Anda di halaman 1dari 14

NINIK DWI RESKY ( D52114013 )

1.1 Benteng

1.1.1 Benteng Sorawolio

Gambar 1.1.1 Benteng Sorawolio


Sumber : www.google.com

Benteng sorawolio merupakan peninggalan sejarah Baubau terletak di


kelurahan Bukit Wolio Indah, Kecamatan Wolio masih di dalam wilayah
administrasi Kota Baubau, keunikan benteng Sorawolio yaitu terdiri dari benteng-
benteng kecil lainnya. Dalam kawasan Benteng Sorawolio terdapat dua benteng
yakni Sorawolio Mangenge (Lama) dan Benteng Sorawolio Baau (Baru). Kedua
benteng ini didirikan pada masa Sultan Saparagau (1645-1646 M).

Benteng Sorawolio adalah benteng pertahanan yang yang terletak di


sebelah timur. Secara umum, benteng Sorawolio terbuat dari batu karang dan
putih telur dengan tebal dinding sekitar satu meter dengan tinggi sekitar 6 atau 7
meter. Benteng Sorawolio terletak di wilayah ketinggian sehingga dari atas
benteng ini dapat dinikmati pemandangan laut Teluk kota Baubau. Di dalam
benteng hanya terdapat kuburan tua.
Selain kedua benteng terdapat situs masjid Sorawolio yang terletak
diantara kedua benteng tersebut. Namun, kondisi kedua benteng dan situs masjid
ini dalam keadaan rusak berat dan selama ini potensi benteng Sorawolio tidak
dapat dioptimalkan.

Fakta lapangan menunjukkan bahwa penyebutan terhadap nama Benteng


Sorawolio 1 dan Sorawolio 2, ternyata sesungguhnya adalah sebuah kompleks
benteng yang terdiri atas tiga bilik yakni dua bilik yang berfungsi sebagai tempat
pertahanan dan satu bilik sebagai tempat permukiman yang disatukan oleh pagar
berupa struktur benteng buatan dan benteng alam di sebelah barat, sementara pada
jarak yang berdekatan dengan Benteng Baadia terdapat, Istana (Kamali), Masjid
Kuba Kompleks Makam dan bak penampungan air bersih peninggalan colonial.
Kondisi seluruh situs yang dimaksud saat ini menunjukkan keprihatinan
dikarenakan merebaknya permukiman masyarakat yang tampak sudah memasuki
area antara kedua benteng tersebut.

Seiring berjalannya waktu kawasan Benteng Sorawolio 1 dan Sorawolio 2


tidak lagi berfungsi sebagai tempat pertahanan, logistik dan permukiman
masyarakat Kesultanan Buton, maka secara perlahan-lahan berubah menjadi lahan
kosong yang sama sekali tidak lagi menjadi perhatian, baik oleh pemerintah
maupun masyarakat Buton. Riwayat Pelestarian Cagar Budaya Makassar pada
tahun 1993 melakukan pendataan potensi benda cagar budaya Provinsi Sulawesi
Tenggara mencantumkan nama Benteng Sorawolio dalam laporannya, lain halnya
dengan pelestarian istana atau Kamali Baadia dan Masjid Kuba yang senantiasa
terpelihara sebagai cagar budaya living monument.

Kondisi Benteng Sorawolio cukup memprihatinkan dimana terdapat


indikasi pengrusakan dinding benteng dan pengalih fungsian lahan. Padahal oleh
pihak Pemerintah Daerah sudah mengeluarkan Perda No. 8 Tahun 2003 tentang
pelarangan membangun perumahan pada jarak 100 meter dari dinding benteng.

Benteng Sorawolio di bangun dalam rangka sebagai benteng pendamping


dari benteng wolio (sesuai penamaannya, SORA = PENDAMPING, jadi,
Sorawolio adalah pendamping wolio/ kata kerja). Benteng Soroawolio dalam
pertahanan buton cukup potensial. Dulu terdapat permukiman beserta masjid tapi
karena tidak terawat maka berangsur-angsur rapuh. Benteng Sorawolio
merupakan benteng pertahanan berikutnya setelah benteng wolio.

Benteng Sorawolio juga memiliki dinding benteng yang berasal dari batu,
gerbang, bastion, meriam, lubang pengintaian dan parit. Terdiri dari dua buah
benteng dan terdapat situs Masjid Sorawolio diantara kedua benteng tersebut.
Masjid ini juga didirikan pada masa pemerintahan Sultan Saparagau.

Benteng Sorawolio berjarak sekitar 1 meter dari Benteng Keraton Buton


sebagai pusat pemerintahan Keraton Buton.

1.1.2 BENTENG BAADIA

Gambar 1.1.2 Benteng Baadia


Sumber : www.google.com

Benteng Baadia terletak di Kelurahan Baadia, Kecamatan Murhum, Kota


Baubau, Sulawesi Tenggara. Benteng Baadia dibangun pada masa pemerintahan
Sultan Muh. Aidrus Qaimuddin (1824 – 1851) yaitu Sultan ke-29 . Fungsi benteng
ini sebagai basis pertahanan di bagian selatan dari ancaman bajak laut dan
serangan lainnya. Dalam benteng terdapat situs bangunan Zawiah Muh. Aidrus
(Lembaga pendidikan ilmu fiqih, Tauhid dan Tasawuf).

Luas bangunan Benteng Baadia yaitu 4389,00 m2 dan posisinya berada di


bagian selatan dari benteng Keraton Buton.. Benteng ini terbuat dari batu karang
yang disusun menurut besar pecahan batunya dengan campuran putih telur dan
tiap batu tidak dibentuk persegi panjang mempunyai ketebalan sekitar 1 meter
dengan ketinggian sekitar 7-8 meter. Pintu gerbang benteng menghadap ke timur.
Komponen benteng lainnya yaitu 3 buah bastion, 2 pintu darurat, dan 1 buah
bangunan Zawia (tempat pengajian).

Benteng Baadia berada di perbukitan dan benteng ini juga sangat


disayangkan karena tidak mendapat perawatan, karena didalamnya telah menjadi
area perkebunan. Selain itu, benteng inipun sangat sepi.

1.1.3 Hutan Diantara Benteng Keraton Dan Benteng Sorawolio

Gambar 1.1.3 Hutan diantara Benteng Keraton dan Benteng Sorawolio

Sumber : dokumentasi 2016

Keberadaan benteng keraton maupun benteng sorawolio yang berdiri


diatas bukit terjal, dikelilingi hutan hijau sebagai penahan longsor. Karakter bukit
yang terjal, dipenuhi semak belukar dan pepohonan rindang membuat wilayah ini
menjadi perlindungan alami terhadap bencana alam sekaligus dari ancaman
musuh yang akan menyerang benteng keraton, sebagai titik saujana dan pusaka
alam. Jika dilihat dari benteng manapun, hutan di bukit terjal ini menyajikan
pemandangan alam yang menyegarkan mata.

1.1.4 Hubungan Benteng Wolio, Benteng Sorawolio Dan Benteng Baadia

Benteng Keraton Wolio yang berbentuk huruf dal (huruf hijaiah/Arab),


Benteng Baadia yang berbentuk huruf alif, dan Benteng Sorawolio yang
menyerupai huruf mim.
Benteng Wolio berfungsi sebagai pusat pemerintahan. Benteng Sorawolio
berfungsi sebagai pertahanan yang yang terletak di sebelah timur. Selain itu,
Benteng Sorawolio juga berfungsi sebagai tempat logistik dan permukiman
masyarakat Kesultanan Buton. Sedangkan Benteng Baadia berfungsi sebagai basis
pertahanan di bagian selatan dari ancaman bajak laut dan serangan lainnya.

1.1.5 Situs Masjid Sorawolio dan Masjid Baadia

Masjid Sorawolio dan Masjid Baadia selain di gunakan sebagai tempat


peribadatan juga di manfaatkan sebagai tempat menimba ilmu pengetahuan dan
memperdalam ilmu keagamaan. Diperkirakan masjid yang sampai sekarang masih
berdiri kokoh tersebut dibangun pada tahun 1825. Untuk meletakkan dasar Pada
waktu yang hampir bersamaan secara simultan dibangun pula gedung-gedung
pendidikan (zawiah-zawiah) baru sampai jauh masuk di pelosok negeri kerajaan.
Di pedalaman, para guru (mungkin sama dengan konsep kiai di Jawa)
menyebarkan dan mengajarkan pendidikan dan ilmu pengetahuan yang dipelopori
kalangan Istana serta menteri dan bobato yang mendapat sambutan dan dukungan
sepenuhnya dari pemuka masyarakat setempat.

Untuk meletakkan dasar pendidikan yang kokoh, agama Islam mempunyai


pengaruh yang sangat besar dan penting sehingga pendidikan pertama yang
diperkenalkan adalah: “A poguru Antona Islamu”. Begitu semarak dan
antusiasnya masyarakat Buton dalam belajar dan mendalami ilmu pengetahuan
pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Idrus Kaimuddin, para guru atau kiai
dari luar sengaja didatangkan secara khusus oleh Kerajaan untuk meningkatkan
kualitas dan mutu pendidikan masyarakat. Sebaliknya banyak juga murid dari luar
kerajaan datang belajar dan mendalami ilmu di tanah Buton.

Sebagai implikasi dari program pendidikan yang dicanangkan oleh


kesultanan maka:

(i) Masyarakat Keraton diwajibkan untuk menggunakan bahasa Arab


sebagai bahasa pergaulan.
(ii) Sultan memerintahkan agar setiap hari Jumat para khatib membaca
khutbah berbahasa Arab di masjid-masjid. Sejak saat itulah khutbah-khutbah
berbahasa Arab disusun oleh para ulama Buton yang disebut “Hutuba
Kalulungi.”

(iii) Kriteria seorang pemimpin ditetapkan sebagai berikut: (a) amembali


artinya sakti, kuat, kuasa, dipercaya, dan ditaati oleh masyarakat, (b) atomaeka
artinya memiliki kewibawaan, (c) aumane artinya pemberani (d) akoadhati
artinya berlandaskan adat dalam menjalankan pemerintahan, (e) atomaasiaka
artinya pemimpin yang disegani, (f) atobungkale artinya kepemimpinannya
terbuka, (g) atoperangoi artinya perintahnya ditaati dan didengar suaranya oleh
rakyat, dan (h) akosabara artinya ia tidak cepat emosi tetapi harus bersifat sabar
(Zuhdi dkk, 1996)

(iv) Dalam bidang hukum, peran Siolimbona dikukuhkan sebagai berikut:


(a) menetapkan calon sultan, pejabat, dan pegawai dalam lingkungan kesultanan
(b) memilih dan mengangkat sultan, (c) memberhentikan atau memecat sultan dan
pejabat istana yang dianggap melanggar ketentuan sara, dan (d) mengetahui
segala isi pembicaraan sultan dengan pejabat kerajaan lainnya.

Pada periode ini pula, seorang ulama dikirim oleh Sultan untuk belajar ke
Mesir. Ulama tersebut bernama H Abdul Ganiu yang bergelar Kenepulu Bula.
Beliau sangat termasyhur bukan hanya di Indonesia tetapi juga di manca negara
dengan karya-karyanya yang spektakular antara lain; “Ajonga Indaa Malusa”,
“Kalipopo Mainawa”, Padhomana Alimu, Kaina-inawuna Arifu dan masih
banyak lagi. Seluruh punggawa dan pejabat kerajaan pada saat itu adalah alumni
Madrasah Zawiah. Beberapa tokoh penting dari alumni tersebut diantaranya
adalah Muhammad Isa dan Muhammad Salihi18 yang kemudian berturut-turut
menjadi Sultan Buton ke-35 dan ke-36.

Sayangnya, peristiwa politik di tahun 1969 itu telah memutus rantai


panjang sejarah tersebut. Lembaga pendidikan ditutup. Bahkan acara yang
dilakukan di malam hari juga dilarang. Menurut La Uma, pada masa itu
berkumpul saja di malam hari sudah dicurigai oleh tentara. “Padahal, kita selalu
punya cara kumpul-kumpul sambil minum konau19 dengan teman-teman.
Akhirnya kita tidak bisa berdaya,” katanya. Bagaimana orang Buton memaknai
peristiwa tersebut? Seorang informan bernama La Zamani memiliki pendapat
sendiri tentang kejadian itu. Menurutnya, skenario itu bertujuan untuk
menyingkirkan sejumlah kader terbaik Buton. Seperti dikatakannya:

“….Peristiwa Buton 1969 merupakan rekayasa untuk menguasai Buton.


Caranya, menyingkirkan putera-putera terbaik Buton dari pemerintahan lewat
pelibatan mereka dalam PKI. Saya waktu itu anggota BPH (Badan Pemerintah
Harian) Daerah Tingkat II Buton sehingga dianggap orang penting untuk
dikuburkan. Mengapa Buton hendak dikuasai? Di zaman yang masih terbelakang
itu, Buton sudah termasuk salah satu daerah perdagangan dan pusat pendidikan
terkemuka. Dan menguasai Buton berarti menguasai Sulawesi Tenggara…..”
Gambar Peta Titik-Titik Lokasi Benteng Keraton Wolio, Benteng Sorawolio dan
Benteng Baadia

Sumber : Archgis
REFERENSI :

Kudus, Imran dkk. Profil Pusaka Kota Baubau. Baubau : Bappeda.

Pratama, Fery dkk. Kota Baubau Sepenggal Kisah Negeri Seribu Benteng.
Baubau : Dinas Pariwisata

Zonasi Benteng Sorawolio dan Benteng Baadia Kabupaten Baubau Sulawesi


Tenggara. Diakses melalui (Https//kebudayaan.kemdikbud.go.id). Diunduh pada
tanggal 19 april 2016.

Bab IV Ingatan yang Menikam. Diakses melalui (Digital_119247-T-25230-


Ingatan yang-Analisis.pdf). diunduh pada 20 april 2016

Tempat-Tempat Bersejarah di Luar Benteng Keraton

1. Istana Malige
Gambar 1 Tampak Luar dan Tampak Dalam Istana Malige

Sumber : Dokumentasi 2016

Istana Malige adalah Istana yang dibangun sebagai tempat tinggal para
Sultan Buton di masa lalu. Konon setiap raja naik tahta dibuatkan sebuah istana
sejenis ini sehingga jumlahnya ada sekitar 38 Istana yang sejenis.

Struktur bangunannya sangat unik yaitu rumah punggung dari kayu


bersusun tiga, membangun istana ini tidak menggunakan paku, hanya dikaitkan
satu sama lainnya dan merupakan suatu kemajuan bidang arsitektur para leluhur
bangsa Indonesia.

Saat ini malige digunakan sebagai museum tempat menyimpan benda-


benda bersejarah, peninggalan kesultanan Buton, seperti meriam kuno dan benda-
benda peninggalan lainnya.

Istana Malige merupakan salah satu contoh kemajuan arsitektur Buton


dengan bentuk Malige bersusun tiga, bangunan Malige yang berada Lanskap
colonial ini merupakan Istana Muh. Hamidi yang dibangun sekitar tahun 1930-an.
Keseluruhan konstruksi istana ini terbuat dari kayu kecuali atap yang digunakan
merupakan seng produksi Belanda.

2. Pusat Kebudayaan Wolio


Gambar 2 Museum Pusat Kebudayaan Wolio

Sumber : Dokumentasi 2016

Pusat Kebudayaan Wolio juga sering disebut Museum Baadia, bangunan


ini dahulu adalah Kamali atau tempat tinggal Sultan Buton ke-38 (1939-1960)
Sultan terakhir yaitu Laode Muhammad Falihi. Letaknya di luar Benteng Wolio,
di sebelah selatan, keluar melalui gerbang selatan, masuk di dalam kawasan
Benteng Baadia, sekitar 1km. Denah bangunan berbentuk L, berada di halaman
cukup luas. Di dalamnya tersimpan benda-benda peninggalan sejarah Kesultanan
Buton seperti Kampua yang merupakan mata uang Kesultanan Buton, naskah
kuno, meriam (badili), topi perang. Pakaian adat, tombak serta foto-foto yang
bernilai sejarah.

Arsitekturnya campuran modern dan tradisional, dengan konstruksi kayu


dan bata, bangunanya berupa rumah panggung terdiri dari dua lantai, di atas ada
semacam hall cukup luas, sekarang untuk menyimpan dan memamerkan barang
barang peninggalan Sultan terakhir.

Bagian depan ada tangga dari batu, sebelum masuk ke ruang dalam
terdapat teras. Konstruksi atas, menggunakan kayu dengan pasak dan bagian-
bagianya tidak ditutup, sehingga balok menuju keluar, ujungnya berderet, khas
konstruksi tradisional tempat.
Benda berupa alat perang, keramik, alat rumah tangga, dokumentasi foto,
dan lainnya dirapikan di Rumah Adat Kesultanan Buton, Rumah Kamali. "Kamali
artinya Istana. Yang disini disebut Kamali Baadia karena letaknya di kawasan
Badia," ujar pengurus rumah, Mujazi.

Perawatan benda pusaka dan pengelolaan rumah adat itu masih bersifat
pribadi. Biasanya dibantu juga sama keluarga keturunan raja. Pengurusan
peninggalan kesultanan tersebut terbilang sederhana. Pasalnya, pendataan
inventaris kerajaan tersebut masih belum dilakukan pengelola.

Raja ke-38 Kesultanan Buton, Sultan Muhammad Falih Kaimuddin


merupakan garis keturunan raja yang terakhir menempati rumah adat yang terletak
sekitar 3 kilometer dari Benteng Keraton Wolio itu.

Di Kesultanan Buton mengenal dua jenis rumah adat, Kamali dan Malige.
"Kamali merupakan istana untuk sultan dan permaisuinya. Kalau Malige untuk
selir-selirnya," kata Majuzi.

Setelah berakhirnya masa jabatannya, kamali berubah fungsi menjadi


Museum. Museum ini diberi nama Pusat Kebudayaan Wolio. Di tempat ini
banyak tersimpan benda-benda peninggalan dari Sultan Buton yang terakhir ini.
Gambar Peta Titik-Titik Tempat Bersejarah di Luar Keraton Wolio

Sumber : Archgis
REFERENSI :

Kudus, Imran dkk. Profil Pusaka Kota Baubau. Baubau : Bappeda.

Pratama, Fery dkk. Kota Baubau Sepenggal Kisah Negeri Seribu Benteng.
Baubau : Dinas pariwisata

http://www.muhammadsyukran.co.vu/2015/05/museum-pusat-kebudayaan-
wolio.html

http://makassar.tribunnews.com/2014/05/27/rumah-sultan-jadi-pusat-kebudayaan-
wolio-sulawesi-tenggara

Anda mungkin juga menyukai