Anda di halaman 1dari 14

ARSITEKTUR TROPIS KEPULAUAN

(ESKPLORASI NILAI - NILAI KEARIFAN LOKAL DAN ARSITEKTUR


TROPIS KEPULAUAN YANG MENGEJAWANTAH)

DISUSUN OLEH:
Aldi Pramesti
D051191054

DOSEN PENGAMPU:
Dr. Ir. Samsuddin, MT.
Nurmaida Amri, ST.,MT

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2021
A. Mengejawantah dan Kearifan Lokal
Pada umumnya, pengertian kearifan lokal telah banyak ditulis dan
dikembangkan oleh berbagai ahli dengan jurnal-jurnal ilmiahnya, maupun
orang awam yang sadar dan tertarik tentang potensi yang tertimbun di
daerahnya. Pengertian ini diperoleh selain diperoleh dari sudut
antropologis, kesejarahan maupun khususnya dalam bidang arsitektur
(lingkungan binaan).Kebanyakan pengertian tersebut menjadi sebuah
defenisi yang mengalami degenerasi atau penyempitan makna, karena
tidak satu-dua yang langsungmen!ontek referensinya tanpa ada contoh dari
image realita kehidupan.
Kearifan lokal merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat
yang tidak dapat dipisahkan dari bahasa masyarakat itu sendiri. Kearifan
lokal (local wisdom) biasanya diwariskan secara turun-temurun dari satu
generasi ke generasi melalui cerita dari mulut ke mulut. Kearifan lokal ada
di dalam cerita rakyat, peribahasa, lagu, dan permainan rakyat. Kearifan
lokal tercermin dalam kebiasaan hidup masyarakat yang telah berlangsung
lama. Keberlangsungan ini tercermin dalam nilai-nilai yang berlaku dalam
kelompok masyarakat tertentu. Nilai-nilai ini yang menjadi pegangan
kelompok masyarakat tertentu (Nuraeni, 2013).
Manifestasi Kearifan Lokal dan Arsitektur Tropis Kepulauan Secara
Terminologi menurut KBBI Mengejawantah berarti manifestasi,menjelma
dan menjadi berwujud sementara kearifan lokal sendiri menurut Antariksa
(2009) adalah nilai yang dianggap baik dan benar sehingga dapat bertahan
dalam waktu lama dan melembaga. Kearifan lokal juga didefinisikan
sebagai sebuah kebenaran yang telah mentradisi dalam suatu daerah
(Gobyah). Nilai kearifan lokal merupakan kebijaksanaan manusia yang
bersandar pada filosofi nilai-nilai, etika, cara-cara, dan perilaku yang
melembaga secara tradisional (Griya). Kearifan lokal merupakan
perpaduan antara nilai-nilai suci.
Menurut Antariksa (2009), kearifan lokal merupakan unsur bagian
dari tradisi-budaya masyarakat suatu bangsa, yang muncul menjadi bagian-
bagian yang ditempatkan pada tatanan fisik bangunan (arsitektur) dan
kawasan (perkotaan) dalam geografi kenusantaraan sebuah bangsa. Dari
penjelasan beliau dapat dilihat bahwa kearifan lokal merupakan langkah
penerapan dari tradisi yang diterjemahkan dalam artefak fisik. Hal
terpenting dari kearifan lokal adalah proses sebelum implementasi tradisi
pada artefak fisik, yaitu nilai-nilai dari alam untuk mengajak dan
mengajarkan tentang bagaimana ‘membaca’ potensi alam dan
menuliskannya kembali sebagai tradisi yang diterima secara universal oleh
masyarakat, khususnya dalam berarsitektur. Nilai tradisi untuk
menselaraskan kehidupan manusia dengan cara menghargai, memelihara
dan melestarikan alam lingkungan. (Pangarsa, 2008 : 84). Hal ini dapat
dilihat bahwa semakin adanya penyempurnaan arti dan saling mendukung,
yang intinya adalah memahami bakat dan potensi alam tempatnya hidup;
dan diwujudkannya sebagai tradisi.
Arsitektur merupakan bidang ilmu yang selain kompleks juga
dinamis. Hal inidikarenakan arsitektur dapat dihubungkan dengan masa
lalu, kemudian membentuk masasekarang, dan berpengaruh pada masa
depan. Sehingga, arsitektur yang belajar dari masalalu, dapat membentuk
arsitektur pada masa sekarang dan dampaknya dapat dirasakandimasa
depan. Salah satu nilai yang dapat dipelajari dari masa lalu, sebagai salah-
satubentuk alternatif solusi, yang dapat membentuk arsitektur masa
sekarang dan berpengaruhpada masa depan adalah nilai kearifan
lokal.Kekuatan dari kearifan lokal berupa nilai masa lalu atau saat ini
maupun perpaduandari keduanya yang memiliki signifikasi dan keunikan
(Antariksa, 2009).
Kearifan lokal dalam arsitektur dapat diihat dari waktu dan tempat,
bahwa kearifan lokal dari segi arsitektur berasal dari masa lalu dilingkungan
masyarakat setempat yang melaksanakan nilai kearifanlokal tersebut
secara terus-menerus dan bertahan hingga sekarang.Karena konteks
kearifan lokal itu berlaku pada lingkungan setempat, berdasarkanpemikiran
masyrakat setempat dan yang mempengaruhinya, sehingga antara kearifan
lokalyang satu dengan yang lainnya akan berbeda serta sifatnya lokal.
Sehingga perlu sebuahkajian terhadap kearifan lokalitas arsitektur tersebut
mengenai nilai-nilai kearifan yang dapatditerapkan sesuai dengan kondisi
dimasa sekarang. Maka dengan demikian peradabanarsitektur tidak
terjebak dalam masa lalu, karena ilmu dan arsitektur terus
berkembang,secara otomatis akan terjadi perubahan mengikuti
perkembangan tersebut.
Dalam bidang arsitektur upaya penggalian kearifan lokal yang
dimiliki dan dijalankan oleh suatu kelompok masyarakat lebih mengarah
pada bentuk-bentuk kebijakan atau kearifan yang melingkupi tata-
bangunan dan tata lingkungan yang bersifat fisik ekologis. Salah satu tujuan
penggalian nilai-nilai kearifan lokal tersebut adalah untuk keserasian dan
berlanjutan lingkungan sekitar kita hidup. Perlu pula untuk diketahui bahwa
upaya penggalian nilai-nilai kearifan lokal dalam bidang arsitektur bukan
sebatas penggalian bagaimana atau cara-cara ‘solusi cerdas’ tanpa
diimbangi bagaimana cara-cara ‘solusi arif dan bijaksana’. Sehingga
penyelesaian masalah yang kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari bukan
saja mendapatkan jawaban ‘smart’ (cerdas) tetapi juga sekaligus jawaban
yang ‘wisdom’ (arif), kemudian dapat berdampak pada keserasian dan
keberlanjutan pada generasi penerus di masa yang akan datang.
Oleh karena itu pada dibutuhkan apa yang disebut dengan solusi ‘arif
dan cerdas’ yang salah satu caranya didapatkan dari nilai-nilai kearifan lokal
(Pawitro, 2011). Hal ini penting terutama di zaman sekarang ini, yakni
zaman keterbukaan informasi dan komunikasi yang jika tidak disikapi
dengan baik maka akan berakibat pada hilangnya kearifan lokal sebagai
identitas dan jati diri bangsa (Yunus, 2014:37).

B. Kearifan Lokal Arsitektur


Kearifan lokal dapat diinterpretasikan dan dihubungkan dalam
berbagai bidang,salah satunya dalam bidang arsitektur, yang proses
pembentukannya dipengaruhi olehberbagai faktor tergantung dari ruang,
waktu, dan tempat berkembangnya arsitektur itu.
Arsitektur merupakan bidang ilmu yang selain kompleks juga
dinamis. Hal ini dikarenakan arsitektur dapat dihubungkan dengan masa
lalu, kemudian membentuk masa sekarang, dan berpengaruh pada masa
depan. Sehingga, arsitektur yang belajar dari masalalu, dapat membentuk
arsitektur pada masa sekarang dan dampaknya dapat dirasakan dimasa
depan. Salah satu nilai yang dapat dipelajari dari masa lalu, sebagai salah-
satu bentuk alternatif solusi, yang dapat membentuk arsitektur masa
sekarang dan berpengaruh pada masa depan adalah nilai kearifan lokal.
Kekuatan dari kearifan lokal berupa nilai masa lalu atau saat ini
maupun perpaduan dari keduanya yang memiliki signifikasi dan keunikan
(Antariksa, 2009). Kearifan lokal dalam arsitektur dapat diihat dari waktu
dan tempat, bahwa kearifan lokal dari segi arsitektur berasal dari masa lalu
dilingkungan masyarakat setempat yang melaksanakan nilai kearifan lokal
tersebut secara terus-menerus dan bertahan hingga sekarang.
Karena konteks kearifan lokal itu berlaku pada lingkungan setempat,
berdasarkan pemikiran masyrakat setempat dan yang mempengaruhinya,
sehingga antara kearifan loka lyang satu dengan yang lainnya akan
berbeda serta sifatnya lokal. Sehingga perlu sebuah kajian terhadap
kearifan lokalitas arsitektur tersebut mengenai nilai-nilai kearifan yang
dapat diterapkan sesuai dengan kondisi dimasa sekarang. Maka dengan
demikian peradaban arsitektur tidak terjebak dalam masa lalu, karena ilmu
dan arsitektur terus berkembang,secara otomatis akan terjadi perubahan
mengikuti perkembangan tersebut. Arsitektur dimasa lalu hanya diambil
nilai kearifannya untuk diterapkan pada arsitektur masa kini sesuai dengan
kondisi sekarang. Bentuk penghargaan terhadap lokalitas arsitektur yang
berasal dari masa lalu tetap dipertahankan sebagai wujud pelestarian.
Dengan menerapkan nilai kearifan lokal pada arsitektur masa kini,
sesuai dengan kondisi sekarang, maka akan terjadi sebuah proses
alkulturasi dalam arsitektur yang berujung pada terciptanya sebuah nilai
kearifan yang baru. Hal terpenting dari kearifan local adalah proses
sebelum implementasi tradisi pada wujud fisik, yaitu nilai-nilai dari alam
untuk mengajak dan mengajarkan tentang bagaimana membaca potensi
alam dan menuliskannya kembali sebagai tradisi yang diterima secara
universal oleh masyarakat (Pangarsa, 2008 :84). Nilai tradisi ini berasal dari
alam yang bermaksud untuk menyeselaraskan kehidupan manusia dengan
cara menghargai, memelihara dan melestarikan alam lingkungan.
Peran manusia sangat penting untuk menjaga lingkungan alam dan
menghasilkan wujud fisik arsitektur yang memiliki nilai kearifan serta selaras
dengan alam. Maka perlu adanya harmonisasi hubungan timbal balik
diantara ketiganya, yakni antara manusia, alam,dan arsitektur.

Bahwa keberadaan manusia dialam membutuhkan tempat atau


wadah untuk beraktifitas dan bernaung yang diimplimentasikan dalam
wujud arsitektural. Sama halnya dengan manusia, wujud arsitektur
keberadaanya dibangun diatas alam oleh manusia, sesuai dengan
kebutuhan manusia dan kondisi lingkungannya. Alam menyediakan
segalasumbernya untuk dimanfaatkan dengan baik, maka dalam
menciptakan arsitektur harus memperhatikan kondisi alam, agar
keseimbangan lingkungan alam tetap terjaga.
Atas pertimbangan manusia melalui sosial budaya dan alam dengan
iklim dan kondisi lingkungan yang melatar belakangi terciptanya nilai
kearifan lokal yang salah satu hasilnya dalam bentuk wujud nyata (tangible)
yaitu arsitektur. Nilai kearifan lokal kekuatannya lebih banyak berasal dari
masa lalu, tetapi kearifan lokal tidak hanya ada dimasa lalu, juga ada
dimasa sekarang, hingga masa depan sekalipun, selama kearifan lokal itu
masih dapat bertahan dan terus dilaksanakan, hingga terciptanya suatu
kearifan lokal yang baru.

C. Kearifan Lokal Arsitektur Tradisional Indonesia


Arsitektur tradisional merupakan salah satu hasil dari kearifan lokal
yang berwujudnyata (tangible). Khususnya di Indonesia memiliki begitu
banyak arsitektur tradisional yang tersebar diwilayah nusantara. Arsitektur
yang lahir dari masyarakat di kepulauan nusantara,memiliki kekayaan
keragaman kehidupan pada kondisi iklim tropis. Rumah-rumah tradisional
merupakan salah satu keunikan, keragaman, mengandung nilai alam dan
budaya, muncul dengan ciri khas yang berbeda pada rumah tradisional
Aceh, Batak, Nias, Riau, Minang, Jawa, Sunda, Madura, Bali, Banjar, Bugis,
Toraja, Maluku hingga ke Papua. Beberapa nilai kearifan lokal yang ada
dalam arsitektur tradisional diantaranya nilai pemahaman terhadap alam,
pola permukiman, sistem struktur, hingga unsur-unsur simbolik yang
terkandung didalamnya. Arsitektur tradisional merupakan arsitektur yang
sangat memperhatikan kondisi lingkungan, sehingga terdapat beberapa
pesan yang digunakan sebagai pedoman untuk menjaga kondisi
lingkungan seperti yang dicontohkan oleh (Faizal dalam Sartini, 2004)
bahwa: Di Papua terdapat kepercayaan “te aro neweak lako” (alam adalah
aku), di Serawai,Bengkulu, terdapat keyakinan “celako kumali”. berupa tata
nilai tabu dalam berladang dan tradisi tanam tanjak, di Dayak Kenyah,
Kalimantan Timur, terdapat tradisi “tana„ ulen”. Bahwa pengelolaan tanah
diatur dan dilindungi oleh aturan adat. Sedangkan di suku Bugis Kajang
salah satu pesan berbunyi: “Anjo boronga anre nakkulle nipanraki. Punna
nipanraki boronga, nupanraki kalennu” artinya (Hutan tidak boleh dirusak.
Jika engkau merusaknya, maka sama halnya engkau merusak dirimu
sendiri). Kondisi lingkungan alam seperti iklim dan topografi juga menjadi
perhatian arsitektur tradisional yang kemudian mempengaruhi bentukan
arsitekturalnya.

Pada gambar 1 dan 2 pola permukiman keduanya terbentuk


menyesuaikan dengan kondisi topografi lingkungan, rumah-rumah
tradisional tersebut di bangun tanpa merubah kondisi lingkungan yang
sudah ada. Diluar unsur kepercayaan atap dari kedua rumah tradisional ini
bidangnya dibuat miring untuk mengalirkan air hujan dengan cepat pada
saat musim hujan.
Dalam hubungan arsitektur dan budaya, rumah tradisional di
Indonesia dipandang sebagai bentuk strategi adaptasi terhadap alam
seperti gempa melalui rekayasa struktur konstruksi (sistem sambungan dan
tumpuan) dengan eksplorasi material lokal (batu, kayu dan bambu),
(Rapoport, 1969). Sebagian besar rumah tradisional di Indonesia
menggunakan sistem struktur knockdown sehingga dapat dibongkar
pasang dan dapat dipindah tempat. Sistem struktur knockdown dengan
menggunakan sistem konstruksi pendari balok kayu yang dimasukkan
didalam lubang pada kolom . Sistem struktur membentuk hubungan struktur
pola ruang vertikal dan horizontal pada rumah tradisional ini. Selain itu
rumah tradisional kebanyakan dalam bentuk rumah panggung, sebagai
bentuk perlindungan dari binatang buas maupun sebagai bentuk kepekaan
terhadap iklim dengan memanfaatkan aliran udara melalui kolong rumah.
Sirkulasi angin dimana angin masuk melalui celah-celah pada
selubung bangunan dan kolong yang dapat menurunkan hawa panas yang
ada di dalam bangunan dan menyejukkan manusia yang berada di dalam
bangunan tersebut (Herniwati, 2008). Pemanfaatkan udara secara alami
merupakan salah satu bentuk kearifan lokal yang menunjukkan arsitektur
yang hemat energi dengan cara memanfaatkan kondisi iklim tropis yang
ada di Indonesia. Selain itu, arsitektur tradisionla juga memanfaatkan
pencahayaan secara alami disiang hari. (Gambar 4) merupakan rumah
tradisional bugis berupa rumah panggung dengan sistem struktur
knockdown yang dapat dibongkar pasang dan juga memiliki tradisi angkat
rumah untuk memindahkan dari suatu tempat ke tempat yang lainnya yang
dilakukan secara gotong-royong oleh masyarakat setempat.
Pemahaman masyarakat tradisional juga terdapat pada penggunaan
pondasi umpak secara sadar memisahkan struktur bangunan rumah
dengan pondasi sehingga getaran yang terjadi pada pondasi akibat tanah
yang bergoyang hanya menimbulkan efek yang tidak terlalu besar pada
struktur bangunan rumah. Denah rumah tradisional yang cenderung
sederhana dan simetris di daerah rawan bencana gempa menunjukkan
bahwa mereka memahami jika bangunan memerlukan kelenturan yang
dapat mengurangi pengaruh kerusakan akibat getaran karena gempa.
Bangunan yang relatif simetris dan ringan serta dengan teknik jepit dan
tumpu, sangat adaptif menerima gaya tekan dan tarik di daerah rawan
gempa bumi (Siswanto, 2009).
Nilai kearifan lokal pada arsitektur tradisonal tentunya tidak hanya
dipengaruhi olehkondisi lingkungan alam saja, tetapi juga dipengaruhi
sosial budaya setempat yang meliputiperilaku, tradisi, adat, dan
kepercayaan setempat, yang pada penerapannya juga hanyadapat
dilakukan oleh masyarakat setempat. Terhadap nilai-nilai tersebut perlu
sebuahpengkajian secara mendalam untuk penerapan nilai tersebut dalam
kondisi global diluar darimasyarakat setempat tersebut.

D. Eksplorasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal Pada Arsitektur Tropis


Kepulauan
Dalam masyarakat tradisional Sulawesi Selatan, segala sesuatu
yang menyangkut kehidupan masyarakat selalu dilakukan bersendikan
adat istiadat. Adat istiadat menjadi semacam pedoman dalam berpikir dan
bertindak sesuai pola kehidupan masyarakatnya. Terwujud baik dalam
tingkah laku, cara berinteraksi, termasuk perlakuan dalam tata cara
membangun rumah di dalam lingkungan alam sekitarnya.
Adat istiadat dan kepercayaan adalah warisan nenek moyang yang
mengisi inti kebudayaan. Hal tersebut dipercaya sebagai warisan yang
diterima langsung dari sang pengatur tata tertib kosmos untuk menjadi
pengarah jalannya lembaga-lembaga sosial. Oleh sebab itu berbagai
upacara, pesta dan upacara kemasyarakatan yang berdasarkan pada adat
istiadat, tetap diadakan untuk menjaga kesinambungan dan pelestarikan
prosesi budaya bangsa. Termasuk tata cara atau prosesi pembuatan
rumah.
Tata cara pembuatan rumah menurut konsep arsitektur tradisional
Sulawesi Selatan, merujuk pada pesan atau wasiat yang bersumber dari
kepercayaan dan adat istiadat yang dianut masyarakat Sulawesi Selatan;
mulai dari pemilihan tempat, penentuan arah peletakan rumah, bentuk
arsitektur, hingga penyelenggaraan upacara ritual ketika proses
membangunnya.
Dalam masyarakat tradisional Sulawesi Selatan pun terdapat
beberapak konsep arsitektur yang terbagi dalam beberapa daerah, seperti;
1. Konsep Arsitektur Bugis Makassar

Konsep arsitektur masyarakat tradisional Bugis-Makassar bermula


dari suatu pandangan hidup ontologis, bagaimana memahami alam
semesta secara “universal”. Filosofi hidup masyarakat tradisional
Bugis Makassar yang disebut “Sulapa Appa”, menunjukkan upaya
untuk “menyempurnakan diri”. Filosofi ini menyatakan bahwa segala
aspek kehidupan manusia barulah sempurna jika berbentuk “Segi
Empat”. Filosofi yang bersumber dari “mitos” asal mula kejadian
manusia yang diyakini terdiri dari empat unsur, yaitu : tanah, air, api,
dan angin.
2. Konsep Arsitektur Mandar

Identitas Arsitektur Tradisional Mandar tergambar dalam bentuk


rumah tradisional yang disebut ”boyang” . dikenal adanya dua jenis
boyang, yaitu : ”boyang adaq” dan ”boyang beasa”. ”Boyang adaq”
ditempati oleh keturunan bangsawan, sedangkan ”boyang beasa”
ditempati oleh orang biasa. Pada ”boyang adaq” diberi penanda
sebagai simbolik identitas tertentu sesuai tingkat status sosial
penghuninya. Simbolik tersebut, misalnya ”tumbaq layar” yang
bersusun antara 3 sampai 7 susun, semakin banyak susunannya
semakin tinggi derajat kebangsawanan seseorang. Sedangkan pada
boyang beasa, ”tumbag layar” nya tidak bersusun. Simbolik lain
dapat dilihat pada struktur tangga. Pada boyang adaq, tangganya
terdiri atas dua susun, susunan pertama yang terdiri atas tiga anak
tangga, sedangkan susunan kedua terdiri atas sembilan atau
sebelas anak tangga. Kedua susunan anak tangga tersebut diantarai
oleh pararang---. sedangkan boyang beasa, tangga tidak bersusun.
3. Konsep Arsitektur Toraja

Etnis Toraja mendiami dataran tinggi di kawasan utara Sulawesi


Selatan. Pada umumnya wilayah permukiman masyarakat Toraja
terletak di pegunungan dengan ketinggian 600 hingga 2800m di atas
permukaan laut. Temperatur udara kawasan permukiman
masyarakat Toraja berkisar pada 150 hingga 300C. Daerah ini tidak
berpantai, budayanya unik, baik dalam tari-tarian, musik, bahasa,
makanan, dan kepercayaan Aluktodolo yang menjiwai kehidupan
masyarakatnya. Keunikan itu terlihat juga pada pola permukiman
dan arsitektur tradisional rumah mereka, upacara pengantin serta
ritual upacara penguburannya.
Kondisi Tana Toraja, tang dipegunungan dan berhawa dingin diduga
mendasari ukuran pintu dan jendela yang relatif kecil, lantai dan
dindingnya dari kayu yang tebal. Ukuran atap rumah tradisional
Toraja yang terbuat dari susunan bambu sangat tebal. Wujud
konstruksi ini sangat diperlukan untuk menghangatkan temperatur
udara interior rumah.
SUMBER
ARSITEKTUR TRADISIONAL SULAWESI SELATAN PUSAKA WARISAN BUDAYA LOKAL
INDONESIA | Syahriartato's Blog (wordpress.com)
DISERTASI S3_SYARIF BEDDU.pdf (unhas.ac.id)
(DOC) kearifan lokal di indonesia dalam bidang arsitektur | Arina Ahmed - Academia.edu
(DOC) KEARIFAN LOKAL DALAM ARSITEKTUR | Arief Kurniawan - Academia.edu

Anda mungkin juga menyukai