PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
berbagai macam suku, budaya, ras dan agama. Setiap suku tersebut memiliki
Salah satu aspek yang menarik dari kebudayaan di Indonesia adalah keaslian budaya
berpengaruh pada suku tertentu dalam berinteraksi dengan suku lainnya. Hal ini
sangat jelas sebab kita pun berasal dari daerah dan suku yang berbeda dan
dan luas, bidang cakupannya meliputi seluruh pikiran, rasa,karsa, dan hasil karya
hidup dan penghidupan manusia. Pada dasarnya budaya adalah suatu konsep yang
menampakkan diri dalam pola-pola bahasa dan bentuk kegiatan dan perilaku yang
teknis tertentu pada suatu saat tertentu, budaya juga berkenaan dengan sifat-sifat dari
1
obyek-obyek materi yang berupa bentuk rumah, alat-alat pertanian dan jenis-jenis alat
menciptakan budaya dan kemudian budaya memberika arah dalam hidup dan tingkah
laku manusia. Kebudayaan merupakan hasil dari adanya ide-ide dan gagasan-gagasan
kebudayaan ditampakkan dalam berbagai pola tingkah laku yang dikaitkan dengan
seluruh perbendaharaan perilaku kita sangat brgantung pada budaya tempat kita
dibesarkan. Cara kita berkomunikasi sangat bergantung pada budaya kita: bahasa,
mempunyai hubungan yang timbal balik, seperti dua sisi dari satu mata uang. Budaya
yang menjadi bagian dari perilaku komunikasi dan pada gilirannya komunikasi itu
2
sendiri adalah merupakan kesatuan dari gagasan simbol-simbol dan nilai-nilai yang
mendasari hasil karya dan perilaku manusia, sehingga tidaklah berlebihan apabila
oleh manusia sehingga manusia disebut sebagai Homo Simbolicum”. (Said. 2004:3)
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa karya budaya manusia
penuh dengan simbolisme, sesuai dengan tata pemikiran atau paham yang
Sulawesi Selatan, suku ini memiliki banyak hal yang dapat diungkapakan secara
simbolik, baik dari segi ritual upacaranya yaitu Rambu Tuka’dan Rambu Solo’ dan
juga dalam unsur visual seperti arsitektur rumah adat yang dipenuhi berbagai macam
corak ukiran. Semuanya berpatokan pada nilai tradisonal yang terkandung dalam
Tongkonan berasal dari kata Tongkon yang bermakna menduduki atau tempat
duduk. Dikatakan sebagai tempat duduk karena dahulu menjadi tempat berkumpulnya
bangsawan Toraja yang duduk dalam tongkonan untuk berdiskusi. Rumah adat ini
Ada beberapa jenis rumah adat tongkonan, antara lain Tongkonan layuk
tempat pengurus atau pengatur pemerintahan adat.Ada juga batu a'riri yang berfungsi
3
sebagai Tongkonan penunjang yang mengatur dan membina persatuan keluarga serta
membina warisan.
Tongkonan milik bangsawan Toraja berbeda dengan dari orang awam, yaitu
pada bagian dinding, jendela, dan kolom, dihiasi motif ukiran yang halus, detail, dan
beragam. Ada ukiran bergambar ayam, babi, dan kerbau, serta diselang-seling sulur
pertama itu dibangun oleh Puang Matua atau sang pencipta di surga. Dulu hanya
bangsawan yang berhak membangun Tongkonan. Selain itu, rumah adat Tongkonan
tidak dapat dimiliki secara individu tapi diwariskan secara turun-temurun oleh marga
suku Toraja. Rumah Tongkonan rata-rata dibangun selama tiga bulan dengan sepuluh
pekerja. Kemudian ditambah proses mengecat dan dekorasi satu bulan berikutnya.
Tongkonan akan terus dibangun dan didekorasi ulang oleh masyarakat Toraja. Hal itu
bukan karena alasan perbaikan tetapi lebih untuk menjaga gengsi dan pengaruh dari
rumit yang melibatkan seluruh warga dan tidak jauh berbeda dengan upacara
pemakaman.
Ukiran Toraja bukan hanya sebagai gambar yang diciptakan begitu saja untuk
menghiasi suatu bentuk atau benda ataupun Tongkonan tetapi seluruh macam ukiran
itu lahir dari pengertian masalah hidup atau pergaulan hidup serta cita-cita kehidupan
masyarakat, makanya seluruh ukiran yang ada sekarang mempunyai arti yang dalam.
Menurut sejarah ukiran pada mulanya hanya dikenal 4 (empat) bentuk dasar gambar
4
(lambang) yaitu lambang dari 4 (empat) pokok kehidupan manusia, dan kemudiaan
diaplikasikan pada Tongkonan dengan maksud akan tetap menjadi perhatian dan
selalu diingat oleh masyarakat. Oleh karena itu pemasangan ukiran tidak diletakkan
sembarangan tempat pada rumah adat, tetapi dipasang menurut pandangan dan
falsafah hidup Toraja. Ukiran-ukiran yang ada di rumah adat Toraja melambangkan
Ukiran Toraja terinspirasi dari beragam hal seperti cerita rakyat, benda langit,
yang oleh orang Toraja memang disakralkan (Sitonda, 2007). Ukiran Toraja
merupakan bentuk seni ukir yang dicetak menggunakan alat ukir khusus di atas
sebuah papan kayu, tiang rumah adat, jendela atau pintu (Kadang, 1960). Ditinjau
dari segi fungsinya, ukiran Toraja selain sabagai elemen estetis, juga berfungsi
persembahan, dan kebaktian terhadap nenek moyang atau dewa yang dihormati,
1985:23-25)
Ornamen ukiran rumah Tongkonan berupa tanduk kerbau serta empat warna
dasar yaitu: hitam, merah, kuning, dan putih yang mewakili kepercayaan asli Toraja
(Aluk To Dolo). Tongkonan milik bangsawan Toraja berbeda dengan dari orang
umumnya, yaitu pada bagian dinding, jendela, dan kolom, dihiasi motif ukiran yang
halus, detail, dan beragam. Ada ukiran bergambar ayam, babi, dan kerbau, serta
5
Simbol dalam suatu masyarakat merupakan salah satu pedoman penunjuk
arah untuk bertingkah laku secara mantap dan pasti. Ukiran yang ada pada
Tongkonan dapat digunakan untuk melihat dan mengetahui simbol status sosial
dekat dengan kelas sosial. Ada tiga tingkatan kelas sosial: bangsawan, orang biasa,
dan budak (perbudakan dihapuskan pada tahun 1909 oleh pemerintah Hindia
Belanda). Kelas sosial diturunkan melalui ibu. Tidak diperbolehkan untuk menikahi
perempuan dari kelas yang lebih rendah tetapi diizinkan untuk menikahi perempuan
dari kelas yang lebih tingi, ini bertujuan untuk meningkatkan status pada keturunan
dipertahankan hingga saat ini karena alasan martabat keluarga. Kaum bangsawan,
yang dipercaya sebagai keturunan dari surga, tinggal di tongkonan, sementara rakyat
jelata tinggal di rumah yang lebih sederhana (pondok bambu yang disebut banua).
Budak tinggal di gubuk kecil yang dibangun di dekat Tongkonan milik tuan
mereka. Rakyat jelata boleh menikahi siapa saja tetapi para bangsawan biasanya
didasarkan pada kekerabatan dan status keturunan, ada juga beberapa gerak sosial
yang dapat memengaruhi status seseorang, seperti pernikahan atau perubahan jumlah
kekayaan. Kekayaan dihitung berdasarkan jumlah kerbau yang dimiliki. Budak dalam
menjadi budak karena terjerat utang dan membayarnya dengan cara menjadi budak.
6
Budak bisa dibawa saat perang, dan perdagangan budak umum dilakukan. Budak bisa
membeli kebebasan mereka, tetapi anak-anak mereka tetap mewarisi status budak.
Budak tidak diperbolehkan memakai perunggu atau emas, makan dari piring yang
sama dengan tuan mereka. Hukuman bagi pelanggaran tersebut yaitu hukuman mati.
budaya, karena bila tidak dilakukan maka budaya asli akan hilang karena akulturasi
denga budaya lain atau berubah oleh pola pikir masyarakatnya. Kebudayaan yang ada
pada suatu kelompok masyarakat atau etnis tertentu tidak akan hilang begitu saja
semudah membalikkan telapak tangan, akan tetapi kebudayaan dapat berubah atau
berakulturasi dengan kebudayaan lain seiring dengan perkembangan pola pikir dari
kepercayaan yang terpelihara rapi yang secara turun temurun diwariskan kepada
generasi ke generasi, ini juga dapat dilihat dalam masyarakat Toraja, kebudayaan
yang ada dan dikembangkan serta diketahui dan diakui pihak lain, menunjukkan
ditanya tentang nama dan arti dari ukiran Toraja, ternyata mereka kurang
memahaminya, bahkan ada juga dari kalangan orang tua yang juga tidak memahami
akan kebudayaan mereka tersebut. Dari hasil pengamatan sementara tersebut, dapat
dilihat bahwa, budaya lokal Toraja di kalangan generasi muda Toraja kini mulai
7
Menurut mereka, ukiran-ukiran tersebut tidak diajarkan di sekolah, sehingga
merekapu tidak memahaminya. Makna ukiran pada rumah adat Toraja hanya
sebagian dari masyarakat Toraja yang memahaminya. Banyak rumah adat yang
dengan judul :“Makna Pesan Pada Corak Ukiran Tongkonan Sebagai Simbol
B. Rumusan Masalah
mengagumkan. Rumah adat ini dipenuhi berbagai macam corak ukiran yang memiliki
makna masing-masing. Berbagai variasi gambar dan simbol yang diukir menghiasi
konsep keagamaan dan sosial suku Toraja yang disebut Passura’ (tulisan).
Ukiran tersebut bukan hanya sebagai gambar yang diciptakan begitu saja
untuk menghiasi Tongkonan tetapi seluruh corak ukiran tersebut lahir dari pengertian
masalah hidup atau pergaulan hidup serta cita-cita kehidupan masyarakat Toraja serta
berpatokan pada nilai tradisi yang terkandung dalam kepercayaan asli di Toraja yaitu
Aluk Todolo. Pola yang terukir memiliki makna dengan persentase simbol tertentu
dari pemilik ataupun rumpun keluarga dan merupakan simbol status sosial dari
8
Berdasarkan uraian di atas beberapa permasalahan dapat diidentifikasi adalah sebagai
berikut :
1. Corak ukiran apa saja yang terdapat pada Tongkonan yang melambangkan
2. Pesan-pesan apa yang terdapat pada ukiran Tongkonan sebagai simbol status
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Teoritis
9
b. Kegunaan Praktis
Hasanuddin.
D. Kerangka Konseptual
Mengkaji kebudayaan tidak dapat terlepas dari data yang dapat dikategorikan
kedalam lima jenis, yaitu,artifak, perilaku kinetis yang digerakkan oleh otot manusia,
perilaku verbal yang mewujudkan diri ke dalam dua bentuk yaitu tuturan yang terdiri
atas bunyi bahasa danteks yang terdiri atas tanda-tanda visual. Semua obyek dari
kajian teori kebudayaan memperlihatkan tata susunan atau pola keteraturan tertentu
yang dijadikan dasar untuk memperlakukan hal-hal itu sebagai data yang bermakna,
karena merupakan hasil kegiatan manusia sebagai mahluk yang terikat pada
kelompok atau kolektiva, dan karena keterikatan itu mewujudkan kebermaknaan itu.
perilaku, baik itu perilaku badan maupun pikiran. Hal ini berkaitan erat dengan
adanya gerak dari masyarakat, dimana pergerakan yang dinamis dan dalam kurun
waktu tertentu akan menghasilkan sebuah tatanan ataupun sistem tersendiri dalam
kumpulan masyarakat.
10
Menurut Said (2004:3) kebudayaan itu adalah satuan dari gagasan, simbol-
simbol dan nilai-nilai yang mendasari hasil karya dan perilaku manusia, sehingga
tradisional yang mungkin berkaitan dengan mitos dan spirit religius maka dibutuhkan
pengetahuan mengenai sistem budaya yang berlaku dalam masyarakat itu, termasuk
pengalaman hidupnya. Demikian halnya dengan makna corak ukiran pada rumah adat
Toraja hanya apat dipahami bila terlebih dahulu mengerti sistem budaya
masyarakatnya. Menurut Van Romondt ( Said, 2004:7), rumah adalah suatu shelter
atau tempat berlindung manusia dalam menghadapi cuaca panas, dingin, hujan dan
angin. Dahulu pengertian rumah tinggal adalah sebagai tempat berlindung dari
panasnya matahari dan serangan binatang binatang buas yang menjdi musuh manusia.
Namun, sekarang selain hal tersebut di atas, juga berarti sebagai tempat beristirahat,
Toraja menganggap rumah Tongkonan sebagai ibu, sedangkan alang sura (lumbung
padi) sebagai bapak. Tongkonan berfungsi untuk rumah tinggal, kegiatan sosial,
upacara adat, serta membina kekerabatan. Ragam hias rumah adat Toraja memiliki
ciri khas tersendiri, bentuk dan fungsinya juga demikian. Corak ukiran yang ada pada
lambang atau tanda status sosial dari pemilik rumah adat tersebut.
11
Simbol adalah bentuk yang menandai sesuatu yang lain di luar perwujudan
bentuk simbolik itu sendiri. Simbol juga dapat semacam tanda, lukisan, perkataan,
lencana, dan sebagainya, yang menyatakan sesuatu hal, atau mengandung maksud
tertentu. Misalnya, warna putih merupakan lambang kesucian, lambang padi lambang
kemakmuran, dan kopiah merupakan salah satutanda pengenal bagi warga Negara
Republik Indonesia. Dalam konsep Pierce simbol diartikan sebagai tanda yang
Simbol adalah objek atau peristiwa apa pun yang merujuk pada sesuatu. Semua
simbol melibatkan tiga unsur, yaitu symbol itu sendiri, satu rujukan atau lebih, dan
hubungan antara symbol dengan rujukan. Ketiga hal ini mrupakan dasar bagi semua
Simbol atau lambang merupakan salah satu kategori tanda (sign). Dalam
wawasan Pierce, tanda (sign) terdiri atas ikon (icon), indeks (index), dan simbol
(symbol). Pada dasarnya ikon merupakan tanda yang bisa menggambarkan ciri utama
sesuatu, meskipun sesuatu yang lazim disebut sebagai objek acuan tersebut tidak
hadir. Misalnya, gambar Amin Rais adalah ikon Amin Rais. Indeks adalah tanda yang
hadir secara asosiatif akibat terdapatnya hubungan ciri acuan yang sifatnya tetap.
Kata rokok, misalnya, memiliki indeks asap. Banyak orang yang selalu mengartikan
simbol sama dengan tanda. Sebetulnya tanda berkaitan langsung dengan objek,
menghubungkan dia dengan objek. Dengan kata lain, simbol lebih substantive
12
daripada tanda. Dalam hal ini yang simbol dari rumah adat Toraja adalah Tongkonan,
dan makna yang terkandung dalam setiap corak ukiran yang ada pada rumah adat
menyatakan bahwa keunggulan manusia atas makhluk lainnya adalah mereka sebagai
komunikasi sehingga seperti halnya komunikasi, simbol tidak muncul dalam ruang
hampa social melainkan dalam suatu konteks (fisik, waktu, historis, psikologis, social
Simbol atau lambang adalah sesuatu yang digunakan untuk merujuk sesuatu
berbagai bentuk, baik yang konkrit maupun yang abstrak sebagai tanda dari adanya
suatu nilai yang ditunjukkan dalam sebuah adat dari budaya simbol yang
simbol
Ketika semua bentuk komunikasi adalah tanda, maka dunia ini penuh dengan
tanda. Ketika kita berkomunikasi, kita menciptakan tanda sekaligus makna. Dalam
perspektif semiologi atau semiotika, pada akhirnya komunikasi akan menjadi suatu
ilmu untuk mengungkapkan pemaknaan dari tanda yang diciptakan oleh proses
13
komunikasi itu sendiri. Teori relasional makna didasarkan pada premis bahwa makna
symbol apapun merupakan hubungan simbol itu dengan symbol lain (Spradley
2007:137).
sebagai tanda yang mengacu pada objek itu sendiri, melibatkan tiga unsur mendasar
dalam teori segi tiga makna : simbol itu sendiri, satu rujukan atau lebih dan hubungan
antara simbol dengan rujukan (Sobur, 2003 : 156). Di sini dapat dilihat, bahwa
hubungan antara simbol sebagai penanda dengan sesuatu yang ditandakan (petanda)
dengan objek yang diacu dan menafsirkan maknanya. Tanda dalam Peirce,
(Sobur:17) adalah sesuatu yang hidup dan dihidupi (cultifated), ia hadir dalam proses
14
Berikut bagan konseptual dari penelitian ini :
Tongkonan
Ukiran
Status Soisal
E. Metode Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan kurang lebih 3 bulan, mulai dari bulan Juni-Agustus
2. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang akan digunakan adalah deskripstif kualitatif yaitu penulis
memberikan gambaran dan penjelasan tentang makna corak ukiran yang terdapat
15
pada rumah adat Toraja agar dapat dipahami oleh masyarakat lain yang belum
mengetahuinya.
3. Informan
Informan dalam penelitian ini adalah dua orang tokoh adat Toraja, ahli ukir Toraja
dan masyarakat biasa yang mempunyai wawasan dan paham tentang makna ukiran
Toraja.
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan berdasarkan
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh penulis melalui kajian kepustakaan,
yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari berbagai data yang berhubungan
1. Observasi
16
2. Wawancara
Teknik analisis data yang digunakan untuk penelitian ini adalah analisis data
kualitatif, yaitu dengan melakukan interpretasi terhadap makna corak ukiran yang
17
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Komunikasi
Kata atau istilah komunikasi (dari bahasa Inggris “communication”),secara
etimologis atau menurut asal katanya adalah dari bahasa Latin communicatus, dan
perkataan ini bersumber pada kata communis. Dalam kata communis ini memiliki
makna ‘berbagi’ atau ‘menjadi milik bersama’ yaitu suatu usaha yang memiliki
suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini yang
terlibat dalam komunikasi adalah manusia. Karena itu merujuk pada pengertian
adapt to the environment and one another. Bahwa komunikasi manusia adalah proses
mengutip paradigma yang dikemukakan oleh Harold Lasswell dalam karyanya, The
18
Structure and Function of Communication in Society. Lasswell mengatakan bahwa
cara yang baik untuk untuk menjelaskan komunikasi ialah dengan menjawab
pertanyaan sebagai berikut: Who Says What In Which Channel To Whom With What
Effect?
Harold Laswell :
“Komunikasi adalah gambaran mengenai siapa, mengatakan apa, melalui
media apa, kepada siapa, dan apa efeknya."
19
Raymond Ross :
Gerald R. Miller :
Everett M. Rogers :
“Komunikasi adalah proses suatu ide dialihkan dari satu sumber kepada satu
atau banyak penerima dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka”.
Carl I. Hovland :
New Comb :
Colin Cherry :
20
Hovland, Janis dan Kelley :
William J. Seller :
komunikasi yaitu :
1. Sumber (source)
2. Penerima
dikehendaki sumber.
21
3. Penyandian (encoding)
dan nonverbal yang sesuai dengan aturan-aturan tata bahasa dan sintaksis
4. Pesan (message)
Hasil dari perilaku menyandi adalah pesan (message) baik pesan verbal
maupun nonoverbal.
22
8. Umpan balik (feed back)
2. Karakteristik Komunikasi
Komunikasi adalah suatu aktivitas yang terus berlangsung dan selalu berubah.
menerima dan menyandi pesan, kita tidak dapat menarik kembali pesan itu
Ketika berinteraksi dengan seseorang, interaksi itu tidak terisolasi tetapi ada
23
3. Fungsi Komunikasi
ini dijalankan oleh para diplomat, etase dan koresponen luar negeri sebagai
the environment), fungsi ini diperankan oleh para editor, wartawan dan juru
social heritage), fungsi ini adalah para pendidik di dalam pendidikan formal
atau informal karena terlibat mewariskan adat kebiasaan, nilai dari generasi ke
generasi.
yang dimilikinya.
24
4. Komunikasi sebagai proses simbolik
Manusia merupakan satu-satunya hewan yang menggunakan lambang, seperti
lambang, dan hal itulah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya.
dirinya, maupun untuk kepentingan orang lain, dinyatakan dalam bentuk simbol.
Hubungan antara pihak yang ikut serta dalam proses komunikasi banyak ditentukan
2011:52).
Kebutuhan dasar yang memang hanya ada pada manusia, adalah kebutuhan
akan simbolisasi. Fungsi pembentukan simbol ini adalah satu di antara kegiatan-
kegiatan dasar manusia, seperti makan, melihat, dan bergerak. Ini adalah proses
(Sihabudin, 2011:64).
dalam tingkat paling primitif dan tingkat paling beradab. Pada manusia kegiatan
secara arbitrer menjadikan hal-hal tertentu untuk mewakili hal-hal lainnya bisa
Lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu
25
Ada beberapa sifat lambang yang perlu kita ketahui anatara lain adalah,
ada di sekeliling kita bisa dijadikan lambang, hal ini tergantubg kesepakatan bersama.
menunjukkan pada hal-hal tertentu, baik yang bersifat konkrit maupun yang bersifat
abstrak.
Sifat yang kedua dari lambang adalah pada dasarnya lambang itu tidak
memiliki makna, kitalah yang memberi makna pada lambang. Makna sebenarnya ada
dalam kepala kita, bukan terletak apda lambang itu sendiri. Sifat yang ketiga dari
lambang adalah lambang itu bervariasi dari satu budaya ke budaya yang lain, dari
satu tempat ke tempat lain dan dari satu konteks waktu ke konteks waktu yang lain.
Makna yang diberikan terhadap suatu lambang boleh jadi berubah seiring dengan
Komunikasi verbal dan nonverbal merupakan dua bentuk yang dari tindak
menciptakan suatu makna. Walaupun antara keduanya memiliki sifat holistik, namun
26
Komunikasi nonverbal dapat didefinisikan: Non berarti tidak, Verbal
Edward Sapir:
tidak di mana pun jiga, diketahui oleh tidak seorang pun dan
menggunakan suara.
Menurut Don Stacks dan kawan-kawan, ada tiga perbedaan utama diantara
keduanya yaitu:
27
1. Kesengajaan pesan (the intentionality of the message), komunikasi nonverbal
tidak banyak dibatasi oleh niat atau intent tersebut. Persepsi sederhana
Perbedaan lainnya dapat terlihat dari segi kulaitatifnya. Menurut Knapp (1980),
perbedaan secara kulaitatif antara komunikasi verbal dan nonverbal, terutama bila
1. Ciri pesan
2. Saluran
3. Pengawasan
28
Komunikasi verbal selalu berada di bawah pengawasan setiap
sebenarnya dari pesan-pesan verbal dan nonverbal, kurang dapat beroperasi secara
terpisah, satu sama lain saling membutuhkan guna mencapai komunikasi yang efektif.
Menurut Knapp dan Tubss (1987) seperti yang dikutip oleh Alo Liliweri,
dengan pesan yang bersifat verbal, karena pada dasarnya pemaknaan terhadap pesan
komunikasi akan lebih lengkap jika pesan verbal ataupun nonverbal dipahami secara
dalam pemberian makna yang disamapaikan secara verbal. Knapp dan Tubss juga
29
Perilaku nonverbal dapat mengulangi apa yang telah disampaikan
verbalnya.
pesan verbal.
30
Karakteristik Komunikasi Nonverbal
bahasa verbal, sifat ambiguitasnya dan keterikatannya dalam suatu kultur tertentu.
Keberadaan komunikasi nonverbal akan dapat diamati ketika kita melakukan tindak
komunikasi secara verbal, maupun pada saat bahasa verbal tidak digunakan, atau
dengan kata lain, komunikasi nonverbal akan selalu muncul dalam setiap tindakan
cirinya yang lain, yaitu bahawa kita dapat berkomunikasi secara nonverbal, karena
setiap orang mampu mengirim pesan secara nonverbal kepada orang lain, tanpa
kemungkinan penafsiran terhadap setiap perilaku. Sifat ambigu atau mendua ini
sangat penting bagi penerima (receiver) untuk menguji setiap interpretasi sebelum
sampai pada kesimpulan tentang makna dari suatu pesan nonverbal. Karakteristik
terakhir adalah bahwa komunikasi nonverbal terikat dalam suatu kultur atau budaya
terhadap suatu pesan yang diwariskan sebagai bagian pengalaman budaya. Karena
31
budaya sangat mempengaruhi pesan nonverba ini, makan tidaklah mengherankan jika
pesan-pesan yang ingin disampaikan merupakan sesuatu yang telah budaya sebarkan
orang yang berkomunikasi itu merupakan bentuk gerakan yang normal. Beberapa hal
penting yang menjadi ciri dari pesan yang bersifat nonverbal, yaitu:
masyarakat/bangsa lain
32
3. Pemahaman terhadap pesan nonverbal juga tergantung pada pesan
C. Budaya
Mengkaji kebudayaan tidak dapat terlepas dari data yang dapat dikategorikan
kedalam lima jenis, yaitu, (a) artifak, (b) perilaku kinetis yang digerakkan oleh otot
manusia, (c) perilaku verbal yang mewujudkan diri ke dalam dua bentuk yaitu (d)
tuturan yang terdiri atas bunyi bahasa dan (e) teks yang terdiri atas tanda-tanda visual.
Semua obyek dari kajian Teori Kebudayaan memperlihatkan tata susunan atau pola
keteraturan tertentu yang dijadikan dasar untuk memperlakukan hal-hal itu sebagai
data yang bermakna, karena merupakan hasil kegiatan manusia sebagai mahluk yang
33
terikat pada kelompok atau kolektiva, dan karena keterikatan itu mewujudkan
kebermaknaan itu.
bahasa sansakerta ”buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi”
atau “akal”. Jadi Koentjaraningrat, mendefinisikan budaya sebagai “daya budi” yang
berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan
rasa itu.
perkembangan majemuk budi daya, yang berati daya dari budi. Namun, pada kajian
merupakan “keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam
simbolik, yang dengan cara ini manusia dapat berkomunikasi, melestarikan, dan
34
terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat,
kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota
kebudayaan atau budaya merupakan sebuah sistem, dimana sistem itu terbentuk dari
perilaku, baik itu perilaku badan maupun pikiran. Hal ini berkaitan erat dengan
adanya gerak dari masyarakat, dimana pergerakan yang dinamis dan dalam kurun
waktu tertentu akan menghasilkan sebuah tatanan ataupun sistem tersendiri dalam
kumpulan masyarakat.
dan luas, bidang cakupannya meliputi seluruh pikiran, rasa,karsa, dan hasil karya
hidup dan penghidupan manusia. Pada dasarnya budaya adalah suatu konsep yang
Budaya yang menampakkan diri dalam pola-pola bahasa dan bentuk kegiatan
tinggal dalam suatu masyarakat di suatu lingkungan geografis tertentu pada suatu
tingkat perkembangan teknis tertentu pada suatu saat tertentu, budaya juga berkenaan
dengan sifat-sifat dari obyek-obyek materi yang berupa bentuk rumah, alat-alat
pertanian dan jenis-jenis alat transportasi yang mamainkan peranan penting dalam
kehidupan sehari-hari.
35
J. J Honigmann (dalam Koenjtaraningrat, 2000) membedakan adanya tiga
‘gejala kebudayaan’ : yaitu : (1) ideas, (2) activities, dan (3) artifact, dan ini
kebudayaan :
kebudayaan dalam konteks ini adalah wujud idiil dari kebudayaan yang
Contoh wujud kebudayaan ini adalah sistem nilai budaya, norma, hukum,
ini disebut sebagai sistem sosial yang terdiri dari aktivitas manusia yang
Mengenai wujud kebudayaan ini, Elly M.Setiadi dkk dalam Buku Ilmu Sosial dan
36
1. Wujud Ide , wujud ini menunjukann wujud ide dari kebudayaan, sifatnya
abstrak, tak dapat diraba, dipegang ataupun difoto, dan tempatnya ada di alam pikiran
tindakan dan kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Wujud ini bisa diobservasi,
difoto dan didokumentasikan karena dalam sistem ssosial ini terdapat aktivitas-
aktivitas manusia yang berinteraksi dan berhubungan serta bergaul satu dengan
lainnya dalam masyarakat. Bersifat konkret dalam wujud perilaku dan bahasa.
seluruhnya merupakan hasil fisik. Sifatnya paling konkret dan bisa diraba, dilihat dan
Menurut Said (2004:3) kebudayaan itu adalah satuan dari gagasan, simbol-
simbol dan nilai-nilai yang mendasari hasil karya dan perilaku manusia, sehingga
Homo Symbolicum.
suatu sisitem keteraturan dari makna dan simbol-simbol, yang dengan makna dan
37
persaan-perasaan mereka, dan membuat penilaian mereka; (2) suatu pola makna-
terhadap kehidupan; (3) suatu peralatan simbolik bagi pengontrol perilaku, sumber-
sumber ekstrasomatik dari informasi; dan (4) oleh karena kebudayaan adalah suatu
diinterpretasi. Bahasa simbolik dari kebudayaan adalah public, dan oleh sebab itu
mengenai sudut-sudut gelam dalam pikiran individu. Fungsi simbolik itu universal,
dan manusia tidak dapat memahami kebudayaan suatu masyarakat tanpa fungsi ini,
suatu sisitem keteraturan dari makna dan simbol-simbo, yang dengan makna dan
persaan-perasaan mereka, dan membuat penilaian mereka; (2) suatu pola makna-
terhadap kehidupan; (3) suatu peralatan simbolik bagi pengontrol perilaku, sumber-
sumber ekstrasomatik dari informasi; dan (4) oleh karena kebudayaan adalah suatu
38
diinterpretasi. Bahasa simbolik dari kebudayaan adalah public, dan oleh sebab itu
mengenai sudut-sudut gelam dalam pikiran individu. Fungsi simbolik itu universal,
dan manusia tidak dapat memahami kebudayaan suatu masyarakat tanpa fungsi ini,
yang bekerja di sepanjang kode genetik itu sendiri. (Geertz 1973). Jadi, menjadi
sebab diterima oleh semua pelaku kebudayaan- karena sesuai, berkembang, dan
mereka. Oleh sebab itu, menurut Geertz, untuk mendekati, memahami, suatu
dan unsur-unsur kebudayaan yang ada di dalamnya- harus dicari melalui hubungan
sebab akibat; dan memahami makna yang dihayati pada lingkungan peristiwa sosial
itu terjadi.
D. Memahami Makna
(disposisi) total untuk menggunakan atau bereaksi terhadap suatu bentuk bahasa.
Terdapat banyak komponen dalam makna yang dibangkitkan kata atau suatu kalimat.
39
menghabiskan tahun-tahunnya yang produktif untuk menguraikan makna atau
“Komunikasi adalah proses pembentukan makna di antara dua orang atau lebih”.
Judy C. Pearson dan paul E. Nelson mengatakan bahwa “Komunikasi adalah proses
Makna adalah balasan terhadap pesan. Suatu pesan terdiri dari tanda-tanda
dan symbol-simbol yang sebenarnya tidak mengandung makna. Makna baru akan
timbul ketika ada sesorang yang menafsirkan tanda dan simbol yang bersangkutan
dan berusaha memahami artinya. Dari segi psikologis, tanda dan simbol bertindak
Oleh kaena itu, makna akan terlihat merupakan bagian dari dua hal, yakni
bagian dari proses pertanyaan. Proses ini membawa tahap pemahaman terhadap
Makna dari sebuah wahana tanda adalah satuan cultural yang diperagakan
oleh wahana-wahana tand yang lainnya serta dengan begitu secara semantic
daya pikirnya, dan akal budinya. Materi yang tersajikan, dilihat tidak lebih dari tanda-
40
tanda atau indicator bagi sesuatu yabg lebih jauh dalam pemaknaan dapat terjangkau
Untuk memahami apa yang disebut makna atau arti, kita perlu melihat teori
yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure, yaitu setiap tanda linguistic terdiri
1. Yang diartikan (signified= unsur makna) merupakan konsep atau makna dari
sesuatu tanda-bunyi.
Dengan kata lain setiap tanda linguistic terdiri dari unsur bunyi dan unsur
merujuk atau mengacu pada kepada suatu referen yang merupakan unsur luar –
bahasa (ekstralingual).
Brodbeck (Sobur, 2009:262) menyajikan teori makna dengan cara yang cukup
1. Makna yang pertama adalah makna inferensial, yakni makna satu kata
(lambang) adalah objek, pikiran, gagasan, konsep yang dirujuk oleh kata
tersbut.
41
3. Makna ketiga adalah makna intensional, yakni makna yang dipakai oleh
pada acuan dasarnya meliputi hal-hal yang ditunjuk oleh kata-kata. Contoh kata
melati berarti “sejenis bunga”. Makna konotatif ialah makna denotatif yang
ditambahkan dengan segala gambaran, ingatan, dan perasaan yang ditimbulkan oleh
Makna denotasi adalah makna yang sebenarnya, makna ini dapat digunakan
untuk menyampaikan hal-hal factual. Makna denotasi disebut juga makna lugas
penambahan makna, karena itu makna denotative lebih bersifat publik. Denotasi
adalah hubungan yang digunakan dalam tingkat pertama pada sebuah kata yang
Denotatif terdiri atas penanda dan petanda. Misalnya kata “melati” berarti
“sejenis bunga” , ini menggambarkan relasi antara penanda dan petanda di dalam
tanda, akan tetapi pada saat yng bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda.
Makna denotative pada dasarnya sama dengan makna referensial sebab makna
denotative ini lazim diberi penjelasa sebagai makna yang sesuai dengan ahasil
lainnya.
42
Jika denotasi sebuah kata adalah definisi kata tersebut, maka makna konotasi
sebuah kata adalah makna subtantif atau emosionalnya (De Vito dalam Sobur,
2009:263). Hal ini berarti bahwa kata konotasi melibatkan simbol-simbol, historis,
dan hal-hal yang berhubungan dengan emosional. Dikatakan objektif, sebab makna
denotatif ini berlaku umum. Sebaliknya, makna konotatif bersifat subjektif dalam
pengertian bahwa ada pergeseran dari makna umum (denotatif) hamper bias
dimengerti oleh semua orang, maka makna konotatif hanya bisa dimengerti oleh
Sebuah kata mempunyai konotatif apabila kata itu mempunyai kata itu
mempunyai “nilai rasa”, baik positif maupun negatif. Jika tidak mempunyai nilai rasa
maka tidak mempunyai konotasi, tetapi bias juga disebut berkonotasi netral.
sedangkan kata-kata yang bermakna konotatif wajar digunakan dalam karya sastra.
Arthur Asa Berger mencoba membandingkan antara konotasi dan denotasi sebagai
berikut:
43
Tabel 2.1
KONOTASI DENOTASI
Petanda Penanda
Kesimpulan Jelas
Rosdakarya.
F. Teori
Simbol
bertemu, melemparkan jadi satu, menyatukan. Jadi simbol adalah penyatuan oleh
subyek atas dua hal menjadi satu. Sedangkan Reede menyebutkan bahwa simbol
berasal dan kata Greek yaitu suni-balloo yang berarti “saya bersatu bersamanya”,
“penyatuan bersama”. Pemahaman yang diberikan oleh Reede ini tidak jauh berbeda
apakah itu berupa bentuk dan nilai harfiahnya, wujud dan maknanya, kesadaran dan
44
kehidupan manusia sehingga perjalanan kehidupannya lebih bermakna. Pemahaman
kita tentang simbol ini harus kita bedakan dengan pemahaman terhadap tanda (sign).
Tanda adalah formula fisik yang cenderung sebagai operator, sedangkan simbol
diungkapkan oleh Cassier berikut, “simbol —bila diartikan tepat— tidak dapat
pada dua bidang permasalahan yang berlainan: tanda adalab bagian dan dunia fisik;
simbol adalah bagian dan dunia makna manusia. Tanda adalah “operator”, simbol
adalah “designator”. Tanda, bahkan pun bila dipahami dan digunakan seperti itu,
bagaimanapun merupakan sesuatu yang fisik dan substansial; simbol hanya memiliki
nilai fungsional. Sependapat dengan Cassier, Carl Gustav Jung yang Psikiater Swiss
(1875 - 1961) juga membedakan antara tanda (zeichen) dan simbol. Jung mengatakan
bahwa antara pemakaian sesuatu sebagai tanda (semiotic) dan pemakaian sesuatu
adalah formulasi yang paling baik akan sesuatu yang relatif tidak terkenal, namun hal
Selama suatu simbol hidup, simbol itu adalah ekspresi suatu hal yang tidak
dapat ditandai dengan tanda yang lebih tepat. Simbol hanya hidup selama simbol
mengandung milik bersama sehingga simbol menjadi sosial yang hidup dan
pengaruhnya menghidupkan. Manakala makna telah lahir dan suatu simbol, yakni
45
ketika diperoleh ekspresi yang dapat merumuskan hal yang dicari dengan lebih tepat
dan lebih baik, matilah simbol itu dan simbol hanya mempunyai makna historis.
Simbol yang hidup mengungkapkan hal yang tidak terkatakan dalam cara
yang tidak teratasi. Semua makna budaya diciptakan dengan menggunakan simbol-
simbol. Simbol itu sendiri meliputi apapun yang kita rasakan atau kita alami. Di
dalam bukunya Hartoko dan Rahmanto, 1998:133, Pada dasarnya simbol dapat
dibedakan menjadi:
komunikasi, walau tak jarang pemaknaan atas simbol akan menghasilkan arti yang
Maka, simbol yang diartikan Pierce sebagai tanda yang mengacu pada objek
itu sendiri, melibatkan tiga unsur mendasar dalam teori segi tiga makna : simbol itu
sendiri, satu rujukan atau lebih dan hubungan antara simbol dengan rujukan (Sobur,
46
2003 : 156). Di sini dapat dilihat, bahwa hubungan antara simbol sebagai penanda
menafsirkan ciri hubungan antara simbol dengan objek yang diacu dan menafsirkan
maknanya.
Simbol tidak dapat hanya disikapi secara isolatif, terpisah dari hubungan
asosiatifnya dengan simbol lainnya. Simbol berbeda dengan bunyi, simbol telah
memiliki kesatuan bentuk dan juga makna. Maka, pada dasarnya simbol dapat
sebagai lambang. Di mana simbol atau lambang dapat diartikan sebagai sesuatu yang
pesan verbal), perilaku nonverbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama.
perkembangan bahasa dan menangani hubungan antara manusia dan objek (fisik,
Pierce pun menyatakan bahwa tanda (signs) terdiri atas ikon, indeks dan simbol, akan
tetapi simbol dan tanda adalah dua hal yang berbeda. Perbedaan itu terletak pada
47
berkaitan langsung dengan objek dan tanda dapat berupa benda-benda serta tanda-
tanda yang merupakan keadaan. Sedangkan simbol, seperti yang dikutip Sobur (2003
tanda adalah yang mewakili sesuatu bagi seseorang. Bagi Peirce, tanda “is something
which stands to somebody for something in some respect or capacity”. Sesuatu yang
Teori Langer menegaskan beberapa konsep dan istilah yang bisa digunakan
dalam bidang komunikasi. Teori ini memeberikan sejenis standarisasi untuk tradisi
Langer, semua binatang yang hidup didominasi oleh perasaan, tetapi perasaan
manusia dimediasikan oleh konsepsi, simbol, dan bahasa. Binatang merespons tanda,
suatu hal. Sebagai contoh, jika seseorang melatih anjingnya untuk berguling, maka
orang tersebut memberikan perintah yang tepat, maka kata guling adalah sebuah
tanda untuk anjing supaya berguling. Dengan demikian, sebuah tanda berhubungan
erat dengan makna dari kejadian sebenarnya. Awan dapat menjadi tanda untuk hujan,
tertawa tanda untuk kebahagiaan, dan sebuah tanda jingga tua atau oranye “kawasan
48
pekerja” merupakan petunjuk untuk konstruksi selanjutnya. Hubungan sederhana ini
membuat sesoarang yang lebih untuk berpikir tentang sesuatu yang terpisah dari
konspetualisasi manusia tentang suatu hal; sebuah simbol ada untuk sesuatu.
Sementara tertawa adalah sebuah tanda kebahagiaan, kita dapat mengubah efek gelak
tawa menjadi sebuah simbol dan membuat maknanya berbeda dalam banyak hal
terpisah dari acuannya secara langsung. Dapat berarti kesenangan, kelucuan, ejekan.
inti dari kehidupan manusia dan proses simbolisasi penting juga untuk manusia
seperti halnya makan dan tidur. Kita arahkan ke dunia fisik dan social kita melalui
simbol-simbol dan maknanya serta makana memebuat hal sering menjadi jauh lebih
konsep, ide umum, pola atau bentuk. Menurut Langer konsep adalah makna yang
adalah makna denotatif, sebaliknya makna, gambaran atau makna pribadi adalah
makna konotatif. Sebagai contoh, jika kita melihat lukisan Van Goh, kita akan
memberikan makna bersama-sama dengan orang yang melihat lukisan tersebut secara
49
pribadi sendiri atau konotasi untuk arti dari lukisan itu. Langer memandang makna
sebagai sebuah hubungan kompleks di antara simbol, objekn dan manusia yang
H. Interaksi Simbolik
Pertama, aliran Chicago School yang dimonitori oleh Herbert Blumer, melanjutkan
tradisi humanistis yang dimulai oleh George Herbert Mead. Blumer menekankan bahwa
studi terhadap manusia tidak bisa dilakukan dengan cara yang sama seperti studi
kuatitatif dan ilmiah dalam mempelajari tingkah laku manusia. Lebih jauh lagi tradisi
Chicago menganggap orang itu kreatif, inovatif, dan bebas untuk mendefinisikan segala
situasi dengan berbagai cara dengan tidak terduga. Kedua Iowa School menggunakan
pendekatan yang lebih ilmiah dalam mempelajari interaksi. Manford Kuhn dan Carl
walaupun Kuhn mengakui adanya proses dalam alam tingkah laku, ia menyatakan
bahwa pendekatan struktural objektif lebih efektif daripada metode “lemah” yang
komunikasi dan masyarakat. Jerome Manis dan Bernard Meltzer memisahkan tujuh hal
mendasar yang bersifat teoritis dan metodologis dari interaksionisme simbolik, yaitu:
50
2. Berbagai arti dipelajari melalui interaksi di antara orang-orang. Arti muncul
3. Seluruh struktur dan institusi sosial diciptakan dari adanya interaksi di antara
orang-orang.
6. Tingkah laku terbentuk atau tercipta di dalam kelompok sosial selama proses
interaksi.
melalui proses komunikasi karena makna tidak bersifat intrinsik terhadap apapun.
makna. Interaksi bertujuan untuk menciptakan makna yang sama. Hal ini penting
karena tanapa makna yang sama berkomunikasi menjadi sanagat sulit atau
bahakan tidak mungkin. Menurut LaRossa dan Reitzes, tema ini mendukung tiga
asumsi Interaksi Simbolik yang diambil dari karya Herbert Blummer (1969),
yaitu:
51
1. Manusia bertindak terhadap manusia lainnya berdasarkan makna
dari suatu benda atau makna yang ada dalam diri benda tersebut.
(Blummer, 1969:5).
52
3. Makna dimodifikasi melalui proses interpretif.
Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas
dari sudut pandang subjek. Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus
mitra mereka. Definisi yang mereka berikan kepada orang lain, situasi, objek, dan
impuls, tuntutan budaya, atau tuntutan peran. Manusia bertindak hanya berdasarkan
mengherankan bila frase-frase “definisi situasi”, “realitas terletak pada mata yang
53
melihat”, dan “bila manusia mendefinisikan situasi sebagai riil, situasi tersebut riil
mereka maksudkan untuk berkomunikasi dengan sesamanya, dan juga pengaruh yang
manusia pada dasarnya adalah produk dari interpretasi mereka atas dunia disekeliling
mereka, jadi tidak mengakui bahwa perilaku itu dipelajari atau ditentukan,
Alih-alih, perilaku dipilih sebagai hal yang layak dilakukan berdasarkan cara
sendiri.
54
3. Makna yang diiterpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke
interaksi sosial.
kemampuan berfikir.
salah satunya.
55
7. Pola-pola tindakan dan interaksi yang jalin-menjalin ini
56
BAB 3
A. Keadaan Geografis
Kabupaten Toraja Utara merupakan sebuah kabupaten di provinsi Sulawesi
2008.
Bujur Timur. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Luwu dan kabupaten
Mamuju, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten
Pinrang, pada sebelah timur dan barat masing-masing berbatasan dengan kabupaten
Luwu dan Propinsi Sulawesi Barat. Kabupaten Toraja Utara dilewati oleh salah satu
sungai terpanjang yang terdapat di Propinsi Sulawesi Selatan, yaitu sungai Sa’dan.
Jarak ibukota Kabupaten Toraja Utara dengan ibukota Propinsi Sulawesi Selatan
Kabupaten Maros.
dan Kecamatan Buntu Pepasan merupakan 2 kecamatan terluas denga luas masing-
masing 162,17 km2 dan 131,72 km2 atau luas kedua kecamatan tersebut merupakan
57
B. Pemerintahan
Awal pemerintahan kabupaten ini, yaitu setelah terjadi pemekaran dari
Kabupaten Tana Toraja. Toraja Utara dipimpin oleh Careteker Bupati Toraja Utara
yakni Drs. Y.S. Dalipang yang dilantik oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 26
Kabupaten Toraja Utara yang baru, yaitu Drs. Tautoto TR,S.H pada bulan Februari
2010 lalu.
Pada tanggal 31 Maret 2011, kabupaten Toraja Utara memiliki bupati dan
wakil bupati defenitif pertama yaitu Frederik Batti Sorring sebagai bupati dan
data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Toraja Utara terdapat 111 desa/lembang
dan 40 kelurahan.
C. Penduduk
Berdasarkan hasil Susenas akhir tahun 2009, penduduk kabupaten Toraja
58
tingkat kepadatannya paling rendah adalah kecamatan Baruppu dan Awan Rante
kelamin laki-laki lebih banyak dari penduduk yang berjenis kelamin perempuan, yang
perempuan.
politeistik yang disebut aluk, atau "jalan" (kadang diterjemahkan sebagai "hukum").
Dalam mitos Toraja, leluhur orang Toraja datang dari surga dengan menggunakan
tangga yang kemudian digunakan oleh suku Toraja sebagai cara berhubungan dengan
Puang Matua, dewa pencipta. Alam semesta, menurut aluk, dibagi menjadi dunia atas
(Surga) dunia manusia (bumi), dan dunia bawah. Pada awalnya, surga dan bumi
Hewan tinggal di dunia bawah yang dilambangkan dengan tempat berbentuk persegi
panjang yang dibatasi oleh empat pilar, bumi adalah tempat bagi umat manusia, dan
surga terletak di atas, ditutupi dengan atap berbetuk pelana. Dewa-dewa Toraja
lainnya adalah Pong Banggai di Rante (dewa bumi), Indo' Ongon-Ongon (dewi
gempa bumi), Pong Lalondong (dewa kematian), Indo' Belo Tumbang (dewi
(seorang pendeta aluk). Aluk bukan hanya sistem kepercayaan, tetapi juga merupakan
59
gabungan dari hukum, agama, dan kebiasaaan. Aluk mengatur kehidupan
bermasyarakat, praktik pertanian, dan ritual keagamaan. Tata cara Aluk bisa berbeda
antara satu desa dengan desa lainnya. Satu hukum yang umum adalah peraturan
bahwa ritual kematian dan kehidupan harus dipisahkan. Suku Toraja percaya bahwa
ritual kehidupan. Kedua ritual tersebut sama pentingnya. Ketika ada para misionaris
dari Belanda, orang Kristen Toraja tidak diperbolehkan menghadiri atau menjalankan
kematian masih sering dilakukan hingga saat ini, tetapi ritual kehidupan sudah mulai
jarang dilaksanakan. Ditinjau dari jumlah pemeluk agama pada tahun 2009 di
Kabupaten Toraja Utara tercatat 164.803 umat Kristen Protestan, 53.355 umat
E. Pariwisata
Kabupaten Toraja Utara kaya akan objek wisata. Berikut ini adalah daftar
60
Kongkang Butui Kesu' Ba'tan
Mamullu Kapala Pitu Benteng Mamullu
Kawasan Obyek Wisata Kapala Pitu Ka'do
Alam Kalimbuang
Pedamaran Sanggalangi Bokin
Buntu Susan Sanggalangi Tandung La'bo
Nanggala Nanggala Nanggala Sangpiak
Salu
To'barana' Sa'dan Sa'dan Malimbong
Tirotasik Sa'dan Sa'dan Tiroallo
Batu kianak Sa'dan Sa'dan Malimbong
Ko'lan Go'yang Sesean Buntu Lobo'
Ba'kan Ulu Sesean Sesean Matallo
Batutumonga Sesean Suloara' Sesean Suloara'
Gunung Napo Denpina Dende'
Siguntu' Sopai Nonongan
Busso dan Buntu Talinga Rantebua Pitung Penanian
Buntu Bokin dan Batu Rantebua Bokin
Mentanduk
Sikuku' Kapala Pitu Pamibak
2 Agrowisata Pasar Hewan Bolu Tallunglipu Bolu
Agrowisata Wisata Agro Ringgallo Rindingallo Rindingallo
Kopi
Agrowisata Pedamaran Sanggalangi Bokin
Kopi
Agrowisata Kawasan Obyek Wisata Kapala Pitu Ka'do
Sayur Alam Kalimbuang
Agrowisata Sapan Buntupepasan Sapan
Buah
3 Wisata Air Singki' Tambolang Rantepao Laang Tanduk
Kolam Alam Limbong Rantepao Limbong
Bombowai Rantepao Limbong
Tongka' Tallunglipu Tantanan
Kolam Limbong Piongan Denpina Piongan
Buntu Tagari Denpina Buntu Tagari
Sarambu Marendeng Baruppu' Baruppu' Utara
Sarambu Dua' Baruppu' Baruppu' Utara
Bululangkan Rindingallo Bululangkan
Mata kanan Rindingallo Pangala'
Kawasan Obyek Wisata Kapala Pitu Ka'do
Alam Kalimbuang
61
Sarambu Lili'kira' Nanggala Lili'kira'
Batu kianak Sa'dan Sa'dan Malimbong
To'barana' Sa'dan Sa'dan Malimbong
Ballo Pasange' Sa'dan Ulusalu
Gunung Napo Denpina Dende'
Sarambu Sikore Sopai Salu
Air Terjun Batang Palli Awan Rantekarua Londong Biang
Limbong Langi' Bangkelekila'
Liku Rombe Sesean Batu Limbong
Arung Jeram Dende' Denpina Paku
Sikuku' Kapala Pitu Pamibak
4 Situs Tambolang Rantepao Mentiro Tiku
Rumah
Adat
Puncak Libane' Rantepao Mentiro Tiku
Tongka' Tallunglipu Tantanan
Ranteallo Tallunglipu Tallunglipu
Buntu Remen Tikala Buntu Barana'
Pangala' Tondok Tikala Barana'
Ke'te' Kesu' Kesu' Panta'nakanlolo
Buntu Pune Kesu' Rindingbatu
Bululangkan Rindingallo Bululangkan
Tanete Rindingallo Pangala'
Kawasan Obyek Wisata Ka'do Kapala Pitu
Alam Kalimbuang
Marante Tondon Tondon
Penanian Nanggala Nanggala Nanggala
Galugu Dua Sa'dan Sa'dan Malimbong
Ba'ba Saratu' Sa'dan Ulusalu
Palawa' Sesean Palawa'
Ko'lan Go'yang Sesean Buntu Lobo'
Issong Kalua' Buntao' Issong Kalua'
Tongkonan Tondok Sopai Nonongan
Siguntu' Sopai Nonongan
Bambu Kawasik Balusu Awa' Kawasik
Ba'kan Ula' Sesean Sesean Matallo
Lingka Saile belo Raya Balusu Balusu
Rantewai Balusu Balusu
Kollo-kollo Balusu Balusu
To' sarira Balusu Balusu
62
Maruang Sopai Nonongan
Tongkonan Ne' Timban Balusu Balusu
Misa' Ba'bana Buntao' Misa' Ba'bana
Sikuku' Pamibak Kapala Pitu
Tanete Ke'pe' Kapalapitu Ke'pe'
Tangkeallo Sesean
5 Kuburan Tambolang Rantepao Mentiro Tiku
Alam/Gua
Tongka' Tallunglipu Tantanan
Tiroan Sesean Ula' Tikala Tikala
(Marimbunna)
Londa Kesu' Sangbua'
Alla' Taluntun Kesu' Bua Tallulolo
To' tarra' Balusu Balusu
Pongduo Tompu Balusu Balusu
Busso dan Buntu Talinga Rantebua Pitung Penanian
Simulluk Tondon Tondon Matallo
Ranteaa' Buntao' Tallang Sura'
Tunuan Baruppu' Baruppu'
Gunung Napo Denpina Dende'
Lo'ko' Sura' Kapalapitu Kapalapitu
Lombok Parinding Sesean Parinding
6 Benteng Puncak Libane' Rantepao Mentiro Tiku
Tongka' Tallunglipu Tantanan
Buntu Barana' Tikala Barana'
Benteng Pertahanan Tikala Benteng Ka'do
Mamullu Kapala Pitu Benteng Mamullu
Benteng batu Baruppu' Baruppu'
7 Erong Londa Kesu' Sangbua'
Ke'te' Kesu' Kesu' Panta'nakanlolo
Marante Tondon Tondon
Pala'tokke Sanggalangi' Pa'paelean
Katapiongan Denpina Piongan
Ko'lan Go'yang Sesean Buntu Lobo'
Lombok Parinding Sesean Parinding
Tondon Balusu Balusu
Pongtimban Baruppu' Baruppu'
8 Museum Museum Landorundun Tallunglipu Tallunglipu - Mataallo
Ke'te' Kesu' Kesu' Panta'nakanlolo
Bate Bambalu Sa'dan Sa'dan Matallo
63
Museum Dende' Dende' Piongan Dende
Napo
Museum Ne' Gandeng Balusu Malakiri
9 Rante Tongka' Tallunglipu Tantanan
Ke'te' Kesu' Kesu' Panta'nakanlolo
Rante Kandeapi Tikala Barana'
Rante Karassik Kesu' Rindingbatu
Kawasan Obyek Wisata Ka'do Kapala Pitu
Alam Kalimbuang
Rante Sirrin Palawa' Sesean
Penanian Nanggala Nanggala Nanggala
Ko'lan Go'yang Sesean Buntu Lobo'
Bori' Kalimbuang Sesean Bori'
Tangkeallo Sesean
Rante Tendan Balusu Balusu
10 Liang Paa' Singki' Tambolang Rantepao Laang Tanduk
Buntu Pune Kesu' Rindingbatu
Ta'pa Langkan Kesu' Tallulolo
Sullukan Sanggalangi' La'bo'
Marante Tondon Tondon
Pana' Sesean Suloara' Sesean Suloara'
Lo'ko'mata Sesean Suloara' Landorundun
Tondon Balusu Balusu
Bunian Bulawan Balusu Balusu
To' doyan Balusu Balusu
Buntu Tondon Balusu Balusu
Pongtimban Baruppu' Baruppu'
Benteng batu Baruppu' Baruppu'
Lo'ko' Tedong Sopai Salu Sarre
Pollodo Bangkelekila' Tampan Bonga
Issong Kalua' Buntao' Issong Kalua'
Misa' Ba'bana Buntao' Misa' Ba'bana
11 Passiliran Antolong dan Rapasan Rantepao Saloso
(Kuburan
Kayu) Tongka' Tallunglipu Tantanan
Bori' Kalimbuang Sesean Bori'
Sumber: Dinas Pariwisata Kabupaten Toraja Utara 2012
64
F. Klasifikasi Sosial Masyarakat
Orang Toraja mengenal tiga tingkatan sosial dalam masyarakatnya
dalam masyarakat Toraja. Golongan ini terdiri dari kaum bangsawan, pemimpin adat,
dan pemuka masyarakat. Banyak istilah dalam bahasa Toraja untuk menyebutkan
golongan ini. Istilah itu seperti: Anak Patalo, Kayu Kalandona Tondok, To Dibulle
Ulunna, dan lain sebagainya. Semua istilah tidak lazim dipergunakan dalam bahasa
sehari-hari tetapi dipakai dalam acara resmi atau pertemuan formal lainnya. Kata To
Kapua juga tidak dipakai dalam bahasa sehari-hari, biasa diganti dengan kata To
Sugi’ jika golongan bangsawan itu termasuk kaya. Bahasa sehari-hari untuk golongan
To Kapua ini berlainan di tiap tempat di Toraja. Di daerah bagian selatan yang
dikenal dengan nama Tallu Lembangna yang mencakup Makale, Sangalla dan
Ulu Salu. Di daerah bagian Tengah Toraja, golongan Tokapua disebut Siambe’ untuk
laki-laki dan Sindo’ untuk perempuan, misalnya Siambe’ do Buntupune, Siambe’ lan
Tandung La’bo’, Sindo’ lan Nanggala, Sindo’ dio Ke’Te’, dan lain-lain. Tempat-
tempat tersebut adalah pusat keluarga bangsawan. Di Daerah bagian Utara, golongan
Tokapua disebut Puang seperti Puang Sa’dan, Puang Balusu. Ada juga bagian
65
daerah yang menyebut golongan bangsawan ini dengan Pong, seperti Pong Tiku di
memegang peranan dalam masyarakat Toraja sejak dahulu dan mereka pula yang
juga memiliki tanah persawahan namun tidak sebanyak yang dimiliki golongan
To buda. Pada umumnya mereka tidak mempunyai tanah persawahan sendiri. Mereka
adalah penggarap tanah bangsawan, kaum tani dan pekerja yang ulet, tekun dan hidup
sangat sederhana. Mereka adalah golongan termasuk golongan kaunan atau golongan
budak dahulu. Semua kaum bangsawan mempunyai lusinan budak. Golongan hamba
ini adalah yang paling dipercaya atasannya karena nenek mereka telah bersumpah
setia turun temurun, akan tetapi atasannya juga mempunyai kewajiban membantu
mereka dalam kesulitan hidupnya. Mereka ada sekitar 70% dari masyarakat.
Golongan ini tidak boleh kawin dengan kelas yang lebih tinggi seperti To Kapua dan
To Makaka.
kelas sosial. Ada tiga tingkatan kelas sosial: bangsawan, orang biasa, dan budak
(perbudakan dihapuskan pada tahun 1909 oleh pemerintah Hindia Belanda). Kelas
66
sosial diturunkan melalui ibu. Tidak diperbolehkan untuk menikahi perempuan dari
kelas yang lebih rendah tetapi diizinkan untuk menikahi perempuan dari kelas yang
lebih tingi, ini bertujuan untuk meningkatkan status pada keturunan berikutnya. Sikap
merendahkan dari Bangsawan terhadap rakyat jelata masih dipertahankan hingga saat
tongkonan, sementara rakyat jelata tinggal di rumah yang lebih sederhana (pondok
bambu yang disebut banua). Budak tinggal di gubuk kecil yang dibangun di dekat
tongkonan milik tuan mereka. Rakyat jelata boleh menikahi siapa saja tetapi para
kemurnian status mereka. Rakyat biasa dan budak dilarang mengadakan perayaan
kematian. Meskipun didasarkan pada kekerabatan dan status keturunan, ada juga
beberapa gerak sosial yang dapat memengaruhi status seseorang, seperti pernikahan
yang dimiliki.
kadang orang Toraja menjadi budak karena terjerat utang dan membayarnya dengan
cara menjadi budak. Budak bisa dibawa saat perang, dan perdagangan budak umum
dilakukan. Budak bisa membeli kebebasan mereka, tetapi anak-anak mereka tetap
mewarisi status budak. Budak tidak diperbolehkan memakai perunggu atau emas,
makan dari piring yang sama dengan tuan mereka, atau berhubungan seksual dengan
67
BAB 4
A. Hasil Penelitian
Pada bab ini akan diuraikan tentang hasil penelitian yang berupa hasil
wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti mengenai masalah yang
diteliti. Sebelumnya penulis akan membahas mengenai asal mula ukiran Toraja.
Konon kabarnya ada sebuah rumah Tongkonan yang akan dibangun, maka
menebang kayu. Setelah samapai di hutan, mereka menunjuk ” kayu apa te? ”
(kayu apa ini ?) lalu kayu yang bersangkutan berbicara dan menjawab ” Akumo
lain dan menunjuk ”kayu apa te? ” (kayu apa ini?), kayu tersebut juga berbicara
dan menjawabn ”akumo kayu uru, siurrukan to umbating, artinya, akulah kayu
Ambe’ (To Parenge’) Tongkonan dan kepada masyarakat tentang apa yang terjadi
di hutan.
68
tersebut terjadi karena sebelumnya tidak dilaksanakan sajian terhadap ampunna
pangala’ (Umpamamata lalanna likaran biang) yaitu sajian untuk memohon izin
Sesudah memala’, maka para tukang dan para hamba kembali masuk hutan.
Sesampai di hutan, mereka kembali bertanya kayu apa ini, kayu tersebut
nangka, hartamu akan bertimbun. Sesudah itu kayu yang bersangkutan ditebang.
Kemudian pindah lagi ke kayu yang lain yaitu kayu Uru. Kayu Uru berbicara dan
menjawab Akumo kayu uru, siuruan bai tora yang artinya,akulah kayu uru,
babimu akan banyak, cepat besar dan bertaring kemudian kayu terebut langsung
untuk ramuan satu rumah Tongkonan. Sesudah selesai menebang mereka kembali
kerumah.
kayu yang sudah ditebang. Sesampai di sana ternyata kayu-kayu tersebut hampir
seluruhnya selesai dikerjakan dan itu dikerjakan oleh Pong Kalolok, dalam waktu
hanya satu hari. Pong Kalolok adalah seorang yang mempunyai kemampuan luar
biasa, sehingga dapat menjadikan kayu yang pendek menjadi panjang dan
sebaliknya. Ketiga tukang lainnya sangat iri terhadap dirinya dan menganggapnya
69
Akhrinya mereka membunuh Pong Kalolok. Setelah membunuhnya, mereka
kayu, wanita tersebut duduk di atas kayu yang telah diratakan oleh tuknag sambil
Setelah lama dududk di atas kayu yang sudah rata itu, tanpa ia rasa darah
haidnya meleleh di atas kayu yang didudukinya, bahkan tidak dilihatnya samapi ia
kembali ke rumah.
yang indah itu, mereka memindahkan dengan ukiran pada papan yang lain sesuai
Pada saat itu mulailah muncul inspirasi para tukang untuk mengukir kayu
ramuan rumah. Jadi ukiran pertama kali muncul dari inspirasi tukang, setelah
melihat goresan-goresan indah dari darah haid wanita yang membawa makanan ke
hutan.
Konon kabarnya, goresan darah haid wanita itu mirip dengan kepala kerbau.
Untuk itu yang pertama dilukis adalah Pa’Tedong atau mirip dengan kepala
kerbau. Kemudian dikembangkan pada apa yang ada di sekelilingnya, yaitu setela
melihat matahari, maka diukirlah Pa’Barre Allo. Dari perkembangan itu, maka
70
Pa’Tedong, Pa’ Barre’ Allo’, Pa’ Manuk Londong dan Pa’Sussu’ yang masing-
masing diberi makna spiritual. (Sumber : Palimbong, C.L, Mengenal Ragam Hias
Toraja).
kayu dan dihiasi dengan ukiran berwarna merah, hitam, dan kuning. Kata "
suku Toraja oleh karena itu semua anggota keluarga diharuskan ikut serta karena
cerita rakyat Toraja, Tongkonan pertama dibangun di surga dengan empat tiang.
Ketika leluhur suku Toraja turun ke bumi, dia meniru rumah tersebut dan
dilakukan dengan bantuan keluarga besar. Ada tiga jenis Tongkonan yaitu:
yang memiliki wewenang tertentu dalam adat dan tradisi lokal sedangkan anggota
71
pekerjaan yang menguntungkan di daerah lain di Indonesia. Setelah memperoleh
cukup uang, orang biasa pun mampu membangun tongkonan yang besar.
Ukiran kayu Toraja: setiap panel melambangkan niat baik. Bahasa Toraja
hanya diucapkan dan tidak memiliki sistem tulisan. Untuk menunjukkan kosep
keagamaan dan sosial, suku Toraja membuat ukiran kayu dan menyebutnya
Pa'ssura (atau "tulisan"). Oleh karena itu, ukiran kayu merupakan perwujudan
budaya Toraja.
Setiap ukiran memiliki nama khusus. Motifnya biasanya adalah hewan dan
tanaman yang melambangkan kebajikan, contohnya tanaman air seperti gulma air
Keteraturan dan ketertiban merupakan ciri umum dalam ukiran kayu Toraja,
selain itu ukiran kayu Toraja juga abstrak dan geometris. Alam sering digunakan
sebagai dasar dari ornamen Toraja, karena alam penuh dengan abstraksi dan
1. Identitas Informan
72
1. Informan 01
Nama : P. Salu
Umur : 65 th
2. Informan 02
Nama : Yosep T.
Umur : 53 th
3. Informan 03
Nama : Sipau’
Umur :78 th
Alamat : Buntu
4. Informan 04
Nama : M. Bungin
Umur : 38 th
Pekerjaan : Masyarakat
5. Informan 05
Nama : Pius P.
Umur : 57
Pekerjaan : Budayawan
73
2. Corak ukiran yang terdapat pada Tongkonan yang melambangkan status
Ada berbagai macam corak yang terdapat pada Tongkonan yang merupakan
simbol dari Tongkonan tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Bp. P.Salu :
Kalau kita mau tahu tentang Tongkonan tersebut, maka yang diliat itu adalah
ukiran yang dipasang dan juga ada hiasan lain yang bukan ukiran, misalnya
jumlah tanduk kerbau, dan hiasan yang seperti kepala naga.
Beliau juga menambahkan bahwa dalam ukiran Toraja ada 4 warna yang
74
ada 4 warna yang digunakan untuk mewarnai ukiran, yaitu merah,hitam,
kuning dan putih. Warna tersebut diambil dari alam yaitu Litak (tanah liat)
yang disebut Litak Mararang, Litak mariri, Litak mabusa.
Dari setiap warna tersebut adalah memiliki arti, dan semuanya berhubungan dengan
1. Pa’ Tedong
75
2. Pa’ Barre’ Allo
4. Pa’ Sussu’
76
Selain corak ukiran tersebut, masih ada corak lain yang digunakan pada setiap
Tongkonan dan dari ukiran tersebut kita dapat mengetahui keberadaan dan status dari
1. Pa’Manuk Londong
2. Kabongo’
3. Pa’Garunggang
4. Passura’ Rangke
5. Pa’Barana’
Pa’Kabongo Pa’Barana’
77
3. Pesan-pesan yang terdapat pada ukiran Tongkonan sebagai simbol status
Setiap corak atau bentuk ukiran yang digunakan pada Tongkonan memiliki
nama dan juga makna pesan masing-masing. Ukiran tersebut tidak digunakan
terkandung dalam pada ukiran Tongkonan, maka terlebih dahulu tentang kepemilikan
Tongkonan berdasarkan status sosial pemiliknya. Menurut Bp. P.Salu (65) salah satu
”Tongkonan milik bangsawan itu diukir penuh, dan Tongokonan dari kelas
yang bukan sebenarnya tidak boleh diukir, hanya boleh diukir jika ada dari
kelas bangsawan yang menyuruh mereka untuk mengukirnya, misalnya suami
dari kelas tersebut adalah berasal dari kelas bangsawan, jadi Tongkonannya
boleh diukir atas perintah dia.”
78
Saat ini terjadi pergeseran dalam masyarakat, ukiran digunakan begitu saja
tanpa memperhatikan apakah itu sudah tepat atau tidak, seperti yang ditambahkan
oleh Bapak P. Salu bahwa:
”Hal tersebut tidak lagi sesuai dengan kondisi saat ini. Banyak orang yang
asal menempelkan saja bentuk ukiran tanpa memikirkannya terlebih dahulu.
Tetapi dapat dilihat dari warna ukirannya, jika ukiran tersebut digunakan
tepat sasaran maka warnanya akan terang dan cerah, namun pada saat tidak
tepat sasaran maka warna dari ukiran tersebut akan terlihat redup.”
dirunkapakan oleh salah satu informan bahwa Tongkonan dibangun berdasarkan latar
belakang mereka seperti yang diungkapkan oleh Bapak M. Bungin bahwa (47)
memikirkannya terelebih dahulu mengenai hal-hal apa saja yang berhubungan dengan
Hal yang hampir sama juga diungkapkan oleh Bapak Sipau (70),
”Sekarang ini ada banyak sekali Tongkonan yang dibangun tidak sesuai lagi
dengan tradisi dahulu kala, tidak menyesuaikan lagi dengan status pemilik
tersebut, ada Tongkonan yang terlihat seperti milik bangsawan, tapi ternyata
bukan.”
79
Tongkonan dipenuhi dengan ukiran, namun ternyata ada golongan tertentu
yang tidak boleh diukir, itu berarti bahwa orang teresebut melakukan pelanggaran
Pius bahwa:
B. Pembahasan
Ornamen rumah Tongkonan berupa tanduk kerbau serta empat warna dasar yaitu:
hitam, merah, kuning, dan putih yang mewakili kepercayaan asli Toraja (Aluk To
Dolo). Tiap warna yang digunakan melambangkan hal-hal yang berbeda. Bahan
warna ukiran disebut Litak yang merupakan warna dasar bagi masyarakat Toraja
yaitu :
80
Warna adalah simbol yang sangat dominan dalam proses komunikasi.
Warna merah dan putih merupakan warna darah dan tulang manusia yang
pada waktu ada upacara adat maupun dalam kehidupan sehari-hari. Warna kuning
waktu upacara Rambu Tuka’ demi untuk keselamatan manusia, berbeda dengan umat
Hindu, kuning adalah warna keramat dalam agama Hindu. Sedang warna hitam
merupakan lambang dari kematian atau kegelapan dipakai pada waktu upacara
Arti warna hitam pada dasar setiap ukiran adalah bahwa kehidupan setiap
manusia diliputi oleh kematian karena menurut pandangan Aluk Todolo bahwa dunia
ini hanya sebagai tempat bermalam saja atau tempat menginap sementara. Semua
warna Passura’ seperti yang tersebut diatas merupakan warna alam karena bahannya
dari tanah, kecuali untuk warna hitam diambil dari arang belanga. Warna hitam
secara umum juga bisa berarti menunjukkan hal yang tegas, elegan, dan eksklusif.
Dari seluruh ragam hias yang terdapat pada rumah Tongkonan, ada 4 ukiran
1. Pa’ Tedong
2. Pa’Barre Allo
3. Pa’Manuk Londong
4. Pa’Sussu’
81
Garonto’ Passura’ tersebut harus ada pada Tongkonan layuk dan Tongkonan
dari pemilik Tongkonan yang bersangkutan. Jika kita ingin mengetahui tentang status
dan keberadaan suatu tongkonan di wilayah adat maka yang kita harus
3. Pa’ Garunggang,
4. Passura’ Rangke
5. Pa’ Barana’
berkomunikasi dengan sesamannya. Itulah interaksi simbolik dan itu pulalah yang
pemikiran dramaturgisnya.
Studi tentang simbol tentunya menjadi penting karena simbol menjadi media
pesan kepada orang lain. Setiap simbol yang ada tidak bisa dimaknai sama, setiap
82
komunitas memberikan makna berbeda terhadap sebuah simbol walaupun simbol
tersebut berwujud sama. Artinya untuk memahami simbol yang harus dipahami
terlebih dahulu adalah lingkungan tempat simbol itu digunakan atau berasal.
dapat dilakukan dengan cara melibatkan diri dalam komunitas baik secara langsung
satu perspektif yang ada dalam studi komunikasi, yang barangkali paling bersifat
keagungan dan maha karya nilai individu diatas pengaruh nilai-nilai yang ada selama
ini. Perspektif ini menganggap setiap individu di dalam dirinya memiliki esensi
makna”buah pikiran” yang disepakati secara kolektif. Pada akhirnya, dapat dikatakan
bahwa setiap bentuk interaksi sosial yang dilakukan oleh setiapindividu, akan
menekankan pada hubungan antara simbol dan interaksi, serta inti dari pandangan
pendekatan ini adalah individu (Soeprapto. 2007). Menurut Ralph Larossa dan
Donald C. Reitzes (1993 dalam West-Turner (2008: 96), interaksi simbolik pada
manusia, bersama dengan orang lain, menciptakan dunia simbolik dan bagaimana
83
Interaksi simbolik ada karena ide-ide dasar dalam membentuk makna yang
berasal dari pikiran manusia ( Mind ) mengenai diri (Self ), dan hubungannya di
tengah interaksi sosial, dan tujuan bertujuan akhir untuk memediasi, serta
menetap. Seperti yang dicatat oleh Douglas(1970) dalam Ardianto (2007: 136),
makna itu berasal dari interaksi, dan tidak ada cara lain untuk membentuk makna,
Definisi singkat dari ke tiga ide dasar dari interaksi simbolik, antaralain:
individu lain,
masyarakatnya.”
Tiga tema konsep pemikiran George Herbert Mead yang mendasari interaksi
84
1. Pentingnya makna bagi perilaku manusia
makna bagi perilaku manusia, dimana dalam teori interaksi simbolik tidak bisa
dilepaskan dari proses komunikasi, karena awalnya makna itu tidak ada artinya,
sampai pada akhirnya di konstruksi secara interpretif oleh individu melalui proses
interaksi, untuk menciptakan maknayang dapat disepakati secara bersama. Hal ini
sesuai dengan tiga dari tujuh asumsi karya Herbert Blumer (1969) dalam West-Turner
85
2. Konsep diri membentuk motif yang penting untukperilaku.
norma sosial membatasi perilaku tiap individunya, tapi padaakhirnya tiap individu-
lah yang menentukan pilihan yang ada dalam sosialkemasyarakatannya. Fokus dari
tema ini adalah untuk menjelaskanmengenai keteraturan dan perubahan dalam proses
sosial. Asumsi-asumsi yang berkaitan dengan tema ini adalah: Orang dan kelompok
masyarakat dipengaruhi olehproses budaya dan sosial, dan struktur sosial dihasilkan
Tiga asumsi Mead dan Tujuh asumsi-asumsi karya Herbert Blumer (1969)
86
5. Konsep diri memberikan sebuah motif penting untuk
berperilaku,
budayadan sosial,
dari pelaku komunikasi, walau tak jarang pemaknaan atas simbol akan menghasilkan
Maka, simbol yang diartikan Pierce sebagai tanda yang mengacu pada objek
itu sendiri, melibatkan tiga unsur mendasar dalam teori segi tiga makna : simbol itu
sendiri, satu rujukan atau lebih dan hubungan antara simbol dengan rujukan (Sobur,
2003 : 156). Di sini dapat dilihat, bahwa hubungan antara simbol sebagai penanda
menafsirkan ciri hubungan antara simbol dengan objek yang diacu dan menafsirkan
maknanya.
Simbol tidak dapat hanya disikapi secara isolatif, terpisah dari hubungan
asosiatifnya dengan simbol lainnya. Simbol berbeda dengan bunyi, simbol telah
memiliki kesatuan bentuk dan juga makna. Maka, pada dasarnya simbol dapat
87
dibedakan menjadi simbol-simbol universal, simbol kultural yang dilatarbelakangi
sebagai lambang. Di mana simbol atau lambang dapat diartikan sebagai sesuatu yang
pesan verbal), perilaku nonverbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama.
perkembangan bahasa dan menangani hubungan antara manusia dan objek (fisik,
dan objek abstrak dalam kehidupan mereka, yang telah mereka yakini secara turun-
temurun. Seperti rumah Tongkonan yang dsimbolkan sebagai ibu dan jug berbagai
merupakan hewan yang berharaga bagi masyarakat Toraja. Selain itu corak Pa’ Barre
Allo, corak ini melambangkan sumber kehidupan yang brasal dari sang pencipta.
Selain itu Pa’Barana’ atau beringin, bagi masyarakat Toraja pohon beringin dalah
pohon yang rindang, dan dapat menaungi, sehingga yang berteduh dibaeah pohon
88
tersbut akan merasakan kesejukan. Dapat dikatakan, bahwa masyarakat tersebut telah
simbol, maka simbol adalah sesuatu yang berdiri/ada untuk sesuatu yang lain,
terhadap suatu pesan nonverbal didasarkan nilai atau norma yang berlaku pada suatu
kelompok atau masyarakat tertentu. Oleh karenanya, pemaknaan dan aturan terhadap
Selain itu menurut Sussane Langer (dalam Johannesen, 1996 : 47), bahwa
dengan kebutuhan dasar akan simbolisasi yang mungkin tidak dimiliki makhluk lain
–selain manusia- maka simbolisasi akan berfungsi secara kontinu dan merupakan
Dengan keunikan ini, maka manusia sebagai pelaku komunikasi dapat segera
ke generasi (Sobur, 2003 : 164). Maka, simbol dapat berdiri untuk suatu institusi, cara
berpikir, ide, harapan dan banyak hal lainnya. Melalui simbolisasi ini pula, dapat
89
dimodifikasi dalam bentuk sinyal-sinyal melalui gelombang udara dan cahaya (Sobur,
2003 : 164).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan observasi dan
wawancara dengan beberapa informan serta membaca literatus tentang ukiran Toraja,
maka dapat dipaparkan corak ukiran yang ada pada Tongkonan sebagai simbol status
hanya sebagai gambar yang diciptakan begitu saja untuk menghiasi suatu bentuk atau
benda ataupun Tongkonan tetapi seluruh macam ukiran itu lahir dari pengertian
masalah hidup atau pergaulan hidup serta cita-cita kehidupan masyarakat, makanya
Setiap pola ukiran memiliki nama dan arti masing-masing yang sebenarnya hanya
memperindah bangunan juga mengandung makna yang intinya berupa nasihat dan
doa.
Ada beberapa jenis Tongkonan, antara lain Tongkonan layuk (pesio'aluk), yaitu
pengatur pemerintahan adat. Ada juga batu a'riri yang berfungsi sebagai tongkonan
penunjang yang mengatur dan membina persatuan keluarga serta membina warisan.
90
Tongkonan milik bangsawan Toraja berbeda dengan dari orang umumnya. Yaitu
pada bagian dinding, jendela, dan kolom, dihiasi motif ukiran yang halus, detail, dan
beragam. Ada ukiran bergambar ayam, babi, dan kerbau, serta diselang-seling sulur
oleh Puang Matua atau sang pencipta di surga. Dulu hanya bangsawan yang berhak
membangun tongkonan. Selain itu, rumah adat Tongkonan tidak dapat dimiliki secara
individu tapi diwariskan secara turun-temurun oleh marga suku Toraja. Bangsawan
Toraja yang memiliki Tongkonan umumnya berbeda dengan Tongkonan dari orang
biasanya. Perbedaan ini bisa kita lihat pada bagian rumah terdapat tanduk kerbau
yang disusun rapi menjulang ke atas, semakin tinggi atau banyak susunan tanduk
kerbau tersebut semakin menunjukkan tinggi dan penting status sosial si pemilik
rumah.
pekerja. Kemudian ditambah proses mengecat dan dekorasi satu bulan berikutnya.
Berikut adalah makna dari setiap corak ukiran dari Tongkonan sebagai simbol
1. Pa’ Tedong
tersamar. Motif ini didominasi dengan warna hitam, putih dan merah.
Pa’tedong biasa dilukiskan pada papan besar teratas dan pada dinding-dinding
91
penyanggah badan rumah. Bagi masyarakat Toraja, kerbau adalah hewan yang
paling tinggi nilai dan statusnya. Kerbau digunakan sebagai korban pada saat
upacara Rambu Solo’, alat pengolah sawah dan lain-lain. Ukiran Pa’tedong
Ukiran ini artinya ukiran yang menyerupai matahari. Bentuk motif ini
adalah terdiri atas empat lingkaran yang tersususun. Lingkaran pertama yang
merupakan pusat dari motif ini berwarna kuning, lingkaran kedua berwarna
merah dan lingkaran ketiga dan keempat berwarna putih. Antara lingkaran
ketiga dan keempat terdapat bentuk segitiga yang berwarna merah yang
seperti matahari. Jenis ukiran ini ditemukan pada bagian muka dan belakang
Londong. Pa’Barre Allo adalah simbol kesatuan dari Tondok Lepongan Bulan
Tana Matari’ Allo (Toraja) yang mendapat berkat dan bimbingan dari Tuhan
yang Maha Kuasa. Ukiran ini adalah lambang sumber kehidupan yang berasal
dari sang pencipta. Maknanya adalah percaya bahwa sumber kehidupan dan
segala sesuatu di dunia ini adalah dari Puang Matua (Tuhan yang Maha Esa)
dan pemilik Tongkonan mempunyai kedudukan yang tertinggi dan mulia. Ini
92
3. Pa’ Manuk Londong
diukir di atas Pa’Barre Allo. Ukiran ini, bagi masyarakat Toraja, merupakan
4. Pa’ Sussu’
variasi dan tidak diberi warna. Pa’Sussu’ adalah ukiran yang sangat sederhana
1. Pa’ Manuk Londong (Ayam Jantan) yang diukir di atas Pa’Barre Allo,
simbol ayam jantan yang diukir berhadapan di atas Pa’Barre Allo pada
papan atas (Para). Itu berarti bahwa para pemimpin dalam negeri
93
Ada juga yang mengukir hanya satu ayam jantan pada Para
belakang Tongkonan.
kepentingannya).
94
4. Passura’ Rangke. Rangke = Kering. Ukiran ini tidak diberi pewarnaan.
banyak. Peka dan mau berkorban untuk orang banyak atau keluarga.
ranting dan daun beringin. Beringin adalah pohon yang besar dan
dikatakan juga sebagai makhluk budaya maka manusia diartikan juga sebagai
makhluk yang dengan kegiatan akalnya dapat mengubah dan bahkan dapat
sistem perlambangan di sini adalah corak ukiran Toraja, yang melambangkan sesuatu
berdasarkan sistem pola hubungan masyarakat Toraja, falsafah hidup mereka dan
95
Masyarakat Toraja memiliki budaya sendiri dan merekapun mengerti dan
memahami sebagaimana mereka adalah pelaku budaya tersebut. Atas dasar berbagai
tersebut, umumnya ada yang berencana, tertata, resmi, dan juga tidak resmi. Berbagai
momen interaksi dalam bentuk apa pun, perlu diperhatikan oleh peneliti budaya.
Pelaku budaya tidak dapat dianggap sebagai komunitas yang pasif, melainkan penuh
interaksi dinamis yang banyak menawarkan simbol-simbol. Pada saat ini peneliti
Lambang atau simbol adalah sesuatu yang abstrak yang berawal dari adanya
proses interaksi sosial. Pengertian lambang tidak lepas dari tanda, tetapi harus
dibedakan antara tanda dan lambang(simbol). Kita hidup di dunia simbolik untuk
mereprentasikan dan mengekspresikan dunia nayata. Apa yang kita lihat dan rasakan
adalah tanda, sedangkan lambang merepresentasikan tanda melalui abstraksi. Jika kita
melihat Tongkonan dengan corak ukirannya dan visual-visual lainnya, makan tanda
pengertian sebuah Tongkonan secara abstraksi, sebagai tempat tinggal dan lambang
masyarakat Toraja, mereka menciptakan corak ukiran yang mereka gunakan pada
rumah adat mereka, dan semua itu berdasarkan nilai-nilai dari adat Toraja.
96
Dalam setiap gerak, pelaku budaya akan berinteraksi dengan yang lain. Pada
saat itu, mereka secara langsung maupun tidak langsung telah membeberkan stock of
Persediaan pengetahuan budaya yang ditampilkan lewat interaksi itulah yang menjadi
fokus penelitian model interaksionis simbolik. Dari interaksi tersebut, akan muncul
muncul dalam satuan interaksi yang kompleks, dan kadang - kadang juga dalam
interaksi kecil antar individu. Dalam masyarakat Toraja, corak ukiran yang mereka
gunakan, semuanya berasal dari falsafah hidup mereka sendiri, dan merekapun
mengartikan dan memberikan makna dari setiap corak ukiran tersebut dan pesan-
hal tentang simbol yang terdapat dalam interaksi pelaku. Mungkin sekali pelaku
budaya menggunakan simbol-simbol, unik atau spesial yang hanya dapat dipahami
ketika mereka saling berinteraksi. Seperti halnya dalam budaya Toraja, Pa’Kabongo
sebelum dipasang pada rumah Tongkonan, itu akan belum menandakan keberadaan
97
dan satus dari Tongkonan tersebut, dan ketika Pa’Kabongo’ telah dipasang pada
Tongkonan maka akan kelihatanlah simbol keberadaan dan status Tongkonan tersebut
dengan adanya Pa’Kabongo’. Jika berdiri sendiri belum mewujudkan sebuah simbol
bermakna, sebab bagi orang lain diluar pelaku budaya Toraja, Pa’Kabongo’ hanya
sebuah kepala kerbau, namun, ketika benda tersebut berada dalam adat budaya
dan dalam peoses verbal yang diwakili oleh lambang bahasa, prosen nonverbal dapat
terhadap proses verbal dan nonverbal adalah pemahaman terhadap budaya, budaya
Pesan verbal dari setiap corak ukiran Tongkonan Toraja adalah, makna yang
tekandung dalam setiap corak ukiran tersebut sedangkan pesan nonverbalnya adalah
corak ukiran atau motif-motif ukiran tersbut serta warna-warna yang digunakan pada
unkiran tersebut.
Itulah sebabnya ada beberapa catatan penting yang perlu diperhatikan bagi
1. simbol akan bermakna penuh ketika berada dalam konteks interaksi aktif,
98
3. pemanfaatan simbol dalam interaksi budaya kadang-kadang lentur dan
4. makna simbol dalam interaksi dapat bergeser dari tempat dan waktu
tertentu.
orang pada pengalaman dan proses penafsirannya adalah esensial serta menentukan
dan bukan bersifat kebetulan atau bersifat kurang penting terhadap pengalaman itu.
pendefinisiannya. Manusia tidak dapat bertindak atas dasar respons yang telah
berperan serta.
menimbulkan interpretasi atau penafsiran. Simbolik berasal dari kata ’simbol’ yakni
tanda yang muncul dari hasil kesepakatan bersama. Bagaimana suatu hal menjadi
perspektif tersebut mempengaruhi dan dipengaruhi subyek, semua dikaji oleh para
interaksionis simbolik. Hal yang tidak kalah penting dalam interaksi simbolik adalah
99
pengonsepsian diri subyek. Bagaimana subyek melihat, memaknai dan
mendefinisikan dirinya berdasarkan definisi dan makna yang diberikan orang lain.
Mead menekankan dasar intersubjektif dari makna. Makna dapat ada, menurut
Mead, hanya ada ketika orang-orang memiliki interpretasi yang sama mengenai
bahwa terdapat tiga cara untuk menjelaskan asal sebuah makna. Satu pendekatan
mengatakan bahwa makna adalah sesuatu yang bersifat intrinsik dari suatu benda atau
makna yang ada dalam diri benda tersebut. Pendekatan kedua terhadap asal-usul
makna melihat makna itu “dibawa kepada benda oleh seseorang bagi siapa benda itu
makna terdapat di dalam orang, bukan di dalam benda. Pendekatan ketiga terhadapa
makna, melihat makna sebagai sesuatu yang terjadi di antara orang-orang. Makna
adalah “produk sosial” atau ciptaan yang dibentuk dalam dan melalui pendefinisian
macam corak atau simbol ukiran untuk rumah adat mereka. Dari setiap corak
tersebut, masing –masing memeiliki makna tersendiri, begitu juga dengan Tongkonan
yang memiliki makna dalam Tongkonan itu sendiri. Masyarakat luar memiliki
100
CORAK SIMBOL STATUS MAKNA FILOSOFI WARNA
UKIRAN
Kebangsawanan Lambang kesejahteraan Warna yang
dan kekayaan bagi digunakan di setiap
masyarakat Toraja ukiran ada 4 warna
yaitu merah, yang
Kedudukan tertinggi dan Kehidupan bersumber melambangkan
mulia. dari Puang Matua (Sang darah manusia,
Pencipta). warna putih
melambangkan
Patriotisme, Bermakna hukum, tulang manusia,
kepemimpinan pengorbanan, dan waktu. suci, warna kuning
melambangkan
Lambagn kesatuan yang kemuliaan,
Kebijakan demokratis. lambang
ketuhanan, dan
warna hitam yang
Melambangkan status merupakan warna
Pemimpin tertinggi dalam dasar dari setiap
masyarakat. ukiran, dan bahwa
Status tertinggi dan kehidupan setiap
menjadi payung dari Dapat menaungi, manusia diliputi
semua pihak dalam sehingga yang ada oleh kematian.
negeri. dibawahnya merasakan
kesejukan dan keamanan.
101
BAB 5
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Corak ukiran yang terdapat pada Tongkonan yang melambangkan status sosial
diambil kesimpulan bahwa ukiran yang ada pada Tongkonan melukiskan simbol-
2. Pesan-pesan yang terdapat pada ukiran Tongkonan sebagai simbol status sosial
masyarakat Toraja merupakan falsafah hidup orang Toraja sendiri. Pesan yang
dan segala sesuatu yang ada di dunia ini berasal dari Tuhan dan merupakan
pemimpin yang arif dan bijaksana, mampu menyatukan semua unsur golongan
102
demokratis dan kebijakan untuk penentuan dasar-dasar kehidupan,
dan status tertinggi, sehingga dapat membuat keadaan yang sedemikian rupa
harapan dan peka serta mau berkorban bagi orang banyak atau keluarga, dan
tertinggi dan menjadi pelindung atau payung dari semua pihak dalam negeri.
103
B. Saran
104
DAFTAR PUSTAKA
Herimanto & Winarno. 2011. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Said, W.Edward. 2004. Power, politics and culture: interviews with Edward
W.Said:Bloomsbury.
105
West, Richard dan Turner, Lynn H. 2008. Pengantar Teori Komunikasi:Analisis dan
Aplikasi: Jakarta: Salemba Humanika
Setiadi, Elly M, dkk. 2007. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta : Kencana.
Van, Zoest, Aart, Semiotika: Tentang Tanda, Cara kerjanya dan Apa yang Kita
Lakukan Dengannya 1993, Jakarta: Yayasan Sumber Agung.
Referensi Internet
106
Murtini, Indah. 2021. Semiotika Makna Dalam
Komunikasi.(http://ndahindah.wordpress.com/2012/05/17/semiotika-makna-
dalam-komunikasi/,diakses pada tanggal 1 November 2012, Pukul 19:07
WITA)
107