Anda di halaman 1dari 6

TEMU ILMIAH IPLBI 2014

Eksplorasi Kearifan Budaya Lokal Sebagai Landasan


Perumusan Tatanan Perumahan dan Permukiman
Masyarakat Makassar

Syarif Beddu, Arifuddin Akil, Wiwik Wahidah Osman, Baharuddin Hamzah

Staf Pengajar Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin.

Abstrak

Penelitian ini bertujuan menemukan prinsip tatanan perumahan dan permukiman masyarakat
Makassar sesuai nilai budaya yang dipahami, melalui upaya identifikasi kearifan budaya lokal
masyarakat Makassar dan identifikasi wujud perumahan dan permukiman tradisional masyarakat
Makassar. Tujuan jangka panjang penelitian ini menjadikan tatanan tersebut sebagai landasan
dalam optimalisasi perencanaan dan perancangan perumahan dan permukiman masyarakat
Makassar yang sesuai dengan dinamika perkembangan ipteks modern. Hal ini dimaksudkan untuk
melestarikan budaya lokal Makassar yang cenderung punah sebelum terdefinisikan dengan jelas.
Masyarakat Makassar telah mencatat sejarah perkembangan peradaban besar di kawasan selatan
Sulawesi Selatan, seperti adanya Benteng Somba Opu, Rumah Adat Balla Lompoa, Masjid Tua
Katangka, Makam Raja-Raja Makassar/Tallo dan permukiman tradisional yang hingga kini relatif
masih tersisa. Merupakan penelitian kualitatif kerangka penelitian deskriptif, dikaji dengan
pendekatan Antropologi-Arsitektur dengan melihat fakta-fakta yang terbentuk pada masa lalu pada
konteks kekinian. Hasil penelitian ini adalah ditemukannya beberapa tatanan dalam lingkup
perumahan dan permukiman masyarakat Makassar yang berbasis pada kearifan kosmologi, nilai-
nilai budaya, prinsip hidup, dan gaya hidup masyarakat Makassar. Secara fisik tatanan tersebut
meliputi pola ruang permukiman, tata letak bangunan, bentuk bangunan, dan pola jalan.

Kata-kunci : kearifan budaya lokal, tatanan perumahan dan permukiman, makassar.

Pendahuluan bervariasi sesuai hasil dari pemahaman mereka


tentang iklim atau akibat budaya yang dipahami.
Struktur masyarakat Makassar memiliki sejarah Budaya yang dipahami masyarakat menjadi
yang sangat penting terkait dengan dasar dalam pembentukan lingkungan binaan.
pembangunan peradaban di kawasan selatan Menurut Heryanto (2001), morfologi suatu kota
Sulawesi Selatan, seperti adanya Benteng termasuk permukiman yang ada didalamnya
Somba Opu, Rumah Adat Balla Lompoa, Masjid selalu berubah, bentuk akhirnya mencerminkan
Tua Katangka, dan Makam Raja-Raja Makassar/ karakter budaya, politik, sosial dan ekonomi
Tallo yang hingga kini masih terawat. Di lain yang dianut masyarakatnya. Wujud permukiman
pihak masyarakat Makassar mengenal banyak masyarakat merupakan hasil dari suatu tindakan
unsur seni budaya khas seperti Lontara sengaja atau tidak sengaja serta spesifik dari
Makassar, Pasang, seni bahasa, dan karya-karya berbagai kekuatan pribadi, kelompok,
seni lainnya. Sebelum artefak tersebut hilang pemerintah, serta kepentingan masyarakatnya.
dimakan usia, sebelum para pemangku adat dan Menurut Patrick Geddes dan Catanese (1996),
para tokoh masyarakat legendaris kembali perencanaan fisik saja tidak akan dapat
meninggalkan tatanan budayanya menuju meningkatkan kondisi kehidupan di kota-kota,
kepada Sang Khalid, ada baiknya jika dilakukan kecuali jika diterapkan secara terpadu dengan
penelitian mendalam yang melihat perencanaan sosial dan ekonomi yang berkaitan
keterhubungan antara nilai-nilai budaya dengan lingkungan.
Makassar dengan wujud perumahan dan Dalam rangka menciptakan wujud permukiman
permukiman yang dimilikinya. yang diharapkan, diperlukan pemahaman
Searah dengan perkembangan waktu, orang terhadap nilai budaya sebagai sebuah filosofi
dapat membangun lingkungan fisiknya yang dan pola pikir yang dipahami masyarakatnya.
Prosiding Temul Ilmiah IPLBI 2014 | E_7
Eksplorasi Kearifan Budaya Lokal Sebagai Landasan Perumusan Tatanan Perumahan dan Permukiman Masyarakat Makassar

Nilai-nilai budaya masyarakat Makassar misalnya fisiknya sangat dipengaruhi oleh faktor sosio-
secara umum tertuang dalam konsep siri na kultural masyarakat setempat. Dalam
pacce. Apakah nilai-nilai tersebut juga menjadi beradaptasi dengan lingkungannya, seseorang
dasar perwujudan lingkungan binaannya, membawa serta norma-norma yang
apakah nilai-nilai tersebut memiliki kesamaan mengendalikan tingkah laku dan peran yang
dengan budaya Bugis, tentu saja dapat dimainkannya. Menurut Broadbent (1973) dan
diketahui setelah dilakukan pengkajian. Ronald (2005), lingkungan binaan meliputi:
Kajian nilai-nilai budaya Makassar yang lingkungan spasial, lingkungan fisik alam, dan
berimplikasi terhadap wujud lingkungan binaan, lingkungan sosial. Lingkungan binaan dan
khususnya pada wujud permukiman masyarakat arsitektur yang berkembang dari tradisi
perlu dijadikan dasar kearifan lokal dalam masyarakat merupakan pencerminan langsung
rangka memperkuat integritas dan karakter dari budaya, nilai-nilai yang dianut, kebiasaan-
bangsa. Hal ini di samping diharapkan dapat kebiasaan dan keinginan masyarakatnya.
memenuhi kualitas lingkungan hidup masyarakat
juga dapat meningkatkan produk wisata budaya. 1.3. Konsep Nilai Budaya
Unsur nilai bidaya sangat erat kaitannya dengan
1.1. Konsep Kebudayaan unsur norma budaya. Konsep budaya yang
Ruang lingkup konsepsi kebudayaan sangat diungkapkan Rapoport (2005) dalam kaitannya
bervariasi, dan setiap pembatasan arti yang dengan pembentukan lingkungan binaan bahwa
diberikan sangat dipengaruhi oleh pemikiran untuk melihat ekspresi nilai-nilai budaya
tentang azas pembentukan masyarakat. (cultural values) secara spesifik, di samping
Menurut Poerwanto (2008), istilah kebudayaan melihat gaya hidup masyarakatnya, juga melihat
(Culture) berasal dari bahasa Latin Colere yang pada image, pola, dan makna yang dipahami
berarti bercocok tanam (cultivation). Dalam oleh masyarakat yang selanjutnya dapat
antropologi, kebudayaan menyangkut berbagai terwujud dalam bentuk norma-norma atau
cara hidup umat manusia yang tercermin dalam aturan tertentu yang disepakati. Unsur nilai dan
pola-pola tindakan (action) dan perilakunya norma yang dipahami masyarakat juga sangat
(behavior). Hal ini sesuai pandangan Ruth dipengaruhi oleh kehadiran agama. Agama
Benedict dalam Daeng (2008) bahwa merupakan lembaga yang dapat memproduksi
kebudayaan merupakan pola-pola pemikiran sebuah kekuasaan dan pengetahuan yang
serta tindakan tertentu yang terungkap dalam dahsyat terutama dalam masyarakat seperti
aktifitas. Kebudayaan mempunyai 3 (tiga) wujud Indonesia. Kehadiran agama akan mengatur
yaitu: pola pikir (cultural system), perilaku setiap individu dan masyarakat melalui
(social system), dan karya manusia (artifact). penyeragaman, baik perilaku, bahasa, pakaian,
Nilai sistem budaya sebagai pedoman yang maupun ritus (Sasongko, 2006).
mengatur tingkah laku masyarakat dapat dikaji
melalui: adat-istiadat, sistem norma, aturan 1.4. Gaya Hidup
etika, aturan moral, aturan sopan-santun, Gaya hidup adalah sarana menempa kesadaran
pandangan hidup dan ideologi pribadi. diri untuk menciptakan budaya dan simbol-
simbol berkaitan dengan identitas pribadi.
1.2. Hubungan Budaya dan Lingkungan Susanto (2008) mengungkapkan gaya hidup
Binaan adalah perilaku seseorang yang ditunjukkan
Hubungan antara budaya dan lingkungan binaan dalam aktivitas, minat dan opini khususnya
(Environmental Built Study) terdapat variasi berkaitan dengan citra diri untuk merefleksikan
perwujudan arsitektur dalam suatu kebudayaan status sosialnya. Kebudayaan mencakup segala
yang sama pada waktu dan tempat yang sama, adat kebiasaan pada suatu masyarakat. Jika
tetapi terdapat pula kesamaan di antara suatu masyarakat mewujudkan kelompok
berbagai kebudayaan pada waktu dan tempat individu yang diorganisasikan dengan gaya
berbeda. Perbedaan bentuk rumah tergantung hidup tertentu, maka gaya hidup itulah yang
respon masyarakat terhadap lingkungan fisik, namanya Budaya (Daldjoeni, 1992). Gaya
sosial, kultural dan ekonomi. Hans Daeng (2008) hidup dipandang sebagai bagian dari budaya.
melihat lingkungan binaan sebagai bagian dari Menurut Suriansyah (1999) perubahan nilai
kebudayaan, dalam konteks tradisional sosio-kultural akan berpengaruh terhadap
merupakan bentuk ungkapan yang berkaitan perubahan gaya hidup masyarakat, dan
erat dengan kepribadian masyarakat. Ungkapan berpengaruh pada pembentukan wujud

E_8 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2014


Syarif Beddu
lingkungan binaan. Bila gaya hidup tertentu pengadopsian model kultural dan gagasan yang
sudah merata dianut oleh sebagian besar mendunia, serta tingginya sistem mobilitas dan
masyarakat, maka dapat dikatakan gaya hidup komunikasi sampai tingkat internasional. Alasan
sudah merupakan bagian dari budaya teoritis tersebut menjadi faktor potensi sekaligus
masyarakat tersebut. pengancam semakin tergerusnya budaya lokal
jika dibiarkan berkembang secara tidak
Metode terkendali, sehingga perlu upaya memperkuat
identitas budaya lokal, mengembangkan
Penelitian kualitatif dengan pendekatan konsep-konsep unik tersebut secara sinergis
anthropology dan Architecture (Egenter, 1992; dengan perkembangan ilmu pengetahuan,
Brewer, 2000; Harsojo, 1999; Kennedy, 2005). teknologi dan seni (Ipteks) modern.
Penelitian ini mengungkapkan wujud kearifan Keadaan yang tidak aman mulai pada abad-16,
lokal dalam lingkup perumahan dan permukiman dan terjadi serangan Belanda pada abad-19,
berbasis budaya etnik. Kajian antropologi menyebabkan banyak dari mereka merantau ke
mengacu pada nilai-nilai budaya yang dipahami luar seperti ke Kalimantan, ke wilayah timur
masyarakat, kajian arsitektur menekankan pada Sulawesi, dan ke bagian utara Sumatera, ke
wujud perumahan dan permukiman. Wujud nilai Jawa, serta ke wilayah pantai barat Malaysia.
budaya masyarakat Makassar ditelusuri Perilaku migrasi yang tergolong tinggi
menggunakan pendekatan Kluckhohn (1951): a) dipengaruhi oleh prinsip hidup dan karakter
hakekat hidup manusia, b) hakekat karya yang bersifat terbuka yang dimiliki orang
manusia, c) hakekat kedudukan manusia di Makassar. Kehidupan permukiman yang
dalam ruang dan waktu, d) hakekat hubungan dibentuk oleh orang Makassar di negeri
manusia dengan alam, e) hakekat hubungan rantaunya tetap mempertahankan identitas
manusia dengan manusia. Penelitian ini juga budaya mereka, termasuk elemen-elemen
menggunakan pendekatan Spradley, yaitu kajian lingkungan binaan. Hal ini dapat dilihat dari
etnografi yang mengaitkan antara unsur budaya wujud bentuk rumah masyarakat Bugis
dengan wujud fisik perumahan dan permukiman Makassar di Malaysia yang memiliki kesamaan
yang telah diwujudkan oleh masyarakat dengan bentuk rumah masyarakat Bugis
Makassar berdasarkan tatanan budaya yang Makassar di Sulawesi Selatan. Menurut Wan
dipahami. Teknik analisis merupakan suatu Ismail Wan Hashimah (2012) ada kepatuhan
proses mengkonkritkan makna-makna nilai yang kuat oleh orang-orang Bugis-Makassar
budaya (intangible), melihat kaitannya dengan dalam bentuk rumah mereka. Meskipun rumah
wujud elemen ruang kota (tangible) baik secara Bugis Makassar yang dibangun jauh dari
spasial maupun visual. Konteks budaya adalah komunitasnya, namun demikian kearifan lokal
budaya masyarakat Makassar, lingkup Bugis Makassar tetap utuh. Hal ini terungkap
permukiman tradisional dan fenomena dalam bentuk rumah, ukuran ketinggian rumah-
perkembangannya dikaji dengan menganalisis: rumah Bugis Makassar. Selanjutnya Wan Ismail
pola ruang permukiman, bentuk bangunan, tata (2012) mengungkapkan bahwa walaupun
letak bangunan, dan pola jalan. Metode pendatang Bugis Makassar di Malaysia bukan
pengambilan data dengan metode wawancara, dalam bentuk kelompok besar, namun mereka
kajian literatur, dan observasi beberapa tetap menegakkan budaya mereka.
kawasan permukiman tradisional masyarakat
Makassar dengan sampel di Kabupaten Gowa, 1.2 Ungkapan Makna Kearifan Budaya
Kabupaten Takallar dan Kabupaten Jeneponto. Lokal
Ungkapan kearifan lokal menurut Antariksa
Analisis dan Pembahasan (2009) adalah nilai yang dianggap baik dan
benar sehingga dapat bertahan dalam waktu
1.1 Masyarakat Makassar lama dan melembaga. Kearifan lokal juga
Orang Makassar dominan mendiami kawasan didefinisikan sebagai sebuah kebenaran yang
Selatan semenanjung Pulau Sulawesi. Budaya telah mentradisi dalam suatu daerah (Gobyah).
Makassar telah mengalami proses paduserasi Nilai kearifan lokal merupakan kebijaksanaan
dengan masuknya ajaran Islam. Menurut Pelras manusia yang bersandar pada filosofi nilai-nilai,
dalam Robinson (2005) masyarakat Makassar etika, cara-cara, dan perilaku yang melembaga
memiliki ciri modernitas dalam tradisinya seperti secara tradisional (Griya). Kearifan lokal
berkembangnya pemikiran rasional, senang merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci dan
aktifitas perdagangan, kemampuan individu,
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2014 | E_9
Eksplorasi Kearifan Budaya Lokal Sebagai Landasan Perumusan Tatanan Perumahan dan Permukiman Masyarakat Makassar

berbagai nilai yang ada. Kearifan lokal banyak dalam konsep siri na pacce. Dalam hal ini, nilai
diungkap atau dikembangkan oleh panrita siri sebagai nilai harga diri meliputi makna:
balla/bola. Dalam melaksanakan fungsi dan hakekat hidup manusia, hakekat hubungan
perannya sebagai perencana rumah alami, manusia dengan alam, hakekat karya manusia,
panrita balla/bola lahir lewat pendidikan non- dan hakekat persepsi manusia terhadap waktu.
akademik; memiliki ilmu intangible yang tidak Sedang nilai pacce sebagai nilai solidaritas
kalah menariknya dengan ilmu arsitektur. meliputi makna: hakekat hidup manusia dan
Panrita Balla bekerja dengan prinsip yang mulia hakekat hubungan antar manusia. Nilai-nilai
dan luhur. Pencapaian dari segala bentuk tersebut menjadi pedoman pembentukan
idealisme diungkap dalam bentuk simbol-simbol norma-norma adat. Kuat dugaan bahwa nilai-
dengan aturan pemaknaan holistik secara nilai tersebut juga memberi pengaruh signifikan
filosofis. Makna diterjemahkan ke dalam bentuk terhadap perkembangan nilai-nilai agama yang
elemen bangunan secara tacit knowledge. dianut masyarakat Makassar ditengah berbagai
Setiap elemen bangunan didasari nilai pengaruh globalisasi.
argumentative yang diarahkan pada kebaikan
dan keburukan dengan alasan yang cukup logis.
1.3.1 Nilai Siri
Panrita Balla banyak belajar dari makrokosmos
Pengertian Siri bagi masyarakat Makassar
dan fenomena alam menjadi dasar-dasar hukum.
menurut Abdullah, H. (1985) bukanlah sekedar
Sedangkan Panre Balla bertugas lebih teknis dan
perasaan malu, tetapi menyangkut masalah
aplikatif untuk proses pelaksanaan
yang paling peka yang merupakan jiwa dan
pembangunan rumah panggung, mereka lebih
semangat dalam diri mereka, menyangkut faktor
bersifat sosialitatif terhadap ungkapan makna
martabat atau harga diri, reputasi, dan
yang disampaikan Panrita Balla.
kehormatan, yang kesemuanya harus dipelihara
dan ditegakkan. Siri menempatkan eksistensi
1.3 Nilai-Nilai Budaya Makassar Terkait
manusia di atas segala-galanya. Siri merupakan
dengan Perumahan dan Permukiman
wujud harga diri (Wahid S, 2007). Dalam
Dari hasil pengkajian literatur budaya Makassar
Lontara Makassar dikemukakan bahwa hanya
serta wawancara mendalam terhadap beberapa
untuk siri kita hidup di dunia, saya pegang
budayawan tentang karakteristik kehidupan
teguh adat karena siri kita dijaga oleh adat,
sosial budaya Makassar, secara umum
adapun siri jiwa imbalannya, nyawa
menunjukkan bahwa sejumlah pappasang
perkiraannya (Mattulada, 1975). Dalam petuah
(pesan/petuah) dan kata-kata bijak selalu
Makassar bahwa tiga hal yang dijadikan prinsip
ditempatkan sebagai acuan ideal. Nilai-nilai
utama yaitu: takut pada Tuhan, malu pada diri
budaya mengandung makna secara keseluruhan
sendiri, dan malu kepada sesama manusia
terkandung dalam konsep siri na pacce. Konsep
(Machmud, 1978). Betapa tingginya makna nilai
ini merupakan pandangan hidup dan kunci
siri dalam hidup orang Makassar, sehingga
utama dalam memahami sosial budaya
dipahami bahwa seseorang dianggap memiliki
masyarakat Makassar. Menurut Christian Pelras
martabat di dunia hanya jika memiliki siri.
(2006) nilai-nilai utama sebagai unsur
Wahid, S (2007) bahwa tidak ada tujuan hidup
penggerak yang menyebabkan orang Makassar
lebih tinggi bagi orang Makassar, dari pada
tetap bertahan survive sebagai masyarakat
menjaga siri-nya.
dinamis dan berkepribadian kuat, adalah:
keberanian, kecerdasan, ketaatan terhadap
1.3.2. Nilai Pacce
ajaran agama, dan kelihaian berbisnis. Pola
Pacce berarti kesetiakawanan atau solidaritas.
tingkah laku orang Makassar yang terlihat dalam
Pacce merupakan suatu tanggapan perasaan
kehidupan sehari-harinya merupakan suatu
perwujudan tindakan yang berkaitan erat iba hati dari orang Makassar terhadap suasana
dengan nilai budaya yang terangkum dalam di sekitarnya, sehingga mereka cenderung untuk
konsep siri na pacce (disarikan dari: Wahid,S, bertindak atau mengabdi atas rasa kasih kepada
2007 dan Mattulada, 1975). Jika konsep kajian sesama mahluk Tuhan. Menurut Hamid (2003)
nilai budaya sesuai metode Kluckhohn kita Pacce adalah suasana masyarakat dalam hati
kaitkan dengan terminologi dan substansi nilai- individu. Menurut Abidin (2003) Pacce adalah
nilai budaya yang dipahami masyarakat rasa kemanusiaan yang adil dan beradab, yang
Makassar, dapat ditemukan beberapa nilai-nilai dapat menyalakan semangat rela berkorban,
budaya yang pada hakekatnya terkandung
bekerja keras pantang mundur. Masyarakat
E_10 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2014
Syarif Beddu
Makassar yang telah menjadi masyarakat kota Kesimpulan
pada beberapa tempat telah mengalami banyak
perubahan dalam gaya hidupnya sesuai 1. Masyarakat Makassar memahami kearifan
dinamika sosial perkotaan. Nilai pacce dalam lokal berbasis kosmologi, nilai-nilai budaya,
masyarakat Makassar menjamin terjadinya dan berbagai prinsip hidup yang dipahami
secara turun temurun hingga kini.
kohesi internal dalam suatu keluarga atau
Aktualisasi makna simbolis-filosiofis
kelompok sosial (Pelras, 2006). Menurut masyarakat Makassar tertuang dalam
Mahmud Tang (1996) walaupun mereka konsep siri na pacce yang meliputi nilai
menyebar di perantauan, namun jika salah siri (harga diri), dan nilai pacce
seorang kerabatnya melaksanakan hajatan (solidaritas). Nilai-nilai tersebut dijadikan
seperti: perkawinan, kelahiran, kematian, atau prinsip etik didalam berpendapat dan
naik haji, maka segenap anggota keluarga berperilaku masyarakat Makassar seperti:
datang memberikan doa restu, sumbangan sipakatau, sipakalabbiri, sikamaseang,
materi atau tenaga. Nilai pacce juga memiliki sipatuo, sipatokkong.
makna yang terkait dengan nilai siri yaitu 2. Kearifan lokal Makassar sebagai manifestasi
nilai-nilai budayanya terwujud dalam nilai
hakekat atau makna yang mengandung
siri berupa: pola ruang permukiman, pola
persamaan derajat, hak/kewajiban sesama jalan, orientasi bangunan, dan bentuk
manusia, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, bangunan; dan wujud nilai pacce berupa:
tenggang rasa, berani membela kebenaran dan tata letak dan bentuk bangunan. Beberapa
keadilan. Wahid S (2007) mengemukakan kearifan lokal Makassar yang terkait wujud
bahwa orang Makassar memiliki sikap yang perumahan dan permukiman antara lain:
bersahabat, tegas, konsisten, menjunjung tinggi a. Seleksi lokasi permukiman berdasarkan
kehormatan diri dan masyarakat sekitarnya. nilai budaya Makassar minimal meliputi
fungsi ruang permukiman, perairan, dan
1.4. Kearifan Budaya Makassar dalam lahan pertanian. Pola ruang permukiman
Wujud Perumahan dan Permukiman masyarakat Makassar cenderung berpola
Jika pembahasan nilai siri dan pacce di atas menyebar dan mengelompok.
dikaitkan dengan wujud perumahan dan b. Pola jalan permukiman berbentuk grid,
permukiman dapat dilihat keterhubungannya mengacu pada filosofi sulapa appa
melalui uraian tentang prinsip dan gaya hidup (empat persegi), pembentukan jalur jalan
masyarakat Makassar. Dari hasil wawancara yang saling terhubung.
mendalam terhadap tokoh masyarakat Makassar c. Orientasi bangunan meliputi arah Barat-
dan beberapa sanroballa (ahli membuat rumah Timur, arah Utara-Selatan, mengandung
tradisional) menunjukkan bahwa masyarakat makna keseimbangan aspek kehidupan
Makassar berupaya untuk selalu menjaga setiap dan aspek ibadah.
perilakunya, selalu menjaga kesetiakawanan d. Bentuk bangunan tradisional Makassar
dan kebersamaan dengan lingkungan sekitarnya. mencerminkan filosofi sulapa appa baik
Masyarakat Makassar tidak senang direndahkan secara vertikal maupun horizontal,
sehingga mereka cenderung untuk selalu menampilkan bentuk yang baik dan
berupaya mengembangkan potensi yang dimiliki menarik sebagai simbol harga diri.
dalam rangka memperbaiki kualitas hidupnya. e. Tata letak bangunan rumah cenderung
Terkait dengan hal tersebut masyarakat mengelompok berdasarkan kekerabatan
Makassar menunjukkan harga dirinya melalui (terutama orang tua) dan hubungan
berbagai hasil karyanya termasuk wujud emosional lainnya.
lingkungan binaan. Gaya hidup yang 3. Manifestasi makna kearifan budaya lokal
terbentuk dari akumulasi nilai-nilai yang menjadi dasar dalam penyusunan program
bersumber pada konsep siri na pacce tersebut, pembangunan perumahan dan permukiman.
selanjutnya termanifestasikan dalam wujud Hal tersebut mempertajam kebijakan
ruang, bentuk perumahan dan permukimannya pembangunan permukiman atau perkotaan
serta bagaimana mereka mengelola lingkungan baik berupa pedoman, norma, kriteria
binaannya. pembangunan perumahan dan permukiman
masyarakat Makassar, terutama dalam

Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2014 | E_11


Eksplorasi Kearifan Budaya Lokal Sebagai Landasan Perumusan Tatanan Perumahan dan Permukiman Masyarakat Makassar

rangka menegaskan identitas budaya Wan Ismail, Wan Hashimah (2012), Cultural
bangsa. Determinants in the Design of Bugis Houses,
Journal Procedia - Social and Behavioral Sciences,
Daftar Pustaka Elsevier, sciencedirect, 50 (2012) 771 780.

Abdullah, H. (1985), Manusia Bugis Makassar, Intidayu


Press, Jakarta.
Abidin, A.Z. dan Sabang, S. (2003), Nilai Budaya Siri,
Pesse, Were, dan Konsep Demokrasi Kerajaan
Wajo sebagai Masukan Pelaksanaan Ekonomi,
Paper, Arsip Pemerintah Kabupaten Wajo.
Altman, I., and Chemers, M. (1984), Culture and
Environment, Brooks/Cole Publishing Company,
First Published by Canbridge University Press.
Antariksa (2009), Kearifan Lokal dalam Arsitektur
Perkotaan dan Lingkungan Binaan, dalam
Proseding Seminar Nasional, Unmer, Malang.
Arifuddin dan Darjosanjoto, E (2011), Implications of
Socio-Cultural Values in The City Form with Special
Reference to Bugis Society Indonesia,
International Journal of Academic Research, Vol 3,
Number 2, March, 2011, Part IV, p1118-1125.
Daeng, H.J. (2008), Manusia, Kebudayaan dan
Lingkungan, Tinjauan Antropologis, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta.
Hamid, Abu (2003), Siri Butuh Revitalisasi, dalam
Siri dan Pesse, Harga Diri Orang Bugis, Makassar,
Mandar, Toraja, ed. Mustafa, Yahya, Pustaka
Refleksi, Makassar.
Hersojo, (1999), Pengantar Antropologi, Putra Abardin,
Bandung.
Machmud, A. Hasan (1978), Silasa, Kumpulan
Petuah Bugis Makassar, Bhakti Centra Baru,
Makassar.
Mattulada (1975), La Toa: Satu Lukisan Analitis
Terhadap Antropologi - Politik Orang Bugis,
Disertasi S3 Universitas Indonesia, Jakarta.
Morssink, Christiaan B., (2012), Linking Culture and
Structure: Adding Time and Environment, Journal
Preventive Medicine, ScienceDirect, Elsevier, No.
55 (2012), page 583586.
Pelras, C. (2006), Manusia Bugis (Judul Asli: The
Bugis) Diterjemahkan oleh Abdul Rahman dkk,
Forum Jakarta Paris dan Ecole Francaise
dExtreme-Orient, Jakarta.
Poerwanto, H. (2008), Kebudayaan dan Lingkungan,
dalam Perspektif Antropologi, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Rahim, A.R. (1984), Nilai-Nilai Utama Kebudayaan
Bugis, Disertasi S3 Fak. Sastra, Universitas
Hasanuddin, Ujung Pandang.
Rapoport, A. (1969), House Form and Culture,
Prentice-Hall, Inc, Englewood Cliffs, N.J., New
York.
Robinson, K. & Paeni, M., (2005), Tapak-Tapak
Waktu: Kebudayaan, Sejarah, dan Kehidupan
Sosial di Sulawesi Selatan, Ininnawa, Makassar.
Tang, Mahmud (1996), Aneka Ragam Pengaturan
Sekuritas Sosial di Bekas Kerajaan Berru, Sulawesi
Selatan, ISBN 90-5485-594-0, Grafisch Service
Centrum Van Gils B.V, Wageningen.

E_12 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2014

Anda mungkin juga menyukai