Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Arsitektur tradisional adalah salah satu unsur kebudayaan yang tumbuh dan
berkembang bersama dengan pertumbuhan suatu suku bangsa . Oleh karena
arsitektur tradisional merupakan salah satu identitas dari suatu pendukung
kebudayaan, sehingga dalam arsitektur tradisional terkandung secara terpadu
aspek ideal, aspek social dan aspek material suatu kebudayaan. Unsur kebudayaan
itu dihayati, sehingga lahirlah rasa bangga dan rasa cinta terhadap arsitektur
tradisional itu. Proses pergeseran kebudayaan di Indonesia, khususnya di
pedesaan, telah menyebabkan pergeseran wujud kebudayaan yang terkandung
dalam arsitektur tradisional.
Arsitektur sebagai hasil karya seni budaya diakui sebagai salah satu wujud
kebudayaan yang dapat dijadikan cerminan dari kehidupan manusianya, dari masa
kemasa. Arsitektur sebagai unsur kebudayaan,laksana salah satu bentuk bahasa
non verbal manusia yang bernuansa simbolik.
Arsitektur adalah alat komunikasi manusia secara nonverbal yang
mempunyai nuansa sastrawi, tidak jauh berbeda dengan sastra verbal metaforik.
Arsitektur sendiri dapat dipahami melalui wacana metafor keindahan, dari sudut
pandang itu akan dikenali karakteristiknya.
Dalam naskah kuno sastra Jawa dan kitab lontara Bugis Makassar secara
jelas dapat ditemukan relevansi antara lingkungan dan kehidupan budaya
manusia, hal tersebut terwujud pada penggambaran bentuk rumah adat yang
diciptakannya.Tata cara pembuatan rumah menurut konsep arsitektur tradisional
Sulawesi Selatan, merujuk pada pesan atau wasiat yang bersumber dari
kepercayaan dan adat istiadat yang dianut masyarakat Sulawesi Selatan, mulai
dari pemilihan tempat,penentuan arah peletakan rumah, bentuk arsitektur, hingga
penyelenggaraan upacara ritual ketika proses pembangunannya.

Page 1
Mardanas, menyatakan bahwa orang-orang dahulu, tata wilayah dan tata
bangunan alias arsitektur tidak diarahkan pertama kali demi penikmatan rasa
estetika bangunan, tetapi terutama demi kelangsungan hidup secara kosmis
(Mardanas,1985:7). Artinya, sebagai bagian integral dari seluruh kosmos atau
semesta raya yang keramat dan gaib.
Arsitektur tradisional budaya local Bugis Makassar mengemukakan unsur
hiasan yang digunakan pada rumah tradisional yang banyak mengambil bentuk
dari flora dan fauna. Sekilas dalam hal rumah tradisional disebutkan bahwa;
secara konseptual arsitektur, masyarakat tradisional Sulawesi Selatan (Bugis,
Makassar dan Toraja) berangkat dari suatu pandangan hidup ontologis,
memahami alam semesta secara universal. Filosofi hidup masyarakat tradisional
Bugis Makassar yang disebut sulapa appa, menunjukkan upaya untuk
menyempurnakandiri.
Filosofi itu menyatakan bahwa segala aspek kehidupan manusia barulah
sempurna, jika berbentuk segi empat, yang merupakan mitos asal kejadian
manusia yang terdiri dari empat unsur, yaitu: tanah, air, api, dan angin (Tato,
2008:2). Masyarakat tradisional Bugis Makassar yang berpikiran secara totalitas,
pembuatan rumah tradisional mereka dipengaruhi oleh pemahaman struktur
kosmos mengacu pada alam yang terbagi atas tiga bagian, yaitu alam atas, alam
tengah dan alam bawah. Oleh karena itu rumah tradisional orang Bugis Makassar
tersusun dari tiga tingkatan yang berbentuk segi empat, dibangun mengikuti
model kosmos menurut pandangan hidup mereka.
Tak jauh dari kota Makassar ada jejak sejarah yang amat berharga yaitu
Istana Raja Gowa (Balla Lompoa) yang terletak di jantung kota Sungguminasa,
Gowa, Jarak tempuh antara kota Makassar dan Sungguminasa sekitar 30 menit.
Balla lompoa adalah rumah adat Makassar/Gowa, Sulawesi Selatan, Indonesia.
Sebelum dialihfungsikan sebagai Museum Balla Lompoa, rumah ini dulunya
merupakan sebuah istanah yang dibangun pada tahun 1936 oleh Raja ke-31 yaitu I
Mangngi-mangngi Daeng Matutu yang berkuasa pada tahun 1906-1946.
Sekarang tempat ini juga berfungsi sebagai objek wisata sejarah yang menarik

Page 2
untuk dikunjungi. Dalam bahasa Makassar, Balla Lompoa berarti rumah besar
atau rumah kebesaran.
Arsitektur bangunan museum ini berbentuk rumah panggung, dengan
sebuah tangga setinggi lebih dari dua meter untuk naik ke ruang teras. Seluruh
bangunan terbuat dari kayu Hitam. Kepala kerbau tergantung diujung atap
menandakan derajat kebangsawanan sang pemilik rumah. Bangunan museum ini
dibagi menjadi dua bagian, yaitu ruang utama seluas 60 x 40 meter dan ruang
teras (ruang penerima tamu) seluas 40 x 4,5 meter. Di dalam ruang utama
terdapat tiga bilik, yaitu: bilik sebagai kamar pribadi raja, bilik tempat
penyimpanan benda-benda bersejarah, dan bilik kerajaan. Ketiga bilik tersebut
masing-masing berukuran 6 x 5 meter. Bangunan museum ini juga dilengkapi
dengan banyak jendela yang masing-masing berukuran 0,5 x 0,5 meter.
Dengan uraian diatas, saya selaku penulis merencanakan pembangunan
replika rumah adat Balla Lompoa di Kendari Sulawesi Tenggara untuk
dijadikan sebagai objek wisata dan sekaligus sebagai penambah wawasan
masyarakat untuk lebih mengenal rumah adat mengenai arsitektur
nusantara dan benda-benda pusaka di dalamnya.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka yang menjadi rumusan
masalah dalam penulisan proposal ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana merencanakan pembangunan rumah adat Balla Lompoa
Makassar-Gowa di Kendari ?
2. Bagaimana merencanakan gambar bestek, DED, RKS dan RAB
pembangunan rumah adat Balla Lompoa ?

1.3. Tujuan Masalah


1. Untuk merencanakan pembangunan rumah ada Balla Lompoa Makassar-
Gowa di Kendari.

Page 3
2. Untuk merencanakan gambar bestek, DED, RKS, RAB pembangunan
rumah adat Balla Lompoa.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penulis berharap proposal ini dapat menambah sumbangan ilmu
pengetahuan bagi pembaca khususnya pada jurusan D3 Teknik
Arsitektur, juga menambah bahan pustaka bagi Universitass Halu Oleo.

2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari proposal ini adalah dapat disajikannya data
mengenai rumah adat Balla Lompoa Makassar-Gowa dan sebagai
persyaratan menyelesaikan tugas dari mata kuliah Metode Penulisan
Ilmiah.

1.5. Batasan Masalah


Penulis membatasi masalah, agar masalah yang di bahas lebih terarah dan
tidak menyimpang dari ketentuan yang ada, yaitu :
1. Permasalahan terhadap perencanaan pembangunan rumah adat Balla
Lompoa di Kendari.
2. Penulis hanya membatasi sampai pada gambar bestek, RAB, RKS, dan
RAB pembangunan rumah adat Balla Lompoa.

1.6. Sistematika Penulisan


Adapun sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan laporan
ini sebagai berikut :
1. BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan gambaran umum dari isi proposal secara
keseluruhan, tujuan yang akan dicapai. Bab ini berisikan tentang latar
belakang, rumusan masalah,tujuan masalah, manfaat penelitian, batasan
masalah, dan sistematika penulisan proposal.

Page 4
2. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan mengenai teori-teori yang relevan serta
pemahaman yang menyeluruh dari penelitian yang pernah dilakukan.

3. BAB II : PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari proposal yang dibuat.

Page 5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Rumah Adat


1. Secara Umum
Rumah adat merupakan bangunan yang memiliki ciri khas khusus,
digunakan untuk tempat hunia oleh suatu suku bangsa tertentu. Rumah
adat ialah salah satu representasi kebudayaan yang paling tinggi dalam
sebuah komunitas suku/masyarakat. Keberadaan rumah adat di Indonesia
sangat beragam dan mempunyai arti yang penting dalam perspektif
sejarah, warisan dan kemajuan masyarakat dalam sebuah peradaban.
Rumah-rumah adat di Indonesia mempunyai bentuk dan arsitektur
masing-masing daerah sesuai dengan budaya adat lokal. Rumah adat
pada umumnya dihiasai ukiran-ukiran indah, pada jaman dulu, rumah
adat yang tampak paling indah biasa dimiliki para keluarga kerajaan atau
ketua adat setempat menggunakan kayu-kayu pilihan dan pengerjaannya
dilakukan secara tradisional melibatkan tenaga ahli dibidangnya, banyak
rumah-rumah adat yang saat ini masih berdiri kokoh dan sengaja
dipertahankan dan dilestarikan sebagai simbol budaya Indonesia.

2. Menurut Para Ahli


 Budihardjo (1994:57)
rumah adalah aktualisasi diri yang diejawantahkan dalam bentuk
kreativitas dan pemberian makna bagi kehidupan penghuninya.
Selain itu rumah adalah cerminan diri, yang disebut Pedro Arrupe
sebagai ”Status Conferring Function”, kesuksesan seseorang
tercermin dari rumah dan lingkungan tempat huniannya.
Rumah adat adalah bangunan yang memiliki cirikhas khusus,
digunakan untuk tempat hunian oleh suatu suku bangsa tertentu.
Rumah adat merupakan salah satu representasi kebudayaan yang
paling tinggi dalam sebuah komunitas suku/masyarakat.

Page 6
Keberadaan rumah adat di Indonesia sangat beragam dan
mempunyai arti yang penting dalam perspektif sejarah, warisan, dan
kemajuan masyarakat dalam sebuah peradaban.
 Said ( 2004 : 47 )
Rumah tradisional merupakan suatu bangunan dengan struktur, cara
pembuatan, bentuk dan fungsi serta ragam hias yang memilki ciri
khas tersendiri, diwariskan secara turun – temurun dan dapat
digunakan untuk melakukan kegiatan kehidupan oleh penduduk
sekitarnya.

2.2. Studi Banding Rumah Adat Balla Lompoa di Kabupaten Gowa-


Makassar
Museum Balla Lompoa ini terletak di Jalan Sultan Hasanuddin No. 48
Sungguminasa, Somba Opu, Kabupaten Gowa, yang berbatasan langsung dengan
Kota Makassar. Museum Balla Lompoa merupakan sebuah museum kerajaan di
wilayah Sulawesi Selatan yang koleksinya sangat mengesankan bagi saya ketika
memiliki kesempatan berkunjung ke tempat itu. Museum Balla Lompoa
menempati sebuah rumah panggung khas Makassar, Sulawesi Selatan dan
menyimpan benda-benda pusaka dan berharga yang merupakan sebagian dari
peninggalan Kerajaaan Gowa.

Page 7
Tampak depan rumah panggung Museum Balla Lompoa. Rumah
panggung yang ditempati Museum Balla Lompoa ini pada mulanya ada sebuah
istana kerajaan, yang dibangun pada tahun 1936 oleh Raja Gowa XXXI, bernama
Mangngi-mangngi Daeng Matutu, dengan gaya bangunan berarsitektur Makassar
yang khas.
Struktur bangunan Museum Balla Lompoa ini dibuat dari kayu Ulin
(Eusideroxylon zwageri), yang juga dikenal dengan sebutan kayu besi yang berat
dan keras. Bangunan Museum Balla Lompoa ini dipercaya merupakan rumah
panggung dengan struktur bangunan terbuat dari kayu yang terbesar di dunia.
Balla Lompoa yang terletak di pusat kota Sungguminasa ini adalah salah satu sisa
peninggalan kejayaan kerajaan Gowa, kerajaan yang pada abad XVI sempat
begitu berjaya sebagai salah satu kerajaan besar di Nusantara. Pusat kerajaan
Gowa sebenarnya berpindah-pindah, sebelumnya kerajaan Gowa berada di bukit
Tamalate sebelum Raja Gowa IX Tumapakrisika Kallongna memindahkan pusat
kerajaan ke delta sungai Jeneberang dan membangun Benteng Somba Opu.
Keputusan ini sangat tepat, sejak pemindahan pusat kerajaan di tahun 1510
perlahan-lahan kerajaan Gowa tumbuh pesat sebagai pusat perdagangan
menggantikan Malaka yang jatuh ke tangan Portugis tahun 1511. Kejayaan
kerajaan Gowa berlangsung selama satu abad lebih sebelum akhirnya jatuh ke
tangan VOC lewat perang Makassar yang panjang dan melelahkan. 18 November
1667 lewat perjanjian Bungayya, kerajaan Gowa di bawah kepemimpinan Sultan
Hasanuddin mengakui kekalahan dari VOC. Kerajaan Gowapun perlahan-lahan
mengalami kemunduran.
Sejak saat itu benteng Somba Opu yang pernah tenar sebagai pusat
perdagangan dunia perlahan redup dan ditinggalkan. Sultan Hasanuddin
memindahkan kembali pusat kerajaan ke daerah perbukitan, terakhir Raja Gowa
XXXV I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bonto Nompo Sultan Muhammad
Tahur Muhibuddin Tuminanga ri Sungguminasa membangun Balla Lompoa di
kota Sungguminasa pada tahun 1936 yang sekaligus jadi istana terakhir kerajaan
Gowa yang bisa dilihat sampai sekarang.

Page 8
Balla Lompoa atau yang dalam bahasa Makassar berarti rumah besar menjadi
salah satu sisa kerajaan Gowa yang bisa dilihat hari ini. Di sebelahnya berdiri
sebuah istana yang jauh lebih besar, didirikan oleh pemerintahan kabupaten Gowa
sejak tahun 2007 dan dijadikan bangunan serbaguna untuk acara pemerintahan
maupun acara perkawinan.
Sebagai sisa sebuah kerajaan besar seperti Gowa, Balla Lompoa sama
sekali tidak sebanding. Isi museum tidak menampakkan betapa besarnya kerajaan
Gowa di jaman lampau. Isi museum lebih banyak berisi benda-benda biasa yang
jumlahnya tidak seberapa. Museum ini juga tidak menampakkan fakta-fakta
kejayaan kerajaan Gowa atau keuletan mereka melawan orang-oranng Belanda
yang ingin menguasai Nusantara beratus-ratus tahun yang lalu.

Museum Balla Lompoa menyimpan koleksi benda-benda berharga yang


tidak hanya bernilai tinggi karena nilai sejarahnya, tetapi juga karena bahan
pembuatannya dari emas atau batu mulia lainnya. Di museum ini terdapat sekitar
140 koleksi benda-benda kerajaan yang bernilai tinggi, seperti mahkota, gelang,
kancing, kalung, keris dan benda-benda lain yang umumnya terbuat dari emas
murni dan dihiasi berlian, batu ruby, dan permata. Di antara koleksi tersebut, rata-
rata memiliki bobot 700 gram, bahkan ada yang sampai atau lebih dari 1
kilogram. Di ruang pribadi raja, terdapat sebuah mahkota raja yang berbentuk
kerucut bunga teratai (lima helai kelopak daun) memiliki bobot 1.768 gram yang
bertabur 250 permata berlian. Di museum ini juga terdapat sebuah tatarapang,

Page 9
yaitu keris emas seberat 986,5 gram, dengan pajang 51 cm dan lebar 13 cm, yang
merupakan hadiah dari Kerajaan Demak. Selain perhiasan-perhiasan berharga
tersebut, masih ada koleksi benda-benda bersejarah lainnya, seperti: 10 buah
tombak, 7 buah naskah lontara, dan 2 buah kitab Al Quran yang ditulis tangan
pada tahun 1848.
Banyak koleksi bernilai tinggi yang dimiliki Museum Balla Lompoa yang
terbuat dari emas. Salah satunya adalah Mahkota Raja terbuat dari emas dengan
bentuk lima bunga teratai, dihiasi dengan batu permata yang anggun.
Masih banyak lagi koleksi perhiasan yang disimpan di Museum Balla
Lompoa yang terbuat dari emas dengan berbagai bentuk dan ornamen yang
semuanya terlihat sangat indah dan mengesankan. Sebagian dari koleksi itu
merupakan pemberian dari pemerintah asing atau kerajaan di Jawa.
Di samping mempunyai nilai historis, Balla Lompoa juga mempunyai nilai
religius yang berpedoman pada falsafah hidup manusia. Masyarakat Gowa
memiliki pandangan kosmologis dan berfikir bahwa hidup ini hanya tercapai bila
antara makrokosmos dan mikrokosmos senantiasa terjalin hubungan harmonis.
Pandangan filosofi ini tercermin dalam rumah adar Makassar Gowa. Misalnya
saja pandangan bahwa alam semestea ini secara horisontal bersegi empat (Sulapak
Appak), pandangan ini tercermin dalam bentuk tiang rumah dan areal tanah.
Semuanya bersegi empat. Setiap manusia juga memiliki empat elemen, yaitu
tanah, api, air dan angin. Secara vertikal, kosmos itu terdiri atas langit bumim dan
pertiwi, yang menjadikan angka tiga adalah angka kosmos.
Nilai religius lainnya adalah pandangan bahwa alam raya ini terdiri dari tiga
susun, yakni dunia atas, tengah dan bawah. Hal ini terlihat dari bentuk rumah adat
Makassar yang terdiri dari tiga bagian yaitu pada bagian atas rumah disebut
loteng(Pamakkang), bagian tengah rumah (Kale Balla) dan bagian bawah rumah
(siring). Terdapat pula pusat rumah yang disebut “Pocci’ Balla”.

Page 10
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Arsitektur tradisional Balla Lompoa, mencerminkan arsitektur rumah
tradisional suku Makassar yang bentuk dan fungsi ruangannya, disesuaikan
dengan nilai estetika masyarakat Makassar. Balla Lompoa diproses dan
dirancang sesuai dengan aturan kebiasaan umum yang berlaku turun-temurun
dalam wilayah Kerajaan Gowa, sebagai syarat yang harus dipenuhi bagi sebuah
rumah adat suku Makassar terutama untuk kediaman raja.
Ragam hias yang dimiliki pada bangunan Balla Lompoa secara
imaginative menunjukkan kebesaran Kerajaan Gowa di masa lampau. Ragam hias
pada rumah tradisional Makassar umumnya mempunyai pola dasar yang
bersumber dari alam, ada ragam hias yang berbentuk tumbuh-tumbuhan (flora),
berbentuk binatang (fauna), tulisan arab atau kaligrafi dan benda-benda alam
lainnya.

3.2. Saran
Saya selaku penulis sangat berharap agar keragaman bentuk dari rumah
adat ini tidak berubah. Dan pembangunan replika untuk rumah adat ini semoga
nantinya akan dapat menambah wawasan pada pembaca.

Page 11
DAFTAR PUSTAKA

1. http://tothegathot.blogspot.com/2013/11/rumah-adat-makassar-balla-
lompoa.html
2. Mardanas.1985. tentang tata wilayah dan bangunan
3. Tato.2008. tentag asal kejadian manusia yang terdiri dari empat unsur, yaitu:
tanah, air, api, dan angin
4. Budihardjo.1994. tentang pengertian rumah dan rumah adat
5. Said.2004. tentang pengertian rumah tradisional

Page 12

Anda mungkin juga menyukai