Anda di halaman 1dari 16

MENGANALISIS KEOPTIMALAN PENCAHAYAAN ALAMI DAN

PENCAHAYAAN BUATAN PADA AUDITORIUM FPTK UPI

Mata Kuliah
AT 336 FISIKA BANGUNAN

Dosen:
Dr. Eng. Beta Paramita, S. T., M. T.
Try Ramadhan, S.Pd., S.Ars., M.Ars.

Penyusun:
Muh. Kamil Pasha T (2000229)
Abdurrahman Nasrudin (2001670)
Muh. Nazar Rakhmandika (2000869)

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2022
ABSTRAK

Pencahayaan merupakan salah satu aspek yang dibutuhkan dalam


kebutuhan ruangan. Karena pencahayaan sangat mendukung adanya fungsi ruang
dan juga memengaruhi kesehatan hunian itu sendiri. Kualitas penerangan yang
baik akan menjaga tingkat kelembapan ideal, sehingga mencegah munculnya
bakteri dan menjaga furnitur dan elemen bangunan lain dari kerusakan akibat
ruangan yang terlalu lembab. Tujuan dari karya ilmiah ini adalah untuk memberi
informasi kepada pembaca terkait pentingnya pencahayaan pada ruangan. Analisis
penelitian dilakukan dengan melaksanakan survery pada ruangan Auditorium
FPTK dan membuat simulasi pencahayaan menggunakan software DIALux
berdasarkan data yang sudah terkumpul. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pada ruangan Auditorium FPTK tersebut belum mendapat pasokan cahaya alami
yang cukup sehingga sangat dibutuhkan pencahayaan buatan dengan tingkat
efektivitas cahaya yang tinggi.

Kata kunci : Auditorium, pencahayaan alami, pencahayaan buatan

2
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pencahayaan pada ruangan auditorium sangat penting karena
dibutuhkannya sebagai fungsi visual. Seperti diketahui, auditorium sendiri
merupakan ruang serbaguna yang dapat digunakan untuk berbagai aktivitas
panggung seperti pertunjukan teater atau drama musikal, ataupun sebagai tempat
seminar, wisuda, bahkan tempat untuk kuliah umum. Sehingga tentu dibutuhkan
adanya pasokan cahaya yang cukup pada ruangan tersebut agar para audiensi yang
datang menghadiri acara yang sedang berlangsung dapat melihat dengan jelas dan
fokus kepada penampil yang berada di depan panggung. Oleh karena itu
dibutuhkannya penelitian pencahayaan alami dan buatan di Auditorium FPTK.

B. Rumusan Masalah
a. Mengapa pencahayaan pada auditorium sangat dibutuhkan?
b. Bagaiamana pencahayaan yang nyaman pada saat berada di auditorium ?
c. Apakah Auditorium FPTK memiliki pencahayaan yang optimal ?

C. Tujuan
a. Untuk memahami pentingnya cahaya pada ruangan auditorium
b. Untuk memahami dan mempelajari tingkat kenyamanan pencahayaan di
Auditorium FPTK
c. Mengetahui keoptimalan baik cahaya alami maupun cahaya buatan di
Auditorium FPTK

3
KAJIAN PUSTAKA

A. Auditorium
Auditorium adalah fasilitas bangunan atau ruangan besar yang digunakan
sebagai tempat untuk mengadakan pertemuan, pertunjukan, teater dan sebagainya,
dengan jumlah peserta yang banyak. Pada mayoritas perguruan tinggi yang ada,
fasilitas auditorium memiliki cukup banyak kegunaan di berbagai kegiatan, baik
akademik maupun non-akademik, sehingga dibutuhkan pencahayaan yang
memadai untuk menunjang fungsi dari auditorium tersebut. Akan tetapi, bukaan
pada Auditorium biasanya tidak terlalu besar yang menyebabkan pencahayaan
alami pada auditorium tidak cukup untuk menerangi ruangan. Untuk itu
dibutuhkan suplai pencahayaan buatan dengan tingkatan cahaya kurang lebih 150
lux.

B. Pencahayaan Alami
Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari sinar
matahari. Sinar alami ini memiliki beragam dampak positif, selain menghemat
energi listrik juga dapat membunuh bakteri yang ada pada ruangan. Untuk
mendapatkan pencahayaan alami diperlukan jendela-jendela yang besar ataupun
dinding kaca kurang lebih 1/6 daripada luas lantai untuk memberi ruang pada
cahaya yang masuk ke dalam ruangan. Akan tetapi sumber pencahayaan alami
tidak cukup efektif dibanding dengan penggunaan pencahayaan buatan, selain
karena intensitas cahaya yang tidak tetap dan tak tentu, sumber alami
menghasilkan panas terutama saat siang hari. Tetapi, Pencahayaan alami dalam
sebuah bangunan akan mengurangi penggunaan cahaya buatan, seperti menurut
Sutanto (1999), keuntungan utama dari sinar matahari adalah pengurangan
terhadap energi listrik yang memakan biaya.

B.1 Perancangan Pencahayaan Matahari Efektif


Berikut ini adalah lima strategi dalam merancang untuk pencahayaan matahari
efektif menurut Egan & Olgyay, 1983:
a. Naungan (shade), naungan dibutuhkan pada bangunan untuk mencegah
silau (glare) dan panas dari paparan cahaya langsung yang berlebih.
b. Pengalihan (redirect), dengan pengalihan cahaya matahari ke pada area
yang dibutuhkan. Penjabaran cahaya yang cukup dan sebanding dengan
kebutuhan merupakan suatu inti dari pencahayaan yang baik.
c. Pengendalian (control), dengan pengendalian jumlah cahaya yang masuk
kedalam runag sebanding dengan kebutuhan dan pada jangka waktu yang
diinginkan.

4
d. Efisiensi, menggunakan cahaya secara efisien. Yang mana dengan
menyusun ruang dalam sedemikian rupa sehingga selaras dengan
pencahayaan.
e. Intefrasi, dengan memadukan bentuk pencahayaan dengan arsitektur
bangunan.

B.2 Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Alami Pada Bangunan


Gedung
B.2.1 Ruang Lingkup
a. Standar tata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada bangunan
bertujuan sebagai pedoman bagi para perancang dan pelaksana
pembangunan bangunan saat merancang sistem pencahayaan alami siang
hari dan bermaksud agar diperolehnya sistem pencahayaan alami siang
hari yang sesuai dengan syarat kesehatan dan kenyamanan ruang.
b. Standar ini melingkupi pencahayaan alami siang hari pada bangunan
gedung serta persyaratan minimal sistem, .

B.2.2 Acuan
a. SNI NO. 03-2396-1991 : Tentang tata cara perancanga Penerangan alami
siang hari untuk rumah dan gedung
b. Natuurkundige Grondslagen Voor Bouurvorrschriften, 1951, Deel 11,
“Dagverlichting Van Woningen, (N BG 11195 1)
c. Hopkinson (et.al), 1969, Daylighting, London

B.2.3 Ketentuan Dasar Kriteria Perancangan


1. Penncahayaan Alami Siang Hari yang baik
Pencahayaan alami siang hari dapat dikatakan baik apabila :
a. Pada siang hari antara jam jam 8.00 sampai dengan jam 16.00
b. Distribusi cahaya didalam ruangan cukup meruak serta tidak
menimbulkan kontradiktif.

2. Tingkat Pencahayaan Alami dalam Ruang


Tingkatan pencahayaan alami di dalam ruangan ditentukan oleh tingkat
pencahayaan langit di bidang datar seperti pada lapangan dengan waktu yang
bersamaan. Perbandingan tingkat pencahayaan alami di dalam ruangan dan
pencahayaan alami pada bidang datar di lapangan terbuka ditentukan oleh :
a. Hubungan geometris antara titik ukur dan lubang cahaya
b. Ukuran dan posisi lubang cahaya
c. distribusi langit terang
d. bagian langit yang dapat dilihat dari titik ukur

5
3. Faktor Langit
Faktor langit suatu titik pada suatu bidang di dalam suatu ruangan
merupakan angka komparasi tingkat pencahayaan langsung dari langit..
Pengukuran kedua tingkat pencahayaan tersebut dilakukan dalam keadaan
sebagai berikut
a. Keadaan langit perancangan dengan distribusi terang yang meruak
b. Seluruh jendela atau lubang cahaya diperhitungkan dan tidak ditutupi kaca

C. Pencahayaan Buatan
Pencahayaan buatan merupakan pencahayaan yang berasal dari sumber
cahaya hasil karya manusia yang dikenal dengan lampu atau luminer. Pada situasi
cuaca buruk atau malam hari dimana pencahayaan dari matahari berhalangan,
pencahayaan buatan tentu dibutuhkan. Saat ini perkembangan teknologi sumber
cahaya buatan sudah sangat memberikan kualitas pencahayaan yang memenuhi
kebutuhan manusia (Lechner, 2001, p.472). Akan tetapi, pencahayaan buatan
membutuhkan energi untuk diubah menjadi terang cahaya. Serta, pada segi
efisiensi menjadi pertimbangan yang sangat penting selain menjadikan
pencahayaan buatan sesuai dengan kebutuhan manusia. Pencahayaan buatan yang
efisien memiliki fokus terhadap pemenuhan pencahayaan pada bidang kerja.
(Satwiko, 2004, p.78) menyatakan esensialnya pengarahan cahaya ke titik yang
membutuhkan pencahayaan yang diprioritaskan.

D. Indeks Pencahayaan
Berdasar fungsi ruang menurut SNI 03-6575-2001, bagian teras
membutuhkan minimal 60 lux. Sedangkan pada ruang tamu, ruang makan, ruang
kerja, dan ruang tidur dibutuhkan minimal 120 lux. Dan pada kamar mandi dan
dapur dibutuhkan minimal 250 lux, serta untuk garasi dibutuhkan minimal 60 lux.
Hal tersebut juga berlaku berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja
(Permenaker) nomor 5 Tahun 2018 yang merupakan regulasi utama yang
mengatur tentang aspek lingkungan kerja dan higiene industri telah dipakai oleh
berbagai macam industri di Indonesia. Selain itu, Permenaker nomor 5 Tahun
2018 juga menggantikan Peraturan Menteri Perburuhan nomor 7 Tahun 1964
tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan, serta Penerangan dalam Tempat Kerja
yang merupakan regulasi paling awal dalam pengaturan tentang standar
pencahayaan.

6
METODOLOGI PENELITIAN

A. Pengumpulan Data

1. Metode Penelitian
Metode penelitian dilakukan dengan mengobservasi langsung di
Auditorium FPTK A dengan mengukur luasan ruangan serta meneliti dan
mengamati penempatan titik lampu, bukaan ruangan dan intensitas cahaya.

2. Alat Bantu
Alat bantu yang digunakan pada saat pengumpulan dan pengukuran data
di lapangan diantaranya yaitu; meteran untuk mengukur luas ruangan auditorium,
buku dan pensil untuk menggabar denah ruangan sementara, kamera hp untuk
mendokumentasikan penelitian.

3. Simulasi Pencahayaan
Simulasi pencahayaan dilakukan dengan menggunakan aplikasi software
Sketchup dan Dialux pada auditorium untuk mengetahui keoptimalan dan
kenyaman cahaya pada auditorium.

B. Tempat dan Waktu


Penelitian dilakukan di Auditorium FPTK A UPI yang terletak di Jl. Dr.
Setiabudi No.207, Isola, Kec. Sukasari, Kota Bandung, Jawa Barat 40154 pada
tanggal 18 November 2022 pukul 10:00 WIB sampai dengan pukul 11:30 WIB.

C. Objek Penelitian
Objek pengamatan dilakukan terhadap pada bukaan ruangan, penempatan
titik lampu dan intensitas cahaya dimana penelitian difokuskan dalam meneliti
tingkat kenyamanan dan keoptimalan pencahayaan di Auditorium FPTK.

7
DATA DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data Kajian


Ruang auditorium terletak di lantai 4 dan 5 gedung FPTK A UPI dengan
panjang ruang 12,73 m dan lebar 12,72m. Material yang digunakan adalah beton
sebagai bahan utama tembok, kayu mahoni setebal 4cm sebagai peredam suara di
dalam ruangan, keramik dan semen untuk lantai. Di dalam ruang auditorium
sendiri terdapat dua bukaan jendela yang memiliki lebar 0,82m dan tinggi 4,5m.
Terdapat 9 buah titik lampu pada lantai 1 auditorium dan 28 buah titik
lampu pada lantai 2 auditorium yang menggunakan jenis lampu LED.
Keseluruhan lampu merupakan tipe general lightning dimana tipe penerangan
yang berasal dari sumber cahaya yang cukup besar dan sinarnya mampu
menerangi keseluruhan bangunan atau ruang.

Gambar.1 : Ruang auditorium dan titik lampu

B. Hasil Pengukuran
Pengukuran pencahayaan alami dan pencahayaan buatan dilakukan dengan
menggunakan sketchup dan simulasi Dialux. Pada pengukuran simulasi Dialux,
lokasi geografis dan zona waktu diatur sebagai berikut :
a. Lokasi : Bandung
b. Longitude : 107.61
c. Latitude : -6.91
d. North alignment : 30.0
e. Time Zone : (UTC + 07:00) Bangkok, Hanoi, Jakarta

8
B.1 Pencahayaan Alami
Pada simulasi pencahayaan alami hanya terdapat dua buah jendela pada
lantai 1 dan tidak ada jendela di lantai 2. Untuk mengetahui kenyaman
pencahayaan secara alami dibuat 5 skenario waktu yang berbeda yaitu pukul
08:00, 10:00, 12:00, 14:00, 16:00.

B.1.1 Pukul 08:00


Lantai 1 : Lantai 2 :
Max : 1249 lx Max : 0 lx
Min : 3,05 lx Min : 0 lx
Avg : 54,7 lx Avg : 0 lx

Pada pencahayaan Auditorium lantai 1 di jam 08.00 tidak mendapat


paparan cahaya yang cukup secara keseluruhan, karena tidak adanya bukaan pada
area depan panggung sehingga membuat area depan dan tengah ruangan menjadi
redup. Tetapi pada area belakang ruangan mendapat cahaya yang cukup karena
adanya dua bukaan dari masing masing jendela.
Pada pencahayaan di lantai 2 di jam 08.00 tidak mendapat paparan cahaya
sama sekali dikarenakan tidak adanya bukaan.

Lantai 1 Lantai 2

Gambar.2 : Simulasi PASH lantai 1 dan lantai 2 auditorium pukul 08:00

9
B.1.2 Pukul 10:00
Lantai 1 : Lantai 2 :
Max : 1888 lx Max : 0 lx
Min : 4,62 lx Min : 0 lx
Avg : 90,1 lx Avg : 0 lx

Pada pencahayaan di lantai 1 di jam 10.00 tidak juga cukup mendapat


paparan cahaya seccara keseluruhan karena tidak adanya bukaan pada area depan
panggung sehingga membuat area depan dan tengah ruangan menjadi redup.
Tetapi pada area belakang ruangan mendapat cukup paparan cahaya dari bukaan
yang ada.
Pada pencahayaan di lantai 2 di jam 10.00 tidak mendapat paparan cahaya
sama sekali dikarenakan tidak adanya bukaan.

Lantai 1 Lantai 2

Gambar.3 : Simulasi PASH lantai 1 dan lantai 2 auditorium pukul 10:00

B.1.3 Pukul 12:00


Lantai 1 : Lantai 2 :
Max : 2054 lx Max : 0 lx
Min : 5,02 lx Min : 0 lx
Avg : 100 lx Avg : 0 lx

Pada pencahayaan di lantai 1 di jam 12.00, walaupun telah tengah hari,


daerah sekitar panggung masih belum mendapatkan pencahayaan yang cukup
bukan hanya tidak adanya bukaan pada area tersebut namun juga karena cahaya

10
matahari siang hari tidak mampu menjangkau area tersebut sehingga membuat
ruangan menjadi terkesan remang-remang. Berbeda dengan area sekitar
panggung, cahaya di daerah belakang auditorium mendapatkan pencahayaan yang
lebih dikarenakan adanya bukaan jendela yang lebar.
Pada pencahayaan di lantai 2 di jam 12.00 tidak mendapat paparan cahaya
sama sekali dikarenakan tidak adanya bukaan.

Lantai 1 Lantai 2

Gambar.4 : Simulasi PASH lantai 1 dan lantai 2 auditorium pukul 12:00

B.1.4 Pukul 14:00


Lantai 1 : Lantai 2 :
Max : 1702 lx Max : 0 lx
Min : 4,16 lx Min : 0 lx
Avg : 83,2 lx Avg : 0 lx

Pada pencahayaan di lantai 1 di jam 14.00 sama seperti pada jam jam
sebelumnya yang tidak mendapat paparan cahaya yang cukup secara keseluruhan
karena tidak adanya bukaan pada area depan panggung sehingga membuat
ruangan menjadi redup. sedangkan pada area belakang ada paparan cahaya cukup
yang masuk dari bukaan.
Pada pencahayaan di lantai 2 di jam 14.00 tidak mendapat paparan cahaya
sama sekali dikarenakan tidak adanya bukaan.

11
Lantai 1 Lantai 2

Gambar.5 : Simulasi PASH lantai 1 dan lantai 2 auditorium pukul 14:00

B.1.5 Pukul 16:00


Lantai 1: Lantai 2:
Max : 927 lx Max : 0 lx
Min : 2,27 lx Min : 0 lx
Avg : 45,21 lx Avg : 0 lx

Pada pencahayaan di lantai 1 di jam 16.00 merupakan waktu pencahayaan


yang mendapat nilai pencahayaan paling kecil dengan nilai lux max tertinggi 927
lx dan nilai terkecil 2,27 lux dan nilai rata-rata 45,21 lux.
Pada pencahayaan di lantai 2 di jam 16.00 tidak mendapat paparan cahaya
sama sekali dikarenakan tidak adanya bukaan.

Lantai 1 Lantai 2

12
Gambar.6 : Simulasi PASH lantai 1 dan lantai 2 auditorium pukul 16:00

B.2 Pencahayaan Buatan

Lantai 1 : Lantai 2 :
Max : 2122 lx Max : 438 lx
Min : 30,5 lx Min : 38,8 lx
Avg : 238 lx Avg : 288 lx

Pencahayaan buatan pada lantai 1 auditorium memiliki intensitas cahaya


yang optimal dan nyaman dikarenakan tingkat rata-rata cahaya sebesar 238 lx
yang telah melewati standar lux auditorium yaitu 150 lx namun tidak melebihi
standar yang dibutuhkan untuk ruangan auditorium serta terdapat 9 titik lampu
yang tersebar secara merata dan menggunakan jenis lampu yang hemat energi
membuat auditorium memiliki pencahayaan yang efektif dan efisien.
Pencahayaan buatan pada lantai 2 auditorium memiliki nilai rata-rata
pencahayaan sebesar 288 lx yang mana telah memenuhi standar pencahayaan
untuk auditorium. Terdapat 28 titik lampu yang dipasang secara merata dengan
menggunakan jenis lampu LED tipe general lightning.

Lantai 1 Lantai 2

Gambar.7 : Simulasi pencahayaan buatan lantai 1 dan lantai 2 auditorium

13
KESIMPULAN

Pencahayaan alami pada ruang Auditorium FPTK sangat kurang dalam


segi kinerja terutama pada lantai 2 yang sangat gelap karena tidak ada bukaan
sama sekali, namun hal tersebut dikarenakan desain auditorium lebih
mengedepankan penggunaan cahaya buatan yang dapat diatur sesuai kebutuhan.
Penggunaan cahaya buatan pada lantai 1 Auditorium FPTK sangat optimal
dikarenakan jenis lampu LED yang hemat energi, penempatan titik lampu yang
merata pada setiap sisi ruang membuat pencahayaan pada lantai 1 menjadi
nyaman untuk digunakan.
Pada lantai 2 auditorium, terdapat 28 lampu yang menyebar secara rata
untuk memenuhi kebutuhuan pencahayaan, baik untuk menambah intensitas lux
cahaya pada lantai 1 maaupun lantai 2 itu sendiri.
Secara keseluruhan penggunaan cahaya buatan di Auditorium FPTK sudah
sangat optimal dan nyaman untuk menggunakan ruangan tersebut karena telah
memenuhi indeks pencahayaan pada ruang auditorium. Bukan hanya itu dengan
optimalnya kualitas pencahayaan buatan pada Auditorium FPTK mampu
memaksimalkan kualitas visual yang menjadi keuntungan bagi pengguna ruangan
tersebut.

14
DAFTAR PUSTAKA

https://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/131337-T+27619-Karakteristik+pencahayaa
n-Tinjauan+literatur.pdf, Diakses pada tanggal 5 Januari 2023

Novitasari, Annisya. Badan Standarisasi Nasional,


https://www.studocu.com/id/document/universitas-islam-indonesia/departme
nt-of-architecture/sni-pencahayaan-alami/8385419, Diakses pada tanggal 5
Januari 2023

Media Arsitur. ( 7 Agustus, 2019). Sistem Pencahayaan Alami dan Buatan,


://www.arsitur.com/2015/10/sistem-pencahayaan-alami-dan-buatan.htmlhttps,
Diakses pada tanggal 5 Januari 2023

Supriyadi, Agung. ( 19 Oktober, 2021). Standar Pencahayaan. Media Katigaku,


https://katigaku.top/2021/10/19/standar-pencahayaan/, Diakses pada tanggal
5 Januari 2023

Riadi, Muchlisin. (2013). Sistem Pencahayaan Alami.


https://www.kajianpustaka.com/2013/12/sistem-pencahayaan-alami.html,
Diakses pada tanggal 5 Januari 2023

Qonita, Tamadhar. Evaluasi Desain Arsitektur Tropis Terhadap Pra-desain


Restoran dan Coworking Space

Ellisar Estika. (2 April 2018). Implementasi Teori Pencahayaan, Termal dan


Kebisingan Terhadap Kenyamanan Ruang Ibadah pada Masjid Al Safar di
Rest Area Km. 88 Purwakarta

Ir. E. 8. Handoko Sutanto, M. T. (2018). Desain Pencahayaan dalam Arsitektur.


Sleman: PT Kanisius.
.
Irawan, M. A. (2015). Perfomance Lighting danPenyajian Koleksi Pada Museum
Keraton Kasunanan Surakarta. Surakarta.

Manurung, P. (2009). Desain Pencahayaan Arsitektural. Yogyakarta: Penerbit


Andi.

Nuraini, M. D. (2018). Identifikasi Kenyamanan Pencahayaan Gor Pabelan.


Surakarta: Teknik Arsitektur Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Satwiko, P. (2004). Fisika Bangunan. Yogyakarta: Andi.

15
Pritchard, D. C. (1986). Interior Lighting Design. London: Lighting Industrial
Federation Limited and The Electricity Council.

SNI NO.03-2396-2001 Tentang tata Cara Perancangan Sistem Pencahayan


Alami, Faktor pencahayaan alami siang hari

http://panel.mustangcorps.com/admin/fl/upload/files/2.6(3).jpg, Diakses pada


tanggal 5 Januari 2023

16

Anda mungkin juga menyukai