Anda di halaman 1dari 40

OBSERVASI PERMUKIMAN TRADISIONAL JAWA BARAT DI KAMPUNG ADAT

BANCEUY

Mata Kuliah
AT 458 ARSITEKTUR NUSANTARA

Dosen:
Dr. Ir. Nuryanto, S.Pd., M. T.

Penyusun :
Ayu Setya Ningrum (2000464)
Hanifa Widya Kurniaty (2001750)
Kintan Dwi Elsanti (2001715)
Lolan Maulana (2000561)
Muh. Kamil Pasha T (2000229)
Zulfa Fadiyah (2001296)

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2023
PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas berkat dan rahmat-Nya sehingga dapat
terselesaikannya laporan hasil penelitian yang berjudul “Observasi Pemukiman Tradisional
Jawa Barat di Kampung Adat Banceuy” dengan lancar. Laporan ini disusun untuk memenuhi
tugas Mata Kuliah Arsitektur Nusantara sebagai laporan kunjungan ke Kampung Adat
Banceuy. Dibuat berdasarkan data yang relevan dari hasil observasi langsung serta membaca
literatur dari berbagai sumber terkait dengan objek yang diteliti.
Laporan penelitian ini berisi informasi mengenai arsitektur, arsitektur nusantara,
arsitektur vernakular, arsitektur tradisional, dan kampung adat. Informasi-informasi tersebut
dikaitkan dengan hasil studi literatur dan observasi di Kampung Adat Banceuy. Sehingga,
ditemukan kesimpulan antara informasi dan topik tersebut yang dapat memberikan
pengetahuan baru, baik peneliti maupun pembaca.
Peneliti menyadari bahwa laporan ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami
mohon segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca untuk perbaikan
laporan penelitian ini. Besar harapan peneliti kiranya laporan ini bisa bermanfaat bagi peneliti
khususnya dan pembaca pada umumnya. Aamiin.

2
ABSTRAK

Arsitektur Tradisional memiliki arti Arsitektur tradisional merupakan arsitektur turun-temurun dari satu generasi
ke generasi selanjutnya (Rapoport, 1960). Arsitektur ini erat kaitannya dengan adat atau tradisi pada suatu
kelompok masyarakat, yang dipegang menjadi pedoman kehidupan mereka. Adat ini menjadi penghubung
antara masyarakat dengan leluhurnya yang dipercayainya, sehingga sebisa mungkin menjaga dan tidak
melakukan perbuatan yang dapat melanggar adat tersebut. Salah satu contohnya adalah Kampung Adat Banceuy
yang berlokasi di Desa Sanca, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Kampung ini memiliki tradisi
tradisi turun-temurun dari nenek moyang mereka yang masih mereka lakukan dan lestarikan hingga saat ini,
selain itu kampung ini juga memiliki hubungan sosial yang kuat antar warganya. Namun, sekalipun merupakan
sebuah kampung adat, mereka tidak menolak perkembangan zaman. Hal ini dibuktikan dari warga yang mulai
menggunakan alat-alat elektronik. Dilihat dari sudut pandang arsitektur, berdasarkan pola dan karakteristik
arsitektur sunda kampung adat banceuy memiliki pola Ngolecer dengan karakteristik bangunan yaitu Gajah
Palisungan. bangunan Kampung Adat Banceuy memiliki bentuk rumah modern seperti bangunan-bangunan
yang umumnya ada di indonesia karena bangunan panggung yang dulunya ada di kampung ini dianggap
pemerintah sebagai rumah tidak layak huni. Namun, yang membedakan adalah filosopi perletakan ruang
dirumah ini yang ditentukan berdasarkan adat istiadat kampung serta penambahan ruang-ruang khas arsitektur
tradisional sunda seperti Goah dan Hawu. Kampung Adat Banceuy kini berkembang menjadi Kampung Wisata
dan banyak dikunjungi pengunjung baik untuk sekedar berlibur, ataupun belajar.
Kata kunci: Arsitektur Nusantara, Arsitektur vernakular, Kampung Adat, Kampung Adat Banceuy

ABSTRACT
Traditional architecture means that traditional architecture is architecture passed down from one generation to
the next (Rapoport, 1960). This architecture is closely related to customs or traditions in a group of people,
which are held to be a guideline for their lives. This custom serves as a link between the community and their
trusted ancestors so that they protect it as much as possible and do not commit acts that violate these customs.
One example is the Banceuy Traditional Village which is located in Sanca Village, Ciater District, Subang
Regency, West Java. This village has traditions handed down from their ancestors which they still carry out and
preserve to this day, besides that this village also has strong social relations between its residents. However,
even though they are a traditional clan, they do not reject the development of the times. This is evidenced by
residents who start using electronic devices. From an architectural point of view, based on the patterns and
characteristics of Sundanese architecture, the traditional village of Banceuy has a Ngolecer pattern with
building characteristics, namely Gajah Palisungan. the building of Banceuy Traditional Village is a form of
modern house-like building that generally exists in Indonesia because the stilt buildings that used to exist in this
village are considered by the government as unfit for habitation. However, what makes the difference is the
philosophy of room placement in this house which is determined based on village customs and the addition of
spaces typical of traditional Sundanese architecture such as Goah and Hawu. The Banceuy Traditional Village
has now developed into a Tourism Village and is visited by many visitors, either just for a vacation or to study.
Keywords: Archipelago Architecture, Vernacular Architecture, Traditional Village, Banceuy Traditional Village

3
UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian laporan penelitian ini tak lepas atas dukungan dan motivasi dari semua pihak.
Dengan bimbingan yang bermanfaat untuk masa mendatang sehingga dapat menjadi yang
lebih baik. Oleh karena itu, ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya diberikan kepada:
1. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan motivasi dan dorongan baik secara
moril maupun materil,
2. Bapak Dr. Ir. Nuryanto, S.Pd., M.T. selaku dosen pengampu Mata Kuliah Arsitektur
Nusantara yang telah memberikan segala ilmu, motivasi, nasehat, dan bantuan,
sehingga peneliti dapat menyelesaikan laporan penelitian ini.
3. Kang Odang selaku perwakilan Kampung Adat Banceuy yang telah memberikan
informasi mengenai Kampung Adat Banceuy
4. Teh Iki selaku tour guide yang telah mengantarkan serta menjelaskan mengenai
lokasi-lokasi di kawasan Kampung Adat Banceuy.
5. Kampung Adat Banceuy yang telah menjadi sumber dari data dalam laporan
penelitian ini.
6. Seluruh teman-teman Program Studi Arsitektur Fakultas Pendidikan Teknologi dan
Kejuruan Universitas Pendidikan Indonesia terutama mahasiswa yang mengikuti kelas
Arsitektur Nusantara
Akhir kata, semoga Allah SWT. melimpahkan rahmat dan memberikan imbalan yang berlipat
ganda kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penelitian ini.

4
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Data kependudukan Kampung Adat Banceuy……………………………...….. 17


Gambar 2. Sejarah Kampung Banceuy ……………………………………..……...…..….. 19
Gambar 3. Perkebunan dan pertanian milik warga……………………………...…………. 19
Gambar 4. Sekolah Dasar………………………………………………………………….. 21
Gambar 5. Balai pertemuan………………………………………………………………... 21
Gambar 6. Masjid Al-Hikmah……………………………………………………………... 22
Gambar 7. Ruang baca……………………………………………………………………... 22
Gambar 8. Saung Celempung……………………………………………………………… 23
Gambar 9. Denah lantai Rumah Bu Lilis…………………………………………………... 23
Gambar 10. Pola Kampung Banceuy ……………………………………………………… 24
Gambar 11. Bentuk plafon rumah warga………………………………………………...… 25
Gambar 12. Halaman depan rumah warga…………………………………………………. 25
Gambar 13. Halaman belakang rumah warga…………………………………………...…. 25
Gambar 14. Rumah Bu Lilis…………………………………………………………….…. 26
Gambar 15. Kondisi malam hari di Kampung Adat Banceuy……………………………... 26
Gambar 16. Kondisi rumah warga dahulu…………………………….………………........ 26
Gambar 17. Kondisi rumah warga saat ini………………………………………………… 27
Gambar 18. Atap rumah warga saat ini……………………………………………………. 27
Gambar 19. Tradisi pembangunan rumah………………..……………………..………….. 28
Gambar 20. Goah di Rumah Bu Lilis…….……………………………………………...… 29
Gambar 21. Kondisi masyarakat Kampung Adat Banceuy yang masih menggunakan
hawu………………………………………………………………………………………… 29

5
DAFTAR SKETSA

Sketsa 1. Sketsa rumah Kang Odang dan Saung Celempung…….…………………...……. 37


Skesta 2 . Sketsa rumah Bu Lilis…………………………………………………………… 37

6
DAFTAR ISI

PRAKATA.................................................................................................................................2
ABSTRAK.................................................................................................................................3
UCAPAN TERIMA KASIH.................................................................................................... 4
DAFTAR GAMBAR................................................................................................................ 5
DAFTAR SKETSA...................................................................................................................6
DAFTAR ISI............................................................................................................................. 7
BAB I......................................................................................................................................... 9
1.1 Latar Belakang............................................................................................................... 9
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................... 9
1.3 Tujuan.............................................................................................................................9
1.4 Manfaat.........................................................................................................................10
1.5 Identifikasi Masalah..................................................................................................... 10
BAB II......................................................................................................................................11
2.1 Arsitektur Nusantara.....................................................................................................11
2.2 Arsitektur Vernakular Tradisional................................................................................ 11
2.3 Arsitektur Tradisional...................................................................................................11
2.3 Pengertian Kampung dan Rumah Tradisional..............................................................11
2.4 Jenis Kampung dan Rumah Tradisional.......................................................................12
2.5 Organisasi Ruang pada Rumah Tradisional................................................................. 13
2.6 Aturan Mendirikan Bangunan...................................................................................... 14
2.7 Sistem Religi dan Kosmologi.......................................................................................15
2.8 Sakral, Profan, Mitos dan Simbol................................................................................ 15
BAB III.................................................................................................................................... 17
3.1 Selayang Pandang Sejarah Kampung...........................................................................17
3.2 Kehidupan Sosial-Kultural Masyarakat Kampung...................................................... 19
3.3 Agama dan Sistem Kepercayaan Masyarakat.............................................................. 19
3.4 Fasilitas Umum dan Sosial........................................................................................... 21
3.5 Organisasi Ruang pada Tapak...................................................................................... 23
3.6 Konsep Bentuk Kampung dan Rumah......................................................................... 24
3.7 Tampilan pada Tampak................................................................................................ 26
3.8 Struktur Pondasi, Dinding dan Atap............................................................................ 26
3.9 Sistem Utilitas.............................................................................................................. 27
3.10 Proses Membangun.................................................................................................... 28
3.11 Legenda Mitos............................................................................................................ 29
BAB IV.................................................................................................................................... 30
4.1 Kampung dan Rumah...................................................................................................30
4.2 Sosial dan Kultural....................................................................................................... 30
BAB V......................................................................................................................................32

7
5.1 Simpulan.......................................................................................................................32
5.2 Rekomendasi................................................................................................................ 32
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................33
Biodata Penulis...................................................................................................................34
Lampiran-lampiran.............................................................................................................35

8
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia dan kebudayaan adalah sebuah satu kesatuan yang bersama-sama menyusun
kehidupan. Manusia berkelompok menjadi suatu sosial budaya, kemudian menjadi
masyarakat. Kesadaran manusia akan pengalamanya mendorongnya susunan rumusan,
definisi, dan teori tentang kegiatan hidupnya yang kemudian disebut kebudayaan (Kristanto
2015:1). Setiap kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat baik berwujud sebagai
komunitas desa atau kota atau kelompok adat, dapat menampilkan khas terutama yang
terlihat oleh orang luar warga masyarakat bersangkutan. Karena, seorang warga yang berasal
dari lingkungan kebudayaan biasanya tidak lagi melihat lagi corak khas itu. Sebaliknya,
terhadap kebudayaan tetangganya ia dapat melihat corak khasnya, terutama mengenai
unsur-unsur yang berbeda mencolok dari kebudayaan sendiri (Koentjaraningrat 2009:214).
Indonesia dengan jumlah kepulauan yang kurang lebih 17.000 pulau terdiri dari
beragam kebudayaan yang tercermin pada bangunan pada sebuah kampung. Pada sebuah
kampung terdapat suatu batasan pola pikir masyarakat dan perubahan lingkungan yang tidak
berdasar pada pakem, aturan, atau adat tertentu, yang kemudian dijadikan suatu pedoman
yang mempengaruhi bentuk dasar bangunan. Hal ini sejalan dengan apa yang disebut sebagai
arsitektur vernakular. Saat ini ada kecenderungan pada bangunan-bangunan di sebuah
kampung untuk berubah. Perubahan ini sejalan dengan globalisasi yang membawa dampak
terhadap perubahan pada bangunan-bangunannya. Selain itu, sebagaimana yang telah
dijelaskan, perubahan kondisi lingkungan, cara hidup, dan perilaku masyarakat juga turut
mendorong terjadinya perubahan.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, dilakukan penelitian pada aspek-aspek yang
berkaitan dengan kajian arsitektur vernakular di Kampung Adat Banceuy meliputi konsep
tata ruang, fasilitas, serta bentuk kampung dan rumah yang dipengaruhi oleh kondisi tapak,
sosial budaya dan ekonomi masyarakat, iklim Kota Subang, sejarah Kampung Adat Banceuy,
dan aspek-aspek lainnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan arsitektur vernakular dan arsitektur tradisional?
2. Bagaimana keterkaitan antara arsitektur vernakular dan arsitektur tradisional dengan
kampung adat?
3. Bagaimana bentuk arsitektur di Kampung Adat Banceuy?
4. Bagaimana keterkaitan antara bentuk arsitektur kampung adat di Kampung Adat
Banceuy?
5. Bagaimana pengelolaan Kampung Adat Banceuy?

1.3 Tujuan
1. Secara Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan arsitektur di Kampung Adat
Banceuy.

9
2. Secara Khusus
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui informasi mengenai arsitektur vernakular,
arsitektur tradisional, keterkaitan antara arsitektur vernakular dan arsitektur
tradisional dengan kampung adat, bentuk arsitektur di Kampung Adat Banceuy, serta
tata cara pengelolaan Kampung Adat Banceuy.

1.4 Manfaat
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi penelitian yang sesuai
atau terkait dan dapat memperkaya ilmu pengetahuan untuk pemahaman mengenai
arsitektur vernakular, arsitektur tradisional, dan kampung adat. Khususnya yang
berkaitan dengan Kampung Adat Banceuy.
2. Secara Praktis
a. Bagi Peneliti
Penelitian ini memberikan dan memperkaya informasi, ilmu, pengetahuan,
serta pengalaman seputar objek penelitian.
b. Bagi Mahasiswa, khususnya mahasiswa arsitektur
Penelitian ini dapat dijadikan referensi dan motivasi untuk mengembangkan
kreativitas (pemikiran) mengenai program atau peluang untuk menjadikan tata
kota lebih baik dan nyaman bagi masyarakat setempatnya.
c. Bagi Pengelola Kampung Adat Banceuy
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan atau
bahan pertimbangan terkait pengelolaan Kampung Adat Banceuy.
d. Bagi Masyarakat Kampung Adat Banceuy
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan terkait
arsitektur agar kedepannya dapat dilakukan perbaikan oleh masyarakat dengan
tujuan pengembangan kampung adat.
e. Bagi Pembaca
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan memberikan informasi, serta
sebagai bahan referensi penelitian terkait.

1.5 Identifikasi Masalah


1. Perlunya analisis yang lebih detail mengenai arsitektur tradisional serta
implementasinya pada Kampung Adat Banceuy.
2. Kurangnya literatur mengenai arsitektur di Kampung Adat Banceuy.
3. Perlunya pengetahuan mengenai Kampung Adat Banceuy sebagai bagian dari
kampung adat.

10
BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Arsitektur Nusantara


Arsitektur nusantara adalah arsitektur yang menggambarkan bahwa keberadaan
manusia dan alam merupakan sebuah kesatuan serta tidak dapat dipisahkan. Arsitektur
Nusantara dapat diartikan sebagai hubungan kebersamaan antara makhluk lainnya serta
dengan Sang Maha Pencipta. Kemajemukan mengidentifikasi bahwa kehadiranya tidak
pernah eksis hanya sebagai individu, karena selalu ada yang lain selain dirinya (Pangarsa,
2006). Secara singkat, dapat disimpulkan bahwa arsitektur Nusantara memiliki suatu aspek
khas dalam keberagaman berkaitan dengan hubungan antara dirinya dan alam semesta. Hal
ini berarti hubungan lokal antara dirinya memiliki ke kekhasan yang bersifat universal.

2.2 Arsitektur Vernakular Tradisional


Arsitektur Vernakular merupakan arsitektur yang tumbuh, serta berkembang dari
masyarakat tradisional yang mempercayai suatu tradisi, melalui proses trial and error (Turan
dalam buku Vernacular of Architecture). Menurut Romo Mangunwijaya, arsitektur
vernakular merupakan cerminan sejarah dari suatu tempat. Arsitektur ini dibangun dengan
berbagai sifat lokalitas seperti adanya penghormatan terhadap alam, manusia, serta tidak
menggunakan fungsi estetika secara khusus.
Arsitektur vernakular merupakan arsitektur yang berupaya memenuhi kebutuhan
lingkungan binaan, terutama rumah tinggal yang dasarnya didirikan tanpa arsitek. Secara
umum, arsitektur ini menggunakan teknik serta material yang ada di sekitar. Maka dari itu,
arsitektur ini berkaitan dengan konteks lingkungan hidup setempat yang tumbuh dengan ciri
khas lokalitasnya. (Gartiwa, 2011).

2.3 Arsitektur Tradisional


Arsitektur tradisional merupakan arsitektur turun-temurun dari satu generasi ke
generasi selanjutnya (Rapoport, 1960). Arsitektur ini erat kaitannya dengan adat atau tradisi
pada suatu kelompok masyarakat, yang dipegang menjadi pedoman kehidupan mereka. Adat
ini menjadi penghubung antara masyarakat dengan leluhurnya yang dipercayainya, sehingga
sebisa mungkin menjaga dan tidak melakukan perbuatan yang dapat melanggar adat tersebut.
Secara terminologi, arsitektur tradisional dan arsitektur vernakular memiliki
perbedaan dalam hal aturan atau pakem yang digunakan. Arsitektur tradisional sangat
menjunjung tinggi ketentuan adat yang mereka percayai dari para nenek moyangnya.
Sedangkan, arsitektur vernakular lebih berpegang kepada metode dalam membangun
masyarakat.

2.3 Pengertian Kampung dan Rumah Tradisional


Kampung, dalam bahasa Minangkabau berkaitan dengan sarat dan konsisten akan
penerapan nilai-nilai tradisional. Menurut Budiharjo (1992), kampung merupakan kawasan
permukiman kumuh dengan ketersediaan sarana umum yang buruk atau tidak tersedia sama
sekali, kawasan ini sering disebut slum atau wilayah kumuh. Menurut Turner (1972),
kampung merupakan lingkungan tradisional khas Indonesia, ditandai dengan ciri kehidupan

11
yang terjalin dalam ikatan kekeluargaan yang erat. Jadi, kampung merupakan kawasan
permukiman kumuh yang minim sarana umum, serta memiliki ikatan kekeluargaan yang erat
dan kental akan nilai-nilai tradisional.
Menurut Said (2004: 47), rumah tradisional merupakan suatu bangunan yang
memiliki struktur, proses pembuatan, bentuk, fungsi serta ragam hias dengan ciri khas
tersendiri, yang diwariskan secara turun-temurun. Rumah tradisional juga disebut rumah adat
atau rumah asli atau rumah rakyat. Artinya rumah tradisional ialah rumah adat atau rumah
asli rakyat, yang dibangun dengan proses dan ciri khas tersendiri, yang diwariskan secara
turun temurun tanpa atau minim sekali perubahannya.
Arsitektur Tradisional merupakan salah satu unsur kebudayaan yang tumbuh dan
berkembang bersamaan dengan pertumbuhan suatu suku atau bangsa. Memiliki kaitan yang
tinggi terhadap nilai-nilai keluhuran, serta tak lepas dari cara ataupun kebiasaan yang sudah
ada terdahulu. Tradisi dimaknai sebagai sebuah kebiasaan yang diwariskan dari generasi ke
generasi. Tradisi sering dianggap unsur kuno, namun dianggap sangat penting untuk dijaga.
Tradisi bisa dipandang sebagai informasi ataupun data yang berupa informasi yang dibawa
dari masa lalu ke masa sekarang. Sehingga informasi tersebut sebagai bagian yang paling
mendasar. Dengan demikian tradisi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus,
ulang berulang, atau kebudayaan dan memiliki legitimasi dalam kurun waktu yang cukup
panjang yang diikuti oleh generasi generasi berikutnya secara turun temurun.

2.4 Jenis Kampung dan Rumah Tradisional


Menurut Saparin (1977) menyebutkan beberapa jenis kampung yang ada di Indonesia sebagai
berikut:
1. Kampung tambangan, yaitu kampung dengan kegiatan penyeberangan orang dan
barang di mana terdapat sungai besar;
2. Kampung nelayan, yaitu kampung di mana mata pencaharian warganya dengan usaha
perikanan laut;
3. Kampung pelabuhan, yaitu hubungan dengan mancanegara, antar pulau,
pertahanan/strategi perang dan sebagainya;
4. Kampung perdikan, yaitu kampung yang dibebaskan dari pungutan pajak karena
diwajibkan memelihara sebuah makam raja-raja atau karena jasa-jasanya terhadap
raja;
5. Kampung penghasil usaha pertanian, kegiatan perdagangan, industri/kerajinan,
pertambangan dan sebagainya;
6. Kampung perintis, yaitu kampung yang terjadi karena kegiatan transmigrasi;
7. Kampung wisata, yaitu adanya obyek pariwisata berupa peninggalan kuno,
keistimewaan kebudayaan rakyat, keindahan alam dan sebagainya;
Kampung kota, yaitu pemukiman yang berada di wilayah perkotaan;
8. Kampung adat, yaitu pemukiman yang masih berpegang erat pada adat yang berlaku.

Sedangkan jenis-jenis rumah tradisional yang ada di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Rumah Krong Bade, Aceh
2. Rumah Bolon, Sumatera Utara
3. Rumah Gadang, Sumatera Barat

12
4. Rumah Selaso Jatuh Kembar, Riau
5. Rumah Panggung Kajang Leko, Jambi
6. Rumah Bubungan Lima, Bengkulu
7. Rumah Limas, Sumatera Selatan
8. Rumah Nuwo Sesat, Lampung
9. Rumah Belah Bubung, Kepulauan riau
10. Rumah Baduy, Banten
11. Rumah Kebaya, Betawi
12. Rumah Sunda, Jawa Barat
13. Rumah Joglo, Jawa Tengah
14. Rumah Joglo Situbondo, Jawa Timur
15. Rumah Bangsal Kencono, Yogyakarta
16. Rumah Gapura Candi Bentar, Bali
17. Rumah Dalam Loka, NTB
18. Rumah Panjang, Kalimantan Barat
19. Rumah Betang, Kalimantan Tengah
20. Rumah Tongkonan, Toraja
21. Rumah Sasad, Maluku Utara
22. Rumah Rakit, Bangka Belitung
23. Rumah Lamin, Kalimantan Timur
24. Rumah Dulohupa, Gorontalo
25. Rumah Boyang, Sulawesi Barat
26. Rumah Tambi, Sulawesi Tengah
27. Rumah Walewangko, Sulawesi Utara
28. Rumah Musalaki, NTT
29. Rumah Baileo, Maluku
30. Rumah Bubungan Tinggi, Kalimantan Selatan
31. Rumah Baloy, Kalimantan Utara
32. Rumah Banua Tada, Sulawesi Tenggara
33. Rumah Kariwari, Papua
34. Rumah Honai, Papua Barat

2.5 Organisasi Ruang pada Rumah Tradisional


Berdasarkan buku The Traditional Architecture of Indonesia karya Dawson, Barry &
John Gillow (2006), organisasi ruang rumah adat merupakan prinsip yang digunakan dalam
perancangan dan penataan ruang pada rumah adat. Konsep ini didasarkan pada kepercayaan
dan adat budaya masyarakat daerah tersebut, yang mencerminkan kehidupan sehari-hari, adat
istiadat dan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat ini. Ada beberapa prinsip umum
untuk mengatur ruang rumah tradisional, meskipun ada variasi berdasarkan budaya dan adat
setempat dan ini diwariskan. Prinsip-prinsip penataan ruang pada rumah adat antara lain
misalnya:
1. Pemisahan fungsi ruangan
Pada rumah tradisional biasanya terdapat perbedaan yang jelas antara ruangan yang
berbeda berdasarkan fungsinya. Misalnya ada ruang tamu untuk menerima tamu dan

13
kumpul keluarga, kamar tidur untuk istirahat, ruang makan untuk makan keluarga, dll.
Pemisahan ini mencerminkan hirarki dan aturan sosial masyarakat tradisional.
2. Penyusunan berdasarkan instruksi dasar
Banyak rumah tradisional mengadopsi tata ruang yang mengikuti pedoman dasar. Ini
didasarkan pada keyakinan bahwa setiap titik mata angin memiliki makna simbolis
atau keberuntungan tertentu. Misalnya, kamar tidur seringkali diletakkan di sisi timur
rumah menghadap matahari terbit yang dianggap sebagai simbol kehidupan dan
kebahagiaan.
3. Penggunaan bahan alami dan lokal
Rumah adat cenderung menggunakan bahan bangunan alami dan lokal seperti kayu,
bambu, daun kelapa dan tanah liat. Bahan-bahan ini tidak hanya melimpah di
lingkungan setempat, tetapi juga memperlihatkan sifat-sifat yang sesuai dengan iklim
setempat dan persyaratan lingkungan. Penggunaan material alam menciptakan
hubungan yang harmonis antara rumah adat dengan lingkungan sekitarnya.
4. Daya tahan dan hemat energi
Desain interior pada rumah tradisional seringkali didasarkan pada prinsip
pembangunan berkelanjutan dan hemat energi. Misalnya, penggunaan ventilasi alami
dan penerangan matahari secara optimal untuk mengurangi kebutuhan akan sumber
energi buatan. Selain itu, tata letak ruangan dan penggunaan material alami membantu
menjaga suhu ruangan yang nyaman tanpa AC atau pemanas.
5. Simbolisme dan kepercayaan budaya
Penataan ruang pada rumah adat seringkali mencerminkan simbolisme budaya dan
kepercayaan masyarakat setempat. Misalnya keberadaan ruang sakral atau altar
sebagai pusat spiritual di rumah, atau penggunaan simbol-simbol tertentu.

2.6 Aturan Mendirikan Bangunan


Aturan mendirikan bangunan dalam kampung adat dapat bervariasi tergantung pada
tradisi dan adat yang berlaku di desa tersebut. Aturan ini pada umumnya diatur oleh ketua
adat setempat yang diturunkan secara turun-temurun kepada generasi selanjutnya.
Masyarakat kampung adat biasanya tetap mempertahankan budaya yang ada karena
kekhawatiran apabila pendirian bangunan tanpa aturan tidak hanya merusak budaya dan adat
sekitar melainkan bisa membawa petaka bagi kampung tersebut. Adapun aturan umum yang
biasanya ada di kampung adat seperti:
1. Tata Ruang Kampung Adat
Kampung adat biasanya memiliki rencana tata ruang yang digunakan untuk mengatur
penggunaan lahan dan lokasi bangunan. Tata ruang ini meliputi pembagian zona-zona
untuk pemukiman, pertanian, tempat ibadah, dan area khusus lainnya.
2. Tipe Bangunan
Aturan kampung adat seringkali memuat ketentuan tentang jenis bangunan yang
diizinkan untuk dibangun. Misalnya mengharuskan membangun rumah dengan gaya
arsitektur tradisional, serta adanya larangan terhadap bangunan modern yang tidak
sesuai dengan karakter kampung adat.
3. Bahan Bangunan
Aturan kampung adat juga dapat mencakup bahan bangunan yang diizinkan atau

14
dilarang. Misalnya, kampung adat yang mewajibkan penggunaan bahan-bahan alami
tradisional seperti kayu, bilah bambu, anyaman, ijuk sementara penggunaan
bahan-bahan modern seperti beton atau besi tidak diizinkan.
4. Ukuran dan Proporsi
Aturan kampung adat juga kerap kali menentukan ukuran dan proporsi bangunan
yang diizinkan. Hal ini bertujuan untuk menjaga keharmonisan antara
bangunan-bangunan. Misalnya, adanya penerapan batasan tinggi bangunan atau
ketentuan proporsi yang harus diikuti.
5. Rites dan Upacara
Beberapa desa adat memiliki upacara khusus yang terkait dengan proses
pembangunan. Aturan kampung adat mungkin mengharuskan pemilik bangunan
untuk melibatkan masyarakat dalam upacara tertentu sebagai bentuk bersyukur atau
mendapatkan persetujuan dari pemimpin adat sebelum memulai pembangunan.

2.7 Sistem Religi dan Kosmologi


Kosmologi religi adalah sebuah cara untuk menjelaskan asal mula, sejarah dan evolusi
alam semesta yang berdasarkan pada mitologi tradisi suatu agama. Kosmologi agama
biasanya meliputi sebuah tindakan atau proses dari penciptaan yang dilakukan oleh pencipta
atau Tuhan. Kosmologi diartikan sebagai ilmu cabang astronomi yang menyelidiki asal-usul,
struktur, dan hubungan ruang waktu dari alam semesta; ilmu tentang asal-usul kejadian bumi,
hubungannya dengan sistem matahari dengan jagat raya. (Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Versi Digital)
Secara etimologi, kosmologi berasal dari bahasa Yunani yaitu kosmos, alam semesta
atau dunia dan logos yang berarti ilmu. Dengan demikian bisa dikatakan sebagai ilmu yang
mempelajari tentang dunia alam semesta. Sedangkan berdasarkan pandangan umum,
kosmologi memiliki pengertian sebagai ilmu yang mempelajari adanya hubungan antar sang
pencipta sebagai yang tertinggi dan manusia serta alam sebagai ciptaan yang hidup
bersama-sama dalam satu ruang lingkup alam semesta yang besar, yang kadang kala disebut
makrokosmos.

2.8 Sakral, Profan, Mitos dan Simbol


Menurut Supriyono (2005) sakral adalah poros utama yang mencakup seluruh
dinamika masyarakat. Dalam masyarakat selalu ada nilai- nilai yang disakralkan atau
disucikan. Sakral dapat berupa simbol, nila-nilai, dan kepercayaan yang menjadi inti sebuah
masyarakat. Sedangkan profan adalah sesuatu yang biasa, umum, tidak dikhususkan, bersifat
sementara, pendek kata yang ada di luar yang religious (Dhavamong, 1995:87). Mitos dalam
Harjoso (1988) adalah sistem kepercayaan dari suatu kelompok manusia yang berdiri atas
sebuah landasan yang menjelaskan cerita-cerita yang suci yang berhubungan dengan masa
lalu. Mitos memiliki hubungan yang erat dengan yang tak terlihat, karena pada mulanya
manusia itu hanya mempergunakan ilmu gaib dalam memecahkan persoalan-persoalan hidup
yang berada di luar batas kemampuan dan pengetahuan akalnya. Mitos selalu berkaitan
dengan suatu penciptaan yang dianggap sebagai jaminan eksistensi dunia manusia. Menurut
Durkheim, simbol dikaitkan dengan kekuatan yang ada di baliknya, maka simbol sekaligus
merupakan kohesi dan identitas sosial. Totem/simbol menyatukan setiap anggota masyarakat

15
dalam suatu ikatan khusus yang bukan didasari oleh adanya hubungan darah (geneologie).
Durkheim menyatakan bahwa bentuk-bentuk agama yang paling awal adalah totemisme.
Kepercayaan totemisme adalah yang paling penting dalam masyarakat primitif, karena
seluruh aspek kehidupan mereka dipengaruhi oleh totem-totem tersebut.

16
BAB III
DESKRIPSI KAMPUNG BANCEUY

3.1 Selayang Pandang Sejarah Kampung


3.1.1 Profil Kampung Adat Banceuy
Kampung Adat Banceuy berada pada titik koordinat 6°42’16”BT - 107°42’2”LS.
Berada di dataran tinggi sehingga iklim wilayah ini lebih dingin dibandingkan wilayah lain
disekitarnya. Kampung Adat Banceuy adalah suatu perkampungan yang memiliki ciri khas
sebagai orang Sunda, dari bahasa bahasa yang digunakan secara turun temurun yaitu bahasa
Sunda. Secara administratif Kampung Adat Banceuy tercatat dalam pemerintahan Desa
Sanca, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat (Afifah and Syarif 2017:103).
Kampung Adat Banceuy terdiri dari 2 RW yaitu RW 05 dan RW 06, serta 7 RT yaitu RT 13A,
RT 13B, RT 14, RT 15, RT 16, RT 17 dan RT 18. (Marwanti and Huripah 2012).

Gambar 1. Data kependudukan Kampung Adat Banceuy


(Sumber: Kang Odang, 2023)

Penduduk Kampung Banceuy berjumlah 948 jiwa, dengan terdapat kepala keluarga
sebanyak 273 KK. Jarak tempuh ke Kampung Banceuy dari Desa (Sanca) kurang lebih
memakan berjarak 2 km, Kecamatan (Ciater) kurang lebih berjarak 7 km, Kabupaten
(Subang) kurang lebih berjarak 28 km, Ibukota Provinsi (Bandung) kurang lebih berjarak 50
km (PKPU 2014:4). Kampung Banceuy jika diukur dari diatas permukaan laut memiliki
ketinggian sekitar 770m, juga suhu minimum di Kampung Banceuy 18˚C dan suhu
maksimum bisa sampai 34˚C dan rata-rata suhu 26˚C. Curah hujan yang turun sekitar
2.700mm3/tahun (PKPU 2014:5).
Secara geografis, Kampung Adat Banceuy sebelah utara berbatasan dengan sawah
Tegal Malaka, dusun Ciwirangga; sebelah timur berbatasan dengan sungai Cipunagara;
sebelah selatan berbatasan dengan saluran irigasi Cipadaringan; sebelah barat berbatasan
dengan saluran irigasi Citamiang. Kampung Adat Banceuy termasuk ke dalam wilayah
administratif Desa Sanca Kecamatan Ciater Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Luas
Wilayah Kampung Banceuy yang mencapai 157 Hektar. Dengan 47 Hektar terdiri dari Hutan,

17
78 hektar terdiri sawah, 20 Hektar terdiri dari kebun dan 12 Hektar lagi digunakan untuk
pemukiman penduduk (Supriatna 2011:281). Hutan, kebun dan Sawah memang termasuk
sumber daya alam yang ada di kampung Banceuy. Selain itu terdapat sungai kecil, yang
dinamakan solokan ito, solokan cipadaringan, dan air terjun yang diberi nama Curug
Bentang, Leuwi lawang dan Ranah Kemah Raden Suwanda (Somantri 2016:9).

3.1.2 Sejarah Kampung Adat Banceuy


Pada awalnya, kampung Banceuy merupakan Kampung Negla yang berlokasi di
sebelah timur laut Kampung Banceuy dan berjarak hanya beberapa ratus meter. Kampung
Negla terdiri dari 7 keluarga, yaitu Eyang Ito, Aki Leutik, Eyang Malim, Aki Alman, Eyang
Ono, Aki Uti, dan Aki Arsiam (PKPU 2014:3). Kampung Negla berada di wilayah dataran
tinggi dan terbuka (Neunggang jeung Lega), maka dari itu dinamakanlah Kampung Negla.
Pada tahun 1800-an, terjadi angin puting beliung yang merusak tumbuh-tumbuhan,
binatang ternak, hingga rumah-rumah penduduk, termasuk rumah ke tujuh keluarga tersebut.
Setelah angin puting beliung reda, ke tujuh tokok kampung Negla tersebut bermusyawarah
atau ngebanceuy dengan tujuan mencari solusi untuk menangkal bencana alam tersebut.
Diperolehlah kesepakatan bersama yaitu mengundang dukun atau paranormal untuk meminta
solusi. Paranormal tersebut bernama Eyang Suhab, berasal dari kampung Ciupih, Desa
Pasanggrahan, Kec. Kosamalang (sekarang).
Lalu Eyang Suhab dan ke tujuh tokoh Negla mengadakan ritual penangkalan dengan
cara numbal. Beberapa hal yang disarankan oleh Eyang Suhap demi keselamatan dan
kedamaian kampung Negla, yaitu:
1. Kampung Negla haris dipimpin oleh keturunan Aki Ito
2. Harus dilaksanakan Ruwatan Bumi sebagai ungkapan syukur atas hasil yang diperoleh
dari bumi.
3. Kampung Negla harus diganti nama karena dipercaya kata Negla sebagai penyebab
terjadinya bencana tersebut.
Setelah dilakukan musyawarah, nama Negla diganti menjadi Banceuy yang berasal
dari kata ngabanceuy yaitu musyawarah (Somantri 2016:10). Selain itu, menurut hitungan
penanggalan Jawa atau Wuku, nama Banceuy cocok dijadikan pengganti Negla. Nama
Banceuy diharapkan dapat membawa kehidupan penduduk yang lebih baik dan dibekati
sebagaimana kata “banceuy” yang berarti musyawarah. Pada sesepuh berharap supaya
kampung tersebut dapat dijadikan tempat berkupul, bermusyawarah, bersama, dan bertukar
pikiran.
Peristiwa tersebut kemudian diperingati di setiap akhir tahun kalender bulan Hijriah.
Peringatan tersebut dikenal dengan istilah “Ruwatan Bumi” atau “Ngaruwat Bumi” (PKPU
2014:3). Kampung Banceuy berdiri dan bertahan dengan keteguhan warga dalam memegang,
memelihara, dan melaksanakan adat istiadat yang diwariskan oleh para leluhur.

18
Gambar 2. Sejarah Kampung Adat Banceuy
(Sumber: Ilustrasi Pribadi, 2023)

3.2 Kehidupan Sosial-Kultural Masyarakat Kampung

Gambar 3. Pertanian dan Perkebunan Milik Warga


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2023)

Masyarakat Kampung Adat Banceuy sebanyak 90% berprofesi sebagai petani. Sejak
adzan subuh, para warga akan berangkat ke sawah dan pulang saat dzuhur. Hal ini tidak
hanya dilakukan oleh kaum pria, namun para istri juga ada yang terlibat. Tanaman yang
mereka tanam diantaranya adalah cabe, timun, tomat, dan kacang panjang.Keterikatan sosial
antar warga di Kampung Adat Banceuy sangat tinggi, hal ini dapat dilihat dari banyaknya
ritual atau kegiatan bersama yang dilakukan setiap waktu. Mereka juga masih mengadakan
kegiatan siskamling tiap malamnya.
Masyarakat juga bekerja sama untuk membangun Kampung Adat Banceuy sebagai
kampung adat yang baik dengan membentuk Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata), yaitu
kumpulan orang-orang yang turut serta menjadi pengelola di bidang wisata Kampung Adat
Banceuy demi terciptanya pelayanan yang baik terhadap para tamu. Umumnya kaum muda
yang ikut serta ke organisasi Pokdarwis ini, terdiri dari para pelajar di berbagai jenjang usia.
Dengan dipimpin oleh Kang Odang sebagai penggerak pariwisata Kampung Adat Banceuy.

3.3 Agama dan Sistem Kepercayaan Masyarakat


Agama yang dianut oleh seluruh masyarakat Kampung Adat Banceuy adalah islam.
Hal ini dapat dibuktikan dengan keberadaan beberapa masjid serta tradisi-tradisi masyarakat
sekitar yang masih berada dalam lingkup keislaman. Sementara untuk tradisi yang hingga
sekarang masih dilakukan dan dilestarikan di Kampung Adat Banceuy antara lain:

19
1. Ruwatan
Ruwatan berasal dari kata “ruwat” yang berarti terbebas atau terlepas. Tujuan
diselenggarakan upacara ruwatan yaitu dapat terbebas dari marabahaya (malapetaka)
yang melingkupinya (Nuraeni and Muhammad 2012:140). Sedangkan istilah Ruwatan
Bumi atau Ngaruwat Bumi berasal dari kata bahasa sunda yaitu rawat atau ngarawat
artinya mengumpulkan atau memelihara. Secara umum, Ruwatan Bumi yaitu
mengumpulkan seluruh masyarakat dan seluruh hasil bumi, baik bahan mentah,
setengah jadi, maupun yang sudah jadi (PKPU 2014:7).
Ngaruwat Bumi bertujuan mengungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang
Maha Esa atas segala yang telah diperoleh dari hasil bumi dan juga sebagai tolak bala
serta ungkapan penghormatan kepada karuhun (leluhur). Ngaruwat Bumi pada
awalnya dilaksanakan karena terjadinya bencana alam yang menimpa wilayah
Kampung Banceuy (dahulu Negla). Kemudian para tokoh kampung Banceuy beserta
paranormal/dukun mengadakan ritual, dan diperoleh keputusan, salah satunya adalah
mengadakan Ngaruwat Bumi sebagai tolak bala terhadap bencana tersebut. Ruwatan
bumi dilaksanakan tiap tahun pada minggu terakhir pada hari rabu terakhir di bulan
rayagung atau rebo wekasan karena mengacu pada bulan Hijriyah.

2. Hajat Wawar
Hajat Wawar merupakan salah satu acara adat yang biasa dilaksanakan di
Kampung Adat BanceuyAcara adat ini bertujuan untuk tolak bala. Secara makna ialah
suatu acara adat yang dilakukan oleh masing-masing lingkungan di setiap wilayah
Kampung Adat Banceuy. Perbedaan Hajat Wawar dengan Ruwatan bumi ialah waktu
pelaksanaan hajat wawar yang tidak ditentukan dan tidak dilaksanakan serentak satu
kampung melainkan perwilayah. Hajat wawar harus dilakukan di tempat terbuka,
tidak bolehkan tertutup. Waktu pelaksanaannya berdasarkan kebutuhan wilayah
masing-masing, biasanya dilaksanakan paling sering 3 bulan sekali atau paling tidak 1
tahun sekali.
Hajat wawar dilakukan apabila terjadi suatu hal yang tidak diinginkan,
contohnya terjadi wabah penyakit serentak dan banyak hewan ternak yang mati
mendadak. Dalam acara hajat wawar terapat sesajen yang paling khas yaitu adanya
sawen. Sawen terdiri dari daun darangdan, daun tamiang, dan jukut palias. Sesajen
tersebut diusahakan harus habis oleh warga yang melaksanakan hajat wawar tersebut
(PKPU 2014:14).

3. Hajat Mulud Aki Leutik


Aki Leutik atau yang bernama asli Raden Ismail Shaleh ialah pendiri
Kampung Banceuy yang ke 7. Hajat Mulud Aki Leutik merupakan hajat syukuran
yang bertujuan untuk meningkatkan rasa syukur sekaligus memperingati kelahiran
Nabi Muhammad SAW. Hajar Mulud ini diselenggarakan khusus oleh keturunan dari
keluarga Aki Leutik. Hajat ini dilaksanakan di makam Aki Leutik setiap hari senin
atau kamis pada minggu terakhir bulan mulud. Adapun serangkaian kegiatan Hajat
Mulud Aki Leutik, yaitu mulai dari pagi hari dengan menyembelih domba, kemudian
berdzikir dan bertasawul di makam Aki Leutik yang dilakukan secara tertutup.

20
Dilanjutkan dengan mempertingati maulid Nabi secara terbuka mulai dari pembacaan
hadarah, Al-Qur’an, shalawat, sambutan, tausyiyah, serta doa penutup, dan diakhiri
dengan pertunjukan seni gembyung sebagai rasa hormat kepada leluhur (PKPU
2014:16).

4. Mandi Koneng (Nadran)


Kegiatan ritual masyarakat Banceuy yang bertujuan untuk mensucikan anak
kecil laki-laki dan perempuan. Adapun rangkaian prosesi sebelum khitanan,
diantaranya dimulai dari tutup nutu, mapag beas, nyelamkeun, mandi koneng,
gusaran, nyembahkeun, arak-arakan dan sawer panganten sunat.

5. Hajat Safaran (Nimbang)


Hajat Safaran merupakan upacara adat yang dilakukan tiap bulan safar.
Upacara ini dilakukan oleh orang tua yang mempunyai anak lahir pada bulan safar.
Sesuatu yang khas pada hajat safaran adalah wajib rebus umbi-umbian, mulai dari
singkong, talas, sagu, ganyol, kacang tanah (suuk), jagung, ubi jalar, dsb.

3.4 Fasilitas Umum dan Sosial

Gambar 4. Sekolah Dasar Negeri Karangmadu Kampung Adat Banceuy


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2023)

Sarana umum yang terdapat di dalam Kampung Adat Banceuy, salah satunya adalah
sarana pendidikan. Di Kampung Adat Banceuy terdapat satu sekolah dasar dan madrasah
tsanawiah. Sedangkan untuk SMA, letaknya cukup jauh dari Kampung Adat Banceuy, yaitu
harus menempuh jarak kurang lebih 30 menit. Di depan sekolah dasar terdapat tempat yang
kerap digunakan untuk melaksanakan upacara upacara tradisional seperti Ngaruat Bumi.
Hanya terpisah oleh jalan, yaitu balai pertemuan yang berdiri sejak 1965.

21
Gambar 5. Balai Pertemuan
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2023)

Tempat tersebut digunakan untuk berbagai aktivitas yang bersifat umum, seperti
musyawarah dan upacara warga Kampung Adat Banceuy. Di balai pertemuan ditempatkan
satu alat komunikasi masa yang masih tradisional, yakni kohkol alat tersebut digunakan
untuk memberi tahu peristiwa-peristiwa tertentu kepada masyarakat, seperti kebakaran, ada
bahaya, atau kematian. Konon irama yang muncul akan berbeda untuk setiap peristiwa
sehingga dapat dipahami oleh masyarakat Kampung Adat Banceuy.

Gambar 6. Masjid Al-Hikmah


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2023)

Untuk sarana peribadatan yang ada di Kampung Adat Banceuy diantaranya adalah 1
bangunan masjid jami dan 4-5 musholla.

Gambar 7. Sekretariat dan Ruang Baca


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2023)

Di Kampung Adat Banceuy terdapat ruang baca berupa saung, yang juga
dimanfaatkan selain sebagai tempat membaca juga digunakan untuk sebagai saung
kesekretariatan untuk diskusi/rapat organisasi. Ruang baca juga berdampingan langsung
dengan Saung Celempung, yaitu saung yang digunakan untuk menyambut tamu yang datang
ke Kampung Adat Banceuy.

22
Gambar 8. Saung celempung
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2023)

3.5 Organisasi Ruang pada Tapak

Gambar 9. Denah Rumah Ibu Lilis


(Sumber: Ilustrasi Pribadi, 2023)

Ruang-ruang pada rumah di Kampung Adat Banceuy dibuat sejajar ke belakang bagi
ruang yang bersifat suci dan sakral, yaitu pada ruang tidur utama, ruang tidur anak, ruang
keluarga, dapur dan Goah. Dengan menyisakan ruang luas sebelahnya sebagai ruang tamu
yang terhubung dengan pintu masuk utama. Untuk WC tidak dibuat sejajar karena bersifat
profan. Ruang-ruang yang sejajar ini tidak tentu apakah di sebelah kanan bangunan atau
disebelah kiri bangunan, tergantung penentuan yang telah dibuat sebelumnya.
Penentuan perletakan ruang ini dilakukan oleh sesepuh Kampung Adat yang biasa
didatangi oleh warga sekitar ketika akan membangun rumah. Bagi warga Kampung Adat
Banceuy, perletakan ruang yang salah konon akan mendatangkan bala dan membuat
penghuni sulit mendapat rezeki. Aspek penentuan perletakan rumah biasanya dari hari lahir
penghuni, serta aspek-aspek lainnya yang hanya sesepuh Kampung Adat tersebut yang tahu.
Rumah-rumah di Kampung Adat Banceuy terdiri dari 2 macam yakni rumah permanen dan
rumah non permanen. Dengan ukuran yang bervariatif, 5x7, 6x9 dan 9x12, yang paling
mendominasi adalah rumah berukuran 6x9 meter. Letak rumah sangat berkaitan dengan

23
hubungan kekeluargaan, anak tidak diperbolehkan membangun rumah di sebelah timur orang
tuanya, seorang adik juga dilarang mendirikan rumah di sebelah timur kakaknya, dalam
istilah mereka, hal seperti itu sama halnya dengan ngalangkangan jika dilanggar, maka
dipercaya kehidupan anak atau adik tadi akan senantiasa mengalami kesulitan. Ketentuan
tersebut tetap berlaku sekalipun dia hanya mengontrak atau menyewa rumah untuk sementara
waktu (Somantri 2016:10).
Aturan letak pintu erat kaitanya dengan rezeki yang masuk ke rumah. Pintu rumah
depan dan belakang harus menghadap selatan dan utara. Namun kedua pintu tersebut tidak
boleh sejajar atau langsung melainkan dihubungkan dengan pintu tengah yang posisinya tidak
sejajar dengan kedua pintu tadi. Atau disebut nyegog. Hal ini diharapkan rezeki yang didapat
keluarga tersebut akan tersangkut dan tidak cepat habis (Somantri 2016:10).
Kemudian penyimpanan goah erat kaitanya dengan hari kelahiran pemiliknya, jika
lahir selasa, kamis, sabtu, goah harus berada di timur utara, jika rabu, senin, goa harus berada
di sebelah selatan barat, jika lahir hari sabtu goah harus berada di sebelah selatan barat.
Selain itu goah harus sejajar dengan kamar-kamar tidur yang ada di dalam rumah tersebut.
Dengan seperti itu, rezeki di rumah tersebut nyangkut atau tidak cepat habis (Somantri
2016:11). Untuk tata ruang rumah di Kampung Banceuy setidaknya terdiri atas: teras rumah,
ruang tamu, ruang keluarga, kamar tidur, goah dan dapur.

3.6 Konsep Bentuk Kampung dan Rumah


3.6.1 Konsep Bentuk Kampung
Kampung Adat Banceuy memiliki pola perkampungan Radial karena
bangunan-bangunan rumahnya yang berkelompok dan terletak pada persimpangan jalan.
Sementara pada pola kampung masyarakat sunda, Kampung Adat Banceuy termasuk
kedalam kampung berpola Ngolecer, atau sebutan bagi kampung yang terletak di banyak
persimpangan.

Gambar 10. Pola Kampung Adat Banceut


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2023)

Mengenai bentuk karakteristik kampung berdasarkan tujuh karakteristik yang


disampaikan oleh Danumihardja (1987), kampung adat banceuy termasuk kedalam kampung
Gajah Palisungan yaitu kampung yang terletak pada tanah yang datar di puncak bukit.

24
3.6.2 Konsep Bentuk Rumah

Gambar 11. Bentuk Plafon Rumah Warga


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2023)

Umumnya langit-langit rumah mereka yang berada di teras dilapisi oleh susunan bilah
kayu yang membentuk motif. Sedangkan untuk plafon di dalam rumah menggunakan plafon
papan.

Gambar 12. Halaman Depan Rumah Warga


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2023)

Halaman depan rumah masyarakat Kampung Adat Banceuy biasanya masih tersisa
cukup lahan untuk menanam pohon atau kebutuhan lainya. Luas halaman yang terdapat di
setiap rumah Kampung Banceuy berbeda, mulai yang sempit hingga yang luas, antar rumah
penduduk diberi tanaman hidup, bilah-bilah bambu ataupun tanpa batas apapun.

Gambar 13. Halaman Belakang Rumah Warga


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2023)

Selain itu, di belakang rumah biasanya digunakan sebagai tempat untuk menyimpan kayu
bakar serta kandang ternak ayam, kambing, domba, atau sapi.

25
3.7 Tampilan pada Tampak

Gambar 14. Tampak Rumah Ibu Lilis


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2023)

Tampilan rumah pada Kampung Adat Banceuy tidak berbeda dari rumah pada
umumnya. Rumah di Kampung Adat Banceuy secara tampilan sudah tidak terlihat sisi-sisi
tradisionalnya karena penggunaan material batu bata, serta genteng. Untuk kondisi malam
hari di Kampung Adat Banceuy dapat terlihat bahwa tidak adanya penerangan jalan umum,
cahaya lampu hanya berasal dari rumah-rumah warga saja, dan jalanan sangat senggang
karena warga lebih banyak menghabiskan waktu di rumah saat malam hari.

Gambar 15. Kondisi Malam Hari di Kampung Banceuy


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2023)

3.8 Struktur Pondasi, Dinding dan Atap

Gambar 16. Kondisi Rumah Warga Dahulu


(Sumber: Arsip Kampung, 2023)

26
Dahulu rumah warga masih banyak yang banyak menggunakan pondasi umpak, ruang
di bawah rumah digunakan sebagai tempat ternak ayam serta menyimpan kayu bakar. Namun
setelah diadakannya renovasi besar-besaran oleh program rumah sehat yang diadakan
pemerintah pada tahun 2017-2020, semua rumah yang menggunakan pondasi umpak serta
dinding berupa anyaman direnovasi menjadi rumah seperti masyarakat modern yang
menggunakan dinding bata dan pondasi batu kali.

Gambar 17. Kondisi Rumah Warga Saat Ini


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2023)

Gambar 18. Atap Rumah Warga Saat Ini


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2023)

Untuk atap setiap rumah di Kampung Adat Banceuy menggunakan struktur atap
kuda-kuda kayu, dengan dilapisi oleh genteng. Umumnya untuk area dapur, tidak
menggunakan plafon sebagai penutup, dapur dibiarkan terbuka karena masyarakat Kampung
Adat Banceuy masih menggunakan hawu untuk memasak sehingga asap dari hawu akan
merusak plafon jika ada. Maka hanya ruangan lain saja seperti kamar tidur, ruang tamu, dan
kamar mandi yang menggunakan plafon.

3.9 Sistem Utilitas


Untuk sistem utilitas berupa air bersih, masyarakat Kampung Adat Banceuy
mengambil langsung dari kaki gunung yang berjarak sekitar 4 km dari Kampung Adat
Banceuy. Dengan sistem bak tampung yang tanpa menggunakan meteran, sehingga saat
malam hari ataupun saat rendahnya penggunaan, air akan terbuang karena tidak dapat

27
tertampung semuanya. Fasilitas air bersih ini digunakan hanya dengan iuran per-kartu
keluarga sebesar Rp4.000. Dahulu pernah ada tawaran dari pemerintah untuk pemasangan
PAM, namun warga secara kompak menolak hal tersebut.
Untuk sistem utilitas air kotor, dialirkan langsung ke septictank tiap rumah dan juga
dialirkan ke sawah. Sedangkan untuk persampahan, tanggung jawab diatur oleh
masing-masing rumah. Pada umumnya tiap rumah memiliki drum untuk tempat pembakaran
sampah di halaman rumahnya. Untuk sistem utilitas listrik, telah hadir sejak dari tahun 1993.
Masyarakat Kampung Adat Banceuy merupakan masyarakat yang sangat terbuka kepada
perubahan yang positif, sehingga mereka menerima bahwa kampungnya akan dialiri oleh
listrik, dan untuk saat ini sudah merata ke semua rumah. Sedangkan untuk proteksi
kebakaran, masyarakat Kampung Adat Banceuy tidak menyediakan APAR di rumah ataupun
di fasilitas publik, dan dapat dikatakan bahwa sulit untuk akses mobil pemadam kebakaran
jika memasuki kawasan Kampung Adat Banceuy karena jalanan yang ada tidak lebih dari 8
meter. maka dari itu jika terjadi kebakaran, warga akan hanya gotong royong menyiramnya
dengan air. Namun untuk saat ini belum pernah terjadi hal seperti itu.

3.10 Proses Membangun

Gambar 19. Tradisi Pembangunan Rumah


(Sumber: Dokumentasi Kang Odang, 2023)

Dalam proses membangun rumah, masyarakat Kampung Adat Banceuy mengenal


istilah berupa mencari hari baik untuk hari perletakan pertama, yang dihitung dari wedal istri
dan suami. Wedal artinya nilai yang dimiliki tiap masing-masing hari. Wedal Senin berniali 4,
Wedal Selasa bernilai 3, Wedal Rabu bernilai 7, Wedal Kamis bernilai 8, Wedal Jumat
bernilai 6, Wedal Sabtu bernilai 9, Wedal Minggu berniai 5. Saat proses pembangunan pula
akan diletakan sesajen di kuda-kuda atap sebagai bentuk rasa syukur.
Terdapat pula aturan mengenai penempatan letak pintu rumah, yaitu harus ada pintu
yang mengarah ke utara dan selatan, hal ini dikarenakan agar aura negatif tidak bertahan di
dalam rumah, namun jika dilihat dari segi arsitektur, hal ini dikarenakan agar sirkulasi silang
udara dapat berjalan dengan baik, serta bukaan tidak langsung menghadap ke arah terbit dan
tenggelam matahari. Aturan lainnya dalam pembangunan adalah larangan terhadap
pembangunan rumah anak yang tidak boleh membelakangi rumah orang tua. Rumah orang
tua tidak boleh terbayangi oleh rumah anak, sehingga harus menukar posisi jika ingin
membangun rumah baru untuk anak.

28
3.11 Legenda Mitos

Gambar 20. Goah di Rumah Bu Lilis


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2023)

Kampung Adat Banceuy masih mempercayai dan menjalankan mitos-mitos di


berbagai segi kehidupannya seperti larangan bagi kaum pria untuk masuk ke area Gowah,
karena Gowah merupakan area untuk perempuan. Gowah Pun tidak boleh berdekatan dengan
kamar tidur. Terdapat pula larangan kaum wanita untuk berkeliaran di luar rumah saat
melewati waktu magrib. Bahkan pada salah satu masjid yang dikunjungi, tidak terdapat
mukena, hal ini dikarenakan para kaum wanita beribadah di rumah.

Gambar 21. Kondisi masyarakat Kampung Adat Banceuy yang masih menggunakan hawu
(Sumber: Dokumentasi Kang Odang, 2023)

Mitos lainnya yang ada di Kampung banceuy yaitu dimana warga masih
menggunakan kayu bakar untuk “menghangatkan” rumah, karena dipercaya bahwa jika hal
tersebut dapat mengusir hawa buruk/sial. Untuk menangkal hawa buruk dan sial ini, beberapa
warga juga menaruh sesajen di atas boven. Meskipun beberapa masyarakat memiliki kompor,
namun justru kompor dijadikan sebagai cadangan. Hawu masih menjadi alat masak utama
masyarakat Kampung Adat Banceuy.

29
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1 Kampung dan Rumah


Kampung Adat Banceuy semulanya memiliki bentuk rumah dengan bentuk panggung
dan material yang digunakan berasal dari alam sekitar. Bangunan menggunakan tiang dengan
material kayu sementara dinding menggunakan bilik atau bambu yang dianyam, kemudian
bilik di cat dengan kapur sehingga menjadi berwarna putih. Pada bagian atap, penutup atap
yang digunakan adalah atap ijuk dan pondasi yang digunakan adalah pondasi umpak. Pintu
dan jendela pada rumah tradisional Kampung Adat Banceuy dahulunya juga menggunakan
kayu. Untuk jendela, terdiri atas daun jendela dan kusen yang berbahan dasar kayu ditambah
dengan sekat kayu pengganti kaca. Karena bentuk rumah berupa panggung, untuk
memudahkan masuk ke rumah, maka terdapat Golodog, yaitu rangkaian bambu yang dibuat
sebagai tangga. Golodog pada rumah Kampung Adat Banceuy yang dulu dibuat dengan satu
tahapan dengan lebar kurang lebih 50 meter. Golodog ini terkadang juga berfungsi sebagai
teras rumah tempat penghuni bersantai didepan rumah sembari bersosialisasi dengan tetangga
sekitar. Golodog juga berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan sandal. Selain Golodog
juga terdapat Papayan, yang berada di sebelah dapur. Papayan adalah bagian yang menjorok
kepinggir dengan lantai terbuat dari bambu, biasanya digunakan masyarakat untuk membuat
kerajinan.
Material serta bentuk yang digunakan pada rumah panggung adalah sebuah bentuk
dari penyesuaian alam serta iklim sekitar Kampung. Rumah tetap sejuk karena udara panas
keluar melalui atap dan dinding. Kemudian melalui lantai kayu dan bambu, serta dinding
yang terletak di sisi masuknya angin angin akan masuk mengalirkan udara sejuk. Lantai yang
dibuat tinggi (panggung) juga sangat berpengaruh pada kenyamanan termal bangunan. Tanah
bersifat cepat menerima dan melepas panas. Perletakan lantai yang menyentuh tanah akan
membuat suhu dalam bangunan tergantung pada naik turunnya suhu tanah. Sementara pada
rumah panggung, naik turunnya suhu tanah tidan terlalu berpengaruh.
Namun, dari tahun 2017 hingga 2020, karena adanya program Bantuan Stimulan
Perumahan Swadaya (BSPS), rumah-rumah panggung yang berada di Kampung Adat
Banceuy dikategorikan sebagai rumah tidak layak huni sehingga diadakan kegiatan perbaikan
secara besar besaran. Perbaikan tersebut menjadikan seluruh rumah-rumah panggung di
kampung banceuy diganti menjadi rumah modern yang yang umum digunakan di indonesia,
yaitu rumah dengan atap genteng, dinding bata, pondasi batu kali, serta lantai yang menempel
pada tanah. Meskipun begitu, masih terdapat perbedaan antara rumah di Kampung Adat
Banceuy dengan rumah-rumah lainnya adalah filosofi perletakan ruang dan penambahan
ruang-ruang khas rumah tradisional sunda, yaitu Goah dan Hawu (hawu hanya terdapat di
beberapa rumah).

4.2 Sosial dan Kultural


Seperti yang telah dijelaskan pada Bab sebelumnya, keterikatan sosial antar warga di
Kampung Adat Banceuy sangat tinggi, hal ini dapat dilihat dari banyaknya ritual atau
kegiatan bersama yang dilakukan setiap waktu. Apabila terdapat ritual atau upacara yang
mengharuskan kaum wanita untuk memasak, maka kesempatan itu mereka gunakan untuk

30
mempererat tali silaturahmi dengan berbincang-bincang. Kaum lelaki juga juga masih
mengadakan kegiatan siskamling tiap malamnya.
Selain itu, masyarakat juga bekerja sama untuk membangun Kampung Adat Banceuy
sebagai kampung adat yang baik dengan membentuk Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata),
yaitu kumpulan orang-orang yang turut serta menjadi pengelola di bidang wisata Kampung
Adat Banceuy demi terciptanya pelayanan yang baik terhadap para tamu. Umumnya kaum
muda yang ikut serta ke organisasi Pokdarwis ini, terdiri dari para pelajar di berbagai jenjang
usia. Dengan dipimpin oleh Kang Odang sebagai penggerak pariwisata Kampung Adat
Banceuy.
Kampung adat banceuy memang sebuah masih memegang tradisi serta adat-istiadat
nenek moyang mereka, namun meskipun begitu mereka masih bersikap terbuka dengan
perkembangan zaman. Masyarakat sudah menggunakan alat-alat elektronik di rumahnya
seperti ponsel, televisi, kulkas, dan lain-lain. Alat elektronik tersebut juga mereka gunakan
untuk memperkenalkan kampung adat banceuy kepada masyarakat luas serta juga untuk
mengambangkan sektor pariwisata kampung.

31
BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian kemudian dikaitkan dengan ciri-ciri Kampung
Tradisional menurut (Surpha,1994:139), kampung adat Banceuy dijabarkan sebagai berikut:
1. Mempunyai batas-batas tertentu yang jelas yaitu hutan, bukit dan sungai.
2. Tidak mempunyai anggota dengan persyaratan tertentu karena Kampung Adat
Banceuy tidak membatasi jumlah warga kampungnya dan setiap orang boleh masuk
tanpa persyaratan dari kampung.
3. Tidak mempunyai rumah adat yang mempunyai fungsi dan peranan. Rumah adat di
Kampung Adat Banceuy pada umumnya sama seperti rumah-rumah umum yang ada
di Indonesia.
4. Kampung Adat Banceuy memiliki otonomi, baik keluar maupun kedalam.
5. Kampung Adat Banceuy tidak memiliki pemerintahan adat melainkan ikut serta
dalam program pemerintah Indonesia
Karena tidak memenuhi ketiga ciri dari Kampung Tradisional, dapat disimpulkan bahwa
Kampung Adat Banceuy tidak termasuk kedalam Kampung Tradisional.

5.2 Rekomendasi
Rekomendasi untuk pembaca adalah diharapkan bahwa dari hasil penelitian, pembaca
dapat menyadari akan keragaman budaya yang ada di Indonesia, contohnya adalah
kebudayaan yang terdapat di Kampung Adat Banceuy. Kesadaran akan keberagaman
selanjutnya diharapkan dapat membuat pembaca dapat turut melestarikan agar kebudayaan
peninggalan Nenek Moyang tidak terkikis oleh perkembangan zaman.
Rekomendasi untuk Kampung Adat Banceuy sendiri dari segi arsitektur adalah
menyediakan rumah percontohan berupa rumah adat asli Kampung Banceuy sebelum
direnovasi agar wisatawan dapat mempelajari lebih luas mengenai bangunan asli kampung,
mengingat Kampung Adat Banceuy telah menjadi Kampung Wisata.

32
DAFTAR PUSTAKA

Kristanto, N. H. (2015). “Tentang Konsep Kebudayaan.” Sabda 10, No. 2:1–11.


Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Pangarsa, Galih Wijil. (2006). Merah Putih Arsitektur Nusantara. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Gartiwa. (2011). Morfologi Bangunan dalam Konteks Kebudayaan. Bandung: Muara Indah.
Budiharjo, E. (1992). Sejumlah masalah perkampungan kota. Bandung: Alumni.
Abdul ,Azis, Said. (2004). Simbolisme Unsur Visual Rumah Tradisional. Yogyakarta:
Ombak.
Saparin.(1997). Administrasi Pemerintahan Desa, Jakarta: PT Gramedia.
Supriyono, J. (2005). Paradigma Kultural Masyarakat Durkheimian. Yogyakarta: Kanisius.
PKPU. (2014). HIstorical Book Kampoeng Banceuy Desa Sanca Ciater Subang. Bandung.
Somantri, R. A. (2016). Penolakan Bala Pada Masyarakat Kampung Banceuy: Sawen.
Bandung: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Balai Kajian Sejarah dan Nilai
Tradisional
Supriatna, E. (2011). “Kajian Nilai Budaya Tentang Mitos Dan Pelestarian Lingkungan Pada
Masyarakat Banceuy Kabupaten Subang.” Patanjala, 3(2):278–95
Marwanti, T. M., & Huripah, E. (2012). “Modal Sosial Komunitas Adat Banceuy Di Desa
Sanca Kecamatan Ciater Kabupaten Subang.” Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial, 11
Nomor 1.
Afif, Shaleh. (2020). Kebudayaan Kampung Adat Banceuy Desa Sanca Kecamatan Ciater
Kabupaten Subang. Jurnal Ilmiah Peradaban Islam. 17(1): 43 –57.
Afifah, S. N., & Syarif, M. (2017). “Kehidupan Masyarakat Adat Kampung Banceuy:
Kebertahanan Adat Istiadat Menghadapi Perubahan Sosial Budaya Kajian Historis
Tahun 1965-2008.” Factum 6, nomor 1.

33
Biodata Penulis
Penulis 1
Nama : Ayu Setya Ningrum
NIM : 2000464
Tempat & Tanggal Lahir : Bekasi, 19 Juni 2002
E-mail : ayusetyaningrum@upi.edu

Penulis 2
Nama : Hanifa Widya Kurniaty
NIM : 2001750
Tempat & Tanggal Lahir : Garut, 02 Januari 2002
E-mail : hanifawk@upi.edu

Penulis 3
Nama : Kintan Dwi Elsanti
NIM : 2001715
Tempat & Tanggal Lahir : Pati, 22 September 2003
E-mail : kintand.ell22@upi.edu

Penulis 4
Nama : Zulfa Fadiyah
NIM : 2001296
Tempat & Tanggal Lahir : Depok, 25 Februari 2002
E-mail : zulfadiyah925@upi.edu

Penulis 5
Nama : Lolan Maulana
NIM : 2000561
Tempat & Tanggal Lahir : Bandung, 25 Mei 2002
E-mail : lolanmaulana25@upi.edu

Penulis 6
Nama : Muh. Kamil Pasha T
NIM : 2000229
Tempat, & Tanggal Lahir : Garut, 23 Mei 2002
E-mail : kamilpasha87@gmail.com

34
Lampiran-lampiran

Pertanyaan dari sesi tanya jawab


1. Hilmy Allamsyah (Kelompok 2)
Masyarakat Kampung adat Banceuy semuanya memeluk agama islam tetapi masih
melakukan beberapa ritual atau kegiatan sesajen. Apakah itu merupakan bentuk upaya
untuk mempertahankan kebudayaan atau bagaimana?
2. Candra Dwi Pebrian (Kelompok 4)
Apakah ada manfaatnya untuk mempertahankan budaya di kampung adat Banceuy?
3. Leonita Giti Aqila (Kelompok 1)
Adakah keluh kesah dari orang tua mengenai anak-anaknya yang meninggalkan
budaya dikarenakan teknologi?
Jawaban dari sesi tanya jawab
1. Masyarakat Kampung Adat Banceuy memang 100% adalah pemeluk agama islam,
dan mereka tetap menjalankan berbagai ritual secara turun temurun. Namun mereka
menganggap hal ini tidak ada kaitannya dengan agama. Kenyakinan dengan
kepercayaan adalah suatu yang berbeda. Maka dari itu kebudayaan dan tradisi tidak
bisa dikaitkan dengan agama. Sehingga itu merupakan bentuk upaya untuk
mempertahankan budaya saja.
2. Kebudayaan di Kampung Adat Banceuy masih sangat dipertahankan dan diterapkan
di berbagai segi kehidupannya. Hal ini bagi masyarakat Kampung Adat Banceuy
merupakan salah satu cara untuk tetap bersilaturahmi antar warga. Kerukunan dan
kekerabatan mereka sangat dapat dirasakan melalui berbagai aktivitas bersamanya.
Dengan adanya acara-acara tersebut, warga dapat berkumpul, bercengkrama, saling
berbagi cerita dan menguatkan rasa kekeluargaan. Hal tersebutlah yang menjadi
manfaat dari mempertahankan budaya bagi masyarakat Kampung Adat Banceuy.
3. Kampung Adat Banceuy merupakan salah satu Kampung Adat yang terbuka dengan
adanya perkembangan zaman. Mereka mengikuti trend yang ada seperti halnya
dengan memanfaatkan media sosial untuk mempromosikan kampung mereka melalui
instagram, facebook, serta tiktok. Hal ini meskipun melenceng dari kebiasaan pada
umumnya di Kampung Tradisional, namun tidak ada keluh kesah terutama dari pada
sesepuh. Bahkan dapat dikatakan bahwa mereka mendukung kegiatan tersebut,
dengan membentuk organisasi kampung bernama POKDARWIS (kelompok sadar
wisata) yaitu sekelompok orang yang disatukan untuk mengelola pariwisata Kampung
Adat Banceuy. Karena meskipun mereka mengikuti teknologi, namun mereka tidak
meninggalkan budaya.

35
SKESTA

Sketsa 1. Sketsa rumah Kang Odang dan Saung Celempung

Skesta 2 . Sketsa rumah Bu Lilis

36
DOKUMENTASI

37
38
39
40

Anda mungkin juga menyukai