Anda di halaman 1dari 9

Sejarah Arsitektur

Dosen Pembimbing : Wahyu Hidayat, ST.MURP



Nama Kelompok : Arifia Azas, A. Haryadi Latif, Laili Dwi Annisa, Latifah Sahroini, Romi
Aussuarli
SEJARAH PERKEMBANGAN
ARSITEKTUR CHINA dan
PENGARUHNYA DALAM
ARSITEKTUR KONTEMPORER
Studi Literatur
Jumat
20 September 2013

PENDAHULUAN
Setiap daerah atau kawasan memiliki keunikan arsitektur tersendiri, yang terbentuk karena adanya
kekhasan budaya masyarakat, kondisi iklim yang berbeda, karakteristik tapak, pengaruh nilai-nilai spiritual
yang dianut, dan kondisi politik atau keamanan dari suatu kota atau daerah. Keunikan pada suatu daerah atau
kawasan bersifat temporer, yaitu berubah seiring dengan perjalanan waktu. Dalam satu rentang waktu yang
panjang, suatu kota atau daerah akan mengalami pergantian penguasa yang seringkali diikuti dengan adanya
pergantian kebijakan. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan turut mempengaruhi bentukan arsitektur dari
suatu daerah atau kawasan. Wujud fisik spasial kota-kota yang ada sekarang ini adalah produk sejarahnya
masing-masing dan merupakan superimposisi lapisan zaman, cerminan berbagai kekuatan (budaya, politik,
ekonomi, dan sebagainya) sepanjang proses pembentukannya (Sandi 2004: 30).
Sejarah Perkembangan Arsitektur China/Tiongkok Kuno
Secara kosmologis, tradisi arsitektur Cina melambangkan semesta-langit dalam bentuk-bentuk bulat
dan dunia-Bumi dalam bentuk kubus. Susunan aristektur berbatas dinding di Bumi biasanya ditemui dalam
penataan geometris yang ketat, persegi panjang, maupun bujur sangkar, ditata berdasarkan arah mata angin.
Arah utara-selatan menjadi acuan utama, mungkin karena secara klimatologis, angin udara yang dingin
menjadi kontras terhadap angin selatan. Ruang ditata berlapis-lapis dalam suatu seri pola grid yang tegas
baik bentukan ruang-ruang luar (coutryards) maupun dalam susunan ruang-ruang dalam.
Arsitektur Cina dibangun tidak dengan bahan-bahan permanen, mungkin ada hubungannya dengan
negasi terhadap segala bentuk yang bersifat fana. Susunan geometris, ritual-ritual, dan nilai hadir lebih
utama dari bangunan yang dianggap fana. Semua proporsi dan aturan tergantung pada sistem standart
dimensi kayu dan standard pembagiannya. Dengan demikian keseluruhan bangunan Cina dirancang dalam
modul-modul standard dan moduler dari variabel ukuran yang absolut proporsi yang benar melindungi dan
mempertahankan hubungan harmoni bagaimanapun besarnya struktur.
Arsitektur khas Oriental, yang notabene berasal dari dataran Cina, memang memiliki akar budaya yang
sangat tua dan dilestarikan dengan baik selama beribu-ribu tahun. Tak heran bila para keturunan Tionghoa
bila berada di daerah baru juga selalu membawa budaya mereka yang mengakar kuat. Demikian pula dengan
arsitektur khas oriental. Arsitektur ini pada dasarnya adalah arsitektur tradisional berornamen/berhias. Sama
seperti kebudayaan Eropa yang memiliki ornamen atau hiasan khas arsitektur mereka, arsitektur khas
oriental juga memiliki kekhasan bentuk-bentuk ornamentasi, seperti hiasan pada dinding, pintu dan jendela
yang didasarkan pada mitos dan kepercayaan bangsa Tionghoa. Ornamen yang ada beragam dari ornamen
geometris, motif tanaman dan binatang. Arsitektur Tionghoa tradisional sangat dipengaruhi oleh
kepercayaan mereka, seperti patung dewa-dewa, naga. Ciri arsitektur lainnya seperti penggunaan Feng Shui
untuk arsitektur cukup memberikan banyak batasan sekaligus kreativitas dalam penataan ruang, perabot dan
aksesori rumah lainnya. Karakter bangsa Tionghoa yang juga cukup menghargai dunia material terlihat pada
penggunaan hiasan yang sangat rumit, indah, serta bernilai seni tinggi, karena menunjukkan kekayaan secara
material dianggap menambah martabat bagi sebagian orang Tionghoa tradisional. Sebenarnya tidak jauh
berbeda dengan kebudayaan Jawa, dan masing-masing bagian dari bangunan tradisional khas oriental selalu
memiliki makna, dari atap hingga ke pondasinya.
Bangunan di Tiongkok zaman kuno terutama adalah bangunan berstruktur kayu dari etnis Han, juga
mencakup bangunan-bangunan terbaik etnis-etnis minoritas. Bangunan-bangunan zaman kuno itu tumbuh,
berkembang dan menjadi matang dalam tanah budaya tradisional Tiongkok. Dalam kurun waktu antara abad
ke-2 sebelum Masehi dan pertengahan abad ke- 19 Masehi, terbentuk sistem tertutup yang berdiri sendiri,
memiliki nilai estetik dan taraf teknologi yang sangat tinggi, dan mengandung konotasi humaniora yang
dalam dan menjangkau jauh. Seni bangunan Tiongkok zaman kuno adalah sistem seni unik yang
berlangsung paling panjang dalam sejarah, penyebarannya paling luas dan memiliki gaya sangat nyata di
dunia, pernah memberikan pengaruh langsung kepada bangunan zaman kuno di Jepang, Korea dan Vietnam,
dan setelah abad ke-17 bahkan pernah memberikan pengaruh kepada bangunan di Eropa.
Tiongkok memiliki wilayah yang luas dan etnis yang banyak. Berdasarkan kondisi alam dan geografi yang
berbeda, orang di Tiongkok zaman kuno telah menciptakan bangunan yang berbeda struktur dan gaya
seninya. Di Daerah Aliran Sungai Kuning di Tiongkok utara, orang zaman kuno membangun rumah dengan
kayu dan tanah kuning sebagai bahan untuk menahan udara dingin serta terpaan angin dan salju; sedang di
Tiongkok selatan, digunakan bahan bangunan seperti bambu dan gelagah perumpung, dan di sementara
tempat, dibangun rumah panggung untuk menangkal udara lembab dan menambah sirkulasi udara.

Perkembangan arsitektur Tiongkok zaman kuno mengalami tiga kali klimaks masing-masing pada
periode dinasti Qin dan Han, pediode dinasti Sui dan Tang, serta periode dinasti Ming dan Qing. Pada ketiga
periode itu telah dibangun sejumlah besar bangunan yang representatif antara lain istana, makam, kota serta
proyek-proyek pertahanan dan irigasi. Bangunan-bangunan itu telah memberikan pengaruh kepada generasi
sesudahnya baik dalam bentuk bangunan maupun pemilihan bahannya.
Namun, sejumlah bangunan kuno yang bersejarah lama sudah lenyap dari bumi Tiongkok karena dimakan
waktu atau hancur dalam peperangan. Bangunan-bangunan yang terpelihara sampai sekarang ini kebanyakan
adalah hasil bangunan setelah Dinasti Tang ( abad ke-7).

Ciri Bangunan Cina Kuno
Arsitektur Cina mengacu kepada sebuah gaya asitektur yang sangat berpengaruh di kawasan Asia
selama berabad-abad lamanya. Prinsip-prinip struktur dari arsitektur cina telah membekas dan sulit untuk
dihapuskan, dan apabila ada yang berubah, mungkin hanya pada unsure dekoratifnya saja. Sejak jaman
Dinasti Tang, Arsitektur Cina telah memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap gaya arsitektur di
Korea, Vietnam, dan Jepang.
Usia dari Arsitektur Cina sama tuanya dengan usia Peradaban Cina. Dari hampir semua sumber
infomasi, literatur, gambar, buku-buku, terdapat bukti-bukti yang cukup kuat dan telah teruji, tentang fakta-
fakta, bahwa Etnis Cina selalu menggunakan sistem konstruksi asli (lokal) yang menjaga dan memegang
teguh prinsip-prisip karakteristiknya mulai dari jaman dahulu kala sampai saat ini. Di berbagai tempat yang
mendapat pengaruh dari kebudayaan Cina, ditemukan bangunan-bangunan dengan sistem konstruksi yang
sama.
Sistem konstruksi tersebut dapat menjaga dan menguatkan keberadaannya lebih dari ratusan tahun di
daerah yang cukup luas dan tetap membekas sebagai sebuah arsitektur yang terus berkembang, menjaga dan
memelihara prinsip-prinsip karakteristiknya, meskipun di Cina sendiri sudak terjadi berkali-kali serangan
bangsa asing, baik dalam hal militer, intelektual, maupun spiritual. Hal ini membuktikan bahwa bangsa Cina
memiliki peradaban yang sangat tinggi.
Pada awal abad ke-2, Bangsa Barat sudah mulai mengenalkan Arsitektur Barat ke Cina, bahkan
mereka mendidik orang-orang Cina untuk belajar tentang Arsitektur Barat. Orang-orang Cina yang
mempelajari Arsitektur Barat ini kemudian mengkombinasikan Arsitektur Tradisinal Cina dengan Arsitektur
Barat, dengan dominasi Arsitektur Barat, akan tetapi hasilnya tidak terlalu maksimal. Selain itu, tekanan dan
paksaan untuk pengembangan permukiman melalui Arsitektur Kontemporer Cina membutuhkan kecepatan
konstruksi yang sangat tinggi dan lahan yang cukup luas, yang berarti bahwa bangunan dengan Arsitektur
Cina tidak dapat dikembangkan di perkotaan besar, dan digantikan dengan bangunan modern. Meskipun
demikian, segala macam ketrampilan seni konstruksi Cina masih digunakan pada arsitektur vernakular di
daerah yang cukup luas di Cina.
Salah satu bentuk aplikasi budaya Cina yang masih dapat ditemui di Kawasan Pecinan adalah pada
gaya bangunannya yang menonjolkan budaya Cina yakni dalam bentuk atap lengkung, yang dalam arsitektur
Cina disebut atap pelana sejajar gavel. Bentuk atap yang ditemui di Kawasan Pecinan hampir sama dengan
bentuk atap yang ditemukan di daerah Cina Selatan. Kebanyakan imigran-imigran Cina yang datang ke
Indonesia merupakan imigran yang berasal dari propinsi-propinsi di Cina bagian selatan, seperti Fukien,
Chekian, Kiang Si dan Kuang Tung, karena propinsi-propinsi tersebut mempunyai tingkat kemakmuran
yang rendah dan panen hasil pertanian mereka sering gagal karena terkena bencana alam (Lilananda
1998:9).
Knapp dalam Lilananda (1998:9) menyatakan bahwa struktur bangunan Cina yang terdapat di
Indonesia banyak dipengaruhi oleh bentukan yang ada di Cina Selatan. Hal ini dikarenakan imigran-imigran
Cina yang datang ke Indonesia kebanyakan berasal dari propinsi-propinsi bagian selatan, seperti Fukien,
Chekiang, Kiang Si, dan Kwang Tung. Secara garis besar bangunan Cina dapat dibedakan fungsi dan jenis
bangunannya: Fungsi umum dan pribadi, jenis bangunannya (Rumah ibadah= klenteng dan vihara, rumah
abu, rumah perkumpulan); Bangunan hunian dan usaha, jenis bangunannya (perdagangan dan jasa,
ruko/hunian campuran, hunian, lain-lain [gudang dan gerbang], hiburan, dan olah raga). (Lilananda 1998:
36)
Pembagian ini terkadang sulit dibedakan secara tegas, karena terkadang terdapat beberapa bangunan
yang berfungsi umum, tetapi juga berfungsi pribadi, misalnya bangunan ibadah, ada yang berfungsi untuk
umum, tetapi ada pula bangunan ibadah yang berfungsi untuk pribadi, tetapi kerabat dekat bisa juga
menggunakannya. Hunian biasanya digambarkan memiliki ciri khas, yaitu bergaya arsitektur Cina, yang
dapat dijumpai pada bagian atap bangunan yang umumnya dilengkungkan dengan cara ditonjolkan agak
besar pada bagian ujung atapnya yang disebabkan oleh struktur kayu dan juga pada pembentukan atap.
Selain bentuk atapnya juga ada unsur tambahan dekorasi dengan ukiran atau lukisan binatang atau bunga
pada bumbungannya sebagai komponen bangunan yang memberikan ciri khas menjadi suatu gaya atau
langgam tersendiri. Terdapat lima macam bentuk atap bangunan bergaya Cina, yaitu (Widayati 2003:48): 1.
Atap pelana dengan struktur penopang atap gantung (pelana di luar gavel) atau overhanging gable roof; 2.
Atap perisai (membuat sudut) atau hip roof; Atap piramid atau pyramidal roof; 3. Atap pelana dengan
dinding sopi-sopi (pelana sejajar gavel) atau flush gable roof; dan 4. Gabungan atap pelana dan perisai atau
gable and hip roofs.




Konstruksi Bangunan Cina

Usia dari Arsitektur Cina sama tuanya dengan usia Peradaban Cina. Bahwa Etnis Cina selalu
menggunakan sistem konstruksi asli (lokal) yang menjaga dan memegang teguh prinsip - prisip
karakteristiknya mulai dari jaman dahulu kala sampai saat ini. Di berbagai tempat yang mendapat pengaruh
dari kebudayaan Cina, ditemukan bangunan-bangunan dengan sistem konstruksi yang sama.
Beberapa karakter arsitektur Cina
Pada buku tulisan Gin Djin Su (1964) dijelaskan bahwa karakter arsitektur Cina dapat dilihat pada:
1. Pola tata letaknya, pola tata letak bangunan dan lingkungan merupakan pencerminan keselarasan,
harmonisasi dengan alam. Ajaran Konghucu dimanifestasikan dalam bentuk keseimbangan dan harmonisasi
terhadap adanya konsep ganda. Keseimbangan antara formal dan non-formal. Formalitas dicapai dengan
bentuk denah rumah atau peletakan bangunan yang simetris. Non-formalitas dicapai dalam bentuk penataan
taman yang khas dinamis dan tidak simetris. Keduanya membentuk satu kesatuan yang seimbang dan
harmonis;
2. Keberadaan panggung dan teras depan/balkon, panggung dan teras depan/balkon digunakan
sebagai ruang transisi; dan
3. Sistem struktur bangunan, sistem struktur merupakan sistem rangka yang khas dan merupakan
struktur utama yang mendukung bobot mati atap. Beban yang disangga struktur utama disalurkan melalui
kolom. Rangkaian sistem kolom dan balok merupakan suatu hal yang spesifik. Umumnya, struktur
bangunan merupakan rangka kayu di mana rangka tersebut menerima beban atap yang diteruskan ke bawah
melalui kolom-kolom. Pintu dan jendela merupakan pengisi saja, oleh karena itu bisa bersifat fleksibel,
sedangkan pintu dan jendela pada bagian teras menggunakan sistem bongkar-pasang (knock down). Sistem
kuda-kuda yang digunakan merupakan khas arsitektur Cina, yaitu kuda-kuda segi empat. Lantai atas
umumnya merupakan lantai-lantai papan yang disangga oleh balok. Plat beton ini juga dipakai untuk
lisplank serta atap. Beban bergerak dan beban mati yang diterima lantai diteruskan ke dinding untuk
diteruskan ke pondasi. Semua proporsi dan aturan tergantung pada sistem standart dimensi kayu dan
standard pembagiannya. Keseluruhan bangunan Cina dirancang dalam modul-modul standard dan modulor
dari variabel ukuran yang absolut proporsi yang benar melindungi dan mempertahankan hubungan harmoni
bagaimanapun besarnya struktur. Di dapat satu kenyataan bahwa arsitektur Cina berkembang sesuai dengan
jamannya. Semua evolusi yang terjadi adalah pada proporsinya. Skala arsitektur bangunan Cina, berbeda
dengan bangunan di Eropa, lebih menunjukkan skala manusia daripada Tuhan. Terasan yang rendah digaris
beranda depan dan ketinggian wuwungan yang masih empat kali tinggi manusia memberikan inpreresi
masih bisa dicapai oleh manusia yang hidup di halaman sekitarnya. Bahkan bangunan dua lantai yang
tingginya lima sampai enam kali tinggi manusia, dengan pengaturan teritisan yang rendah tetap memberikan
kesan kehangatan yang sangat manusiawi.
4. Tou-Kung, siku penyangga bagian atap yang di depan (teras) merupakan bentuk yang khas dari
arsitektur Cina dan karena keunikannya, disebut tou-kung. Merupakan sistem konsol penyangga kantilever
bagian teras sehingga keberadaannya dapat dilihat dari arah luar. Ornamen tou-Kung ini akan terlihat jelas
pada bangunan-bangunan istana, kuil atau tempat ibadah dan rumah tinggal keluarga kaya. Ujung balok
dihiasi dengan kepala singa yang berfungsi menangkal pengaruh roh jahat.
5. Bentuk atap, ada beberapa tipe atap yaitu, wu tien, hsieh han, hsuah han dan ngang shan ti. Studi
arkeologis menerangkan bahwa, terdapat dua macam struktur kayu yang memberikan perbedaan besar pada
perletakan kolom dan perbedaan sistem penyangga atap. Dua sistem konstruksi tadi adalah Tai Liang dan
Chuan Dou. Dua sistem struktur ini, menurut arkeolog berasal dari dua cara membangun rumah tinggal.
Tailiang berasal dari gua primitif yang berkembang di Cina Utara dan Chuan Dou berasal dari rumah di atas
pohon (Knapp, 1986: 6-7). Sistem struktur Tai Liang adalah sistem tiang dan balok yang mana balok
terendah diletakkan di atas kolom ke arah lebar bangunan. Sistem struktur kedua dinamakan Chuan Dou.
Sistem ini memiliki Kolom-kolom yang didirikan kearah tranvesal dan saling di ikat.
6. Penggunaan warna, penggunaan warna pada arsitektur Cina juga sangat penting karena jenis warna
tertentu melambangkan hal tertentu pula. Hal ini berkaitan dengan kepercayaan-kepercayaan yang berkaitan
dengan orientasi baik dan buruk. Prinsip dasar komposisi warna adalah harmonisasi yang mendukung
keindahan arsitekturnya. Umumnya warna yang dipakai adalah warna primer seperti kuning, biru, putih,
merah dan hitam yang selalu dikaitkan dengan unsur-unsur alam seperti air, kayu, api, logam dan tanah.
Warna putih dan biru dipakai untuk teras, merah untuk kolom dan bangunan, biru dan hijau untuk balok,
siku penyangga, dan atap. Warna-warna di sini memberikan arti tersendiri, warna biru dan hijau berada di
posisi timur dan memberikan arti kedamaian dan keabadian, warna merah berada di selatan dan memberikan
arti kebahagiaan dan nasib baik, sedangkan warna kuning melambangkan kekuatan, kekayaan, dan
kekuasaan. Putih berada di barat dengan arti penderitaan (duka cita) dan kedamaian. Hitam berada di utara
yang melambangkan kerusakan. Warna-warna tersebut di antaranya: a. Warna merah yang melambangkan
kebahagiaan; b. Warna kuning juge melambangkan kebahagiaan dan warna kemuliaan; c. Warna hijau
melambangkan kesejahteraan, kesehatan, dan keharmonisan; d. Warna putih melambangkan kematian dan
berduka cita; e. Warna hitam merupakan warna netral dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari; dan f.
Warna biru gelap juga merupakan warna berduka cita;
7. Gerbang, Gih Djin Su memasukkan pintu gerbang sebagai Ciri Arsitektur Cina, khususnya
bangunan rumah tinggal. Pintu gerbang biasanya berhadapan langsung dengan jalan menghadap ke selatan
(orientasi baik). Pintu gerbang ini berfungsi sebagai ruang transisi antar luar bangunan dan di dalam
bangunan. Pada pintu gerbang biasanya dipasang tanda pengenal penghuni dan juga gambar-gambar dewa
atau tokoh dalam Mitos Cina atau tulisan-tulisan yang berfungsi sebagai penolak bala.
8. Detail balkon, detail balkon atau angin-angin biasanya menggunakan bentuk-bentuk tiruan bunga
krisan atau bentuk kura-kura darat, yang memiiki makna panjang umur.
Pengaruh Arsitektur china Kuno dalam Perkembangan Arsitektur Kontemporer

Dalam menghadapi gerakan arsitektur modern, posisi Tiongkok sebenarnya mirip dengan Indonesia,
yakni mengikuti arus besar arsitektur global yang harus diakui memang berasal dari barat. Meski para
Arsitek tiongkok dan indonesia berusaha menemukan apa yg disebut arsitektur nasional yang berakar dari
tradisi budaya sendiri, belum nampak hasilnya. Meski berusaha menghadirkan warna lokal, yang dipakai
tetap prinsip-prinsip arsitektur global. Meski dunia arsitektur Tiongkok semakin maju, tetap tak bisa lepas
dari arus arsitektur global.













Di Indonesia



Rumah di Pecinan Semarang
Arsitektur rumah di Pecinan Semarang ternyata punya keunikan tersendiri. Ia merupakan perpaduan
antara arsitektur Cina, Batavia, dan lokal. Kebanyakan rumah terdiri atas dua lantai. Rumah-rumah tersebut
mempunyai teras di depan. Pintu dan jendela besar-besar dengan aneka langgam. Ada yang Cina, ada yang
Barat. Untuk gaya Cina, pintu dan jendelanya berjeruji kayu tebal dan berukir. Sementara gaya Barat
menyajikan panel kaca yang dihiasi ornamen dari terali besi.
Sayangnya, bangunan kuno berarsitektur Cina bisa dibilang sudah terkikis. Kini bisa dihitung dalam
hitungan jari. Rumah-rumah dengan desain ala negera Tirai Bambu tergantikan dengan rumah bergaya
modern. Menurut pengakuan pemilik toko "Cahaya Bintang" di Gang Warung, Richard (59), perubahan
tersebut terjadi pada masa Orde Baru. Cukup banyak bangunan kuno bergaya Cina dirobohkan dan dibangun
dengan bentuk yang modern. Ciri arsitektur yang kuat masih bisa ditemui di Gang Gambiran, Gang Besen,
dan Gang Tengah, kata Harjanto. Gang Warung dan Gang Pinggir yang dulunya merupakan jalan utama
telah berganti rupa akibat pelebaran jalan. Pemilik rumah pun terpaksa membongkar bagian depan
rumahnya. Walhasil, sedikit demi sedikit tapi pasti, rumah kuno bernuansa Cina semakin terkikis.
Cheng Ho, Masjid Bernuansa Klenteng









Laksamana Cheng Ho
Masjid ini memang kental dengan budaya Tiongkok.Namanya Masjid Muhammad Cheng Ho.
Masjid ini terletak di areal kompleks Gedung Serba Guna Pembina Imam Tauhid Islam (PITI) Jawa Timur,
Jalan Gading No 2, Surabaya. Masjid ini dibangun untuk mengenang jasa Laksamana Cheng Ho, asal China,
yang beragama Islam. Beliau adalah seorang panglima yang berjasa besar dalam penyebaran agama Islam di
Nusantara.
Kental Budaya Tiongkok
Dominasi warna merah, hijau, dan kuning membuat masjid ini kental dengan nuansa budaya
Tiongkok. Perpaduan gayaTiongkok dan Arab ini dirancang oleh Pak Abdul Aziz, seorang arsitek asal
Bojonegoro, Jawa Timur. O iya, Pak Abdul mengaku, lo, kalau rancangan masjid Cheng Ho ini, terinspirasi
dari masjid Niu Jie (Ox Street) di Beijing, China.

Inilah suasana di dalam Masjid Cheng Ho
Nuansa Islam Tetap Ada
Meskipun masjid ini kental dengan nuansa Tiongkok, nuansa Islam tetap terlihat di masjid Cheng Ho
ini. Salah satunya di pintu masuk masjid ini, ada sebuah pagoda dengan tulisan lafadz Allah di puncaknya.
Selain itu, di sisi kiri bangunan, ada sebuah bedug sebagai pelengkap bangunan masjid.







LAMPIRAN



Halaman dalam kuil Cina

Aula dari keselarasan yang tinggi pada Museum
Istana(Kota terlarang ) dibanguan di Beijing

tahta kerajaan di dalam Istana tentang

pekerjaan ubin atap kuning dan dinding merah



Ukiran sembilan naga di dinding


Longhua Pagoda di Shanghai, di bangun pada zaman
tiga kerajaan.


Salah satu dari banyak aula istana berisi tahta
kerajaan kaisar

Anda mungkin juga menyukai