwa ukiran/gambar ayam bermakna bahwa sanya ayam satu-satunya hewan mampu
membaca atau memprediksi waktu. Berikut penuturannya:

……“itu gambar ayam itu yang paling diatas,kenapa karena menurut orang
tua,ayam itu dia tau tengah malam,dia tau pagi,dia tau berkokok itu jadi tidak ada
hewan ee hewan lainya itu Cuma ayam,dia tau malam dia tau siang dia tau
pagi”…… (Sumber: Wawancara, 21 Oktober 2023)

38
Amal, et. al/ Indonesian Journal of Fundamental and Applied Geography 2023, 1 (1) 33-41

Pa’ Manuk Londong (ukiran yang menyerupai ayam jantan) Bentuknya seperti ayam jantan sebagai
lambang kehidupan yang bertata masyarakat dan beraturan tertentu, serta mengenai norma-norma
hukum dan menurut falsafat Aluk Todolo ayam jantan itu adalah sebagai alat peradilan dahulu kala
di atas langit yang setelah turun ke bumi diikuti oleh manusia, serta juga peran ayam jantan itu bagi
manusia dalam memberi waktu atau mengenal waktu di malam hari. (Wijayanti, 2011)

Informasi di atas didukung oleh foto hasil studi dokumentasi mengenai simbol 2 ekor ayam jantan di
bagian depan rumah tongkonan. Berikut gambarnya:

Gambar 3.3 Simbol Ayam Pada Bagian Depan Tongkonan

b. Simbol Kepala Kerbau


Dalam tradisi di wilayah tersebut, penambahan kepala kerbau pada rumah Tongkonan melibatkan
serangkaian upacara yang harus dijalankan terlebih dahulu. Proses ini tidak sebatas pada
pembangunan fisik rumah, melainkan memerlukan pelaksanaan upacara, termasuk potong kerbau
dan pelaksanaan rambu solo. Menurut Pak Erwin selaku informan yang kami wawancarai bahwa
kepala kerbau bukan semata hanya pajangan saja. Pak Erwin mengatakan kepala kerbau dapat di
pasang pada rumah tongkonan ketika pemilik rumah tongkonan tersebut telah melakukan upacara
adat baik itu rambu solo dan rambu tuka’. Berikut penuturannya:

……“ya itulah semua yang sa bilang tadi, semua upacara telah dilakukan disitu.
Pernah potong kerbau baru bisa di pasang kepala kerbau. nda semuanya
misalnya kalo baru pertama dibikin belum ada upacara rambu solo, disitu belum
bisa di pasangi kepala kerbau.”…… (Sumber: Wawancara, 21 Oktober 2023)

Upacara rambu solo, yang mungkin merujuk pada serangkaian tradisi adat atau ritual tertentu,
menjadi syarat sebelum kepala kerbau dapat dipasang pada rumah tersebut. Ini mencerminkan
pentingnya aspek budaya dan adat istiadat dalam pembangunan dan penataan rumah tradisional
Tongkonan, menunjukkan bahwa setiap langkah memiliki makna simbolis dan spiritual yang
mendalam.

Hampir semua rumah Tongkonan di wilayah Ke'te Kesu memiliki potongan kepala kerbau di bagian
depannya. Namun, setelah melihat lebih dekat, ternyata kepala kerbau tersebut bukanlah asli,
melainkan hasil ukiran manusia yang dibentuk sedemikian rupa. Kepala kerbau yang terpampang
memiliki variasi warna, ukuran, dan panjang tanduk yang berbeda-beda. Tersedia warna putih,
hitam putih, dan hitam dengan tanduk yang bervariasi. Yang menarik, meskipun terdapat banyak
lumbung atau alang di sekitar sana, namun tidak ada satupun lumbung yang dipasangi kepala
kerbau. Hal ini menambah keunikan dan nilai artistik pada desain arsitektur rumah Tongkonan di
Ke'te Kesu.

Masyarakat Toraja menganggap kerbau sebagai simbol kemakmuran. Pada masa lampau,
kebanyakan penilaian serta transaksi selalu diputuskan berdasarkan pada nilai kerbau. Selain itu,
dalam membedakan status sosial seseorang dapat dinilai berdasarkan jumlah kerbau yang
dimilikinya. Kerbau juga merupakan simbol pengorbanan dalam menghormati orang telah tiada.
Menurut keyakinan adat Suku Toraja, arwah dari orang yang meninggal membutuhkan banyak

39
Amal, et. al/ Indonesian Journal of Fundamental and Applied Geography 2023, 1 (1) 33-41

kerbau yang akan berguna dalam perjalanannya. Tak lain ialah agar dapat tiba di nirwana (Puya)
dengan cepat. (Lebang, 2017)

Berdasarkan informasi yang didapatkan, didukung dengan hasil dokumentasi mengenai simbol
kepala kerbau. Berikut dokumentasinya:

Gambar 3.4 Simbol Kepala Kerbau

3.3 Makna Corak dan Warna Pada Rumah Tongkonan


a. Syarat Pewarnaan Rumah Tongkonan
Pada tahap awal pembangunan rumah, sebaiknya rumah tidak dicat dan diwarnai. Proses pewarnaan
ini disarankan dilakukan setelah melalui pesta rambu solo. Pesta rambu solo kemungkinan
merupakan suatu upacara atau peristiwa tertentu dalam tradisi lokal yang menjadi poin penting
dalam proses pembangunan rumah tradisional tersebut. Menurut data informan kami, salah satu
syarat pembuatan rumah tongkonan adalah telah dilakukan rambu solo dan rambu tuka. Berikut
penuturannya:

……”dari tahapan pertama itu seharusnya tidak diwarnai kalo baru pertama
dibuat. Nanti setelah ada pesta rambu solo disitu, baru bisa diwarnai. Ada warna
merah dan bisa di ukir.”…… (Sumber: Wawancara, 5 November 2023, via telepon
seluler)

Pemilihan warna merah dan kemungkinan adanya ukiran dalam proses pewarnaan memberikan
nuansa khusus pada rumah tersebut. Warna dan ukiran tersebut mungkin memiliki makna simbolis
atau tradisional yang penting dalam konteks budaya setempat. Ini mencerminkan kedalaman makna
dan keberlanjutan tradisi dalam pembangunan rumah tradisional tersebut.

Proses pewarnaan digunakan dengan cara tradisional, warna merah biasa dipakai tanah merah atau
batu merah yang digosokan ke batu dicampur dengan air, sedangkan warna kuning juga sama
diperoleh dari tanah liat berwarna kuning, warna putih di dapat dari kapur sirih dicampur dengan
cuka balo (tuak nira khas Toraja), maksudnya agar tahan melekat. Sedangkan warna hitam dibuat dari
jelaga (osing) dicampur dengan getah dan daun ubi jalar atau batang pisang. Warna mengandung arti
yang erat hubungannya dengan kehidupan manusia Toraja. Warna-warna tersebut merupakan simbol
dari peristiwa tertentu dan diartikan sebagai golongan warna manusia yaitu merah melambangkan
darah dan putih daging dari tulang manusia, golongan warna kemuliaan yaitu kuning, golongan warna
kematian yaitu hitam. (Wijayanti, 2011)

Berdasarkan informasi yang didapatkan, didukung dengan hasil dokumentasi mengenai pewarnaan
rumah tongkonan. Berikut dokumentasinya:

40
Amal, et. al/ Indonesian Journal of Fundamental and Applied Geography 2023, 1 (1) 33-41

Gambar 3.4 Pewarnaan Rumah Tongkonan


b. Warna Yang Digunakan Untuk Mewarnai Rumah Tongkonan
Warna yang digunakan pada pewarnaan rumah Tongkonan, seperti putih, hitam, dan kuning,
mungkin memiliki makna simbolis tertentu dalam konteks budaya dan tradisi masyarakat Toraja.
Meskipun makna warna dapat bervariasi di berbagai budaya. Hal ini diungkapkan oleh informan,
berikut penuturannya:

……”warna merah, putih, hitam, warna kuning yang dimana semuanya itu punya
arti kayak seperti putuh di artikan suci hitam yang biasanya di apke di rmbu solo
sebgai tanda kemtaian sama dengan merah itu melambangkan keberanian sama
kalok kuning biasnya itu kekayaan”…… (Sumber: Wawancara, 21 Oktober 2023)

Pewarnaan pada ragam hias Toraja tidak pernah berubah sejak awal ditemukan, begitu pula warna-
warna yang digunakan, yaitu merah, kuning putih dan hitam. Keempat warna tersebut berasal dari
bahan alam asli (arang, kapur, sumba, tanah), yang masing-masing mempunyai makna spiritual.
(Wijayanti, 2011). Meskipun makna warna dapat bervariasi di berbagai budaya, berikut adalah
interpretasi umum yang mungkin terkait:

1. Putih: Biasanya melambangkan kesucian, kemurnian, dan spiritualitas. Warna putih sering kali
digunakan dalam banyak tradisi untuk merefleksikan keberanian atau keberlanjutan kehidupan.
2. Hitam: Dapat diartikan sebagai simbol kematian atau penghormatan terhadap leluhur yang telah
meninggal. Penggunaan warna hitam seringkali terkait dengan upacara pemakaman dan
spiritualitas.
3. Kuning: Mungkin melambangkan kekayaan, kelahiran, atau kehidupan yang subur. Warna
kuning sering dihubungkan dengan matahari, panen, dan kemakmuran dalam beberapa tradisi.

Perlu diingat bahwa interpretasi warna dapat bervariasi tergantung pada konteks budaya dan tradisi
setempat. Berdasarkan informasi yang didapatkan, didukung dengan hasil dokumentasi mengenai
warna yang digunakan rumah tongkonan. Berikut dokumentasinya:

Gambar 3.4 Warna Yang Digunakan Rumah Tongkonan

c. Makna Gambar Pada Rumah Tongkonan


Bahwa dalam konteks penggunaan warna pada rumah Tongkonan, perbedaan warna memiliki
makna tertentu yang berkaitan dengan jenis upacara atau ritual yang sedang berlangsung. Misalnya,
pada acara rambu tuka, warna kuning, putih, dan merah dapat digunakan, sementara pada upacara
rambu solo, warna hitam digunakan. Hal ini diungkapkan oleh informan, berikut penuturannya:

……”ya itu saya kurang ngerti kalo makna warna itu. Karna semua warna di
pakai disitu. Artinya kan ada perbandingan kalo misalnya di rambu tuka ada pake
warna hitam. Nah kalo acara rambu tuka biasanya pake warna kuning, putih bisa
juga artinya kuning yang bisa membedakan dengan hitam rambu tuka dengan
rambu solo. Kalo putih bisa dipake rambu solo, merah bisa juga. Yang hanya 2

41
Amal, et. al/ Indonesian Journal of Fundamental and Applied Geography 2023, 1 (1) 33-41

warna ini yang bisa membedakan bahwa itu tandanya upacara rambu tuka kalo
pake kuning, yang hitam itu tandanya itu dia pake upacara rambu solo” ……
(Sumber: Wawancara, 21 Oktober 2023)

Pembedaan ini memungkinkan untuk mengidentifikasi jenis upacara yang sedang berlangsung. Jadi,
ketika melihat warna-warna tersebut pada rumah Tongkonan, seseorang dapat mengetahui apakah
rumah tersebut sedang mengalami upacara rambu tuka (dengan warna kuning dan putih) atau
upacara rambu solo (dengan warna hitam). Dengan cara ini, penggunaan warna menjadi suatu sistem
simbolis yang membedakan dan mengkomunikasikan jenis kegiatan adat atau upacara yang sedang
dilakukan oleh komunitas Toraja. Berdasarkan Sande (1991), beliau mengungkapkan mengenai
berbagai jenis elemen estetis berupa ragam hias Toraja yang bersumber dari lingkungan sekitar
manusia, yaitu Tuhan, manusia, peralatan, flora dan fauna (Wijayanti, 2011). Informasi di atas
didukung oleh foto hasil studi dokumentasi mengenai simbol 2 ekor ayam jantan di bagian depan
rumah tongkonan. Berikut gambarnya:

Gambar 3.5 Gambar Pada Rumah Tongkonan

4. KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan menjelaskan rangkuman dari penelitian yang menjawab segala permasalahan yang
diangkat dalam penelitian. Isi pada bagian ini dituliskan dalam bentuk paragraf, bukan poin per poin.
Adapun saran menjelaskan tentang usulan-usulan bagi penelitian selanjutnya untuk lebih menyempurnakan
hasil penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan dan saran terdiri dari minimal 200 kata.

5. UCAPAN TERIMAKASIH
Peneliti ingin mengungkapkan rasa terima kasih mereka di segmen ini kepada para instruktur yang
telah memberikan panduan berharga selama mata kuliah kebencanaan. Saya ingin mengucapkan terima
kasih yang tulus kepada Dr. Erman Syarif, S.Pd., M.Pd., Dr. Hasriyanti, S.Si., M.Pd., dan Muhammad
Ansarullah S.Tabbu, S.Pd., M.Pd., atas upaya dan pengetahuan mereka. Terlepas dari perspektif dan
pemahaman yang mendalam yang diberikan oleh para peneliti, penelitian ini tidak akan berhasil. Penting
juga untuk memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada seluruh anggota kelompok. Untuk
mencapai hasil yang memuaskan, semua kontribusi, gagasan, dan upaya keras dari setiap anggota kelompok
sangat penting. Kami telah melewati setiap hambatan dengan semangat kerja sama yang luar biasa. Peneliti
ingin dengan rendah hati mengucapkan terima kasih kepada semua orang yang telah membantu perjalanan
ini. Mudah-mudahan temuan penelitian ini dapat bermanfaat dan menjadi dasar pengembangan
pengetahuan di masa depan.

42
Amal, et. al/ Indonesian Journal of Fundamental and Applied Geography 2023, 1 (1) 33-41

REFERENSI
Tabbu, M. A. S. (2018). Makna AdeÔÇÖ Assamaturuseng dalam Pengelolaan Danau Tempe oleh Masyarakat
Nelayan Suku Bugis Berdasarkan Perspektif Fenomenologi [Universitas Negeri Malang]. In World
Development (Vol. 1, Issue 1). http://repository.um.ac.id/62435/

Langi, W. L., & Aprellece, D. (2021). Makna Yang Terandung Pada Rumah Tongkonan Toraja Tondokan Pali
Bittuang. … Kristen Indonesia Toraja, 116–120. http://scholar.googleusercontent.com/scholar?
q=cache:cr-7A1Hm2hAJ:scholar.google.com/
+semiotika+rumah+tongkonan&hl=id&as_sdt=0,5&as_ylo=2021%0Ahttp://
www.journals.ukitoraja.ac.id/index.php/PROSDING/article/view/1552%0Ahttp://
www.journals.ukitoraja.ac.id/i
Lebang, Y. A. P. (2017). Analisis Semiotika Simbol Kekuasaan pada Rumah Adat Toraja (Tongkonan Layuk).
October 2017, I055–I062. https://doi.org/10.32315/ti.6.i055
Pakan, M. S. L., Pratiknjo, M. H., & Mamosey, W. E. (2018). Rumah Adat “Tongkonan” Orang Toraja
Kabupaten Tana Toraja Propinsi Sulawesi Selatan. Holistik, 11(22), 1–16.
Rahman, N. I. (2020). Bentuk Atap Dan Ornamen Rumah Adat Tongkonan Toraja Pada Tas Kulit Jenis
Messenger Bag. http://digilib.isi.ac.id/id/eprint/9588%0Ahttp://digilib.isi.ac.id/9588/5/JURNAL
NURULISTIQOMAH RAHMAN.pdf
Wijayanti, L. (2011). Identitas Visual Ragam Hias Toraja pada Desain Interior Café Tator. In Thesis.
Котлер, Ф. (2008). No TitleМаркетинг по Котлеру. 282.

43

Anda mungkin juga menyukai