BANCEUY
Mata Kuliah
AT 458 ARSITEKTUR NUSANTARA
Dosen:
Dr. Ir. Nuryanto, S.Pd., M. T.
Penyusun :
Ayu Setya Ningrum (2000464)
Hanifa Widya Kurniaty (2001750)
Kintan Dwi Elsanti (2001715)
Lolan Maulana (2000561)
Muh. Kamil Pasha T (2000229)
Zulfa Fadiyah (2001296)
Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas berkat dan rahmat-Nya sehingga dapat
terselesaikannya laporan hasil penelitian yang berjudul “Observasi Pemukiman Tradisional
Jawa Barat di Kampung Adat Banceuy” dengan lancar. Laporan ini disusun untuk memenuhi
tugas Mata Kuliah Arsitektur Nusantara sebagai laporan kunjungan ke Kampung Adat
Banceuy. Dibuat berdasarkan data yang relevan dari hasil observasi langsung serta membaca
literatur dari berbagai sumber terkait dengan objek yang diteliti.
Laporan penelitian ini berisi informasi mengenai arsitektur, arsitektur nusantara,
arsitektur vernakular, arsitektur tradisional, dan kampung adat. Informasi-informasi tersebut
dikaitkan dengan hasil studi literatur dan observasi di Kampung Adat Banceuy. Sehingga,
ditemukan kesimpulan antara informasi dan topik tersebut yang dapat memberikan
pengetahuan baru, baik peneliti maupun pembaca.
Peneliti menyadari bahwa laporan ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami
mohon segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca untuk perbaikan
laporan penelitian ini. Besar harapan peneliti kiranya laporan ini bisa bermanfaat bagi peneliti
khususnya dan pembaca pada umumnya. Aamiin.
2
ABSTRAK
Arsitektur Tradisional memiliki arti Arsitektur tradisional merupakan arsitektur turun-temurun dari satu generasi
ke generasi selanjutnya (Rapoport, 1960). Arsitektur ini erat kaitannya dengan adat atau tradisi pada suatu
kelompok masyarakat, yang dipegang menjadi pedoman kehidupan mereka. Adat ini menjadi penghubung
antara masyarakat dengan leluhurnya yang dipercayainya, sehingga sebisa mungkin menjaga dan tidak
melakukan perbuatan yang dapat melanggar adat tersebut. Salah satu contohnya adalah Kampung Adat Banceuy
yang berlokasi di Desa Sanca, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Kampung ini memiliki tradisi
tradisi turun-temurun dari nenek moyang mereka yang masih mereka lakukan dan lestarikan hingga saat ini,
selain itu kampung ini juga memiliki hubungan sosial yang kuat antar warganya. Namun, sekalipun merupakan
sebuah kampung adat, mereka tidak menolak perkembangan zaman. Hal ini dibuktikan dari warga yang mulai
menggunakan alat-alat elektronik. Dilihat dari sudut pandang arsitektur, berdasarkan pola dan karakteristik
arsitektur sunda kampung adat banceuy memiliki pola Ngolecer dengan karakteristik bangunan yaitu Gajah
Palisungan. bangunan Kampung Adat Banceuy memiliki bentuk rumah modern seperti bangunan-bangunan
yang umumnya ada di indonesia karena bangunan panggung yang dulunya ada di kampung ini dianggap
pemerintah sebagai rumah tidak layak huni. Namun, yang membedakan adalah filosopi perletakan ruang
dirumah ini yang ditentukan berdasarkan adat istiadat kampung serta penambahan ruang-ruang khas arsitektur
tradisional sunda seperti Goah dan Hawu. Kampung Adat Banceuy kini berkembang menjadi Kampung Wisata
dan banyak dikunjungi pengunjung baik untuk sekedar berlibur, ataupun belajar.
Kata kunci: Arsitektur Nusantara, Arsitektur vernakular, Kampung Adat, Kampung Adat Banceuy
ABSTRACT
Traditional architecture means that traditional architecture is architecture passed down from one generation to
the next (Rapoport, 1960). This architecture is closely related to customs or traditions in a group of people,
which are held to be a guideline for their lives. This custom serves as a link between the community and their
trusted ancestors so that they protect it as much as possible and do not commit acts that violate these customs.
One example is the Banceuy Traditional Village which is located in Sanca Village, Ciater District, Subang
Regency, West Java. This village has traditions handed down from their ancestors which they still carry out and
preserve to this day, besides that this village also has strong social relations between its residents. However,
even though they are a traditional clan, they do not reject the development of the times. This is evidenced by
residents who start using electronic devices. From an architectural point of view, based on the patterns and
characteristics of Sundanese architecture, the traditional village of Banceuy has a Ngolecer pattern with
building characteristics, namely Gajah Palisungan. the building of Banceuy Traditional Village is a form of
modern house-like building that generally exists in Indonesia because the stilt buildings that used to exist in this
village are considered by the government as unfit for habitation. However, what makes the difference is the
philosophy of room placement in this house which is determined based on village customs and the addition of
spaces typical of traditional Sundanese architecture such as Goah and Hawu. The Banceuy Traditional Village
has now developed into a Tourism Village and is visited by many visitors, either just for a vacation or to study.
Keywords: Archipelago Architecture, Vernacular Architecture, Traditional Village, Banceuy Traditional Village
3
UCAPAN TERIMA KASIH
Penyelesaian laporan penelitian ini tak lepas atas dukungan dan motivasi dari semua pihak.
Dengan bimbingan yang bermanfaat untuk masa mendatang sehingga dapat menjadi yang
lebih baik. Oleh karena itu, ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya diberikan kepada:
1. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan motivasi dan dorongan baik secara
moril maupun materil,
2. Bapak Dr. Ir. Nuryanto, S.Pd., M.T. selaku dosen pengampu Mata Kuliah Arsitektur
Nusantara yang telah memberikan segala ilmu, motivasi, nasehat, dan bantuan,
sehingga peneliti dapat menyelesaikan laporan penelitian ini.
3. Kang Odang selaku perwakilan Kampung Adat Banceuy yang telah memberikan
informasi mengenai Kampung Adat Banceuy
4. Teh Iki selaku tour guide yang telah mengantarkan serta menjelaskan mengenai
lokasi-lokasi di kawasan Kampung Adat Banceuy.
5. Kampung Adat Banceuy yang telah menjadi sumber dari data dalam laporan
penelitian ini.
6. Seluruh teman-teman Program Studi Arsitektur Fakultas Pendidikan Teknologi dan
Kejuruan Universitas Pendidikan Indonesia terutama mahasiswa yang mengikuti kelas
Arsitektur Nusantara
Akhir kata, semoga Allah SWT. melimpahkan rahmat dan memberikan imbalan yang berlipat
ganda kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penelitian ini.
4
DAFTAR GAMBAR
5
DAFTAR SKETSA
6
DAFTAR ISI
PRAKATA.................................................................................................................................2
ABSTRAK.................................................................................................................................3
UCAPAN TERIMA KASIH.................................................................................................... 4
DAFTAR GAMBAR................................................................................................................ 5
DAFTAR SKETSA...................................................................................................................6
DAFTAR ISI............................................................................................................................. 7
BAB I......................................................................................................................................... 9
1.1 Latar Belakang............................................................................................................... 9
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................... 9
1.3 Tujuan.............................................................................................................................9
1.4 Manfaat.........................................................................................................................10
1.5 Identifikasi Masalah..................................................................................................... 10
BAB II......................................................................................................................................11
2.1 Arsitektur Nusantara.....................................................................................................11
2.2 Arsitektur Vernakular Tradisional................................................................................ 11
2.3 Arsitektur Tradisional...................................................................................................11
2.3 Pengertian Kampung dan Rumah Tradisional..............................................................11
2.4 Jenis Kampung dan Rumah Tradisional.......................................................................12
2.5 Organisasi Ruang pada Rumah Tradisional................................................................. 13
2.6 Aturan Mendirikan Bangunan...................................................................................... 14
2.7 Sistem Religi dan Kosmologi.......................................................................................15
2.8 Sakral, Profan, Mitos dan Simbol................................................................................ 15
BAB III.................................................................................................................................... 17
3.1 Selayang Pandang Sejarah Kampung...........................................................................17
3.2 Kehidupan Sosial-Kultural Masyarakat Kampung...................................................... 19
3.3 Agama dan Sistem Kepercayaan Masyarakat.............................................................. 19
3.4 Fasilitas Umum dan Sosial........................................................................................... 21
3.5 Organisasi Ruang pada Tapak...................................................................................... 23
3.6 Konsep Bentuk Kampung dan Rumah......................................................................... 24
3.7 Tampilan pada Tampak................................................................................................ 26
3.8 Struktur Pondasi, Dinding dan Atap............................................................................ 26
3.9 Sistem Utilitas.............................................................................................................. 27
3.10 Proses Membangun.................................................................................................... 28
3.11 Legenda Mitos............................................................................................................ 29
BAB IV.................................................................................................................................... 30
4.1 Kampung dan Rumah...................................................................................................30
4.2 Sosial dan Kultural....................................................................................................... 30
BAB V......................................................................................................................................32
7
5.1 Simpulan.......................................................................................................................32
5.2 Rekomendasi................................................................................................................ 32
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................33
Biodata Penulis...................................................................................................................34
Lampiran-lampiran.............................................................................................................35
8
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia dan kebudayaan adalah sebuah satu kesatuan yang bersama-sama menyusun
kehidupan. Manusia berkelompok menjadi suatu sosial budaya, kemudian menjadi
masyarakat. Kesadaran manusia akan pengalamanya mendorongnya susunan rumusan,
definisi, dan teori tentang kegiatan hidupnya yang kemudian disebut kebudayaan (Kristanto
2015:1). Setiap kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat baik berwujud sebagai
komunitas desa atau kota atau kelompok adat, dapat menampilkan khas terutama yang
terlihat oleh orang luar warga masyarakat bersangkutan. Karena, seorang warga yang berasal
dari lingkungan kebudayaan biasanya tidak lagi melihat lagi corak khas itu. Sebaliknya,
terhadap kebudayaan tetangganya ia dapat melihat corak khasnya, terutama mengenai
unsur-unsur yang berbeda mencolok dari kebudayaan sendiri (Koentjaraningrat 2009:214).
Indonesia dengan jumlah kepulauan yang kurang lebih 17.000 pulau terdiri dari
beragam kebudayaan yang tercermin pada bangunan pada sebuah kampung. Pada sebuah
kampung terdapat suatu batasan pola pikir masyarakat dan perubahan lingkungan yang tidak
berdasar pada pakem, aturan, atau adat tertentu, yang kemudian dijadikan suatu pedoman
yang mempengaruhi bentuk dasar bangunan. Hal ini sejalan dengan apa yang disebut sebagai
arsitektur vernakular. Saat ini ada kecenderungan pada bangunan-bangunan di sebuah
kampung untuk berubah. Perubahan ini sejalan dengan globalisasi yang membawa dampak
terhadap perubahan pada bangunan-bangunannya. Selain itu, sebagaimana yang telah
dijelaskan, perubahan kondisi lingkungan, cara hidup, dan perilaku masyarakat juga turut
mendorong terjadinya perubahan.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, dilakukan penelitian pada aspek-aspek yang
berkaitan dengan kajian arsitektur vernakular di Kampung Adat Banceuy meliputi konsep
tata ruang, fasilitas, serta bentuk kampung dan rumah yang dipengaruhi oleh kondisi tapak,
sosial budaya dan ekonomi masyarakat, iklim Kota Subang, sejarah Kampung Adat Banceuy,
dan aspek-aspek lainnya.
1.3 Tujuan
1. Secara Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan arsitektur di Kampung Adat
Banceuy.
9
2. Secara Khusus
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui informasi mengenai arsitektur vernakular,
arsitektur tradisional, keterkaitan antara arsitektur vernakular dan arsitektur
tradisional dengan kampung adat, bentuk arsitektur di Kampung Adat Banceuy, serta
tata cara pengelolaan Kampung Adat Banceuy.
1.4 Manfaat
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi penelitian yang sesuai
atau terkait dan dapat memperkaya ilmu pengetahuan untuk pemahaman mengenai
arsitektur vernakular, arsitektur tradisional, dan kampung adat. Khususnya yang
berkaitan dengan Kampung Adat Banceuy.
2. Secara Praktis
a. Bagi Peneliti
Penelitian ini memberikan dan memperkaya informasi, ilmu, pengetahuan,
serta pengalaman seputar objek penelitian.
b. Bagi Mahasiswa, khususnya mahasiswa arsitektur
Penelitian ini dapat dijadikan referensi dan motivasi untuk mengembangkan
kreativitas (pemikiran) mengenai program atau peluang untuk menjadikan tata
kota lebih baik dan nyaman bagi masyarakat setempatnya.
c. Bagi Pengelola Kampung Adat Banceuy
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan atau
bahan pertimbangan terkait pengelolaan Kampung Adat Banceuy.
d. Bagi Masyarakat Kampung Adat Banceuy
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan terkait
arsitektur agar kedepannya dapat dilakukan perbaikan oleh masyarakat dengan
tujuan pengembangan kampung adat.
e. Bagi Pembaca
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan memberikan informasi, serta
sebagai bahan referensi penelitian terkait.
10
BAB II
KAJIAN TEORI
11
yang terjalin dalam ikatan kekeluargaan yang erat. Jadi, kampung merupakan kawasan
permukiman kumuh yang minim sarana umum, serta memiliki ikatan kekeluargaan yang erat
dan kental akan nilai-nilai tradisional.
Menurut Said (2004: 47), rumah tradisional merupakan suatu bangunan yang
memiliki struktur, proses pembuatan, bentuk, fungsi serta ragam hias dengan ciri khas
tersendiri, yang diwariskan secara turun-temurun. Rumah tradisional juga disebut rumah adat
atau rumah asli atau rumah rakyat. Artinya rumah tradisional ialah rumah adat atau rumah
asli rakyat, yang dibangun dengan proses dan ciri khas tersendiri, yang diwariskan secara
turun temurun tanpa atau minim sekali perubahannya.
Arsitektur Tradisional merupakan salah satu unsur kebudayaan yang tumbuh dan
berkembang bersamaan dengan pertumbuhan suatu suku atau bangsa. Memiliki kaitan yang
tinggi terhadap nilai-nilai keluhuran, serta tak lepas dari cara ataupun kebiasaan yang sudah
ada terdahulu. Tradisi dimaknai sebagai sebuah kebiasaan yang diwariskan dari generasi ke
generasi. Tradisi sering dianggap unsur kuno, namun dianggap sangat penting untuk dijaga.
Tradisi bisa dipandang sebagai informasi ataupun data yang berupa informasi yang dibawa
dari masa lalu ke masa sekarang. Sehingga informasi tersebut sebagai bagian yang paling
mendasar. Dengan demikian tradisi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus,
ulang berulang, atau kebudayaan dan memiliki legitimasi dalam kurun waktu yang cukup
panjang yang diikuti oleh generasi generasi berikutnya secara turun temurun.
Sedangkan jenis-jenis rumah tradisional yang ada di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Rumah Krong Bade, Aceh
2. Rumah Bolon, Sumatera Utara
3. Rumah Gadang, Sumatera Barat
12
4. Rumah Selaso Jatuh Kembar, Riau
5. Rumah Panggung Kajang Leko, Jambi
6. Rumah Bubungan Lima, Bengkulu
7. Rumah Limas, Sumatera Selatan
8. Rumah Nuwo Sesat, Lampung
9. Rumah Belah Bubung, Kepulauan riau
10. Rumah Baduy, Banten
11. Rumah Kebaya, Betawi
12. Rumah Sunda, Jawa Barat
13. Rumah Joglo, Jawa Tengah
14. Rumah Joglo Situbondo, Jawa Timur
15. Rumah Bangsal Kencono, Yogyakarta
16. Rumah Gapura Candi Bentar, Bali
17. Rumah Dalam Loka, NTB
18. Rumah Panjang, Kalimantan Barat
19. Rumah Betang, Kalimantan Tengah
20. Rumah Tongkonan, Toraja
21. Rumah Sasad, Maluku Utara
22. Rumah Rakit, Bangka Belitung
23. Rumah Lamin, Kalimantan Timur
24. Rumah Dulohupa, Gorontalo
25. Rumah Boyang, Sulawesi Barat
26. Rumah Tambi, Sulawesi Tengah
27. Rumah Walewangko, Sulawesi Utara
28. Rumah Musalaki, NTT
29. Rumah Baileo, Maluku
30. Rumah Bubungan Tinggi, Kalimantan Selatan
31. Rumah Baloy, Kalimantan Utara
32. Rumah Banua Tada, Sulawesi Tenggara
33. Rumah Kariwari, Papua
34. Rumah Honai, Papua Barat
13
kumpul keluarga, kamar tidur untuk istirahat, ruang makan untuk makan keluarga, dll.
Pemisahan ini mencerminkan hirarki dan aturan sosial masyarakat tradisional.
2. Penyusunan berdasarkan instruksi dasar
Banyak rumah tradisional mengadopsi tata ruang yang mengikuti pedoman dasar. Ini
didasarkan pada keyakinan bahwa setiap titik mata angin memiliki makna simbolis
atau keberuntungan tertentu. Misalnya, kamar tidur seringkali diletakkan di sisi timur
rumah menghadap matahari terbit yang dianggap sebagai simbol kehidupan dan
kebahagiaan.
3. Penggunaan bahan alami dan lokal
Rumah adat cenderung menggunakan bahan bangunan alami dan lokal seperti kayu,
bambu, daun kelapa dan tanah liat. Bahan-bahan ini tidak hanya melimpah di
lingkungan setempat, tetapi juga memperlihatkan sifat-sifat yang sesuai dengan iklim
setempat dan persyaratan lingkungan. Penggunaan material alam menciptakan
hubungan yang harmonis antara rumah adat dengan lingkungan sekitarnya.
4. Daya tahan dan hemat energi
Desain interior pada rumah tradisional seringkali didasarkan pada prinsip
pembangunan berkelanjutan dan hemat energi. Misalnya, penggunaan ventilasi alami
dan penerangan matahari secara optimal untuk mengurangi kebutuhan akan sumber
energi buatan. Selain itu, tata letak ruangan dan penggunaan material alami membantu
menjaga suhu ruangan yang nyaman tanpa AC atau pemanas.
5. Simbolisme dan kepercayaan budaya
Penataan ruang pada rumah adat seringkali mencerminkan simbolisme budaya dan
kepercayaan masyarakat setempat. Misalnya keberadaan ruang sakral atau altar
sebagai pusat spiritual di rumah, atau penggunaan simbol-simbol tertentu.
14
dilarang. Misalnya, kampung adat yang mewajibkan penggunaan bahan-bahan alami
tradisional seperti kayu, bilah bambu, anyaman, ijuk sementara penggunaan
bahan-bahan modern seperti beton atau besi tidak diizinkan.
4. Ukuran dan Proporsi
Aturan kampung adat juga kerap kali menentukan ukuran dan proporsi bangunan
yang diizinkan. Hal ini bertujuan untuk menjaga keharmonisan antara
bangunan-bangunan. Misalnya, adanya penerapan batasan tinggi bangunan atau
ketentuan proporsi yang harus diikuti.
5. Rites dan Upacara
Beberapa desa adat memiliki upacara khusus yang terkait dengan proses
pembangunan. Aturan kampung adat mungkin mengharuskan pemilik bangunan
untuk melibatkan masyarakat dalam upacara tertentu sebagai bentuk bersyukur atau
mendapatkan persetujuan dari pemimpin adat sebelum memulai pembangunan.
15
dalam suatu ikatan khusus yang bukan didasari oleh adanya hubungan darah (geneologie).
Durkheim menyatakan bahwa bentuk-bentuk agama yang paling awal adalah totemisme.
Kepercayaan totemisme adalah yang paling penting dalam masyarakat primitif, karena
seluruh aspek kehidupan mereka dipengaruhi oleh totem-totem tersebut.
16
BAB III
DESKRIPSI KAMPUNG BANCEUY
Penduduk Kampung Banceuy berjumlah 948 jiwa, dengan terdapat kepala keluarga
sebanyak 273 KK. Jarak tempuh ke Kampung Banceuy dari Desa (Sanca) kurang lebih
memakan berjarak 2 km, Kecamatan (Ciater) kurang lebih berjarak 7 km, Kabupaten
(Subang) kurang lebih berjarak 28 km, Ibukota Provinsi (Bandung) kurang lebih berjarak 50
km (PKPU 2014:4). Kampung Banceuy jika diukur dari diatas permukaan laut memiliki
ketinggian sekitar 770m, juga suhu minimum di Kampung Banceuy 18˚C dan suhu
maksimum bisa sampai 34˚C dan rata-rata suhu 26˚C. Curah hujan yang turun sekitar
2.700mm3/tahun (PKPU 2014:5).
Secara geografis, Kampung Adat Banceuy sebelah utara berbatasan dengan sawah
Tegal Malaka, dusun Ciwirangga; sebelah timur berbatasan dengan sungai Cipunagara;
sebelah selatan berbatasan dengan saluran irigasi Cipadaringan; sebelah barat berbatasan
dengan saluran irigasi Citamiang. Kampung Adat Banceuy termasuk ke dalam wilayah
administratif Desa Sanca Kecamatan Ciater Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Luas
Wilayah Kampung Banceuy yang mencapai 157 Hektar. Dengan 47 Hektar terdiri dari Hutan,
17
78 hektar terdiri sawah, 20 Hektar terdiri dari kebun dan 12 Hektar lagi digunakan untuk
pemukiman penduduk (Supriatna 2011:281). Hutan, kebun dan Sawah memang termasuk
sumber daya alam yang ada di kampung Banceuy. Selain itu terdapat sungai kecil, yang
dinamakan solokan ito, solokan cipadaringan, dan air terjun yang diberi nama Curug
Bentang, Leuwi lawang dan Ranah Kemah Raden Suwanda (Somantri 2016:9).
18
Gambar 2. Sejarah Kampung Adat Banceuy
(Sumber: Ilustrasi Pribadi, 2023)
Masyarakat Kampung Adat Banceuy sebanyak 90% berprofesi sebagai petani. Sejak
adzan subuh, para warga akan berangkat ke sawah dan pulang saat dzuhur. Hal ini tidak
hanya dilakukan oleh kaum pria, namun para istri juga ada yang terlibat. Tanaman yang
mereka tanam diantaranya adalah cabe, timun, tomat, dan kacang panjang.Keterikatan sosial
antar warga di Kampung Adat Banceuy sangat tinggi, hal ini dapat dilihat dari banyaknya
ritual atau kegiatan bersama yang dilakukan setiap waktu. Mereka juga masih mengadakan
kegiatan siskamling tiap malamnya.
Masyarakat juga bekerja sama untuk membangun Kampung Adat Banceuy sebagai
kampung adat yang baik dengan membentuk Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata), yaitu
kumpulan orang-orang yang turut serta menjadi pengelola di bidang wisata Kampung Adat
Banceuy demi terciptanya pelayanan yang baik terhadap para tamu. Umumnya kaum muda
yang ikut serta ke organisasi Pokdarwis ini, terdiri dari para pelajar di berbagai jenjang usia.
Dengan dipimpin oleh Kang Odang sebagai penggerak pariwisata Kampung Adat Banceuy.
19
1. Ruwatan
Ruwatan berasal dari kata “ruwat” yang berarti terbebas atau terlepas. Tujuan
diselenggarakan upacara ruwatan yaitu dapat terbebas dari marabahaya (malapetaka)
yang melingkupinya (Nuraeni and Muhammad 2012:140). Sedangkan istilah Ruwatan
Bumi atau Ngaruwat Bumi berasal dari kata bahasa sunda yaitu rawat atau ngarawat
artinya mengumpulkan atau memelihara. Secara umum, Ruwatan Bumi yaitu
mengumpulkan seluruh masyarakat dan seluruh hasil bumi, baik bahan mentah,
setengah jadi, maupun yang sudah jadi (PKPU 2014:7).
Ngaruwat Bumi bertujuan mengungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang
Maha Esa atas segala yang telah diperoleh dari hasil bumi dan juga sebagai tolak bala
serta ungkapan penghormatan kepada karuhun (leluhur). Ngaruwat Bumi pada
awalnya dilaksanakan karena terjadinya bencana alam yang menimpa wilayah
Kampung Banceuy (dahulu Negla). Kemudian para tokoh kampung Banceuy beserta
paranormal/dukun mengadakan ritual, dan diperoleh keputusan, salah satunya adalah
mengadakan Ngaruwat Bumi sebagai tolak bala terhadap bencana tersebut. Ruwatan
bumi dilaksanakan tiap tahun pada minggu terakhir pada hari rabu terakhir di bulan
rayagung atau rebo wekasan karena mengacu pada bulan Hijriyah.
2. Hajat Wawar
Hajat Wawar merupakan salah satu acara adat yang biasa dilaksanakan di
Kampung Adat BanceuyAcara adat ini bertujuan untuk tolak bala. Secara makna ialah
suatu acara adat yang dilakukan oleh masing-masing lingkungan di setiap wilayah
Kampung Adat Banceuy. Perbedaan Hajat Wawar dengan Ruwatan bumi ialah waktu
pelaksanaan hajat wawar yang tidak ditentukan dan tidak dilaksanakan serentak satu
kampung melainkan perwilayah. Hajat wawar harus dilakukan di tempat terbuka,
tidak bolehkan tertutup. Waktu pelaksanaannya berdasarkan kebutuhan wilayah
masing-masing, biasanya dilaksanakan paling sering 3 bulan sekali atau paling tidak 1
tahun sekali.
Hajat wawar dilakukan apabila terjadi suatu hal yang tidak diinginkan,
contohnya terjadi wabah penyakit serentak dan banyak hewan ternak yang mati
mendadak. Dalam acara hajat wawar terapat sesajen yang paling khas yaitu adanya
sawen. Sawen terdiri dari daun darangdan, daun tamiang, dan jukut palias. Sesajen
tersebut diusahakan harus habis oleh warga yang melaksanakan hajat wawar tersebut
(PKPU 2014:14).
20
Dilanjutkan dengan mempertingati maulid Nabi secara terbuka mulai dari pembacaan
hadarah, Al-Qur’an, shalawat, sambutan, tausyiyah, serta doa penutup, dan diakhiri
dengan pertunjukan seni gembyung sebagai rasa hormat kepada leluhur (PKPU
2014:16).
Sarana umum yang terdapat di dalam Kampung Adat Banceuy, salah satunya adalah
sarana pendidikan. Di Kampung Adat Banceuy terdapat satu sekolah dasar dan madrasah
tsanawiah. Sedangkan untuk SMA, letaknya cukup jauh dari Kampung Adat Banceuy, yaitu
harus menempuh jarak kurang lebih 30 menit. Di depan sekolah dasar terdapat tempat yang
kerap digunakan untuk melaksanakan upacara upacara tradisional seperti Ngaruat Bumi.
Hanya terpisah oleh jalan, yaitu balai pertemuan yang berdiri sejak 1965.
21
Gambar 5. Balai Pertemuan
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2023)
Tempat tersebut digunakan untuk berbagai aktivitas yang bersifat umum, seperti
musyawarah dan upacara warga Kampung Adat Banceuy. Di balai pertemuan ditempatkan
satu alat komunikasi masa yang masih tradisional, yakni kohkol alat tersebut digunakan
untuk memberi tahu peristiwa-peristiwa tertentu kepada masyarakat, seperti kebakaran, ada
bahaya, atau kematian. Konon irama yang muncul akan berbeda untuk setiap peristiwa
sehingga dapat dipahami oleh masyarakat Kampung Adat Banceuy.
Untuk sarana peribadatan yang ada di Kampung Adat Banceuy diantaranya adalah 1
bangunan masjid jami dan 4-5 musholla.
Di Kampung Adat Banceuy terdapat ruang baca berupa saung, yang juga
dimanfaatkan selain sebagai tempat membaca juga digunakan untuk sebagai saung
kesekretariatan untuk diskusi/rapat organisasi. Ruang baca juga berdampingan langsung
dengan Saung Celempung, yaitu saung yang digunakan untuk menyambut tamu yang datang
ke Kampung Adat Banceuy.
22
Gambar 8. Saung celempung
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2023)
Ruang-ruang pada rumah di Kampung Adat Banceuy dibuat sejajar ke belakang bagi
ruang yang bersifat suci dan sakral, yaitu pada ruang tidur utama, ruang tidur anak, ruang
keluarga, dapur dan Goah. Dengan menyisakan ruang luas sebelahnya sebagai ruang tamu
yang terhubung dengan pintu masuk utama. Untuk WC tidak dibuat sejajar karena bersifat
profan. Ruang-ruang yang sejajar ini tidak tentu apakah di sebelah kanan bangunan atau
disebelah kiri bangunan, tergantung penentuan yang telah dibuat sebelumnya.
Penentuan perletakan ruang ini dilakukan oleh sesepuh Kampung Adat yang biasa
didatangi oleh warga sekitar ketika akan membangun rumah. Bagi warga Kampung Adat
Banceuy, perletakan ruang yang salah konon akan mendatangkan bala dan membuat
penghuni sulit mendapat rezeki. Aspek penentuan perletakan rumah biasanya dari hari lahir
penghuni, serta aspek-aspek lainnya yang hanya sesepuh Kampung Adat tersebut yang tahu.
Rumah-rumah di Kampung Adat Banceuy terdiri dari 2 macam yakni rumah permanen dan
rumah non permanen. Dengan ukuran yang bervariatif, 5x7, 6x9 dan 9x12, yang paling
mendominasi adalah rumah berukuran 6x9 meter. Letak rumah sangat berkaitan dengan
23
hubungan kekeluargaan, anak tidak diperbolehkan membangun rumah di sebelah timur orang
tuanya, seorang adik juga dilarang mendirikan rumah di sebelah timur kakaknya, dalam
istilah mereka, hal seperti itu sama halnya dengan ngalangkangan jika dilanggar, maka
dipercaya kehidupan anak atau adik tadi akan senantiasa mengalami kesulitan. Ketentuan
tersebut tetap berlaku sekalipun dia hanya mengontrak atau menyewa rumah untuk sementara
waktu (Somantri 2016:10).
Aturan letak pintu erat kaitanya dengan rezeki yang masuk ke rumah. Pintu rumah
depan dan belakang harus menghadap selatan dan utara. Namun kedua pintu tersebut tidak
boleh sejajar atau langsung melainkan dihubungkan dengan pintu tengah yang posisinya tidak
sejajar dengan kedua pintu tadi. Atau disebut nyegog. Hal ini diharapkan rezeki yang didapat
keluarga tersebut akan tersangkut dan tidak cepat habis (Somantri 2016:10).
Kemudian penyimpanan goah erat kaitanya dengan hari kelahiran pemiliknya, jika
lahir selasa, kamis, sabtu, goah harus berada di timur utara, jika rabu, senin, goa harus berada
di sebelah selatan barat, jika lahir hari sabtu goah harus berada di sebelah selatan barat.
Selain itu goah harus sejajar dengan kamar-kamar tidur yang ada di dalam rumah tersebut.
Dengan seperti itu, rezeki di rumah tersebut nyangkut atau tidak cepat habis (Somantri
2016:11). Untuk tata ruang rumah di Kampung Banceuy setidaknya terdiri atas: teras rumah,
ruang tamu, ruang keluarga, kamar tidur, goah dan dapur.
24
3.6.2 Konsep Bentuk Rumah
Umumnya langit-langit rumah mereka yang berada di teras dilapisi oleh susunan bilah
kayu yang membentuk motif. Sedangkan untuk plafon di dalam rumah menggunakan plafon
papan.
Halaman depan rumah masyarakat Kampung Adat Banceuy biasanya masih tersisa
cukup lahan untuk menanam pohon atau kebutuhan lainya. Luas halaman yang terdapat di
setiap rumah Kampung Banceuy berbeda, mulai yang sempit hingga yang luas, antar rumah
penduduk diberi tanaman hidup, bilah-bilah bambu ataupun tanpa batas apapun.
Selain itu, di belakang rumah biasanya digunakan sebagai tempat untuk menyimpan kayu
bakar serta kandang ternak ayam, kambing, domba, atau sapi.
25
3.7 Tampilan pada Tampak
Tampilan rumah pada Kampung Adat Banceuy tidak berbeda dari rumah pada
umumnya. Rumah di Kampung Adat Banceuy secara tampilan sudah tidak terlihat sisi-sisi
tradisionalnya karena penggunaan material batu bata, serta genteng. Untuk kondisi malam
hari di Kampung Adat Banceuy dapat terlihat bahwa tidak adanya penerangan jalan umum,
cahaya lampu hanya berasal dari rumah-rumah warga saja, dan jalanan sangat senggang
karena warga lebih banyak menghabiskan waktu di rumah saat malam hari.
26
Dahulu rumah warga masih banyak yang banyak menggunakan pondasi umpak, ruang
di bawah rumah digunakan sebagai tempat ternak ayam serta menyimpan kayu bakar. Namun
setelah diadakannya renovasi besar-besaran oleh program rumah sehat yang diadakan
pemerintah pada tahun 2017-2020, semua rumah yang menggunakan pondasi umpak serta
dinding berupa anyaman direnovasi menjadi rumah seperti masyarakat modern yang
menggunakan dinding bata dan pondasi batu kali.
Untuk atap setiap rumah di Kampung Adat Banceuy menggunakan struktur atap
kuda-kuda kayu, dengan dilapisi oleh genteng. Umumnya untuk area dapur, tidak
menggunakan plafon sebagai penutup, dapur dibiarkan terbuka karena masyarakat Kampung
Adat Banceuy masih menggunakan hawu untuk memasak sehingga asap dari hawu akan
merusak plafon jika ada. Maka hanya ruangan lain saja seperti kamar tidur, ruang tamu, dan
kamar mandi yang menggunakan plafon.
27
tertampung semuanya. Fasilitas air bersih ini digunakan hanya dengan iuran per-kartu
keluarga sebesar Rp4.000. Dahulu pernah ada tawaran dari pemerintah untuk pemasangan
PAM, namun warga secara kompak menolak hal tersebut.
Untuk sistem utilitas air kotor, dialirkan langsung ke septictank tiap rumah dan juga
dialirkan ke sawah. Sedangkan untuk persampahan, tanggung jawab diatur oleh
masing-masing rumah. Pada umumnya tiap rumah memiliki drum untuk tempat pembakaran
sampah di halaman rumahnya. Untuk sistem utilitas listrik, telah hadir sejak dari tahun 1993.
Masyarakat Kampung Adat Banceuy merupakan masyarakat yang sangat terbuka kepada
perubahan yang positif, sehingga mereka menerima bahwa kampungnya akan dialiri oleh
listrik, dan untuk saat ini sudah merata ke semua rumah. Sedangkan untuk proteksi
kebakaran, masyarakat Kampung Adat Banceuy tidak menyediakan APAR di rumah ataupun
di fasilitas publik, dan dapat dikatakan bahwa sulit untuk akses mobil pemadam kebakaran
jika memasuki kawasan Kampung Adat Banceuy karena jalanan yang ada tidak lebih dari 8
meter. maka dari itu jika terjadi kebakaran, warga akan hanya gotong royong menyiramnya
dengan air. Namun untuk saat ini belum pernah terjadi hal seperti itu.
28
3.11 Legenda Mitos
Gambar 21. Kondisi masyarakat Kampung Adat Banceuy yang masih menggunakan hawu
(Sumber: Dokumentasi Kang Odang, 2023)
Mitos lainnya yang ada di Kampung banceuy yaitu dimana warga masih
menggunakan kayu bakar untuk “menghangatkan” rumah, karena dipercaya bahwa jika hal
tersebut dapat mengusir hawa buruk/sial. Untuk menangkal hawa buruk dan sial ini, beberapa
warga juga menaruh sesajen di atas boven. Meskipun beberapa masyarakat memiliki kompor,
namun justru kompor dijadikan sebagai cadangan. Hawu masih menjadi alat masak utama
masyarakat Kampung Adat Banceuy.
29
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
30
mempererat tali silaturahmi dengan berbincang-bincang. Kaum lelaki juga juga masih
mengadakan kegiatan siskamling tiap malamnya.
Selain itu, masyarakat juga bekerja sama untuk membangun Kampung Adat Banceuy
sebagai kampung adat yang baik dengan membentuk Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata),
yaitu kumpulan orang-orang yang turut serta menjadi pengelola di bidang wisata Kampung
Adat Banceuy demi terciptanya pelayanan yang baik terhadap para tamu. Umumnya kaum
muda yang ikut serta ke organisasi Pokdarwis ini, terdiri dari para pelajar di berbagai jenjang
usia. Dengan dipimpin oleh Kang Odang sebagai penggerak pariwisata Kampung Adat
Banceuy.
Kampung adat banceuy memang sebuah masih memegang tradisi serta adat-istiadat
nenek moyang mereka, namun meskipun begitu mereka masih bersikap terbuka dengan
perkembangan zaman. Masyarakat sudah menggunakan alat-alat elektronik di rumahnya
seperti ponsel, televisi, kulkas, dan lain-lain. Alat elektronik tersebut juga mereka gunakan
untuk memperkenalkan kampung adat banceuy kepada masyarakat luas serta juga untuk
mengambangkan sektor pariwisata kampung.
31
BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian kemudian dikaitkan dengan ciri-ciri Kampung
Tradisional menurut (Surpha,1994:139), kampung adat Banceuy dijabarkan sebagai berikut:
1. Mempunyai batas-batas tertentu yang jelas yaitu hutan, bukit dan sungai.
2. Tidak mempunyai anggota dengan persyaratan tertentu karena Kampung Adat
Banceuy tidak membatasi jumlah warga kampungnya dan setiap orang boleh masuk
tanpa persyaratan dari kampung.
3. Tidak mempunyai rumah adat yang mempunyai fungsi dan peranan. Rumah adat di
Kampung Adat Banceuy pada umumnya sama seperti rumah-rumah umum yang ada
di Indonesia.
4. Kampung Adat Banceuy memiliki otonomi, baik keluar maupun kedalam.
5. Kampung Adat Banceuy tidak memiliki pemerintahan adat melainkan ikut serta
dalam program pemerintah Indonesia
Karena tidak memenuhi ketiga ciri dari Kampung Tradisional, dapat disimpulkan bahwa
Kampung Adat Banceuy tidak termasuk kedalam Kampung Tradisional.
5.2 Rekomendasi
Rekomendasi untuk pembaca adalah diharapkan bahwa dari hasil penelitian, pembaca
dapat menyadari akan keragaman budaya yang ada di Indonesia, contohnya adalah
kebudayaan yang terdapat di Kampung Adat Banceuy. Kesadaran akan keberagaman
selanjutnya diharapkan dapat membuat pembaca dapat turut melestarikan agar kebudayaan
peninggalan Nenek Moyang tidak terkikis oleh perkembangan zaman.
Rekomendasi untuk Kampung Adat Banceuy sendiri dari segi arsitektur adalah
menyediakan rumah percontohan berupa rumah adat asli Kampung Banceuy sebelum
direnovasi agar wisatawan dapat mempelajari lebih luas mengenai bangunan asli kampung,
mengingat Kampung Adat Banceuy telah menjadi Kampung Wisata.
32
DAFTAR PUSTAKA
33
Biodata Penulis
Penulis 1
Nama : Ayu Setya Ningrum
NIM : 2000464
Tempat & Tanggal Lahir : Bekasi, 19 Juni 2002
E-mail : ayusetyaningrum@upi.edu
Penulis 2
Nama : Hanifa Widya Kurniaty
NIM : 2001750
Tempat & Tanggal Lahir : Garut, 02 Januari 2002
E-mail : hanifawk@upi.edu
Penulis 3
Nama : Kintan Dwi Elsanti
NIM : 2001715
Tempat & Tanggal Lahir : Pati, 22 September 2003
E-mail : kintand.ell22@upi.edu
Penulis 4
Nama : Zulfa Fadiyah
NIM : 2001296
Tempat & Tanggal Lahir : Depok, 25 Februari 2002
E-mail : zulfadiyah925@upi.edu
Penulis 5
Nama : Lolan Maulana
NIM : 2000561
Tempat & Tanggal Lahir : Bandung, 25 Mei 2002
E-mail : lolanmaulana25@upi.edu
Penulis 6
Nama : Muh. Kamil Pasha T
NIM : 2000229
Tempat, & Tanggal Lahir : Garut, 23 Mei 2002
E-mail : kamilpasha87@gmail.com
34
Lampiran-lampiran
35
SKESTA
36
DOKUMENTASI
37
38
39
40