Anda di halaman 1dari 14

PERKEMBANGAN ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI

PADA ERA GLOBALISASI

Disusun Oleh:

I Komang Gede Krisna Yudha

(2205521044)

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS UDAYANA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmatnya penulis dapat menyelesaikan, Karya Tulis Ilmiah (KTI) berjudul "Perkembangan
Arsitektur Bali di Era Globalisasi" menjadi sebuah jendela untuk memahami dinamika
perubahan ini. Arsitektur Bali, yang kaya akan warisan budaya dan nilai-nilai filosofisnya,
telah menjadi titik temu antara tradisi yang kaya dan tantangan perubahan zaman. KTI ini
bertujuan untuk menggali sejauh mana arsitektur tradisional Bali beradaptasi dengan dan
merespons era globalisasi yang menuntut inovasi, teknologi, dan perubahan gaya hidup.

Tulisan ini disusun mengacu pada berbagai sumber bacaan dan akses internet. Tulisan
yang sederhana ini tidak akan terselesaikan tanpa adanya peran dan bantuan serta masukan
dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, sudah semestinya penulis mengucapkan terima kasih
kepada “Bapak Dosen Bahasa Indonesia Fakultas Teknik” dan temam-teman yang telah
membantu dalam penyelesaian LKTI ini.
Penulis juga menyadari bahwa tulisan ini jauh dari kata sempurna dan mungkin beberapa
pandangan penulis sedikitnya belum teruji kebenarannya. Namun penulis berharap semoga
tulisan ini ada setitik manfaatnya, terutama untuk semua orang yang telah membaca tulisan
makalah ini.

Jimbaran, 27 Desember 2023

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………….. 4
1.2 Masalah………………………………………………………………………………...4
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Khusus…………………………………………………………………4
1.3.2 Tujuan………………………………………………………………………….5
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis………………………………………………………………..5
1.4.2 Manfaat Praktik………………………………………………………………...5
1.5 Metode Penelitian
1.5.1 Metode Pengumpulam Data……………………………………………………5
1.5.2 Metode Analisis Data…………………………………………………………..5
1.5.3 Metode Penyajian Hasil Analisis………………………………………………5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Arsitektur Bali
2.1.1 Pakem Arsitektur Tradisional Bali………………………………………………6
2.1.2 Filosofis Asta Kosala-Kosali…………………………………………………….7
2.1.3 Perkembangan Arsitektur Tradisional Bali……………………………………...8
2.1.4 Latar Belakang Filosofis Arsitektur Bali………………………………………..10
2.1.5 Penerapan Asta Kosala-Kosali Dalam Arsitektur…………………………….....11
Tradisional Bali Di Era Globalisasi
BAB III SIMPULAN
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………13
3.2 Saran……………………………………………………………………………….......13
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………..14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak abad ke-8 hingga abad ke-15 dan kiniabad ke-21, Bali telah mengalami perubahan
dan perkembangan drastis dalam tradisi dan kebudayaan tradisionalnya. Dapat dikatakan
bahwa arsitektur sebagai produk budaya, wadah kegiatan kebudayaan mengalami perubahan.
Perubahan terus terjadi pada masa globalisasi seperti unifikasidan hilangnya sekat-sekat
ideologi antar wilayah, negara, dan masyarakatdidunia untuk menciptakanera persatuan yang
paling bersifat internasional. Globalisasi membentuktatanan peradaban baru, menyatukan
beragam sumber daya termasuk modal, tenaga kerja,negara dan organisasi non-pemerintah
untuk menghilangkan keterbatasan yangada, membentuk kapitalisme versi internasional,
menciptakan kebebasan kepentingan dan keterikatan negara, yang berarti bagi proses
demokrasi, dapat menang dan mengalahkan . Arsitektur tradisional Bali merupakan bagian dari
arsitektur nasional yang merupakan bagiandari kekayaan arsitektur nusantara. Arsitektur
tradisional merupakan bagian dari kebudayaan dan kelahirannya didorong oleh norma agama,
adat istiadat setempat, dan kondisi alam setempat.
Arsitektur Bali (AB) merupakan arsitektur yangberkembang, berkembang dan dipelihara
di Bali, mengisi sejarah, ruang dan waktu seiring berjalannya waktu. Sebagai salah satu bentuk
arsitektur Bali, dapat meliputi: arsitektur peninggalan (lama), arsitektur tradisional
Bali,arsitektur non-tradisional gaya arsitektur Arsitektur tradisionalBali. Arsitektur tradisional
Bali melengkapi dan menyempurnakan arsitektur warisan, sedangkan arsitektur non-
tradisional didasari dan terinspirasi oleh arsitektur tradisional Bali. Arsitektur Tradisional Bali
merupakan tempat kegiatan kebudayaan tradisional Bali. Globalisasi dan perubahan yang cepat
di segala aspek dapat mempengaruhi kelangsungan arsitektur tradisional Bali
Pertumbuhanpendudukdi satu sisi disebabkan oleh reproduksi dan migrasi, dan di sisi lain
karena keterbatasan lahan. Alih fungsi lahan menjadi perumahan dan bangunan pendukungnya
menyebabkan pesatnya pertumbuhan kawasan terbangun, baik di perdesaan, pinggiran kota,
maupun pusat kota. Arsitektur tradisional Bali mengandung unsur: kaidah adat lisan dan
tertulis, ahli bangunan tradisional seperti undagi, pelantun, perajin, pelukis dan
sulinggih/pendeta. Hal ini mencerminkan kompleksitas desain arsitektur, kedalaman , dan
integrasi keseluruhan.
1.2 Masalah
“Penerapan Tata Letak/ Kondisi Geografis Rumah Bali (Asta Kosala Kosali) pada Era
Modern.”
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Khusus
Untuk Pengembangan pemahaman ruang dalam arsitektur Bali sangat dipengaruhi
oleh teologi, filosofi, dan kolsep ajaran agama Hindu, dengan demikian eksistensi tata
ruang Bali sejatinya adalah pembumian ideologi Hindu. Ajaran Hindu seperti: tat twam
asi, bhuana agung - bhuana alit, panca maha bhuta, tri hita karana, tri bhuwana, purusha-
pradhana, dan lainnya, menjadi prinsip praktis kearsitekturan, seperti, tri mandala, sanga
mandala, tri angga, sukat 'ukuran', natah, ragam hias, warna, tekstur dan lainnya.
1.3.2 Tujuan
“Melestarikan arsitektur tradisional bali dalam hidup moderen di lahan yang sempit.”

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
“Menyeimbangkan Konsep Kosmologis Tri Hita Karana, Tri Angga, Sanga Mandala
dan Natah pada penataan bangunan.””
1.4.2 Manfaat Praktik
“Sebagai Penataan bangunan didalam pekarangan Daerah Bali lebih tertata, dan sesuai
dengan pakem (Asta Kosala Kosali).”

1.5 Metode Penelitian


1.5.1 Metode Pengumpulam Data
Metode Pengumpulan Data dari LKTI yang berjudul “Perkembangan Arsitektur Bali
di Era Globalisasi” dilakukan dengan survei, observasi, wawancara dan analisi
dokumen berupa jurnal.
1.5.2 Metode Analisis Data
Metode Analisi Data pada LKTI ini, menggunakan Metode Analisis Content dan
Analisis Survival dengan mengacu pada internet dan wawancara masyarakat.
1.5.3 Metode Penyajian Hasil Analisis
Metode Penyajian menggunakan Teks berupa penjelasan dan interprestasi serta
ringkasan naratif,
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1 Arsitektur Bali
Pada bagian berikut ini secara berurutan akan dipaparkan tentang pengertian, perkembangan
arsitektur, latar belakang filosofis, dan wujud penerapan dari “Asta Kosala Kosali” pada Era
Globalisasi saat ini. Pada hakikatnya, arsitektur Bali terdiri dari bangunan-bangunan yang
berusaha selaras dengan lingkungan sekitarnya, sekaligus mengikuti prinsiptradisi keagamaan
setempat. Arsitektur Bali seolah menyatu dengan alam sebagai model makro hunian yang
dituangkan dalam konsep Tri Hita Karana, dimanatiga unsur yang menghubungkan alam dan
manusiamembentuk kesempurnaan hidup yaitu jiwa, raga dan tenagaArsitektur Bali juga selalu
berusaha untuk selaras dengan manusia sebagai mikrokosmos alam, sepertiadanya beberapa
aturanyang memerlukan penyesuaian antara skala detail konstruksi dan manusia jiwa atau biasa
disebutasta kosala Kosali. Namun belakangan ini tercatat arsitektur Bali berkembang pesat.
Pengaruh dari luar Bali mau tidak mau menyebabkan terjadinya perubahanbentuk arsitektur
Bali, terutama yang terlihat pada unsur-unsur yang berhubungan dengan budaya atau adat
istiadatnya diwariskan secara turun temurun dan sudah ada sejak lama, Bentuk dan warna
bangunandapat diperoleh dari warna asli bahan bangunan yang digunakan, cat atau bahkan
elemen dekoratif(Darmaprawira & Sulasmi, 2002),bahan konstruksi danteknologi modern dari
luar. Hal ini memunculkan fenomena baru dimana nilai-nilai kebebasan berekspresi estetis
lebih berperan dan menekan unsur budaya lokal. Desain arsitektur Bali serta interiornya
semakin kreatif dan inovatif.
2.1.1 Pakem Arsitektur Tradisional Bali
Standar dan prinsip arsitektur tradisional Bali yang dikenal dengan Asta Kosala
Kosali mencakup serangkaian aturan dan nilai yang mengatur perencanaan,
pembangunan, dan pemanfaatan ruang. Berikut beberapa standar dan prinsip utama
arsitektur tradisional Bali:
1. Tri Hita Karana: Konsep Tri Hita Karana merupakan filosofi dasar kehidupan
masyarakat Bali yang menekankan pada keseimbangan dan keselarasan antara tiga
unsur yaitu hubungan antar manusia dan Tuhan (Parahyangan), hubungan manusia
(Pawongan), dan hubungan manusia dengan alam semesta (Pabelasan). Konsep ini
tercermin dalam arsitektur, di mana bangunan dan lingkungan dibangun dengan
mempertimbangkan keseimbangan spiritual, sosial, dan alam.
2. Astha Kosala Kosali: Merupakan seperangkat aturan teknis yang mengatur tata
letak, proporsi, perencanaan ruang, arsitektur dan dekorasi dalam konstruksi
bangunan. Hal ini mencakup ukuran, bentuk dan lokasi bangunan dalam kaitannya
dengan tata ruang dan fungsinya.
3. Konsep Tri Mandala: Suatu sistem penataan ruang yang membagi ruang menjadi
tiga bagian utama, yaitu Nista Mandala (bagian luar), Madya Mandala (bagian
tengah), dan Utama Mandala (bagian dalam). Masing-masing bagian mempunyai
fungsinya masing-masing dan digunakan dalam ritual keagamaan maupun dalam
kehidupan sehari-hari.
4. Harmoni dengan alam: Arsitektur tradisional Bali cenderung menghargai
lingkungan alam sekitar. Bangunan dirancang menyatu dengan alam,
menggunakan material alami seperti kayu, batu, bambu, tanah liat dan sesuai
dengan iklim setempat.
5. Ornamen dan simbolisme: Ornamen yang digunakan dalam arsitektur tradisional
Bali seringkali memiliki makna simbolis atau keagamaan yang mendalam.
Misalnya, desain ukiran pada kayu atau batu berkaitan dengan mitologi atau
kepercayaan agama Hindu.
6. Fungsi Upacara : Bangunan adat Bali sering digunakan untuk ritual atau upacara
adat. Desainnya sering kali membayangkan ruang untuk upacara keagamaan dan
tujuan sosial budaya.
7. Kelestarian budaya dan keseimbangan sosial: Prinsip arsitektur tradisional Bali
juga mencakup menjaga kelestarian budaya, baik dari segi bentuk arsitektur, seni
seni, dan kehidupan sehari-hari.Selain itu, arsitektur tradisional Bali juga
memperhatikan keseimbangan sosial dalam masyarakat, termasuk struktur sosial
dan kebutuhan masyarakat.
Standar dan prinsip ini membentuk landasan filosofis dan teknis yang kokoh dari
arsitektur tradisional Bali. Meskipun pengaruh globalisasi tPelah mempengaruhi
beberapa aspek tersebut, namun upaya pelestarian warisan budaya dan nilai-nilai
tradisional tetap menjadi tujuan penting dalam pengembangan arsitektur di Bali.
Fungsi Arsitektur Tradisional Bali :
a. Perumahan : Rumah Adat Bali mempunyai tata ruang yang mengikuti prinsip
Tri Mandala. Terdapat ruang untuk aktivitas sehari-hari, area upacara dan
tempat ibadah serta ruang yang berhubungan dengan kehidupan keluarga.
b. Pura dan Pelinggih: Bangunan suci seperti pura dan pelinggih merupakan
bagian penting dari arsitektur Bali. Mereka dirancang sesuai dengan prinsip Tri
Mandala dan digunakan untuk ritual dan upacara keagamaan.
c. Bale Daja dan Bale Dauh: Bale Daja adalah bangunan yang terletak di sisi utara
atau timur suatu kompleks perumahan dan digunakan untuk kegiatan adat atau
upacara. Bale Dauh biasanya terletak di Selatan atau Barat dan merupakan
ruang keluarga terbuka yang digunakan untuk bersantai atau menjamu tamu.
d. Penghitung Kemulan: Merupakan tempat yang dianggap suci di dalam rumah,
tempat meletakkan persembahan kepada para dewa.
e. Sawah Subak dan Arsitektur Pertanian: Sistem Subak yang terkait dengan
budidaya padi mempunyai arsitektur khusus berupa saluran irigasi yang
mendukung sistem pertanian terpadu di Bali.
Arsitektur tradisional Bali tidak hanya berfungsi secara fisik sebagai tempat
tinggal dan beraktivitas, namun juga merupakan ekspresi dari kompleksnya nilai-
nilai budaya, spiritualitas, dan gaya hidup masyarakat Bali. Fungsi-fungsi
tersebut berkaitan dengan upaya menjaga keselarasan antara manusia, alam, dan
spiritualitas.

2.1.2 Filosofis Asta Kosala Kosali


Astakosala-astakosali merupakan struktur arsitektur tradisional Bali.
Astakosala-kosali berisi tentang ilmu ajaran tentang hakikat seorang arsitek (undagi),
hal-hal yang undagi, dewa-dewa yang disembah oleh undagi (Bhatara Wiswakarma),
ukuran-ukuran (siku) yang digunakan dan dijadikan pedoman dalam melakukan
pekerjaan arsitektur, teknik-teknik untuk pemasangan bahan bangunan, tata cara
pengukuran luas bangunan, jenis bangunan adat Bali, ajaran hubungan seorang undagi
dengan karyanya serta kewajibannya kepada Tuhan, jenis kayu yang cocok digunakan
sebagai bahan bangunan, sesaji dalam ritual dan mantra. Sebuah mantra yang wajib
diucapkan oleh para undagi (arsitek tradisional Bali).
Asta Kosala Kosali adalah konsep penataan ruang tradisional Bali yang didasarkan
pada konsep keseimbangan kosmis (Tri Hita Karana), hierarki nilai (Tri Angga),
orientasi kosmis (Sanga Mandala), ruang terbuka (natah), proporsional skala,
kronologis ketertiban dan proses pengembangan, kejujuran dalam struktur dan
kejujuran dalam penggunaan bahan.
Astakosala-kosali memiliki tradisi sejarah yang panjang. Tampaknya, astakosala-
kosali sebagai pengetahuan arsitektur tradisional Bali telah dikenal pada abad ke-9.
Hal ini dibuktikan berdasarkan data Prasasti Bebetin berangka tahun 818 Saka (896
M). Pada saat itu, di Bali telah dikenal ahli arsitektur tradisional Bali yang disebut
Undagi.
Asta Kosala Kosali memiliki makna filosofis yang tinggi bagi masyarakat Bali, yang
merupakan konsep tata ruang tradisional Bali yang berdasarkan pada :
1. konsep keseimbangan kosmologis (Tri Hita Karana : Parhyangan, Pawongan,
dan Palemahan),
2. hirarki tata nilai (Tri Angga: Utama Angga, Madya Angga, Nista Angga),
3. orientasi kosmologis (Sanga Mandala),
4. ruang terbuka (natah),
5. proporsional dan skala,
6. kronologis dan prosesi pembangunan,
7. kejujuran struktur dan
8. kejujuran pemakaian material.

2.1.3 Perkembangan Arsitektur Tradisonal Bali


Perubahan “perkembangan” arsitektur di Bali semakin terasa seiring dengan
berlangsungnya “globalisasi” pasar bebas. Industri pariwisata “jasa”, sebagai mesin
keuangan pembangunan Bali , berpotensi merangsang fungsi-fungsi baru yang tidak
didukung oleh arsitektur tradisional sebagai ekspresi peradaban pertanian.
Pemahaman tentang arsitektur bermacam-macam, mulai dari pemahaman awal sebagai
ahli konstruksi hingga “Arsitektur adalah ilmu dan seni dan/atau merupakan hasil
penataan bangunan, lingkungan binaan dan desa, kawasan perkotaan untuk memenuhi
persyaratan kode fungsional, struktural dan estetika dan mencakup elemen
keselamatan, keamanan, kesehatan, kenyamanan nyaman dan nyaman". Lebih lanjut,
dalam banyak tulisannya, ia menegaskan bahwa permasalahan arsitektur menjadi
semakin kompleks, kompleks, dan saling berhubungan di permukaan bumi akibat
permasalahan yang berkembang dalam diri setiap arsitek. Para arsitek dalam perannya
selain sebagai agen pendidikan juga menjadi saksi kemajuan dan menjadi saksi
perubahan peradaban. "Arsitektur adalah desain, oleh karena itu arsitek adalah
desainer! Mereka bisa menciptakan bangunan dengan tampilan berbeda-beda sesuai
dengan ide desainnya.
Secara umum, setiap pekerjaan Arsitektur semuanya dikerjakan oleh arsitek.
Arsitek yang datang ke Bali disamakan dengan Undagi. Kalau arsitek identik dengan
Undagi maka pengertian arsitektur di bali dilengkapi dengan karya yang telah
memenuhi kaidah asta kosala-kosali, kematangan, bahan bangunan, sampai dengan
upacara dari menggali tanah sampai menutupinya dan terakhir untuk Oleh karena itu
, Semut Arsitek Bali yang dikenal dengan nama , Undagi tidak hanya memasukkan
desain tetapi juga memasukkan sebagai pembangun, pembangun dan upakara. Evolusi
arsitektur di Bali, khususnya di kawasan pusat wisata, mengalami peningkatan yang
sangat besar. kalau tidak mau dikatakan sudah berubah. Perubahan yang terjadi seolah-
olah mengharapkan kebebasan dimana norma-norma adat yang diatur secara jelas dan
tegas dalam peraturan dilanggar.
Pelanggaran terjadi satu demi satu sehingga menimbulkan kesan kelalaian,
ketidakpedulian atau ketidaktahuan terhadap standar yang telah ditetapkan. Sesuai
dengan ketentuan pada (P.P. Bali, 2005) tentang arsitektur bangunan Secara umum
pengertian Arsitektur di Bali mempunyai empat angka yaitu :
1. Arsitektur lokal adalah arsitektur arsitektur yang sudah menjadi
tradisional/asal/mapan dalam budaya masyarakat dalam skala kecil kepada unit
lingkungan adat besar lingkungan adat provinsi Bali.
2. Arsitektur Peninggalan adalah peninggalan arsitektur masa lampau yang ada di
Provinsi Bali, baik dalam keadaan terawat/fungsional maupun tidak.
3. Dipelihara/tidak digunakan secara fungsional, peninggalan bergerak atau tidak
bergerak, berupa satuan atau kelompok atau bagian-bagiannya atau sisa-
sisanya, yang dianggap mempunyai nilai ilmiah, sejarah, budaya yang penting
dan nilai-nilai penting lainnya hal-hal penting lainnya, sebagaimana ditentukan
oleh peraturan perundang-undangan.
4. Arsitektur tradisional Bali merupakan suatu tata ruang dan bentuk yang
konstruksinya didasarkan pada nilai dan norma tertulis maupun tidak tertulis
yang diwariskan secara turun temurun.
5. Arsitektur Bali nontradisional adalah arsitektur yang tidak menetapkan standar
arsitektur tradisional Bali pada umumnya, namun menonjolkan gaya arsitektur
tradisional Bali.
Di era globalisasi, arsitektur tradisional Bali telah banyak mengalami perubahan dan
tantangan namun tetap mempertahankan keunikan karakter dan nilai warisan budayanya.
Berikut beberapa perkembangan arsitektur tradisional Bali di era globalisasi:
1. Pengaruh gaya arsitektur modern: Penerapan unsur arsitektur modern
modernitas telah mempengaruhi tampilan fisik bangunan di Bali. Namun
arsitektur tradisional Bali tetap dipertahankan dengan ciri khas atap bertingkat,
interior taman, dan penggunaan material alami seperti kayu dan batu.
2. Penggunaan teknologi dalam konstruksi: Meskipun prinsip Asta Kosala Kosali
yang mengatur arsitektur tradisional masih dipertahankan, penggunaan
teknologi modern seperti metode konstruksi yang lebih efisien dan bahan
konstruksi yang lebih ramah lingkungan telah diterapkan.
3. Penyesuaian fungsi bangunan: Banyak bangunan tradisional Bali yang telah
diadaptasi untuk berbagai tujuan, seperti hotel, restoran atau kawasan
komersial. Hal ini terkadang mengakibatkan perubahan desain asli untuk
memenuhi kebutuhan baru.
4. Dampak Pariwisata: Pertumbuhan industri pariwisata Bali telah
menyebabkan perubahan arsitektur untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.
Pembangunan hotel, villa dan fasilitas wisata lainnya menghadirkan variasi
desain baru yang memadukan unsur tradisional dengan gaya modern.
5. Pendekatan ramah lingkungan: Kesadaran akan pentingnya kelestarian
lingkungan telah mempengaruhi arsitektur Bali. Peningkatan penggunaan
material ramah lingkungan dan praktik konstruksi berkelanjutan telah diadopsi
dalam desain bangunan baru.
6. Perubahan gaya hidup dan kebutuhan: Perubahan gaya hidup masyarakat
seperti meningkatnya urbanisasi dan kebutuhan ruang yang lebih fungsional
mempengaruhi adaptasi arsitektur Arsitektur tradisional Bali. Penggunaan
ruang yang lebih efisien dan fokus pada fasilitas modern sering terlihat dalam
perubahan ini.

2.1.4 Latar Belakang Filosofis Arsitektur Bali


Konsep arsitektur tradisional Bali terinspirasi dari agama Hindu dan didasarkan
pada beberapa filosofi. Makna menjadi landasan filosofis dalam menciptakan suatu
bentuk. Terdapat empat landasan yang mendasari konsep arsitektur tradisional Bali,
yaitu: (a) Landasan keagamaan: kitab suci agama Hindu, semangat keagamaan dalam
arsitektur arsitektur tradisional Bali, hubungan arsitektur tradisional Bali dengan
tujuan hidup.
masyarakat Bali, hubungan arsitektur tradisional Bali dengan perkembangan agama
Hindu; (b) landasan filosofis : filosofi cincin cecupu , filosofi Tri Hita Karana, filosofi
undagi, filosofi bahan bangunan; (c) Landasan etika: menjaga landasan hubungan
manusia - arsitektur - alam, landasan pemikiran dan perilaku dalam proses
pembangunan tradisional; (d) Dasar ritual: penggunaan unsur-unsur ritual, adaptasi
bentuk dan makna ritual, pemilihan hari baik/sakral dalam proses pengembangan
tradisional masyarakat Bali. Sumber filosofi/tato arsitektur tradisional Bali antara lain:
Asta Dewa, Asta Kosala, Asta Kosali, Asta Petali, Asta Bhumi, Wiswakarma, Aji
Janantaka, dll. Sumber Filsafat Etika: Dharmaning Undagi, Dharmaning Laksana
Undagi, Swakarma, Catur Guru, Tri Khaya Parisudha, Tatwam Asi, dll.
Sumber Filsafat Upakara: Dewa Tatwa, Wariga Gemet, Wariga Catur Winasa Sari,
Usana Dewa, Kusuma Dewa, Bhamakertih, Sundari Gama dan lain-lain. Semangat
agama Hindu dituangkan dalam filsafat-filsafat yang ditransformasikan menjadi
konsep-konsep kemudian ditransformasikan menjadi teori/paradigma desain dalam
desain. Terdapat beberapa filosofi dalam arsitektur tradisional Bali, yaitu:
(a) Filsafat Eka Bhuana
(b) Filsafat Nyegara Gunung
(c) Filsafat Tri Loka
(d) Filosofi Catur Purusa Artha
(e) Filsafat Panca Maha Bhuta.
Transformasi filosofi tersebut berupa konsep, antara lain: konsep Ulu Teben, konsep
Tri Hita Karana, konsep Catus Patha, konsep Tri Mandala dan Tri Angga. Konsep ini
mendasari teori desain seperti: keseimbangan, harmoni, keindahan, bentuk dan taksu.
Merupakan landasan dan pedoman perencanaan dan perancangan arsitektur
tradisional Bali, tingkat regional Bali, lingkungan wilayah desa, lingkungan
pemukiman dan satuan bangunan/pepaya.
Filsafat arsitektur tradisional Bali pada masa prasejarah hingga masa pemerintahan
Majapahit tahun (abad 15 – 19) dianggap sebagai masa pertumbuhan dan
perkembangan arsitektur tradisional Bali berdasarkan lontar asta kosala -kosaili dan
lontar asta boumi. (Bhagawan Wiswakarma dan Bhagawan Panyarikan) Asta kosala-
kosali adalah kaidah mengenai bentuk lambang pelinggih, khususnya dimensi panjang,
lebar, tinggi, pepalih (tingkat) dan hiasan. Asta bumi adalah peraturan yang berkaitan
dengan luas pelataran candi, pembagian ruang halaman candi, dan jarak antar candi.
Variasi sifat dasar muncul antara penduduk wilayah dataran rendah dan pegunungan
serta antara penduduk wilayah Bali selatan dan penduduk wilayah Bali utara. Namun
terdapat falsafah dasar atau falsafah pokok yang menjadi acuan arsitektur tradisional
Bali, khususnya prinsip tri angga atau tri loka, konsep kosmologi (tri hita karana) dan
orientasi kosmis.
2.1.5 Penerapan Asta Kosala-Kosali dalam Arsitektur Trasisional Bali di Era
Globalisasi
Di Bali, desa adat merupakan bentuk pemukiman dengan desa karana pala tri hita,
secara fisik dan enerjik masing-masing bermanifestasi sebagai desa kahyangan tiga,
pakraman dan sima krama sebagai tempat ibadah, wilayah fisik desa dan penduduknya
beserta aturannya. Tempat tinggal adalah kesatuan rumah yang tersusun dalam
kelompok banjar sebagai kesatuan bawahan suatu desa. Kasta, status sosial dan peran
dalam masyarakat merupakan faktor dalam pencapaian utarna, madia dan tempat
tinggal sederhana. Pengelompokan perumahan menjadi tingkat utama didasarkan pada
luas pekarangan, tata ruang, jenis bangunan, fungsi, bentuk, bahan dan finishing.
Dilihat dari nama rumahnya, kediaman tersebut sesuai dengan tingkat kelas . Kastil
kediaman utama Geria, Jero dan umah adalah madia yang mungkin juga merupakan
yang utama dan paling sederhana. Hubu atau Pakubon relatif sederhana. Bangunan
tempat tinggal Bali dibangun sesuai dengan aturan Asta Kosala Kosali (bagian dari
Weda yang mengatur tata letak ruangan dan bangunan serupa dengan feng shui dalam
budaya Tionghoa). Dalam falsafah masyarakat Bali, kehidupan akan mencapai
keharmonisan jika tercapai hubungan baik antara aspek Pawongan (orang yang
bertempat tinggal di dalam rumah), Palemahan (hubungan baik antar penghuni rumah
dan lingkungannya) dan Parahyangan. Oleh karena itu, pembangunan rumah perlu
memperhatikan aspek yang disebut Tri Hita Karana.
Penerapan Asta Kosala Kosali di era globalisasi merupakan sebuah tantangan
karena pengaruh perkembangan teknologi, perubahan gaya hidup dan arus global
mempengaruhi budaya dan nilai-nilai lokal. Di era globalisasi, beberapa implementasi
Asta Kosala Kosali dapat dijelaskan sebagai berikut: Pemanfaatan teknologi:
Meskipun Asta Kosala Kosali didasarkan pada prinsip tradisional, namun
pemanfaatannya Teknologi modern telah diintegrasikan ke dalam praktik arsitektur.
Misalnya saja penggunaan software desain, teknik konstruksi modern, dan material
konstruksi ramah lingkungan dengan tetap menjaga nilai-nilai tradisional. Pendidikan
dan Konservasi: Pentingnya memperkenalkan dan melestarikan nilai-nilai Asta Kosala
Kosali melalui pendidikan formal dan informal. Hal ini dapat dicapai dengan
memperkenalkan kurikulum yang memasukkan aspek budaya lokal, tradisi dan filosofi
ke dalam pendidikan formal, serta menyelenggarakan program penyadaran budaya di
masyarakat. Adaptasi dan inovasi: Dalam konteks globalisasi, prinsip Asta Kosala
Kosali perlu diadaptasi agar tetap relevan dan berguna dalam konteks modern. Inovasi
diperlukan untuk menjaga esensi nilai-nilai tersebut sekaligus memenuhi kebutuhan
dan tuntutan zaman. Kerja sama dan pemahaman lintas budaya: Melalui kolaborasi
antara arsitek, perencana, dan komunitas lokal dengan aktor global, dimungkinkan
untuk menciptakan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana menggabungkan
nilai-nilai lokal dengan visi global. Konservasi warisan budaya: Pemerintah, LSM dan
masyarakat harus berperan aktif dalam melestarikan warisan budaya dan arsitektur
tradisional. Hal ini termasuk melestarikan bangunan bersejarah, mengajarkan adat
istiadat kepada generasi muda, dan membuat kebijakan untuk melindungi warisan
budaya. Menghargai identitas lokal: Di era globalisasi berjejaring, penting untuk
menjaga identitas lokal. Menghargai dan mempromosikan keunikan dan keindahan
Asta Kosala Kosali merupakan langkah penting dalam memperkuat identitas budaya
dan spiritual masyarakat Bali. Penerapan Asta Kosala Kosali di era globalisasi
memerlukan keseimbangan antara melestarikan nilai-nilai tradisional dan beradaptasi
dengan perubahan zaman. Hal ini merupakan upaya menjaga kelestarian budaya,
identitas lokal dan menerapkan prinsip-prinsip yang relevan dalam konteks global
yang selalu berubah.
BAB III
SIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Era globalisasi telah membawa perubahan signifikan pada arsitektur tradisional Bali.
Pengaruh gaya arsitektur modern, teknologi dan perubahan gaya hidup terlihat dalam
mengubah wajah arsitektur tradisional. Arsitektur tradisional Bali telah beradaptasi dengan
kebutuhan zaman, termasuk penggunaan teknologi modern dalam konstruksinya namun
tetap mempertahankan nilai-nilai filosofis dan budaya yang menjadi identitas tersendiri.
Meski mengalami perubahan, upaya pelestarian warisan budaya Bali tetap menjadi prioritas
penting. Menghargai nilai-nilai tradisional dan keunikan arsitektur Bali menjadi dasar
pelestarian identitas budaya dalam perkembangan masa depan. Era globalisasi memberikan
tantangan dan peluang bagi arsitektur tradisional Bali. Meskipun perubahan yang sedang
berlangsung mungkin mengancam keaslian budaya, perubahan tersebut juga menawarkan
peluang untuk mengembangkan inovasi yang menghormati nilai-nilai lokal. Peran aktif
masyarakat dan pemerintah dalam melestarikan dan mengembangkan arsitektur tradisional
Bali menjadi kunci keberhasilan menjaga kelestarian warisan budaya yang berharga.
Kesimpulannya juga dapat menjawab relevansi arsitektur tradisional Bali dalam konteks
masa depan. Bagaimana nilai-nilai dan prinsip-prinsip arsitektur tradisional dapat terus
diintegrasikan ke dalam perkembangan modern tanpa menghilangkan esensi budayanya.

3.2 Saran
Pada Zaman Era Globalisasi sebaiknya peran arsitektur dalam pengembangan arsitektur
modern tetap menggunakan bahan ramah lingkungan, mensosialisasikan Pengembangan
Program Pendidikan dan Kesadaran Budaya dan melakukan pemberdayaan komunitas lokal
terutama di lingkungan sekitar.
DAFTAR PUSTAKA

Wiryawan, I. W., & Susanta, I. N. (2016). Konsep Dan Makna Arsitektur Tradisional Bali
Dan Aplikasinya Dalam Arsitektur Bali. Workshop ‘Arsitektur Etnik Dan Aplikasinya
Dalam Arsitektur Kekinian, 19(1), 1–13.

Pradana, G. Y. K., & Arcana, K. T. P. (2020). Hasil Pengelolaan Homestay Bercorak Budaya
Ditengah Pengaruh Perkembangan Trend Millennial Di Sektor Pariwisata. Jurnal Ilmiah
Hospitality Management, 11(1), 1–14. https://doi.org/10.22334/jihm.v11i1.172

Bali, A., Subak, D., & Denpasar, K. (2018). Eksistensi Kearifan Lokal Hindu Bali Di Era
Globalisasi.

Susanta, I. N. (2017). Makna Dan Konsep Arsitektur Tradisional Bali Dan Aplikasinya
Dalam Arsitektur Bali Masa Kini. Jurnal Lingkungan Binaan (Space: Journal Of The
Built Environment), 4(2), 199–212.

Anda mungkin juga menyukai