Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH ARSITEKTUR ASIA DAN NUSANTARA

OLEH :
SABRIADI (21802059)
RIZALDI (21802029)
MARCELLUS GIOVANNY (21802051)

TEKNIK ARSITEKTUR
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI
2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini
bisa selesai pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi
dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................4
A. Latar Belakang.................................................................................................................4
B. Tujuan...............................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................5
A. Sejarah Arsitektur Nusantara...........................................................................................5
B. Bangunan dan Konsep Ruang..........................................................................................6
C. Perkembangan Arsitektur Tradisional Di Nusantara........................................................7
D. Teori – Teori Arsitektur Dunia Timur..............................................................................9
E. Arsitektur Masa Kini.......................................................................................................11

BAB III PENUTUP............................................................................................................16


A. Kesimpulan.....................................................................................................................16
B. Daftar Pustaka.................................................................................................................17
BAB I
LATAR BELAKANG
Indonesia memiliki keragaman arsitektur nusantara dengan kekhasan dan daya tarik
tersendiri, sekaligus merupakan nilai nasional dan kebanggaan bangsa Indonesia. Salah satu
permasalahan arsitektur berkaitan dengan perkembangan arsitektur di Indonesia adalah
masuknya pola arsitektur modern yang di adopsi dari gaya arsitektur barat. Hal ini dapat di
buktikan dengan pemahaman dan kebanggaan pada potensi arsitektur di Indonesia yang
makin menipis, adanya perbedaan pandangan masyarakat tentang arsitektur nusantara,
adanya kelatahan berarsitektur yang sedang di gemari tanpa mempertimbangkan potensi
local, dan kurangnya kesadaran bahwa karya arsitektur adalah media pembelajaran
berarsitektur bagi masyarakat di sekitarnya.

TUJUAN

1. Memberikan masukan serta wawasan tentang arsitektur Nusantara yang timbul saat ini
sedang mengalami penurunan cinta budaya arsitektur bangunan
2. Memberikan gambaran bahwa arsitektur Nusantara adalah karakter dari Bangsa Indonesia.
3. Membuat suasana dunia Arsitektur bangunan lebih mengeliat lagi dan diharapkan dapat
membuka wawasan dalam perencanaan dan perancangan untuk menciptakan bentuk baru
yang lebih bercirikan ke Indonesiaan.
BAB II
PEMBAHASAN

Arsitektur Nusantara seharusnya karya-karyanya memiliki karya yang


seragam dengan ciri-ciri yang cukup jelas mewakili citra per wilayah Indonesia.
Karena negara kita adalah negara kepulauan dan setiap pulau memiliki kebudayaan
sebagai ciri dari kesukuan mereka. Maka hal tersebut sebaiknya kita hargai dan dapat
dijadikan sebagai sumber pengetahuan dan dasar perencanaan pembangunan
dalam ilmu arsitektur, secara turun tenurun arsitektur Indonesia.
Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi bentuk/wujud bangunan arsitektur
yaitu: 1. Agama, 2. Budaya dan Adat istiadat atau Tradisi sehari-hari, 3. Filosofi dan
cara pandang hidup dari tiap suku 4. Iklim. Dari sisi Agama, masuknya agama hindu
dan budha banyak meninggalkan bangunan maupun budaya yang sangat
mempengaruhi bentuk arsitektur bangunan, seperti artifak benda bersejarah dan
lingkungan serta Budaya adat istiadat.
Perubahan cara pandang dalam bentuk bangunan arsitektur tersebut karena
banyaknya pendatang yang masuk ke Indonesia sehingga sangat mempengaruhi
bentuk arsitektur yang ada di Nusantara seperti: 1. Masuknya agama hindhu dan
budha, 2.
Islam ke Indonesia banyak memberikan dampak pada bentuk arsitrektur bangunan
3.Bangunan peninggalan bangsa-bangsa lain Portugis, Spanjol, Jepang dan Belanda.
Permasalahan yang paling mendasar pada arsitektur adalah ketidak berlanjutan
budaya akibat ketidak seimbangan antara konsep-konsep baru dan konsep-konsep
lama yang bertahan. Kondisi ini menyebabkan lunturnya budaya lokal sehingga
terjadi fenomena kehilangan jati diri kebudayaan yang berdampak pada nasib
keberlanjutan kebudayaan. Jika hal ini terjadi secara terus menerus tanpa solusi
pemecahan maka akan menyebabkan lebih sulit dalam mencari solusinya di
kemudian hari.
Masalah ketidak serasian keberlanjutan budaya ini menjadikan pemikiran
bahwa kebudayaan yang berkembang saat ini berada di tengah-tengah derasnya arus
globalisasi. Secara umu bahwa globalisasi justru menjadi ajang pertemuan antara
nilai- nilai eksternal global dengan nilai-nilai internal lokal sehingga terjadi proses
lokalisasi. Sementara fenomena yang terjadi adalah sebaliknya, budaya eksternal
yang lebih kuat mendominasi melunturkan budaya lokal. Padahal pada budaya lokal
tersebut terdapat warisan lokal yang menjadi tiang-tiang kehidupan masyarakat.
Jika kita masih memiliki rasa tanggung jawab sebagai bangsa Indonesia
khususnya yang berkecimpung pada dunia arsitektur seperti: mahasiswa, LSM
atau para SteakHolder dan berasal dari salah satu suku yang ada di Indonesia ini,
dapat memberikan apresiasi dalam bentuk disain bngunan dengan fungsi apa saja .
Revitalsasi kebudayaan dalam bentuk apapun yang dikaitkan dengan
perencanaan dan perancangan arsitektur. Konsep Revitalisasi kebudayaan dalam
pembangunan dapat dilakukan.

. Bangunan Dan Konsep Ruang


Indonesia memiliki keanekaragaman budaya baik berupa fisik maupun non-fisik.
.ra langsung. Salah satunya Arsitektur Tradisional yang berupa bentuk rumah
tradisional dan bangunan lainnya yang beragam dan tersebar di seluruh nusantara.
Dalam Arsitektur Tradisional di tiap daerah di nusantara selalu ada yang menjadi
ciri khas baik dilihat dari material dan bentuknya sebagai identitas lokal yang khas
daerah tersebut.
Secara Morfologi yang lebih menekankan pada pembahasan bentuk
geometrik dalam mengindetifikasi karakteristik lingkungan yang diwujudkan melalui
bentuk bangunan. Menurut CHING, FDK (1979) sistem tata nilai kekurangan
bisa tercipta dengan adanya 3 (tiga) hal, yaitu :
• Besaranan ukuran yang luar biasa
• Bentuk yang unik
• Lokasi yang strategis
Salah satu pandangan mengenai arsitektur adalah melihat dari perspektif
manusia yang terdiri dari kepala, badan dan kaki. Pandangan lain menyebutkan
bahwa karya arsitektur yang unggul adalah hasil karya yang memiliki nilai dan
berpijak pada keseimbangan Eksplorasi makna arsitektur ini salah satunya dapat
dikaji dari pendekatan filsafat manusia yang melihat sebagai acuan hasikarya .
. Morfologi Bentuk Bangunan
Konsep bangunan tradisional dipengaruhi oleh konsep budaya yang kental
dan yang dikaitkan dengan tubuh manusia terdiri dari Kepala, badan, kaki.
Secara Umum Konsep rumah panggung yang terdiri dari Kepala, badan,
kaki lebih mendominasi. Hal tersebut terjadi pada semua bangunan arsitektur di
Indonesia khususnya seperti di Pulau Sumatra, Kalimantan Sulawesi dan di
Nusatenggara Timur pun demikian pula. Sedangkan untuk di pulau Jawa tidak
demikian konsep rumah panggung hanya dikenal di daerah Jawa Barat, untuk Jawa
Tengah tidak demikian
Pada umumnya karya arsitektur bangunan di Indonesia berupa konstruksi pangung kecuali di
Jawa tengah dan jawa timur hal tersebut disebakan iklim yang melintas di Indonesia ini
adalah beriklim tropis lembab seperti pada Gambar 4 dan 5 diatas Contoh bangunan

Perkembangan Arsitektur Tradisional di Nusantara

Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian yang lebih
luas, arsitektur mencakup merancang dan membangun keseluruhan lingkungan binaan, mulai
dari level makro yaitu perencanaan kota, perancangan perkotaan, arsitektur lansekap, hingga
ke level mikro yaitu desain bangunan, desain perabot dan desain produk. Arsitektur juga
merujuk kepada hasil-hasil proses perancangan tersebut.
Bangunan adalah produksi manusia yang paling kasat mata. Namun,
kebanyakan bangunan masih dirancang oleh masyarakat sendiri atau tukang-tukang batu di
negara-negara berkembang, atau melalui standar produksi di negara-negara maju. Arsitek
tetaplah tersisih dalam produksi bangunan. Keahlian arsitek hanya dicari dalam
pembangunan tipe bangunan yang rumit, atau bangunan yang memiliki makna budaya /
politis yang penting. Dan inilah yang diterima oleh masyarakat umum sebagai arsitektur.
Peran arsitek, meski senantiasa berubah, tidak pernah menjadi yang utama dan tidak pernah
berdiri sendiri.
Selalu akan ada dialog antara masyarakat dengan sang arsitek. Dan hasilnya adalah
sebuah dialog yang dapat dijuluki sebagai arsitektur, sebagai sebuah produk dan sebuah
disiplin ilmu. Pengaruh arsitektur Modern, International style dsbg membuat Arsitektur di
Tanah Air seakan tak berwarna lagi, sulit membedakan elemen-elemen tradisional yang
melekat pada hunian maupun banguna lokal pada umumnya.Entah melalui kajian yang
mendalam tentang lingkungan dan kebudayaan lokal atau tidak, yang jelas warna Arsitektur
Tanah air lambat laun tak ada beda dengan warna Arsitektur di daerah lain.
Arsitektur tradisional adalah suatu bangunan yang bentuk,struktur ,fungsi,ragam hias
dan cara pembuatannya diwariskan secara turun temurun serta dapat di pakai untuk
melakukan aktivitas kehidupan dengan sebaik-baiknya. Dalam rumusan arsitektur dilihat
sebagai suatu bangunan, yang selanjutnya dapat berarti sebagai suatu yang aman dari
pengaruh alam seperti hujan, panas dan lain sebagainya. Suatu bangunan sebagai suatu hasil
ciptaan manusia agar terlindung dari pengaruh alam, dapatlah dilihat beberapa komponen
yang menjadikan bangunan itu sebagai tempat untuk dapat melakukan aktivitas kehidupan
dengan sebaik-baiknya. Adapun komponen-komponen tersebut adalah : bentuk, struktur ,
fungsi, ragam hias serta cara pembuatan yang diwariskan secara turun temurun. Selain
komponen tersebut yang merupakan faktor utama untuk melihat suatu arsitektur tradisional,
maka dalam inventarisasi dan dokumentasi ini hendaknya setiap bangunan itu harus
merupakan tempat yang dapat dipakai untuk melakukan aktivitas kehidupan dengan sebaik-
baiknya. Dengan memberikan pengertian ini, maka arsitektur tradisional dapat pula
dikategorikan berdasarkan kepada aktivitas yang ditampungnya.

Berdasarkan sejarah perkembangan bentuk, rumah tempat tinggal dibagi menjadi 4


macam yaitu, “panggangpe”, “kampung”, “limasan” dan “joglo”. Sedang bentuk “tajug”
tidak dipakai untuk rumah tempat tinggal tetapi untuk rumah ibadah atau rumah pemujaan.
Sehubungan dengan itu dalam uraian berikut akan dikemukakan berturut-turut bentuk rumah
“panggangpe”, “kampung”, “limasan” dan “joglo”. Nama-nama bentuk tersebut sebenarnya
merupakan nama-nama atap rumah tradisional yang menyangkut sebanyak 5 macam, yaitu :

1. Panggangpe merupakan bentuk bangunan yang paling sederhana dan bahkan


merupakan bentuk bangunan dasar. Bangunan panggangpe ini merupakan bangunan
yang pertama dipakai orang untuk berlindung dari gangguan angin, dingin, panas
matahari dan hujan.
2. Kampung, bangunan yang setingkat lebih sempurna dari “panggangpe” adalah
bentuk bangunan yang disebut “kampung”. Bangunan pokoknya terdiri atas “saka-
saka” yang berjumlah 4, 6 atau bisa juga 8 dan seterusnya.
3. Limasan, bentuk bangunan ini merupakan perkembangan kelanjutan bentuk
bangunan yang ada sebelumnya. Kata “limasan” ini diambil dari kata “lima-lasan”
yakni pehitungan sederhana penggunaan ukuran-ukuran :” molo” 3m dan “blandar”
5m.
4. Joglo lebih sempurna dari bangunan-bangunan sebelumnya. Bentuk bangunan
ini mempunyai ukuran lebih besar bila dibandingkan dengan bentuk bangunann
lainnya seperti “panggangpe”, “kampung” dan “limasan.
5. Susunan ruangan yang terdapat dalam rumah tradisional bergantung kepada
besar kecilnya rumah itu dan bergantung kepada kebutuhan keluarga. Jadi makin
banyak anggota keluarga itu makin banyak ruangan yang dibutuhkan.

R.Soekmono (1997) seorang ahli percandian Indonesia pernah mengadakan tinjauan


ringkas terhadap bangunan candi di Jawa, dinyatakan bahwa bangunan candi di Jawa
mempunyai dua langgam, yaitu Langgam Jawa Tengah dan Langgam Jawa Timur.
Menurutnya Langgam Jawa Tengah antara lain mempunyai ciri penting sebagai berikut:
(a) bentuk bangunan tambun,
(b) atapnya berundak-undak,
(c) gawang pintu dan relung berhiaskan Kala-Makara,
(d) reliefnya timbul agak tinggi dan lukisannya naturalis, dan
(e) letak candi di tengah halaman.
Adapun ciri candi Langgam Jawa Timur yang penting adalah:
- bentuk bangunannya ramping,
- atapnya merupakan perpaduan tingkatan,
- Makara tidak ada, dan pintu serta relung hanya ambang atasnya saja yang diberi
kepala Kala,
- reliefnya timbul sedikit saja dan lukisannya simbolis menyerupai wayang kulit, dan
- letak candi bagian belakang halaman (Soekmono 1997:86).

TEORI TEORI ARSITEKTUR DUNIA TIMUR

Nilai-Nilai, Sikap dan Pandangan Budaya Timur


Arsitektur yang terjadi di dunia Timur, sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai, sikap hidup dan
pandangan masyarakat Timur itu sendiri. Pembahasan Teori Arsitektur secara substansial
tidak dibagi dalam urutan waktu melainkan lebih pada beberapa aspek yang mempengaruhi
arsitektur secara mendasar. Bagian awal bab ini, membahas mengenai beberapa aspek
mendasar yang mempengaruhi terbentuknya arsitektur di dunia Timur. Dunia Timur yang
dimaksud dalam pembahasan ini sesuai dengan apa yang diartikan To Thi Anh dalam
bukunya Budaya Timur dan Barat, Konflik atau Harmoni; yaitu kawasan yang dipengaruhi
dalam kebudayaan India dan Cina, seperti India, Cina, Korea, Jepang dan negara-negara Asia
Tenggara termasuk didalamnya Nusantara. Bagian kedua, mencoba merumuskan pandangan
budaya Timur yang berkaitan dengan ruang, bentuk dan estetika yang diakhiri dengan
melakukan penelaahan ruang, bentuk dan estetika pada beberapa contoh-contoh yang
dianggap mampu mewakili Dunia Timur tersebut.

1. Pengetahuan
Para Pemikir Timur lebih menyukai intuisi daripada akal budi. Bagi pemikir Timur, pusat
kepribadian seseorang bukanlah kemampuan intelektualnya melainkan lebih pada hatinya,
yang mempersatukan akal budi dan intuisi, intelegensi dan perasaan. Mereka menghayati
hidup dalam keseluruhan adanya bukan semata-mata dengan otak. Pemikiran berdasarkan
intuisi lebih akrab, hangat, personal dan biasanya lebih dekat dengan kenyataan. Orang Timur
dengan intuisinya merasa betah dengan dunia tempat ia mengalami secara langsung sumber
hidupnya. Orang Timur yang kebanyakan hidup dalam kebudayaan agraris terbiasa dengan
bahasa yang diam, tenang langit, musim, tanah, awan dan bulan. Mereka mengalami betapa
alam menunjukan diri dalam diam tetapi mengesankan. Dalam kesederhanaan hidup, mereka
lebih terlatih dengan perasaan daripada pikiran.
2. Ilmu dan Kebijaksanaan
Di Timur, tujuan utama belajar adalah untuk mencapai kebijaksanaan. Pengetahuan
intelektual saja, yang tidak mampu membuat seseorang menghadapi hidup dengan lebih baik
dianggap sebagai pemborosan waktu saja. Menurut orang Timur, hidup merupakan suatu
perjalanan yang sulit yang memerlukan refleksi dan latihan sepanjang hidup. Dalam bidang
pengetahuan, intuisi, pemikiran yang konkrit, simbolik, dan bersikap bijaksana merupakan
keistimewaan orang Timur dalam mendekati kenyataan. Ini merupakan kekhususan
masyarakat agraris, berbeda dengan masyarakat yang rasional, memakai abstraksi dan banyak
spesialisasi pengetahuan.
3. Sikap terhadap Alam
Sikap terhadap alam bagi orang Timur dapat direnungkan melalui perbandingan dengan
kedua puisi dibawah ini. (Anh, 1985: 70):
4. Idealisasi Hidup
Terbebas dari materi. Hidup yang ideal bagi orang Timur adalah hidup yang sederhana dan
tenang, dengan kebutuhan sesedikit mungkin. Hidup yang dekat dengan alam, sumber
segalanya. Bagi orang Timur, nilai kehidupan yang tinggi berasal dari dalam: menerima
keadaan sekarang, mengumpulkan pengalaman, mengintegrasikan diri, menjadi suatu yang
bernilai. Manusia memerlukan ketenangan bathin dari waktu ke waktu demi
kesempurnaannya. Orang Timur mengusahakan nilai-nilai spiritual yang membuat ia mampu
memulilakan dirinya dan terbebas dari belenggu materi.

Arsitektur Nusantara
Dalam Kosmologi Indonesia dinyatakan bahwa semua penghuni kosmos memiliki
tempatnya sendiri atau (harus) berusaha mencapainya. Kedudukan itu sesuai dengan
pemilikan jumlah kesaktian atau zat kejiwaan. Dengan demikian seluruh kosmos merupakan
satu Tata Besar dimana segalanya memiliki „tempatnya‟, berhubungan teratur, dan saling
melengkapi. Keraton atau Istana penguasa merupakan pusat seluruh hidup; dan kalau tinggal
di Keraton (misal menjadi pengabdi), itu sudah memberikan partisipasi pada kesaktian Raja.
Orang harus tahu „tempat‟; dan status seseorang dihormati.
Namun dalam kenyataannya justru penempatan yang geografis itu sangat dipentingkan,
yaitu letaknya yang relatif dan caranya (duduk dikursi, atau harus berdiri, atau duduk di
lantai). Bagi tamu-tamu masing-masing di pertemuan sangat diperhatikan penempatannya,
sebab tempat konkret menentukan status seseorang, dan kemudian juga tempatnya dalam tata
kosmis.
1. Arsitektur Candi
Budaya Timur mengutamakan terciptanya KEHARMONISAN, yang diwujudkan dalam
bentuk (a) keseimbangan antara manusia dengan masyarakat, (b) keseimbangan antara
manusia dan alam (lingkungan)-nya dan (c) keseimbangan antara manusia dan Yang Maha
Pencipta. Keharmonisan dalam wujud keseimbangan antara manusia dan alam lingkungannya
sangat erat berkaitan dengan tradisi ber-arsitektur, dalam hal ini membangun/to built.
Sedangkan keharmonisan antara manusia dan Yang Maha Pencipta direfleksikan ke dalam
tata ruang yang terkait dengan elemen-elemen alam yang seringkali dijadikan „patokan‟ arah
atau nilai kiblat yang bernilai magis (Roesmanto, 1999).
2. Arsitektur Tradisional Bali
Kehadiran arsitektur tradisional Bali sebagai bagian dari arsitektur Nusantara tek dapat
dipisahkan dengan agama Hindu yang melandasinya. Dalam filsafat Hindu terdapat suatu
ajaran bahwa manusia hendaknya mengharmoniskan dirinya dengan alam. Berbeda dengan
filsafat Barat yang berusaha menundukan/menguasai alam. Dengan demikian menurut
pandangan tradisi adati Bali, bangunan adalah wadah dari manusia dan merupakan
penghubung antara manusia = mikro kosmos = bhuwana alit dan alam semesta = mokro
kosmos = bhuwana agung, sebagai keseimbangan kosmologi dalam usaha untuk menjaga
keseimbangan unsu-unsur pembentuk manusia dan alam semesta; terdiri dari lima unsur yang
disebut Panca Maha Bhuta, yaitu pertiwi (zat padat), apah (zat cair), teja (sinar), wahyu
(udara), dan akasa (ether). Dunia dan segala isinya berasal dari ke-5 unsur tersebut, dan dari
sinilah munculnya anggapan wahwa bhuwana agung dan bhuwana alit bersumber satu, yakni
Panca Maha Bhuta.
Arsitektur Masa Kini

Arsitektur Nusantara Era Vernakular

rumahjoglo.net

Sebelum terpengaruh dengan budaya luar, arsitektur nusantara di era ini sangat
menonjolkan kearifan lokal. Setiap daerah di Indonesia memiliki arsitektur khas
melalui penggabungan adat istiadat, tradisi, budaya dan seni sehingga menghasilkan
gaya arsitektur yang mewakili identitas dari daerah tersebut.

Adapun, era arsitektur nusantara vernakular ini dapat dilihat pada desain seperti Rumah
Gadang khas masyarakat Minangkabau, Rumah Joglo khas suku Jawa, Rumah Honai
khas Papua, hingga Rumah Tongkonan yang sangat identik dengan suku Tana Toraja.

Arsitektur Nusantara Era Hindu-Budha

blogspot.com
Masuknya ajaran Hindu dan Budha juga memberikan pengaruh kuat terhadap
perkembangan arsitektur nusantara. Di era tersebut, terdapat banyak sekali bangunan
candi dan pura yang memanfaatkan material batu alam serta dihiasi dengan relief yang
sangat khas.

Saat ini, sisa peninggalan arsitektur nusantara era Hindu dan Budha bisa kamu lihat
pada sejumlah bangunan bersejarah seperti Candi Prambanan di Yogyakarta, Candi
Borobudur di Magelang, serta Pura Taman Ayun yang berlokasi di Bali.

Arsitektur Nusantara Era Islam

masjidgedhe.or.id

Setelah ajaran Hindu dan Budha, ajaran Islam mulai memasuki Indonesia. Pada
awalnya, ciri khas arsitektur nusantara era kerajaan Islam belum banyak mengalami
perkembangan sehingga terdapat banyak desain masjid kuno yang masih mengadopsi
arsitektur khas Hindu-Budha. Namun, banyaknya musafir dari Timur Tengah yang
menyebarkan ajaran Islam membawa pengaruh pada perkembangan arsitektur sehingga
mulai mengadopsi elemen dekorasi dan ornamen khas Timur Tengah.

Arsitektur Nusantara Era Kolonial

youtube.com
Babak baru sejarah arsitektur nusantara kembali dimulai saat masuknya bangsa
Portugis dan Belanda ke Indonesia. Kependudukan Belanda yang mencapai lebih dari
350 tahun sangat memengaruhi arsitektur nusantara yang sangat menonjolkan gaya
arsitektur Eropa dengan sejumlah penyesuaian mengingat Indonesia beriklim tropis.

Sementara itu, bekas peninggalan arsitektur nusantara di era kolonial bisa kamu lihat
pada megahnya Gedung Sate dan Gedung Merdeka di Bandung, Istana Kepresidenan
Indonesia di Bogor, Lawang Sewu di Semarang, serta berbagai bangunan yang berada
di kawasan Kota Tua, Jakarta.

Arsitektur Nusantara Era Kemerdekaan

beritagar.id

Saat Indonesia merdeka pada tahun 1945, pembangunan infrastruktur mulai dilakukan
secara masif. Saat itu, pemerintah Indonesia membongkar bangunan lama dan
mendirikan bangunan baru dengan mengutamakan fungsi, kenyamanan,
kesederhanaan, serta kesesuaian dengan iklim di Indonesia. Di era tersebut, banyak
bangunan tinggi yang mengadopsi gaya desain modern, seperti yang bisa kamu lihat
pada Monumen Nasional, Masjid Istiqlal dan Hotel Indonesia.
Arsitektur Nusantara Era Modern dan Kontemporer

pinterest.com

Berlaku hingga sekarang, gaya arsitektur nusantara mulai dipengaruhi oleh gaya
arsitektur global dengan mengadaptasi bangunan bergaya modern dan arsitektur
kontemporer. Gaya arsitektur ini sangat fleksibel mengikuti tren dan memungkinkan
para arsitek untuk terus bereksplorasi mengombinasikan berbagai gaya secara
seimbang namun tetap mengutamakan kesederhanaan, fungsi dan estetika.

Melewati sejarah yang panjang, kekayaan dan keragaman wajah arsitektur nusantara
masih bisa kita lihat hingga saat ini melalui banyaknya peninggalan yang tersebar di
berbagai daerah. Yuk, kita dukung terus perkembangan arsitektur nusantara melalui
cara yang positif!
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

1. Konsep Arsitektur Nusantara identik dengan arsitektur Indonesia konsep rancangan


pembangunan rumah/bangunan modern perlu juga di kaji lebih dalam untuk mengetahui
kelemahan dan kelebihannya. Kini di era abad 21 banyak bangunan rumah , gedung
perkantoran muapun bangunan komersil lainnya yang memasukkan unsur tradisional masing
– masing daerahnya

2. Konsep ruang dan konsep bangunan sudah tepat berkaitan dengan letak geogfafis
Indonesia/ Nusantara karena bentukkan atap tersebut sesuai dengan kondisi iklim .

3. Konsep Ornamen Tradisional pada Arsitektur merupakan pembauran dari seni klasik dan
modern. Hasil karya atau wujud dari pembauran tersebut tergantung dari sumber mana yang
lebih kuat yang akan memberi kesan/corak yang lebih dominan.

4. Konsep dan pemahaman tentang karakteristik bentuk bangunan dan ruang yang
mengandung filosofi tinggi.

5. Konsep warna yang pada umumnya digunakan untuk bangunan tradisional saat ini masih
banyak yang mengunakan warna-warna yang sama, merah, hitam, putih, kuning walaupun
saat ini banyak produk cat yang lain dan bukan terbuat dari bahan alami. Dan Diharapkan
sudah beralih pada value warna yang ada dengan, intesitas,warna dan proporsi perpaduan
yang harmonis.
DAFTAR PUSTAKA

Arya Ronald, 1997. Ciri-ciri Karya Budaya Di Balik Tatbir Keagungan Rumah Jawa,Penerbit
Universitas Atmajaya, Yogyakarta,
Frick, Heinz, 1997, Pola Struktural dan Teknik Bangunan di Indonesia, Kanisius,
Yogyakarta.
Heuken, Historical Sites of Jakarta, Cipta Loka Caraka, Jakarta
Mangunwijaya, 1985 Wastu Citra, Gramedia, Jakarta
Soekmono,1973. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia Jilid 1 - 3, Kanisius, Yogyakart.
Sumintarja Djauhari, 1999. Arsitektur Tradisional dan Kriterianya, Makalah pada Lokakarya
Upaya Pelestarian Arsitektur Tradisional Indonesia melalui Sistem Informasi, Jakarta.
Sumintarja Djauhari, 1978. Kopendium Sejarah Arsitektur Jilid I, yayasan lembaga
Penyelidikan Masalah bangunan, Bandung .

Anda mungkin juga menyukai