Anda di halaman 1dari 15

Makalah Tugas Besar

Mata Kuliah Arsitektur Indonesia

Judul :

Arsitektur Pemesuan Pada Rumah Tradisional Bali

Mahasiswa :
Ida Ayu Eka Pradnyani

( 1404205003 )

JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2016 / 2017

Kata Pengantar
Om Swastiastu ,
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat
Beliaulah, penulis dapat menyelesaikan makalah yang diberi judul Arsitektur Pemesuan Pada
Rumah Tradisional Bali ini tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Sebagaimana telah disadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
terdapat kekurangan-kekurangan atau masih jauh dari kata sempurna, karena keterbatasan
kemampuan yang dimiliki jika dibandingkan dengan pengetahuan yang ada, walaupun demikian
penulis tetap berusaha semaksimal mungkin untuk menyusun makalah ini.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan referensi baru bagi para penulis
yang lainnya dan juga dapat memberikan manfaat kepada pihak yang bersangkutan.
Sebagai akhir penulis tidak lupa memohon kritik dan saran kepada pembaca yang bersifat
konstruktif. Sehingga nantinya dapat mengantarkan penulis kearah pembenahan penulisan di
waktu-waktu mendatang, Penulis juga ingin meminta maaf apabila dalam penyusunan makalah
ini ,ada pihak-pihak yang merasa tersinggung atau lain sebagainya .
Akhir kata penulis ucapkan terimakasih.

Om Shanti Shanti Shanti Om

Denpasar, 25 Oktober 2016

Penulis

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemesuan merupakan bagian paling utama dari bangunan ruamh tradisional Bali . Hal
Pemesuan atau juga disebut Angkul-angkul. Angkul-angkul memiliki beberapa fungsi dari
segi nilai etika tata krama dimana angkul-angkul menutup rumah sehingga tidak
memeperlihatkan rumah secara langsung yang akan menimbulkan kesan mengumbar rumah
yang bisa berdampak buruk seperti aktivitas yang terjadi didalam rumah akan dilihat dari luar
apabila tidak dibuatkanangkul-angkul. Dari segi keamanan , pemesuan berfungsi untuk
penjaga didepan rumah untuk menghindar sesuatu yang tidak diinginkan masuk kerumah
orang Bali. Biasanya didepan pemesuan disebelah kanan dan kiri terdapat patung duarapala
yang dipercaya menjadi penjaga rumah dan penolak bala.Dari segi kebudayaan, dengan
dibangunnya pemesuan dapat menjaga kebudayaan Bali tetep lestari hal ini dikarenakan
pembangunan pemesuan juga menggunakan aturan menurut asta kosala-kosali dan asta bumi
yang merupakan pedomana utama dalam membangun rumah tradisional Bali.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1

Bagaimana Sejarah Pemesuan ?

1.2.2

Apa saja jenis-jenis Pemesuan?

1.2.3

Bagaimana Filosofi Pemesuan Pada Rumah Tradisonal Bali?

1.2.4

Bagaimana Struktur dan Bahan Pada Pemesuan?

1.2.5

Bagaimana Pemesuan Pada Puri Agung Peliatan?

1.3 Tujuan
Tujuan dari tugas ini yaitu agar mahasiswa mengetahui dan memahami arsitektur
pemesuan pada bangunan rumah tradisional Bali terutama kori agung dan angkul-angkul.

1.4 Manfaat
Untuk Mahasiswa
1. Menambah pengetahuan mengenai arsitektur rumah tradisional Bali.
2. Meningkatkan kemampuan individu dalam membuat makalah dengan benar

Untuk Masyarakat
1. Menambah wawasan mengenai arsitektur pemesuan
2. Mengetahui bahwa pemesuan memiliki makna dan filosofi yang berpengaruh
dilingkungan bermasyarakat.

BAB II
METODE DAN OBJEK

2.1 Metode dan Penelitian


Adapun metode yan digunakan yaitu sebagai berikut :
2.1.1 Metode Analisis dan Kajian Pustaka
Mengumpulkan data yang di data di lapangan dan kemudian di analisis
dengan cara membandingkan dengan teori yang diperoleh dari literature-literatur
dari berbagai sumber sehingga dapat mengetahui lingkup dan pengaruhnya pada
arsitektur rumah tradisonal
2.1.2 Metode Observasi Langsung
Pengumpulan data dengan cara observasi secara langsung ke objek dan
melakukan pendataan dengan menggunakan sketsa dan foto pda objek yang
diobservasi.
2.2 Objek Obsevasi
2.2.1 Puri Peliatan

Gambar 2.2.1.1 Pemesuan / Kori Agung Puri Peliatan


Sumber : dokumen pribadi
Puri Agung Peliatan terletak di Desa Peliatan , Kecamatan Ubud, Kabupaten
Gianyar, Provinsi Bali, tepatnya di sebelah utara Pasar Peliatan dan Kantor Perbekel Peliatan.
Puri Agung Peliatan berdiri sejak abad ke 17. Penyebutan pemesuan pada rumah tradisional Bali

yang disebut puri adalah Kori Agung. Kori Agung ini merupakan warisan sejarah budaya Bali
yang terdapat di Gianyar terutama di Peliatan.

Gambar 2.2.1.2 Denah Lokasi via Google Map


Sumber : Google Street View

Gambar 2.2.1.2 Denah Lokasi via Google Earth


Sumber : Google Street View

BAB III
LANDASAN TEORI

3.1 Definisi Arsitektur Tradisional


Bangunan vernakular yang tertua di Indonesia saat ini tidak lebih dari sekitar 150 tahun
usianya. Namun dari relief di dinding abad ke-9 di candi Borobudur di Jawa Tengah
mengungkapkan bahwa ada hubungan erat dengan arsitektur rumah vernakular kontemporer
yang ada saat ini. Arsitektur vernakular Indonesia juga mirip dengan yang dapat ditemukan di
seluruh pulau-pulau di Asia Tenggara. Karakteristik utamanya adalah dengan digunakannya
lantai yang ditinggikan (kecuali di Jawa), atap dengan kemiringan tinggi menyerupai pelana
dan penggunaan material dari kayu dan bahan organik tahan lama lainnya. Di Indonesia
memiliki banyak kebudayaan yang beragam, dari keanekaragaman tersebut dari setiap daerah
yang ada di Indonesia memiliki karakter atau ciri yang dijadikan sebagai icon wilayahnya.
Dalam arsitektur juga demikian, masyarakat local mengangkat budaya mereka dan
diimplementasikan dalam bentuk bangunan yang dijadikan sebagai bangunan suci, tempat
tinggal, musyawarah dan sebagainya. Salah satu dari keberagaman arsitektur rumah
tradisional di Indonesia yaitu arsitektur rumah tradisional Bali.
3.2 Arsitektu Tradisional Bali
Menurut Wikipedia,
Arsitektur Tradisional Bali dapat diartikan sebagai tata ruang dari wadah kehidupan
masyarakat Bali yang telah berkembang secara turun-temurun dengan segala aturan-aturan
yang diwarisi dari zaman dahulu, sampai pada perkembangan satu wujud dengan ciri-ciri fisik
yang terungkap pada lontar Asta Kosala-Kosali, Asta Patali dan lainnya, sampai pada
penyesuaian-penyesuaian oleh para undagi yang masih selaras dengan petunjuk-petunjuk
dimaksud.
Di Bali saat ini ditemukan berbagai corak arsitektur, mulai dari Arsitektur tradisional
bali kuno, tradisional bali yang di kembangkan, arsitektur masa kini yang berstil bali bahkan
arsitektur yang sama sekali tidak memiliki nuansa bali. Mengetahui aspek-aspek arsitektur
tadisional bali di butuhkan pengetahuan yang mendalam terutama aspek filosofi, religius dan
sosial budaya.Arsitektur tradisional Bali dapat diartikan sebagai tata ruang dari wadah
kehidupan masyarakat Bali yang telah berkembang secara turun-temurun dengan segala
aturan-aturan yang diwarisi dari jaman dahulu, sampai pada perkembangan satu wujud dengan
ciri-ciri fisik yang terungkap pada lontar Asta Kosala-Kosali dan Asta Pasali. Arsitektur
Tradisional Bali yang memiliki konsepsi-konsepsi yang dilandasi agama Hindu, merupakan
perwujudan budaya, dimana karakter perumahan tradisional Bali sangat ditentukan normanorma agama Hindu, adat istiadat serta rasa seni yang mencerminkan kebudayaan.
Arsitektur Tradisional Bali memiliki beberapa konsep-konsep dasar yang
mempengaruhi nilai tata ruangnya, antara lain :
1. Konsep Keseimbangan (keseimbangan unsur semesta, konsep catur lokapala,konsep
dewata nawa sanga ), konsep ini juga harus menjadi panutan dalam membangun

diberbagai tataran arsitektur termasuk keseimbangan dalam berbagai fungsi bangunan.


konsep dewata nawa sanga ialah aplikasi dari pura-pura utama yang berada di delapan
penjuru arah dibali yang yang dibangun menyeimbangkan pulau bali, pura-pura utama
itu untuk memuja manifestasi tuhan yang berada di delapan penjuru mata angin dan di
tengah.Aplikasi konsep ini menjadi pusat yang berwujud natah (halaman tengah) dari
sini menentukan nilai zona bangunan yang ada disekitarnya dan juga pemberian nama
bangunan disekitarnya sepertiBale Daje,Bale Dauh,Bale Delod,Bale Dangin,
2. Konsep Rwe Bhineda (hulu - teben, purusa - pradana) Hulu Teben merupakan dua
kutub berkawan dimana hulu bernilai utama dan teben bernilai nista/ kotor. Sedangkan
purusa(jantan) pradana(betina) merupakan embryo suatu kehidupan
3. Konsep Tri Buana - Tri Angga, Susunan tri angga fisik manusia dan struktur tri buana
fisik alam semesta melandasi susunan atas bagian kaki, badan, kepala yang masingmasing bernilai nista, madya dan utama.
4. Konsep keharmonisan dengan lingkungan, ini menyangkut pemanfaatan sumber daya
alam, pemanfaatan potensi sumber daya manusia setempat, khususnya insan-insan ahli
pembangunan tradisional setempat.
Di dalam menentukan atau memilih tata letak pekarangan rumah pun menurut aturan
tradisional Bali ada beberapa pantangan yang harus diperhatikan yaitu:
1. Pekarangan rumah tidak boleh bersebelahan langsung ada disebelah Timur atau Utara
pura, bila tidak dibatasi dengan lorong atau pekarangan lain seperti: sawah,
ladang/sungai. Pantangan itu disebut: Ngeluanin Pura.
2. Pekarangan rumah tidak boleh Numbak Rurung, atau Tusuk Sate. Artinya jalan lurus
langsung bertemu dengan pekarangan rumah.
3. Pekarangan rumah tidak boleh diapit oleh pekarangan/rumah sebuah keluarga lain.
Pantangan ini dinamakan: Karang Kalingkuhan.
4. Pekarangan rumah tidak boleh dijatuhi oleh cucuran atap dari rumah orang lain.
Pantangan ini dinamakan: Karang Kalebon Amuk.
5. Pekarangan rumah sebuah keluarga tidak boleh berada sebelah- menyebelah jalan umum
dan berpapasan. Pantangan ini dinamakan:Karang Negen.
6. Pekarangan rumah yang sudut Barat Dayanya bertemu dengan sudutTimur
Lautnya pekarangan rumah keluarga itu juga berada sebelah-menyebelah jalan umum, ini
tidak boleh. Pantangan ini dinamakan: Celedu Nginyah.
Dan lain sebagainya.
Desain interior berarti rancangan ruang dalam. Tetapi dalam konsep arsitektur
tradisional Bali Madya konsep desain interior, juga dapat berarti rancangan ruang di dalam
ruang (space in space) pada area rumah tinggal, ( by : http://m.isi-dps.ac.id/news/desaininterior-rumah-tinggal-tradisional-bali-madya ) dengan kesimpulan sebagai berikut :

1. Pola Zonasi
Pola zonasi rumah tinggal era Bali Madya memiliki pola teratur, dengan konsep ruang
sanga mandala, yang membagi pekarangan menjadi 9 bagian area (pah pinara sanga sesa
besik). Tata nilai ruangnya ditata dari area atau zona Utamaning utama sampai zona Nistaning
nista untuk bangunan paling provan. Jadi konsep zonasi unit bangunan di dalam pekarangan
rumah tradisional Bali Madya, ditata sesuai dengan fungsi dan nilai kesakralan dari unit
bangunannya. Zona parahyangan untuk tempat suci, zona pawongan untuk bangunan rumah
dan zona palemahan untuk kandang ternak, teba dan tempat servis/ pelayanan. Filosofi
Trihitakarana sangat jelas diterapkan pada sonasi ruang rumah tinggal era Bali Madya, karena
zona ruangnya telah didesain agar keselarasan hubungan antara manusia dengan Tuhan,
dengan sesama dan ala lingkungan tetap terjaga, sehingga pemilik dan pemakai bangunan
memperoleh keselamatan, kedamaian dan kesejahteraan.
2. Pola Sirkulasi
Desain pola sirkulasi pada rumah tinggal tradisional Bali Madya adalah dari pintu
masuk/angkulangkul menuju dapur (paon), yang memiliki makna sebagai tempat untuk
membersihkan segala hal buruk yang terbawa dari luar rumah, kemudian baru dapat
memasuki bangunan-bangunan lainnya, seperti ke Bale Dauh, Bale Gede/Dangin,
Meten/Gedong dan bangunan lainnya. Sedangkan pola religiusnya dimulai dari
Sanggah/Merajan, baru kemudian ke Bale Meten/Bale Daja, Bale Gede/dangin, Bale Dauh,
Paon, Jineng, Penunggun Karang, Angkul-angkul dan bangunan tambahan lainnya. Proses
aktivitas yang dimulai dari tempat suci ini dilakukan pada saat upacara secara tradisional Bali.
3. Orientasi
Orientasi bangunan rumah tradisional Bali Madya adalah menghadap ke ruang tengah
(natah),yang memiliki makna tempat bertemunya langit dan bumi, sehingga tercipta
kehidupan di bumi. Langit (akasa) adalah purusa, sebagai simbol unsur laki-laki dan bumi
(pertiwi) adalah pradana, yang merupakan simbol unsur perempuan. Unsur purusa dan
predana inilah bertemu pada natah, sehingga tercipta kehidupan di rumah tinggal tradisional
Bali Madya. Pada rumah tradisional Bali Madya, bangunan tempat tidur (Bale Meten)
berorientasi ke Selatan, bangunan tempat anak muda/ tamu (Bale Dauh) berorientasi ke Timur,
bangunan tempat upacara (Bale Gede/Dangin) berorientasi ke Barat, sedangkan dapur (Paon)
berorientasi ke utara. Keempat unit bangunan pokok tersebut berorientasi ke tengah/natah
sebagai halaman pusat aktivitas rumah tinggal. Orientasi pintu masuk tempat suci keluarga
(Sanggah/ merajan) kearah Selatan atau ke arah Barat.
4. Lay Out Ruang
Maksud dari lay out ruang adalah perencanaan, rancangan, desain, susunan, tata letak
tentang ruang-ruang yang terdapat pada desain interior rumah tinggal tradisional Bali Madya.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa desain interior tradisional Bali Madya adalah

seluruh compound bangunan yang terdapat di dalam tembok penyengker, sehingga ruang
kosong ditengah yang disebut natah adalah termasuk ruang keluarga sebagai tempat bermain
dan berkumpulnya keluarga
3.3 Gapura
Gapura merupakan bagian paling utama dari rumah adat Bali. Hal ini karena letak gapura
paling awal sebelum masuk ke area rumah tradisional Bali.Pengambilan nama Gapura Candi
Bentar berdasar dari bentuk bangunannya yaitu berupa gapura. Gapura tersebut terdiri dari 2
bangunan candi dibangun sejajar dan serupa yang merupakan gerbang pintu masuk
kepekarangan rumah. Gapura tersebut tidak memiliki atap atas yang memisahkan kedua
bangunan candi, sehingga kedua bangunan gapura candi tersebut terlihat tampak jelas
terpisah, yang menghubungkan bangunan gapura tersebut adalah berupa anak-anak tangga dan
pagar besi yang menjadi pintu jalan masuk. Disekitar bangunan gapura terdapat patungpatung yang merupakan simbol dari kebudayaan Bali.

Gambar 3.1.1 Rumah Adat Bali


Sumber : kebudayaanindonesia.net
3.3.1 Bagian-Bagian Rumah Adat Bali Beserta Fungsinya
Didalam rumah adat Bali memiliki bagian-bagian penting dan mempunyai
fungsi masing-masing. Berikut ini penjelasannnya:

Sanggah atau Pamerajan merupakan tempat suci bagi keluarga yang


tinggal.

Panginjeng Karang adalah tempat untuk memuja yang menjaga


pekarangan.
Bale Manten merupakan tempat tidur kepala keluarga, anak gadis dan
tempat menyimpan barang-barang berharga. Bale Manten juga sering digunakan
bagi pasangan yang baru menikah.

Bale Gede atau Bale Adat adalah sebagai tempat upacara lingkaran hidup.

Bale Dauh berfungsi sebagai tempat kerja, pertemuan dan tempat tidur
anak laki-laki.

Paon yaitu berupa dapur yang digunakan sebagai tempat memasak

Lumbung merupakan tempat penyimpanan makanan pokok seperti padi


dan hasil bumi lainnya.

Pemeseuan merupakan bagian paling depan dari rumah tradisional Bali


yang sering disebut dengan gapura berfungi sebagai pintu masuk, pelindung
pekarangan rumah dan sebagai penanda suatu rumah tradisional di Bali

3.3.2 Nilai-Nilai Dalam Rumah Adat Bali


Rumah adat Bali memiliki nilai-nilai penting dalam proses pembangunannya,
nilai-nilai tersebut berupa aturan-aturan yang disebut dengan istilah "Asta Kosala
Kosali" yakni filosofi yang mengatur tatahubungan antara manusia dengan Tuhan,
manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam.
Umumnya, sudut utara-timur adalah tempat yang lebih disucikan, sehingga
diletakan ruang-ruang yang lebih dinilai suci, sedangkan sudut barat-selatan
merupakan sudut yang lebih rendah derajat kesuciannya dalam tata ruang rumah,
yang biasanya merupakan arah masuk ke hunian atau untuk bangunan lain seperti
kamar mandi dan lain-lain.
Ditinjau dari sudut pandang ilmu bumi, arsitektur Bali menyesuaikan dengan
iklim tropis Indonesia dan keadaan dataran tinggi maupun rendah. Di daerah
dataran tinggi pada umumnya bangunannya kecil-kecil dan tertutup, demi
menyesuaikan keadaan lingkungannya yang cenderung dingin. Tinggi dinding di
buat pendek, untuk menghindari sirkulasi udara yang terlalu sering. Luas dan
bentuk pekarangan relatif sempit dan tidak beraturan disesuaikan dengan topografi
tempat tinggalnya. Sementara untuk daerah dataran rendah, pekarangannya relatif
luas dan datar sehingga bisa dimanfaatkan sebagai temapt berkumpul massa untuk
agenda-agenda adat tertentu, yang umumnya berdinding terbuka, di mana masingmasing mempunyai fungsi tersendiri.
Dari segi material, bahan bangunan yang digunakan bergantung pada tingkat
kemapanan si pemiliknya. Masyarakat biasa menggunakan popolan (speci yang
terbuat dari lumpur tanah liat) untuk dinding bangunan, sedangkan golongan raja
dan brahmana menggunakan tumpukan bata-bata. Untuk tempat suci/tempat
pemujaan baik milik satu keluarga maupun milik suatu kumpulan kekerabatan,
menggunakan bahan sesuai kemampuan ekonomi masing-masing keluarga. Seperti
untuk bahan atap menggunakan ijuk bagi yang ekonominya mampu, sedangkan
bagi yang ekonominya kurang mampu bisa menggunakan alang-alang atau genteng

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Sejarah Pemesuan
Bangunan paduraksa juga kadang disebut "kori agung", sesungguhnya merupakan
adaptasi dari bangunan gopuram (gapura) dalam arsitektur Hindu-Buddha di Nusantara.
Gerbang beratap pada masa awal ditemukan pada beberapa kompleks percandian di Jawa
tengah dari abad ke-8 dan ke-9, yaitu kompleks candi Prambanan, Plaosan, serta gapura
kompleks Ratu Boko. Pada masa kemudian di Jawa Timur, terutama pada era Majapahit,
atap gapura paduraksa kian langsing dan tinggi menjulang. Contoh gapura paduraksa
gaya Majapahit adalah Candi Bajangratu. Adanya gapura paduraksa menandakan bahwa
kompleks bangunan yang memiliki gerbang seperti ini adalah bangunan penting, seperti
tempat suci, atau istana.
4.2 Jenis-jenis Pemesuan Pada Rumah Tradisional Bali
1. Kori Agung merupakan tempat keluar yang digunakan pada rumah tradisional Bali
yang disebut Puri. Kori Agung terdapat pada Puri yang benar-benar memegang
kekuasaan pada jaman dulu. Kori Agung memiliki 1 pintu utama yang terletak di
tengah yang merupakan pintu masuk formal dan 2 pintu samping yang berfungsi
sebagai tempat kelar informal.
2. Angkul-angkul merupakan pemesuan yang terdapat pada rumah orang Bali yang
berasal diluar dari catur wangsa. Angkul angkul pada umumnya memiliki 1 pintu
utama sebagai sirkulasi eluar-masuk.
4.3 Filosofi Pemesuan Pada Rumah Tradisonal Bali
Dilihat dari bentuknya, pemesuan berbentung menjulang yang diibaratkan adalah
bentuk dari gunung. Selain dari segi bentuk , dilihat dari segi ornament yang dikgunakan
adalah pepatran yang melambangkan kehidupan di alam dikarenakan jenis pepatran yang
mengambil bentuk bunga, tumbuhan dan binatang yang merupakan isi dari alam semesta.
Jika dikaitkan dengan gunung dimana terdapat tumbuhan dan hewan yang tinggal di
gunung yang merupakan bagian dari kehidupan alam.
Konsep Tri Angga juga terdapat pada bangunan pemesuan misalnya pada kori
agung dimana kaki diibaratkan tangga yang terdapat pada pemesuan, badan yaitu bagian
dari bagian ruang untuk masuk sampai bagian atas pintu kemudian kepala yaitu bagian
tumpang yang meruncing. Pada angkul-angkul bagian ataplah yang merupakan bagina
kepala karena angkul-angkul tidak memiliki tumpang.
Makna tata krama terkandung dalam arsitektur pemesuan dimana dengan adanya
pemesuan akan menutupi bergabagi aktifitas di dalam ruang sehingga orang luar tidak
terganggu dan tidak bisa melihat ke dalam pekarangan rumah. Makna Keamanan
terkandung pada arsitektur pemesuan dengan adanya apit lawang yang dipercaya sebagai

pelindung dari pengaruh negatif, menjaga dan mengawasi orang yang yang memasuki
rumah.Makna kebudayaan terdapat pada pelestarian budaya bali dari arsitektur
pemesuan.
4.4 Struktur dan Bahan Pemesuan
4.4.1 Struktur Pemesuan
Terdapat 2 struktur pada bangunan pemesuan yaitu struktur cecandian yang
menggunakan struktur massif dari bagian kaki sampai atap. Struktur makekerep
yang terbuat dari rangka berlapis pada bagian atas seperti lapisan alang-alang atau
menggunakan genteng pada bagian atap yang biasanya digunakan pada angkulangkul
4.4.2 Bahan
Bahan yang digunakan untuk menyusun kori agung biasanya adalah batu bata, batu
padas atau batu putih pada karang laut. Pada daerah Badung menggunakan bahan
batu bata atau karang laut , klungkung menggunakan bata peripihan. Penggunaan
juga tergantung dari daerah setempat.
4.5 Pemesuan Pada Puri Objek Puri Agung Peliatan
Pada rumah tradisional Bali yang disebut Puri , pemesuan disebut dengan kori
agung. Kori Agung di Puri Peliatan terletak di tengah yang langsung terhubung dengan
ancak saji seperti pada tatanan konsep sanga mandala.
Kori Agung di Puri Peliatan selain berfungsi sebagai keluar masuk juga berfungsi
sebagai tempat keluarnya para penari yang akan menari di ancak saji. Pintu utama yang
terdapat ditengah merupakan pintu yang hanya digunakan apabila terdapat upacara agama
dan pementasan tarian kebudayaan.
Struktur Kori Agung pada Puri Agung Peliatan menggunakan struktur cecandian
karena dari kaki sampai atas menggunakan struktur massif.

BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Bangunan Kori Agung pada Puri Peliatan merupakan bangunan yang kuno dan
merupakan warisan sejarah bagi Puri Peliatan. Kori Agung ini belum pernah direnovasi
sebelumnya sehingga bangunan ini masih asli dan menggunakan batu bata sebagai bahan
bangunannya. Kori Agung pada Puri Peliatan memiliki fungsi yang sangat penting yaitu
selain sebagai tempat keluar masuk, estetika dan sebagai warisan budaya , fungsi kori
agung ini sangat erat hubungannya dengan masyarakat dimana dibagian depan kori agung
yang terhubung langsung dengan ancak saji sehingga kori agung berfungsi sebagai
pengubung antara msyarakat dengan puri yang sebagai pusat pemerintahan pada jaman
dulu karena disinilah pentas tarian kebudayaan berlangsung.

Daftar Pustaka
Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin.2009. Arsitektur Tradisional Bali di Ranah Publik.
Denpasar : CV. Bali Medika Adhikarsa. Halaman 24-33
http://kebudayaanindonesia.net diunduh pada tanggal 25 Oktober 2016, pukul 21.00
WITA di Gianyar
https://id.wikipedia.org/wiki/Paduraksa di unduh pada tanggal 26 Oktober , pukul 5.30
WITA di Gianyar

Anda mungkin juga menyukai