PRODI ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM DARUL ULUM LAMONGAN
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis persembahkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
rahmat dan hidayahnya sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “
Kandungan Nilai Yang Ada Di Arsitektur Nusantara”. Pada makalah ini Penulis banyak
mengambil dari berbagai sumber dan refrensi dan pengarahan dari berbagai pihak . oleh
sebab itu, dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-sebesarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat jauh dari sempurna, untuk itu
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata Penulis mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat bermanfaat
untuk semua pihak yang membaca.
Menurut Oliver [1997] arsitektur vernakular(dalam bahasan ini akan disebut sebagai
arsitekturtradisional) dibangun oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan khususdalam pandangan hidup
masing-masing masyarakat. Kebutuhan khususdari nilai-nilai yang bersifat lokal ini menimbulkan keragaman
bentuk antardaerah. Kekhasan dari masing-masing daerah tergantung dari respon danpemanfaatan lingkungan
lokalnya yang mencerminkan hubungan eratmanusia dan lingkungannya (man&environment). Jadi
keragamanarsitektur tradisional mencerminkan besarnya variasi budaya dalamluasnya spektrum hubungan
masyarakat dan tempatnya.Kecerdasan dalam memahami masalah ini, muncul karena interpretasiterhadap
arsitektur yang berlebihan dari sekedar bernaung menjadipemahaman akan style, langgam, fungsi dan
sebagainya. Demikian jugadalam arsitektur, kearifan lokal merupakan pengkristalan dari solusi-
solusipengelolaan lingkungan binaan sesuai dengan modal sosial yang dimilikisuatu masyarakat dan –pada
skala yang lebih luas- merupakan bagian
darikebijakan pembangunan nasional. Pengkristalan dari berbagai solusirancang-bangun arsitektural yang
lahir secara spontan di masyarakat,mengalami percepatan; solusi-solusi konstruksi dan arsitektural
yangtadinya bersifat sangat lokal, kemudian menjadi “tradisi baru”. Selainsebagai modal sosial, sebetulnya
malahan dapat dilihat sebagai “hakbudaya” suatu masyarakat [Pangarsa, 2004: 28-29]. Hal
tersebutmembentuk kenyataan bahwa masyarakat punya tradisi turun-temurunmenjadi sebuah
budaya dan secara nyata membentuk lingkungan binaandan karakteristik arsitekturnya yang lokal
dibandingkan dengankarakteristik arsitektural-geografinya.Peran sosial budaya masyarakat tradisonal
dalam membentukarsitektur melalui proses berbudaya telah menjaga-lestarikan makna-makna yang ada di
balik arsitektur nusantara dan lingkungan tersebut.Arsitektur nusantara mempunyai kandungan
keilmuan manusia dan alam yang didasari oleh prinsip-prinsip ke-Tuhanan. Prinsip-
prinsip tersebuttidak dapat kita jumpai bahkan temukan di Eropa mapun Amerika baikdalam
ranah keilmuan maupun kosep-konsepnya. Dalam arsitekturnusantara media manusia dan
lingkungannya menjadi salah satu pegangandalam mengembangkan arsitektur yang berkelanjutan.
Perkembangan
dalam teknologi arsitektur nusantara pun berangkat dari arsitekturtradisional dan konsep ini
bukanlah keilmuan arsitektur Eropa maupunAmerika. Sebenarnya arsitektur nusantara merupakan arsitektur
yanghidup secara bersama dengan alam lingkungannya. Merupakan hasilkomunikasi antara
alam, manusia dan arsitektur. Komposisi komponen-komponen alam di tropis lembab melahirkan
ungkapan yang melukiskankondisi iklim.
Alam
menyediakan contoh bagaimana seharusnya makhlukhidup yang tidak hidup beradaptasi dengan
lingkungannya, dan alammenyediakan kebutuhan manusia tanpa harus menderita karenanya
Manusia
melalui berbagai kegiatan yang dilakukan menunjukkan pola-polakegiatan yang khas di daerah
beriklim tropis lembab, denganmemanfaatkan apa yang disediakan oleh alam tanpa memberikan
gangguanpada alam.
Arsitektur
Arsitektur disini memahami bahasaalam manusia, mewujudkan tuntutan manusia akan kenyamanan
danperlindungan di daerah tropis, dengan memberikan kenyamanan danperlindungan kepada manusia
dengan tidak memberikan pengaruh burukterhadap lingkungan. Komunikasi antar alam–manusia–arsitektur
diNusantara di masa lalu telah terekam menjadi satu bentuk pengetahuan yang mampu menghasilkan
arsitektur tradisional Nusantara.
Kolonialisme dan Arsitektur Nusantara
Ketidak-jelasan dalam memandang arsitektur tradisional yangberkembang pada awal kolonialisme di
Indonesia menjadi telaah atau titikpandang tentang perkembangan arsitektur yang terjadi pada saat
itu.Dominansi perpaduan antar arsitektur yang mereka bawa dari negeriBelanda berpadu dengan bentuk
serta tatanan arsitektur yang terdapat dialam di nusantara ini. Dalam perjalanannya, muncul pendapat
yang diberikan oleh arsitek Belanda Hendrik Petrus Berlage yang menyatakanterdapat dua kelompok
tentang pemakaian seni budaya lokal dalambangunan. Kelompok pertama merujuk kepada
arus gerakan EKLEKTISMEEROPA ABAD ke-19 serta menghendaki seni bangunan Eropa
jugadiberlakukan di daerah koloni. Kelompok kedua mereka lebihmengharapkannya adanya kepekaan
terhadap seni bangunan lokal(Nusantara) yang mengarah pada munculnya arsitektur baru, yakni
Indo-Eropa. Kelompok pertama diwakili oleh M.J.
Hulswitt,danEdCuypers,jelas mengutamakan peradaban dari Barat dan berorientasi kepadasen
i bangunan Belanda. Kelompok kedua diwakili oleh C.P. WolffSchoemaker, Henri Maclaine Pont dan H.T.
Karsten. Penjelasannya adalahbahwa pentingnya pemahaman seni budaya Nusantara, yang meliputifaktor
konstruksi bangunan, kesehatan dan ekonomi. Intinya, adalah senibudaya lokal/Nusantara juga mempunyai
karakteristik sendiri sepertihalnya pada seni bangsa Barat. Pada hakikatnya aspek lokalitas
terdalam yang dimiliki bangsa pribumi harus ditonjolkan dan bahwa bahwa gayaIndo-Eropa
hanya akan terjadi oleh adanya dialektika yang mendalamantara kedua unsur lokal dan Ekletik-Eropa
keduanya mencakup baikunsur konstruksi maupun bentuk seninya.Perkembangan semacam inilah yang
menandai perkembanganarsitektur di masa itu. Bagaimana sentuhan lokal-tradisional dalam