Anda di halaman 1dari 19

Pengaruh Arsitektur Vernakular Rumah Tradisional Bali

terhadap lingkungan sosial di Desa Palipuran Kubu-Bangli

Penulis :

1. Shara Afriyanti – 41221120010


2. Fita Wulandari – 41221120004

Mata Kuliah :

Arsitektur Nusantara

Dosen Pengampu Mata Kuliah :

Dr.Ir.Primi Artiningrum,M.Arch.

UNIVERSITAS MERCU BUANA

FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI ARSITEKTUR

MARET 2023
Kata Pengantar

Alhamdulilah puji dan syukur atas Rahmat Allah Swt yang telah melimpahkan Karunianya,sehingga
penulis dapat Menyusun dan menyelesaikan makalah ini.Sholawat dan Salam tercurahkan pada Baginda Nabi
Muhammmad Saw,tentu tak lupa penulis mengucapkan terimakasih Kepada Ibu Dr.Ir.Primi Artiningrum,M.Arch.
Selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Arsitektur Nusantara yang telah mengarahkan penulis untuk
menyelesaikan tugas ini dengan baik.

Pada kesempatan kali ini yang Berjudul ‘’Arsitektur Vernakular Rumah Tradisional Bali di Desa Palipuran
Kubu-Bangli’’ sebagai tugas kelompok pertama pada perkuliahan semester ini.Di dalam tugas ini sangatlah
penting bagi penulis yang merupakan mahasiswa arsitektur,dengan tujuan mendalami arsitektur dan mengenal
lebih dekat terkait Arsitektur Nusantara di Bali ini.Selain penulis belajar dan memahami langgam Arsitektur
Dunia yang kemudian ke Arsitektur Nusantara Pengetahuan baru yang mendalam terkait Arsitektur Indonesia
yang beraneka Ragam Budaya dan Kearifan lokal di masing-masing daerah.

Oleh sebab itu,didalam makalah ini juga melatih mahasiswa dalam penyusunan skripsi atau gambaran
akhir menjelang kelulusan nantinya,serta menjadi pendalaman lebih jauh untuk meluaskan pengetahuan dan
meluruskan perjalanan mahasiswa arsitektur.

Kemudian Bilamana terdapat kesalahan yang terdapat dalam Analisa serta penyusunan laporan
makalah ini ,penulis memohon maaf.Serta penulis berharap pembaca dapat memberikan saran dan kritik
kepada penulis.Semoga didalam makalah ini dapat bermanfaaat bagi pembaca untu menambah ilmu dan
wawasan pengetahuan terkait Arsitektur Nusantara secara lebih mendalam dan meluas.

Jakarta,Maret 2023

Penulis
Daftar Isi

Kata Pengantar................................................................................................................................................ 2

Daftar Isi .......................................................................................................................................................... 3

Bab 1 Pendahuluan ......................................................................................................................................... 4

Bab 2 Kajian Pustaka ...................................................................................................................................... 5

Bab 3 Metode Deskriptif ................................................................................................................................. 6

Bab 4 Kasus Study.......................................................................................................................................... 7

Bab 5 Analisis Pembahasan......................................................................................................................... 14

Bab 6 Kesimpulan ......................................................................................................................................... 17

Bab 7 Penutup ............................................................................................................................................... 18

Daftar Pustaka ............................................................................................................................................... 19


Bab 1 Pendahuluan

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang akan kaya dengan seni dan budayanya. Dengan ciri khas
dan keanekaragaman adat istiadat yang masih sangat kental. Salah satu terdapat pada provinsi bali, salah satu
provinsi yang memiliki ragam budaya, bahkan terkenal sampai mancanegara. Keragaman budaya inilah yang
akhirnya membuat banyak wisatawan berkunjung ke Indonesia, khususnya ke Bali. Tak hanya seni budayanya
saja, Bali juga terkenal dengan wisata alamnya yang eksotis nan menakjubkan. Kota ini juga semakin terkenal
lagi dengan adanya rumah adat Bali yang terjaga sampai saat ini. terkenalnya pada Arsitektur rumah Tradisional
Bali, hal itu menjadi salah satu provinsi yang menerapkan konsep Arsitektur Vernacular pada rumah
tradisionalnya hingga saat ini.

Adapun arsitektur tradisional rumah Bali sendiri memiliki hiasan dan ukiran, perabotan, dan pemberian
warna yang beragam. Semua itu memiliki arti masing-masing dan tidak sembarangan diterapkan. Dengan ini
penelitian pada Arsitektur Tradisional Rumah Bali bertujuan untuk menjabarkan struktur, system serta seni yang
terdapat pada Arsitektur Rumah Bali.

B. Rumusan Masalah

Pada penelitian ini menjabarkan bagaimana konsep arsitektur vernacular, pembagian zonasi, struktur
dan dekorasi pada Rumah Tradisional Bali.

C. Tujuan Dan Manfaat

Tujuan (maksud atau sasaran) penelitian ini adalah untuk mempelajari Arsitektur Vernacular yang
terdapat pada Rumah Tradisional Bali sebagai bahan pembelajaran mendalam bagi mahasiswa Arsitektur guna
mempermudah proses pembelajaran.

D. Sistematika
Sistematika pada makalah ini akan membahas tentang :
A. Bab 1 Membahas Tentang Pendahuluan dan Latar Belakang.
B. Bab 2 Membahas Tentang Kajian Pustaka yang Digunakan.
C. Bab 3 Membahas Tentang Metode Deskriptif.
D. Bab 4 Membahas Tentang Kasus Study.
E. Bab 5 Membahas Tentang Analisis Pembahasan.
F. Bab 6 Membahas Tentang Kesimpulan .
G. Bab 7 Membahas Penutup .
Bab 2 Kajian Pustaka

Pada kesempatan kali ini kajian Pustaka yang digunakan untuk menganalisis Arsitektur Vernakular Bali
Meliputi :

 Buku Taman Tradisional Bali,berisikan tentang berisikan tentang adat,agama,budaya serta teknologi
sampai mata Pencaharian yang ada dalam Arsitektur Vernakular Bali.
 Buku Arsitektur Tradisional Bali,berisikan tntang tata cara dan penataan layout dalam Arsitektur
Tadisional Bali.
 Buku Asta Kosala Kosali, berisikan tipologi bangunan,pemilihan tempat dan tata cara struktur yang
menjadi makna di dalam bangunan serta pemilihan pekarangan dalam Arsitektur Tradisional Bali.
 Buku Vertikalitas Arsitektur Trasisional Bali,berisikan tentang kosmos dan keseimbangan antara alam
dan manusia serta programming tapak konsep Arsitektur Bali.
 Referensi Jurnal tentang Tri Hita Karana,Tri Mandala,Sanga Mandala,Tri Angga dan Tri Loka.
 Serta beberapa jurnal yang mencari referesi untu menguatkan tema pada makalah ini.
Bab 3 Metode Deskriptif

Desain pada penilitian ini merupakan suatu rencana yang dibutuhkan bagi peneliti sebagai bentuk
pemahan serta penjabaran pada Arsitektur vernakular di Desa Penglipuran, Kubu Bali yang masih berkembang
pada saat ini serta menjadi suatu ikonik yang menarik.

Metode pada penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Sukmadinata
(2011), penelitian deskriptif kualitatif ditujukan untuk mendeskripsikan dan menggambarkan fenomena-
fenomena yang ada, baik bersifat alamiah maupun rekayasa manusia, yang lebih memperhatikan mengenai
karakteristik, kualitas, keterkaitan antar kegiatan guna mempermudah mahasiswa arsitektur dalam pemahan
Arsitektur vernacular yang masih bertahan pada saat ini di Desa Penglipuran, Kubu-Bali.
Bab 4 Kasus Study

 Lokasi dan Data Fisik

Penglipuran adalah salah satu desa adat dari Kabupaten Bangli, Provinsi Bali, Indonesia. Desa ini
terkenal sebagai salah satu destinasi wisata di Bali karena masyarakatnya yang masih menjalankan dan
melestarikan budaya tradisional Bali dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Total area dari desa ini mencapai 112 hektar dengan ketinggian 500-600 meter di atas permukaan laut
dan berlokasi sekitar 5 kilometer dari kota Bangli atau 45 kilometer dari Kota Denpasar. Desa ini dikelilingi oleh
desa adat lainnya, seperti Desa Kayang di utara, Desa Kubu di timur, Desa Gunaksa di selatan, dan Desa
Cekeng. Temperatur bervariasi dari sejuk sampai dingin (16-29 °C) dan curah hujan rata-rata 2000 mm
pertahun. Permukaan tanah termasuk rendah dengan ketinggian 1-15 meter
 Kebudayaan Adat Istiadat

Kebudayaan Adat Istiadat di Desa Penglipuran Kubu-Bali sangat kental terkait gender laki-laki dengan
perempuan,hal tersebut dibuktikan dengan adanya upacara Sakral dalam Penikahan yang ada dalam
kemasyarakatn wilayah tersebut.Bahkan dalam hal pernikahan,bilamana menikah lebih dari satu orang disebut
Poligami dalam kemasyarakatan di perkampungan tersebut.

Serta pada Adat Istiadat yang ada dikatakan bahwa Desa Penglipuran tidak mengenal Kasta di
sebabkan sistem kebudayaan mereka berdasarkan Paterial Laki-laki.Pada sistem adat yang berlaku dalam
tradisi nenek moyang di katakana bahwa,seorang Wanita yang menikah harus ikut ke rumah suaminya.Dalam
sistem ini juga terjadinya pergerakan warisan kepada saudara laki-laki dalam status hubungan keluarga.Di
dalam tradisi perkampungan ini juga seorang saudara laki-laki dapat menggantikan posisi sebagai seorang
Ayah dengan istilah ‘’Ngayah’’ di dalam tradisi adat ini.

 Konsep Kampung

Daerah ini merupakan Salah Kawasan Desa di Provinsi Bali yang memiliki konsep kampung menjadi
daerah otonom yang bisa mengatur dengan Adat setempat untuk membantu mengatur sistem pemerintahan di
dalamnya.Serta dalam kosmologi Daerah ini mayoritas beragama Hindu,yang erat dan menghormati
keharmonisan antara manusia dengan alam.Kosmologi tersebut dikenal dengan istilah ‘’sistem spansial’’yamg
masih memegang sistem kepercayaan leluhur nenek moyang dikatakan bahwa setiap ruang pasti ada
pemiliknya yaitu makluk gaib.

Dengan adanya sistem kepercayaan antara manusia dan alam menjadikan ada beberapa macam
bangunan Tradisional Bali berdasarkan Filosofi Undagi sebagai berikut :

A. Tri Hita Karana

Dalam Filosofi ini mengandung unsur keharmonisan yang terjalinya hubungan manusia
dengan Tuhanya (Khaya),Hubungan manusia dengan lingkungan Alamnya (Angga) dan
Hubungan manusia dengan manusia (Atma).Ketiga unsur tersebut menjadi penyebab
keharnonisan dan kesejahteran dalam kehidupan.Selain itu juga dalam Tri Hita Kirana memlimiki
3 unsur yang terlibat meliputi : Sanghyang Jagatkarana,Bhuana dan Manusia.
B. Tri Mandala

Dalam Filosofi ini mengatur tentang zoning dan ruang yang memiliki 3 zona dalam tingkat
kesucian yang menjadi konsep Tradisional Bali di perkampungan Kubu Penglipuran ini,dengan
zona sebagai berikut :

Nista Mandala (jaba sisi) merupakan zonasi paling luar yang memiliki kedudukan ruang
yang tidak sakral.
Madya Mandala (jaba tengah) merupakan zonasi peralihan area tengah yang memilki
kedudukan ruang sakral tingkat menengah.
Utama Mandala (jeroan) merupakan zonasi paling dalam dan akhir yang memiliki
kedudukan ruang sakral tingkat tinggi.
C. Sanga Mandala

Pada Sanga Mandala merupakan zonasi konsep rumah tradisional Bali berdasarkan arah
Mata Angin,hal itu menjadi konsepsi dan profan bagi budaya masyarakat Bali. Konsepsi arah
tersebut mempunyai makna nilai sakral yang membentuk sumbu imajiner, yaitu sumbu orientasi
ritual Kangin-Kauh (sumbu Timur-Barat) dan sumbu orientasi natural Kaja-Kelod yang berbeda
pada setiap daerah di Bali.

Istilah Konsep Kedudukan Penempatan


Kaja Gunung Wilayah Utara
Kelod Laut Wilayah Selatan
Kangin Matahari Terbit Wilayah Kanan
Kauh Matahari Tenggelam Wilayah Kiri
Utara dan Kanan - Wilayah Utama
Selatan dan Kiri - Wilayah Nista
Kangin-Kauh Ritual Wilayah Sumber Religi
Kaja-Kelod Natural Wilayah Sumber Bumi
Konsep Sanga Mandala membagi area menjadi sembilan bagian zona berdasarkan nilai
kesakral-profannya masing-masing. Konsepsi (Natah) dari sumbu orientasi Kangin-Kauh terbagi
lagi menjadi tiga zona, yaitu Utama (sakral), Madya, dan Nista (profan). Begitu juga dengan
pembagian dari sumbu orientasi Kaja-Kelod sehingga terbentuklah sembilan zona yang memiliki
nilai kesakralan dan keprofonannya masing-masing.

D. Tri Angga dan Tri Loka

Pada Tri Angga merupakan sebuah konsepsi yang mengatur hirarki antara alam yang
berbeda,hal itu menjadikan sebuah konsep hirarki mengenai mikrokosmos, wilayah tengah, dan
makrokosmos. Madya AnggaOleh karena itu Tri Angga selalu berkaitan dengan Tri Loka.Berikut
merupakan pembagian Tri Angga dalam filosofi tradisional Bali sebagai berikut :

Utama Angga adalah bagian yang letak posisinya berada paling tinggi atau yang
paling utama (kepala).
Madya Angga adalah bagian yang letak posisinya berada di tengah (badan).
Nista Angga adalah bagian yang letaknya di bagian paling bawah,paling kotor dan
paling rendah (kaki).
Sedangkan Triloka dibagi menjadi 2 yaitu Bhuwana Agung (Alam Semesta ) dan
Bhuwana Alit (wilayah bumi).Berikut penjelasan terkait perbedaan Triloka sebagai berikut :
Bhuwana Agung meliputi Swah Loka (Dewa),Bwah Loka (Manusia) & Bhur Loka
(Hewan dan Makhluk Jahat).
Bhuwana Alit meliputi Gunung,Dataran dan Lautan.
E. Asta Kosala Kosali

Pada filosofi Asta Kosala Kosali merupakan pengetahuan tentang tata cara penataan
lahan dalam perancangan tempat hunian dan bangunan suci. Berdasarkan konsep Asta Kosala
Kosali, pedoman dalam penataan terhadap bangunan menggunakan anatomi tubuh manusia,
yaitu pemilik/penghuninya.
Terdapat beberapa ukuran yang digunakan berdasarkan Asta Kosala Kosali, yaitu :
Acengkang/alengkat : pengukuran dari ujung telunjuk sampai ujung ibu jari tangan yang
direntangkan.
Agemel : pengukuran keliling dengan tangan yang dikepalkan.
Aguli : pengukuran ruas tengah jari telunjuk.
Akacing : pengukuran dari pangkal hingga ujung jari kelingking tangan kanan.
Alek : pengukuran pangkal sampai ujung jari tengah tangan kanan.
Amusti : pengukuran ujung ibu jari sampai pangkal telapak tangan yang dikepalkan.
Atapak batis : pengukuran sepanjang telapak kaki.
Atapak batis ngandang : pengukuran selebar telapak kaki.
Atengen Depa Agung : pengukuran dari pangkal lengan sampai ujung jari tangan yang
direntangkan.
Atengen Depa Alit : pengukuran dari pangkal lengan sampai ujung tangan yang
dikepalkan.
Auseran : pengukuran dari pangkal ujung jari telunjuk yang ditempatkan pada suatu
permukaan.
Duang Jeriji : pengukuran lingkar dua jari (jari telunjuk dan jari tengah yang dirapatkan).
Petang Jeriji : pengukuran lebar empat jari (telunjuk, jari tengah, jari manis, kelingking)
yang dirapatkan.
Sahasta : pengukuran dari siku sampai pangkal telapak tangan yang dikepal.
Atampak Lima : pengukuran selebar telapak tangan yang dibuka dengan jari rapat.
Bab 5 Analisis Pembahasan
5.1 Pola pekarangan rumah adat bali

Pola pekarangan rumah pada dessa penglipuran dibagia menjadi tiga zona dimana pada masing masing
zona memiliki arti serta penggabungan penetapan pada arah terbit serta tenggelamnya matahari. Orientasi desa
pada Matahari terbit memiliki nilai yang tinggi/suci sehingga disimbolkan atau diperuntukkan untuk penempatan
bangunan suci areal Parhayangan (tempat suci keluarga) berupa tempat persembahyangan. Sedangkan arah
barat merupakan posisi matahari terbenam memiliki nilai kotor/nista sehingga diposisikan bangunan
toilet/kandang ternak (palemahan). Penghubung antara bangunan yang memiliki suci dan bangunan yang
memiliki nilai kotor adalah zona pawongan yang merupakan bangunan rumah tempat tinggal dan natah. Dengan
kata lain ruang yang memiliki nilai tinggi berada di sisi timur (Utama), nilai ruang madya dibagian tengah dan
nilai ruang terendah (nista) dibagian barat. Ketiga zona tersebut terdapat pada setiap pemukiman penduduk
dan berfungsi sebagai suatu batasan keruangan antara pekarangan satu dan yang lainnya. Pada Analisa ini
menjadi ciri khas pada rumah tradisional adat bali dengan melihat pada penetapan zoning pada site .
Pola linear desa memiliki blok-blok pekarangan dengan lebar 8,5m dengan memanjang
kebelakang,mengikuti konsep tri mandala dengan memperhatikan arah datangnya angin sebagaiman dalam
lingkungan. Pola pekarangan desa penglipuran tidak berpengarus secara signifikan terhadap nilai social
masyarakat rumah yang paling tinggi tidak memiliki nilai khusus, dengan kata lain masyarakat memiliki derajat
yang khusus.
5.2 sistem kekerabatan desa penglipuran
Masyarakat Desa Adat Penglipuran tidak menganal adanya kasta. Masyarakat desa menganut sistem
kekerabatan patrilineal yang merupakan sistem sebuah keturunan berdasarkan laki-laki. Penerapan sistem ini
adalah seorang wanita yang menikah harus ikut ke rumah suaminya dan warisan berupa harta tak bergerak
(tanah) diwariskan kepada anak laki-laki di dalam keluarganya. Selain itu, laki-laki yang telah menikah
diwajibkan melaksanakan kegiatan ngayah didalam desa menggantikan ayahnya. Desa panglipuran merupakan
sebuah desa adat sehingga memiliki hak otonomi dalam mengatur wilayahnya, berstatus desa adat sehingga
dapat kontribusi yang sangat besar dalam membantu pemerintah dalam pembangunan baik fisik maupun non
fisik. Secara vertikal, pemerintahan desa adat dipimpin oleh bendesa adat dan secara horizontal terbentuk dan
terbagi atas kelompok-kelompok profesi/fungsional tertentu. Tugas dan kewajiban system pemerintahan dalam
desa dan masyarakat telah diatur dalam awigawig yang dibuat dan disepakati bersama-sama.

5.3 Ruang-Ruang Bangunan


Tata guna lahan secara filososfi desa penglipuran menggunakan konsep sanga mandala dimana pada
konsep ini penempatan dipengaruhi oleh dating nya mata angin dan unsur religi umat hindu. Arah timur
dipergunakan sebagai zona suci serta sebaliknya barat dipergunakan sebagai zona nista/kotor.

Akses utama desa yang digunakan sebagai area penerimaan. Sanak keluarga, tamu, dan orang yang
dihormati atau disucikan menggunakan akses ini untuk masuk ke karangkerti, sehingga area ini tidak gunakan
sebagai zona nista melainkan zona madya sebagai implementasi estetika dan sopan santun. Teba yang artinya
teben/bawah terdapat di zona nista, sehingga implementasi pada konsep tatanan pemukiman sebelah timur,
tebe berada pada posisi paling timur yang memiliki area paling bawah pemukiman.

Pertambahan anggota keluarga, gaya hidup, kebutuhan ekonomi dan teknologi menyebabkan perkembangan dan
bertambahnya pemanfaatan ruang-ruang domestik dalam satu perkarangan. Pada area pemukiman sebelah barat
pengembangan pemanfaatan ruang mengarah kearah barat dengan memanfaatkan zona nista yang dahulunya teba
berkembang menjadi bangunan/rumah baru untuk anggota keluarga baru. selain itu, pemanfaatan zona nista digunakan
untuk fasilitas penunjang seperti parkir kendaraan dan membuka tempat usaha seperti warung yang menjual aneka kerajinan
hingga tempat makan. sedangkan pada area pemukiman sebelah timur, pemanfaatan lahan yang ada disebelah timur
yang merupakan bagian dari satu perkarangan. Pemanfaatan lahan digunakan sebagai bangunan rumah tinggal, parkir, toilet,
warung, penjualan tanaman hias dan sebagainya. hal ini juga didukung oleh adanya akses melingkar mengelilingi desa.
5.4 Keterkaitan Ruang-Ruang dalam Pemukiman Dengan Sistem Kepercayaan
Desa Pengelipuran merupakan salah satu desa kuno, yang hingga kini masih memegang ketat adat dan
tradisi.Berbagai bentuk aktivitas ritual maupun dalam kaedah-kaedah dalam kehidupan social kemasyarakatan
masih berjalan dan eksis walaupun pengaruh globalisasi terus mengancam dan mempengaruhinya. Menyadari
akan keadaan tersebut, masyarakat telah menyadari bahwa perlu adanya strategi untuk mempertahankan
tradisi adat dan budaya yang telah diwariskan secara turun-temurun. Pewarisan tersebut, tidak hanya dalam
bentuk fisik namun juga dalam wujudnya yang sangat abstrak seperti system kepercayaan yang dimiliki oleh
masyarakat Penglipuran.

Sehingga banyak nya pura-pura yang berdiri kokoh menjadi ciri khas desa tersebut dan tersebar
mengikuti pola pembagian ruang desa yaitu, utama mandala madya madala dan nista mandala. Penempatan pura-pura di
Desa Adat Penglipuran mengikuti kepercayaan, sejarah dan kaidah pola tataruang desa. Terdapatnya karang kosong atau
tanah kosong sejumlah dua buah didalam desa yang dipercaya merupakan tanah numbak rurung/tanah yang tidak layak untuk
dibangun tempat tinggal. Masyarakat setempat mempercayai lokasi atau tanah yang berada utara pura dan didepan pintu
keluar pura merupakan tanah yang sakral dan tidak cocok untuk dijadikan tempat tinggal, sehingga karang ini merupakan
karang kosong yang digunakan untuk bercocok.
Bab 6 Kesimpulan
Desa Adat Penglipuran merupakan desa yang memiliki sistem sosial yang sangat tinggi mulai dari pembangunan,
lingkungan, budaya hingga pembentukan ruang-ruang yang dirumuskan secara Bersama- sama warga masyarakat dan untuk
kepentingan masyarakat itu sendiri. Masyarakat Desa Adat Penglipuran memiliki nilai sosial budaya yang sangat kental, sehingga nilai
sosial budaya dalam masyarakat mampu membentuk pola spasial ruang-ruang desa. Pola ruang Desa Adat Penglipuran terbentuk
akibat kuatnya pengaruh nilai agama hindu yang diimplementasikan dengan pembangian ruang dengan konsep tri mandala
berubahnya fungsi ruang dan bertambahnya ruang – ruang baru terbentuk akibat bertambahnya anggota keluarga dan kebutuhan
keluarga didaerah tersebut
System pembangunan pada desa penglipuran yang masih menjadi ciri khas dengan penetapan zona-zona ruang yang berorientasi
pada Analisa iklim daerah tersebut sehingga ciri khas arsitektur vernacular pada desa penglipuran masih sangat terjaga pada pembangunan
saat ini.
Bab 7 Penutup

Dari saat penulis menyusun makalah ini sedikit mengenal apa itu Arsitektur Vernakular,namun setelah
meyusun penulis merasakan keaslian dari Nusantara Tradisional Bali secara lebih mendalam.Di samping itu
juga banyak hal dan terbukalah wawasan dan pengetahuan mengenai Arsitektur Vernakular.

Terlebih saat membahas konsep kampung yang membuat penulis ingin melihat secara langsung
bagaimana proses pembangunan Arsitektur Vernakular.Dari makalah ini membuat penulis sadar apa yang
dikatan oleh Prof.Dr.Josef Prijotomo bahwa kita harus menunjukan dan kembali pada keaslian Nusantara Serta
kemali pada Kiblanya Timur .Terlebih kalau kebanyakan Arsitek masih berkiblat ke Barat.

Oleh karena itu pada kesempatan ini membuat penulis ingin mendalami dan kembali pada Arsitektur
Vernakular.Di samping itu juga Arsitektur Vernakular saat ini masih dalam type bangunan pemukiman,gedung
pemerintahan tingkat rendah.Harapan penulis semoga kedepan bisa membuat langgam Arsitektur Vernakular
untuk semua jenis bangunan kedepanya.
Daftar Pustaka

Gantini Christiana. (2014). Arsitektur Bale Banjar. Representasi Arsitektur Pertahanan Masyarakat Denpasar
di Bali, 1-14.

Halim Musthofa dan Saraya Eka Sharfina. (2020). Buku Visual Rumah Rusun Kawasan Bali. Bandung.

Hanan Himasari. (2014). Arsitektur Tradisional Bali Aga di Desa Pengotan. Bale-Bale Architype, 1-12.

Ketut Ngakan Acwin Dwijendra. (2003). Kebudayaan dan Filosofi Rumah Tradisional Bali. Perumahan dan
Pemukiman Tradisional Bali, 8-24.

Ketut Ngakan Acwin Dwijendra. (2008). Arsitektur Rumah Tradisional Bali. Denpasar.

Made Ni Ayu Nathih Widhiartini, P. E. (2011). Arsitektur Tradisional Bali Sebagai Bangunan Puri. Journal of
Tourism, Hospitality, Travel and Business Event, 46-52.

Nuryanto. (2019). Pengantar Pemahaman Arsitektur Tradisional di Indonesia. Bandung.

Parwata, W. I. (2011). Aspek Budaya dan Antropometri. Rumah Tradisional Bali, 95-106.

Pemukiman Penduduk di Desa Adat Legian Kabupaten Badung. (2018). Asta Kosala-kosali,Hidrologi dan
Impelmentasi, 77-85.

Rosilawati Hana. (2019). Rumah Tradisional Bali Dalam Rancangan Rumah Etnis Jawa-Manado di Surabaya.
Penerapan Tatanan Massa Bangunan , 42-52.

Sawardana, M. S. (2015). Taman Tradisional Bali. Bali.

Wayan I Suky Luxiana dan I Wayan Pratawa. (2022). Arsitektur Tradisional Bali Era 4.0. Denpasar.

Wayan I Winarta dan I Made Agus Dharmadiatmika. (2018). Ruang Aktivitas Perempuan dalam Arsitektur
Vernakular Gunungsari-Tabanan Bali. Arsitektur Landscape, 111-119.

Wijaya, K. I. (2015). The Balinese Christian Settlement And Church Architecture As A Model Of Inculturation.
Telaah Arsitektur Vernakular, 1-14.

Wiryandi Agus Saidi, N. P. (2019). Wajah Bangunan Gedung DPR Provinsi Bali. Penerapan Tema Neo
Vernakular Bali, 136-145.

Wiryawan, N. I. (2016). Konsep dan Makna Arsitektur Tradisional Bali dan Aplikasinya Dalam Arsitektur Bali.
Arsitektur Etnik dan Aplikasinya Dalam Arsitektur Kekinian, 1-13.

Anda mungkin juga menyukai