Anda di halaman 1dari 128

Kotak Pandora Anggaran Ibu

Kota
majalah.tempo.co
5 mins read

Rancangan anggaran DKI Jakarta mengandung berbagai kejanggalan.


Penelusuran Tempo menunjukkan pengawasan oleh pemerintah daerah
lemah di berbagai tahap penganggaran. Gubernur Anies Baswedan
menyalahkan sistem warisan Basuki Tjahaja Purnama.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Balai Kota


Jakarta, 15 Oktober 2019. TEMPO/Muhammad Hidayat

D
I tengah hiruk-pikuk pembahasan anggaran Ibu Kota,
Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan menemui
tamunya, Sri Mahendra Satria Wirawan, di ruang kerjanya
pada Jumat siang, 1 November lalu. Menurut Anies, Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah itu memberikan penjelasan
tentang anggaran DKI tahun 2020 yang ramai diperbincangkan di
media sosial. “Beliau memilih mengundurkan diri,” kata Anies kepada
Tempo pada Jumat, 8 November lalu.

Dua hari sebelumnya, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah


Jakarta dari Partai Solidaritas Indonesia, William Adi-tya Sarana,
mengkritik rencana anggaran DKI di akun Twitter-nya. William
antara lain mempertanyakan pengadaan barang oleh Suku Dinas
Pendidikan Wilayah 1 Jakarta Barat dalam kegiatan “Penyediaan Biaya
Operasional Pendidikan Sekolah Dasar Negeri”. Ia mencontohkan soal
pembelian lem Aica-Aibon senilai Rp 82 miliar dan pulpen untuk
siswa sekolah dasar sebesar Rp 123,8 miliar.

Setelah pertemuan dengan Mahendra, Anies dan bawahannya itu


menggelar konferensi pers. Di hadapan wartawan, Mahendra
mengungkapkan alasannya mundur, yaitu DKI memerlukan perbaikan
kinerja. “Supaya akselerasi Bappeda bisa lebih ditingkatkan,” katanya.
Anies menunjuk Deputi Gubernur Bidang Pengendalian
Kependudukan dan Permukiman Suharti sebagai pelaksana tugas
Kepala Bappeda.

Pejabat lain yang mundur setelah kega-duhan itu adalah Kepala Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Edy Junaedi. Dalam cuitannya, William
mengatakan pemerintah DKI juga berencana membayar lima
influencer senilai Rp 5 miliar untuk mempromosikan pariwisata
Jakarta.

Setelah William membuka anggaran lem, satu per satu kejanggalan


lain dalam Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran
Sementara—tahap sebelum menjadi Rancangan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah—Jakarta tahun 2020 terungkap. Indonesia
Corruption Watch, misalnya, menemukan rencana pembelian lem
Aica-Aibon bahkan jauh lebih besar, yaitu mencapai Rp 126,2 miliar.
ICW juga menyoroti anggaran pembelian komputer jinjing Rp 238,6
miliar dan pembelian kertas senilai Rp 212,9 miliar. “Anggaran ini
digunakan untuk biaya operasional pendidikan,” kata peneliti ICW,
Almas Sjafrina.

Gubernur Anies sebenarnya telah memerintahkan Tim Gubernur


untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) menemukan dan
mengoreksi kejanggalan anggaran. Anies kemudian menyampaikan
hasil penyisiran TGUPP dalam rapat pada 23 Oktober lalu. Dia
menyoroti pembelian pulpen senilai Rp 635 miliar, pengadaan kertas
Rp 213 miliar, pembelian tinta printer Rp 407 miliar, dan pengadaan
pita printer Rp 43 miliar.

Penyisiran ini dilakukan juga karena ada surat Kementerian Keuangan


mengenai dana bagi hasil yang tidak dicairkan senilai Rp 6,39 triliun.
Akibatnya, postur anggaran berubah dari Rp 95,9 triliun menjadi Rp
89,4 triliun. “Jadi tidak sekadar data entri. Itu terlalu mikro,” ujar
Anies.

Anies Baswedan memberikan pengarahan soal Pembahasan Rancangan KUA-PPAS


dan RAPBD TA 2020 di Jakarta, 23 Oktober 2019. Youtube/Diskominfotik

Meskipun telah disisir TGUPP, nyatanya anggaran-anggaran yang


dinilai mencurigakan masih tetap lolos ketika dibahas di Dewan.
Anggota DPRD dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Ima
Mahdiah, menyebutkan ada anggaran senilai Rp 2,4 triliun yang patut
disoroti. Angka ini tersebar ke dalam 27 komponen anggaran.
Misalnya pembelian pasir senilai Rp 52,1 miliar dan pengadaan
pulpen Rp 633 miliar untuk Biaya Operasional Pendidikan SMP dan
SMK di Suku Dinas Pendidikan Wilayah 2 Jakarta Pusat. “Temuan ini
ada dalam dokumen anggaran terbaru,” kata Ima.

Kejanggalan anggaran terungkap pula dalam rapat Komisi D DPRD


Jakarta. Politikus Partai Gerindra, Syarif, juga menyo-roti sejumlah
pengeluaran yang dinilai terlalu mahal. Dia mencontohkan penataan
rukun warga di kampung kumuh dengan nilai Rp 600 juta. Jika
diakumulasi, total anggaran untuk penataan ini mencapai Rp 43,8
miliar. Padahal, untuk item yang sama tahun lalu, nilainya kurang
dari Rp 400 juta. Syarif mempertanyakan kenaikan anggaran hingga
50 persen itu.

Gubernur Anies Baswedan menyatakan tak mau defensif atas


berbagai temuan lembaga lain, termasuk tuduhan bahwa TGUPP tak
maksimal dalam menyisir anggaran. Menurut dia, bisa saja satu pihak
mengatakan satu anggaran janggal, sementara yang lain mengatakan
tidak. Ia mempersilakan siapa saja mengikuti pembahasan anggaran
di lembaga legislatif. “Bahwa dalam membahas sambil menya-lahkan
sana-sini, itu juga hak mereka,” ujar Anies.

Di luar urusan nilai belanja yang tak masuk akal, pembahasan


anggaran terhambat karena anggota DPRD merasa tak ada satu versi
anggaran yang disampaikan pemerintah. Ketua Fraksi PSI di DPRD
Jakarta, Idris Ahmad, mengatakan data pemerintah di kertas yang
dibagikan kepada anggota kerap berbeda dengan yang ditam-pilkan
saat pemerintah daerah melakukan presentasi di rapat komisi. Wakil
Ketua DPRD Jakarta dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Zita Anjani,
bahkan mengklaim tak pernah memegang detail anggaran yang
dibahas bersama pemerintah. “Ada anggota DPRD yang dapat, ada
yang tidak dapat,” ucap Zita.

PENYUSUNAN anggaran DKI Jakarta terentang ke belakang sejak


Februari 2019 melalui rembuk warga di tingkat rukun tetangga dan
rukun warga serta musyawarah perencanaan pembangunan secara
berjenjang. Anies mengklaim persoalan muncul belakangan karena
sistem penganggaran elektronik atau e-budgeting tak sinkron dengan
sistem perencanaan anggaran. Ia mencontohkan, hasil rembuk warga
tak otomatis terkoneksi dengan sistem e-budgeting yang digunakan
pemerintah.

Menurut Anies, hasil musyawarah perencanaan pembangunan yang


dilakukan secara berjenjang itu mesti di-input secara manual ke
dalam sistem e-budgeting. Meskipun ada banyak tangan yang terlibat,
kata dia, selalu ada potensi lolosnya item-item yang janggal. Sebab,
ada 39 ribu mata anggaran yang mesti di-input. Di sisi lain, sistem e-
budgeting tak bisa melacak siapa yang meng-input jika terjadi
perubahan anggaran. Misalnya, ketika seseorang meng-input lem
Aica-Aibon dengan angka Rp 82 miliar lalu merevisinya, sistem tak
bisa melacak pengubah kegiatan itu. “Sistemnya memang begitu,”
ujar Anies.

Klaim Anies tersebut dibantah seorang petinggi Balai Kota yang


menunjukkan sistem penganggaran elektronik kepada Tempo. Setelah
mata anggaran di-input sesuai dengan tenggat yang ditentukan,
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah bakal mengunci item
anggaran sehingga tak bisa diotak-atik. Sebelum anggaran dikunci,
identitas pemilik akun e-budgeting yang merevisi anggaran akan
terpampang dengan jelas, lengkap dengan tanggal, jam, dan menit
perubahan. Sistem itu juga menampilkan siapa pemilik akun yang
mengunggah revisi terakhir.

Terkait dengan input lem Aica-Aibon di Suku Dinas Pendidikan


Wilayah 1 Jakarta Barat, Tempo membandingkannya dengan belanja
serupa pada 2019. Seorang pejabat menunjukkan kegiatan Penyedia-
an Biaya Operasional Pendidikan Sekolah Dasar Negeri 2019, tempat
lem Aica-Aibon di-input. Tahun lalu, anggaran untuk pagu anggaran
ini sebesar Rp 73,9 miliar dengan belasan komponen anggaran.
Dari jumlah itu, tiga komponen yang menghabiskan anggaran
terbesar adalah belanja pemeliharaan sarana pendidikan dan
pelatihan senilai Rp 9,4 miliar, belanja alat tulis kantor Rp 5,1 miliar,
serta belanja pemeliharaan alat peraga/praktik sebesar Rp 3,3 miliar.
Menurut pejabat itu, seharusnya kepala dinas bisa menjadikan
kegiatan tahun lalu sebagai acuan komponen anggaran sehingga tak
hanya meng-input satu komponen untuk menghabiskan pagu.

Anies mengakui ada kemalasan dari perangkat di bawahnya untuk -


mengisi komponen kegiatan. “Ada yang -memilih satu-dua barang
untuk menghabiskan pagu anggaran.” Anies mengatakan sis-tem e-
budgeting tak bisa membedakan apakah itu karena kesalahan atau
memang ada niat buruk.

Di luar soal input anggaran, sistem e-budgeting sebenarnya


menyediakan peng-awasan berjenjang. Dalam sistem yang dilihat
Tempo, proses input anggaran meliputi tujuh tahap sejak 27 Maret
hingga 3 Juli 2019. Di antaranya Input Rencana Kerja Tahap I dan II,
Tahap Supervisi, dan Input Supervisi Rancangan Kebijakan Umum
Anggaran. Pejabat yang menunjukkan sistem penganggaran
elektronik menyebutkan bahwa setiap tahap -diawasi tim anggaran
pemerintah daerah yang terdiri atas dinas terkait, inspektorat daerah,
dan Bappeda. Karena itu, tim anggaran daerah bisa mengawasi
komponen apa saja yang di-input dinas terkait.

Anies mengatakan masalah di level pe-rangkat birokrasi


pemerintahannya sebenarnya telah dia temukan. Namun ia memilih
menyelesaikan persoalan tersebut secara internal. “Saya tidak punya
intensi menjadikan ini sebagai persoalan politik,” ujar bekas Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan itu.

SEJUMLAH pihak menuding polemik anggaran Ibu Kota terjadi karena


Gubernur Anies tak membuka rancangan plafon anggaran sementara.
Ketua Fraksi PSI Idris Ahmad, misalnya, mengatakan seharusnya
rancangan anggaran dibuka agar publik bisa ikut mengawasi dan
berpartisipasi. “Ini harus dibuka untuk mendorong partisipasi
publik,” ujar Idris.

Situasi ini berbeda dengan era kepemim-pinan Basuki Tjahaja


Purnama, gubernur terdahulu. Saat itu, publik bisa mengetahui
perencanaan anggaran sejak musyawarah perencanaan
pembangunan. “Sudah bisa (diakses), semua bisa tayang,” kata Basuki
kepada Tempo.

Sekretaris DKI Jakarta Saefullah membantah tudingan bahwa


pemerintah DKI Jakarta tidak transparan dalam penyusun-an
anggaran tahun ini. “Yang kita kerjakan sekarang persis dengan apa
yang kita lakukan dulu,” ujar Saefullah.

Anies menyatakan kejanggalan anggaran selalu terjadi tiap tahun,


termasuk saat Basuki memimpin Jakarta. Dia mencontohkan, pada
2017, ada belanja penghapus papan tulis hingga Rp 53 miliar.
Menurut Anies, kesalahan input anggaran terjadi karena birokrat
berpikir bakal ada koreksi saat pembahasan bersama DPRD. Anies
memilih tidak mengumumkan kesalahan yang ditemukan tim
pemerintah daerah kepada publik. “Untuk apa diumumkan? Ketika
kami menemukan masalah, kami justru ingin menyelesaikannya.”

Dia pun tidak akan membuka rancang-an anggaran pada tahap awal.
Rancangan tersebut baru akan dibeberkan ke publik setelah anggaran
disetujui Dewan. “Kare-na nanti pasti bakal ada keriuhan,” katanya.

WAYAN AGUS PURNOMO, GANGSAR PARIKESIT, LANI


DIANA, TAUFIQ SIDDIQ


Laju Cepat Bujet Formula E
majalah.tempo.co
2 mins read

DINO Patti Djalal langsung menghubungi Gubernur DKI Jakarta Anies


Rasyid Baswedan begitu mengetahui pemegang lisensi Formula E
mencari lokasi penyelengga-raan balap mobil listrik itu pada Juni lalu.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengunjungi lomba


Formula E di Brooklyn, Amerika Serikat, Juli 2019.
Dokumentasi Facebook Anies Baswedan

M
antan Wakil Menteri Luar -Negeri ini menyarankan Anies
mengajukan Jakarta sebagai kota penyelenggara. “Ini
balapan mobil masa depan karena meng-gunakan tenaga
listrik,” ujar Dino saat di--hu-bungi Tempo, Jumat, 8 November lalu.

Menurut Dino, Anies serta-merta me--nye--tujui tawarannya. Dino -


meminta Anies bertemu dengan konsultan -balap-an Formula E asal
Singapura. Adapun Anies membenarkan cerita Dino, yang sama-sama
mengikuti konvensi calon presiden Partai Demokrat pada 2014. “Pak
Dino yang mengenalkan mereka,” ujarnya.
Direktur Utama PT Jakarta Tourisindo Jeffrey Rantung, yang ikut
hadir dalam pertemuan dengan konsultan di Hotel Hermitage,
Menteng, Jakarta Pusat, Juli lalu, mengatakan Anies langsung
menyatakan minatnya menjadikan Jakarta sebagai lokasi
penyelenggaraan Formula E. Anies kemudian terbang ke New York,
Amerika Serikat, pada pertengahan Juli lalu, untuk membicarakan
minatnya itu dengan bos Formula E, Alejandro Agag dan Alberto
Longo. Pertengahan Agustus lalu, Anies pun bertemu dengan Presiden
Joko Widodo untuk memberitahukan rencana penyelenggaraan
Formula E.

Pada 20 September lalu, Federasi Otomotif Internasional (FIA), induk


organisasi Formula E, mengumumkan Jakarta resmi menjadi tuan
rumah balap mobil listrik. Saat itu, Jakarta sudah setuju membayar
duit garansi sebesar 22 juta pound sterling atau sekitar Rp 423 miliar
untuk pelaksanaan Formula E selama lima tahun mendatang. Dana itu
kini diajukan Gubernur Anies dalam Rancangan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah 2020. Pemerintah Jakarta pun mengajukan dana
Rp 934 miliar untuk biaya penyelenggaraan dan Rp 305 miliar untuk
persiapan. Total perhelatan ini menghabiskan dana Rp 1,6 triliun.

Sejumlah politikus di Kebon Sirih, kantor Dewan Perwakilan Rakyat


Daerah Jakarta, bercerita bahwa Anies tak mendapat kesulitan berarti
dalam penganggaran biaya Formula E. Sebab, Ketua DPRD Prasetyo
Edi Marsudi ikut mengawal proses tersebut. Anies pun sudah bertemu
dengan Prasetyo dan Ketua Ikatan Motor Indonesia Sadikin Aksa pada
3 September lalu untuk membicarakan acara tersebut. Prasetyo
mengaku mendukung penyelenggaraan Formula E. “Jakarta butuh
hiburan. Lagi pula, balap-an ini akan terus berlangsung meski Anies
tak lagi menjadi gubernur,” ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia
Perjuang-an tersebut.

Anggota DPRD DKI dari Partai Solidaritas Indonesia, Anthony Winza


Probowo dan Anggara Wicitra Sastroamidjojo, mengkritik rencana
Anies menyelenggarakan Formula E. Sebab, acara itu tidak termuat
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Jakarta. Anthony menilai duit yang dikeluarkan tak sebanding dengan
keuntungannya, yang nilainya Rp 50 miliar. Keduanya pun menuding
penyelenggaraan Formula E hanya menjadi panggung politik Anies.

Gubernur Anies tak ambil pusing terhadap tudingan tersebut.


Menurut dia, pengajuan bujet Formula E hanya menggunakan sekitar
1,8 persen dari total RAPBD Jakarta pada 2020, yakni Rp 89,44
triliun. Membenarkan Formula E tidak melalui mekanisme RPJMD,
Anies membandingkannya dengan pelaksanaan Asian Games 2018,
yang tak masuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional.
Menurut Anies, meski keuntungannya tidak terlalu besar, ada
perputaran duit sekitar Rp 1,2 triliun dalam penyelenggaraan Formula
E. “Nama Jakarta akan makin mendunia,” ujarnya.

HUSSEIN ABRI DONGORAN, WAYAN AGUS PURNOMO,


ERWAN HERMAWAN, GANGSAR PARIKESIT, ADAM
PRIREZA


Satu Sistem Dua Hasil
majalah.tempo.co
3 mins read

Anies Baswedan menilai sistem penganggaran elektronik DKI Jakarta


tak andal. Sempat dipersoalkan DPRD.

Rapat koordinasi persiapan sistem e-budgeting tahap input


Rencana Kerja SKPD Tahun 2019 di Ruang Pola Bappeda,
Jakarta, Maret 2018. Bappeda DKI

G
AGAT Sidi Wahono diam mendengarkan kegundahan Joko
Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama di Balai Kota DKI
Jakarta pada awal 2014. Di hadapan Gagat, yang baru
menyelesaikan presentasi sistem penganggaran elektronik atau e-
budgeting, Jokowi dan Basuki, yang saat itu menjadi gubernur dan
wakil gubernur Jakarta, bercerita tentang program prioritas mereka
yang tiba-tiba saja menghilang sebelum dibawa ke Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah. Padahal program itu sudah tuntas dibahas saat fase
perencanaan.
Menurut Gagat, Jokowi juga menjelaskan soal proyek siluman. Meski
sudah dilarang diusulkan, bahkan dicoret, proyek itu tetap muncul.
“Pak Jokowi merisaukan anggaran siluman, biaya-biaya yang tiba-tiba
muncul,” kata praktisi sistem teknologi informasi itu kepada Tempo,
Kamis, 7 November lalu. Kegelisahan Jokowi dibawa Gagat ke dalam
diskusi tim teknis yang terdiri atas sekitar sepuluh orang.

Sebelum pertemuan di Jakarta itu, Gagat dan timnya ikut


mengembangkan sistem penyusunan bujet secara elektronik untuk
Pemerintah Kota Surabaya. Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini
mengaku telah mengembangkan sistem elektronik yang dipelopori
Gagat untuk mendukung penyusunan anggaran. Dengan penambahan
sistem lain, seperti perencanaan elektronik, Risma mengaku bisa
menghemat anggaran hingga ratusan juta rupiah.

Tim Gagat kemudian mulai memodifikasi sistem yang digunakan di


Surabaya agar sesuai dengan keinginan Jokowi menyapu proyek
siluman. Sistem yang dirancang Gagat dan timnya mulai beroperasi
dalam penyusunan Anggaran Pendapat-an dan Belanja Daerah
Perubahan DKI tahun 2014. Saat itu, Basuki naik menggantikan
Jokowi, yang terpilih sebagai presiden.

Memperbaiki sistem, tim Gagat mene-rapkan input anggaran


berjenjang, yaitu dari lurah hingga pemerintah provinsi. Tim itu juga
memasang fungsi login khusus untuk tiap satuan kerja perangkat
daerah (SKPD) buat mengetahui siapa peng-usul proyek dan
komponennya. Gagat pun menambahkan fitur history ke dalam sistem
untuk mengetahui perubahan item proyek yang dilakukan semua
pemegang akun. Menurut dia, semua sistem tambahan itu bisa
menghilangkan potensi penyalahgunaan anggaran negara. “Kalau ada
SKPD meng-input anggaran aneh-aneh, pasti langsung terlacak,” ujar
lulus-an Universitas Airlangga itu.

Tim Gagat juga merombak model perencanaan anggaran.


Sebelumnya, sistem yang digunakan berupa paket atau gelondongan
dan tak disertai rincian kegiatan. Setelah penerapan e-budgeting,
semua prog-ram harus disertai volume dan spesifi-kasi barang yang
diadakan. -Gagat mencon-tohkan, dengan sistem paket, pem-bangun-
an gedung sekolah bisa diang-garkan seenak-nya tanpa disertai rin-
cian pekerjaan dan pengadaan barang. Dengan e-budgeting, pengusul
harus memasukkan jumlah dan luas kelas dengan harga satuan yang
sudah dikunci Badan Pengelola Keuangan Daerah. Biaya
pembangunan pun bisa ditekan hingga hampir separuhnya.

Sistem kerja e-budgeting Jakarta, kata Gagat, juga didesain untuk


memilah secara otomatis komponen barang berdasarkan sektor
kedinasan. Dia mencontohkan, pejabat di Dinas Penanggulangan
Kebakaran DKI Jakarta tak akan bisa mengusulkan pengadaan jarum
suntik. Mereka hanya bisa meng-input pembelian slang, truk
pemadam, pakaian tahan api, dan komponen lain yang berhubungan
dengan tugas institusi. “Kalau tak dikunci seperti itu, para pengusul
akan asal memasukkan komponen yang tak terkait dengan pekerjaan
mereka,” ujar Gagat.

Meyakini pembahasan Rancangan APBD DKI tahun 2015 penuh


kejanggalan, Gubernur Basuki kemudian menyerahkan APBD hasil
penganggaran elektronik yang tidak melalui pembahasan dengan
DPRD kepada Kementerian Dalam Negeri. Akibatnya, DPRD Jakarta
pun menggunakan hak angket terhadap Basuki. Salah satu yang
dipersoalkan adalah penunjukan Gagat sebagai konsultan e-budgeting
secara langsung oleh pemerintah DKI dan ia hanya menerima honor
sebagai pelatih jajaran SKPD.

Gagat Sidi Wahono. Dokumentasi Pribadi

Pada Maret 2015, Gagat dipanggil dan dicecar tim hak angket DPRD.
Saat itu, ketua tim angket Muhammad Ongen Sangaji sangsi bahwa e-
budgeting diberikan secara cuma-cuma untuk pemerintah DKI
Jakarta. “Setahu saya, tidak mungkin gratis,” ujar politikus Partai Hati
Nurani Rakyat itu. Namun Gagat memastikan aplikasi itu diserahkan
secara cuma-cuma.

Basuki menjelaskan, pertimbangan memilih Gagat adalah dia punya


pengalaman membangun sistem di Surabaya. “Ia menjadi tenaga ahli
saja, tapi sistem e-budgeting tetap dijalankan dan menjadi milik
Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah,” ujar Basuki di hadapan
anggota Dewan. Tim angket belakangan menyimpulkan bahwa Basuki
melanggar aturan karena menyerahkan APBD DKI yang bukan
merupakan hasil pembahasan dengan DPRD kepada Kementerian
Dalam Negeri. Meski demikian, sistem e-budgeting terus berjalan
hingga Anies Baswedan menggantikan Basuki.

Setelah muncul persoalan lem seharga Rp 82 miliar yang disampaikan


politikus Partai Solidaritas Indonesia, William Adi-tya Sarana,
Gubernur Anies menimpakan kesalahan pada sistem e-budgeting wa-
risan pemerintah sebelumnya. “Sistemnya sudah digital, tapi tidak
smart,” ujar Anies. Menurut dia, sistem penganggar-an digital yang
pintar seharusnya bisa mengoreksi kekeliruan secara otomatis.
Sistem itu semestinya langsung memverifikasi dan menampilkan
peringatan kepada operator yang meng-input data dengan sembrono.
Komponen bujet yang ngawur seperti pembelian lem seharga Rp 82
miliar pun tak lagi muncul. “Saya tak akan meninggalkan sistem ini
ke gubernur -sesudahnya.”

Kepada Tempo, seorang kepala dinas menunjukkan kelemahan e-


budgeting yang masih digunakan pemerintah DKI. Salah satunya
terkait dengan ketiadaan rekapitulasi data penganggaran yang
dilakukan organisasi perangkat daerah. Akibatnya, untuk kegiatan
rutin atau berulang, semua data harus di-input kembali dari awal.
Alhasil, sistem ini sedikit merepotkan petugas peng-input data.

Kini, tim yang ditunjuk Gubernur Anies masih memperbarui sistem


penyusunan bujet secara elektronik. Sistem baru yang rencananya
dirilis pada akhir 2019 itu diklaim bisa langsung menolak
penyimpangan data yang di-input serta dilengkapi fitur komentar
agar masyarakat bisa berpartisipasi dalam penyusunan anggaran.

Namun Gagat membantah pernyataan bahwa sistem yang


dibangunnya lemah. Menurut Gagat, temuan pembelian lem sebesar
Rp 82 miliar adalah bukti bahwa skema usul dengan volume dan
spesifikasi berhasil membuat mata anggaran itu menonjol dan
terlihat tak wajar. Sedangkan mantan gubernur Basuki menyatakan
sistem yang dibuat pada era kepemimpinannya bertujuan mencegah
terjadinya korupsi. “Sistem itu berjalan baik jika yang meng-input
datanya tidak ada niat mark up, apalagi maling,” katanya.

RAYMUNDUS RIKANG, GANGSAR PARIKESIT, ADAM


PRIREZA, TAUFIQ SIDDIQ, LANI DIANA


Suara Berbuah Hibah
majalah.tempo.co
4 mins read

Dana hibah dari pemerintah DKI terus melonjak. Pendukung Anies


Baswedan diduga mendapat keistimewaan.

Anies Baswedan saat berkampanye di kawasan Duri Kepa,


Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Oktober 2016. TEMPO/Subekti

I
MING-iming duit Rp 1 miliar membuat anggota Gerakan
Nasional Peduli Anti Narkoba, Tawuran, dan Anarkis (Gepenta),
Nina Haryati, bersemangat menuju Hotel Gerbera,
Megamendung, Bogor, Jawa Barat, pada 17 Juni lalu. Duit itu bakal
dihibahkan pemerintah DKI Jakarta kepada sejumlah organisasi
kemasyarakatan yang lolos seleksi.

Nina bersama sekitar 90 orang dari berbagai organisasi


kemasyarakatan berangkat dengan dua bus. Adalah Badan Kesatuan
Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta yang mensponsori mereka.
“Kami diberi duit Rp 282 ribu untuk mengikuti kegiatan selama tiga
hari,” ujar Nina kepada Tempo, Kamis, 7 November lalu.
Menurut dia, setiba di lokasi acara, Kepala Subdirektorat Organisasi
Kemasya-rakatan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Jakarta Eliazer
langsung memberikan penjelasan tentang dana hibah hingga Rp 1
miliar untuk setiap ormas. Syaratnya, kata Nina, setiap ormas harus -
mengajukan proposal yang mendukung program kerja Gubernur DKI
Anies Rasyid Baswedan. Rencananya, sepuluh peserta terbaik dalam
acara bertajuk “Ormas dalam Pembangunan dan Menjaga Keutuhan
NKRI” itu akan mengantongi tiket ke tahap seleksi selanjutnya.

Namun harapan Nina bahwa organi-sasinya bisa mendapat dana


hibah memudar. Sebab, kata Nina, dalam pemaparan itu Eliazer
menyatakan pemerintah DKI memprioritaskan mereka yang
mendukung Anies Baswedan-Sandiaga Salahuddin Uno dalam
pemilihan gubernur 2017 sebagai penerima dana hibah. Gepenta tidak
ikut mendukung pasangan itu. Rekan Nina, Sisrie, yang juga hadir
dalam acara itu, bahkan menjadi pendukung lawan Prabowo
Subianto-Sandiaga Uno dalam pemilihan presiden lalu, Joko Widodo-
Ma’ruf Amin. Sisrie mengaku menjadi Sekretaris Jenderal We Love
Jokowi.

Eliazer enggan berkomentar tentang persyaratan mendukung Anies


dalam pemilihan gubernur lalu untuk mendapat dana hibah. “Siapa
yang mengarahkan ke saya?” kata Eliazer melalui pesan WhatsApp. Ia
kemudian hanya memberikan emoticon senyum serta dua telapak
tangan menelungkup. Eliazer tak menjawab panggilan telepon Tempo.

Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik DKI Jakarta Taufan Bakri
menampik kabar bahwa lembaganya memberikan hibah dengan
syarat dukungan kepada Anies saat pemilihan gubernur pada 2017.
“Siapa pun bisa mendapatkan dana hibah,” katanya pada Jumat, 8
November lalu.

Yang jelas, nama Gepenta tak masuk daftar ormas penerima hibah
dari pemerintah DKI pada 2020, yang salinannya diperoleh Tempo.
Nina bercerita, di akhir pertemuan di Megamendung, semua peserta
diminta menuliskan pesan dan kesan selama acara. “Saya menulis,
‘Uang hibah itu dana DKI, bukan milik kelompok tertentu’.”

Berbeda dengan Gepenta, Perkumpulan Ustadzah Peduli Negeri


(PUPN) tertulis dalam daftar penerima hibah di Rancangan Kebijakan
Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara Jakarta
2020 dengan nilai Rp 317,6 juta. PUPN beralamat di Jalan Tebet Timur
Raya, Jakarta Selatan. Kantor itu sekaligus menjadi rumah pribadi
Bendahara PUPN Marhamah. Kepada Tempo, Marhamah mengakui
organisasi yang dibentuk pada 2016 itu memang mendukung Anies-
Sandi saat pemilihan gubernur. Dalam pemilihan presiden, ormas itu
juga mendukung Prabowo-Sandi.
Menurut Marhamah, ketua organisasinya, Nurdiati Akma, juga hadir
dalam pemaparan dana hibah di Megamendung. Tapi Nurdiati enggan
berkomentar tentang kehadirannya. Bekas calon anggota Dewan
Perwakilan Rakyat dari Partai Amanat Nasional itu mengaku
mengajukan proposal dana hibah sejak 2018 atau satu tahun setelah
Anies-Sandi memenangi pemilihan kepala daerah. Meski mengajukan
program seperti kursus pendidikan sebanyak 15 kali dalam setahun
untuk ustazah di seluruh Jakarta, PUPN gagal mendapat dana hibah
untuk tahun anggaran 2019.

Pada 2016, Basuki menganggarkan duit hibah Rp 2,5

triliun. Setahun kemudian, jumlahnya merosot menjadi Rp

1,4 triliun. Setelah Anies-Sandi dilantik, dana bantuan itu

merangkak naik. Tahun lalu, jumlahnya mencapai Rp 1,8

triliun, sedangkan tahun ini melonjak menjadi Rp 2,7

triliun. Rencananya, tahun depan pemerintah DKI

menyiapkan dana hibah Rp 2,8 triliun.

Tahun ini, PUPN kembali mengajukan proposal. Pada September lalu,


dalam acara di kantor Badan Amil Zakat Nasional DKI Jakarta,
Nurdiati mendapat kabar dari perwakilan pemerintah provinsi bahwa
organisasinya mendapat hibah. Saat itu, dia juga diberi tahu alasan
tak mendapat dana hibah pada 2019. “Istilahnya 1-0-1. Tahun ini
dapat, dua tahun kemudian baru bisa dapat lagi.”

Selain PUPN, organisasi pendukung Anies-Sandi yang mendapat


alokasi dana hibah dalam Rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan
Prioritas Plafon Anggaran Sementara Jakarta 2020 adalah Forum
Ulama Habaib Jakarta. Ormas itu mendapat fulus sebesar Rp 646,6
juta. Menjelang pemilihan gubernur pada 2017, Ketua Forum Ulama
Habaib Jakarta Syukron Makmum menyerukan memilih pemimpin
yang satu iman. Kompetitor Anies, Basuki Tjahaja Purnama,
nonmuslim. Menjelang pemilihan gubernur, Basuki menjadi tersangka
kasus penodaan agama karena menyitir Surat Al-Maidah ayat 51
tentang imbauan memilih pemimpin muslim.

Saat Basuki menjadi Gubernur DKI, Forum Ulama Habaib tak


mendapat dana hibah. Tempo mendatangi kantor -Forum Ulama
Habaib di Jalan Dewi Sartika, Jakarta Timur, pada Kamis, 7 November
lalu. Namun tiada orang di kantor itu. Tele-pon kantor yang
dihubungi hingga Jumat sore, 8 November lalu, pun tak diangkat.

Dana hibah pada masa pemerintahan Anies Baswedan terus


meningkat. Pada 2016, Basuki menganggarkan duit hibah Rp 2,5
triliun. Setahun kemudian, jumlah-nya merosot menjadi Rp 1,4
triliun. Setelah Anies-Sandi dilantik, dana bantuan itu merangkak
naik. Tahun lalu, jumlahnya mencapai Rp 1,8 triliun, sedangkan tahun
ini melonjak menjadi Rp 2,7 triliun. Rencananya, tahun depan
pemerintah DKI menyiapkan dana hibah Rp 2,8 triliun.

Bukan hanya anggaran yang melejit, duit yang diterima sejumlah


organisasi pun meroket. Salah satu mata anggaran hibah yang
dinaikkan Anies adalah untuk Persatuan Guru Republik Indonesia
(PGRI) Jakarta. Pada 2017, atau saat Basuki Tjahaja Purnama menjadi
gubernur, PGRI Jakarta menerima Rp 1,8 miliar. Setelah Anies
menjabat, dana itu melambung hingga Rp 367,2 miliar pada 2018.
Setahun kemudian, PGRI mendapat Rp 323,7 miliar. Sedangkan tahun
depan, lembaga itu direncanakan mendapat Rp 319 miliar.

Begitu pula Himpunan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Anak


Usia Dini Indonesia (Himpaudi). Pada 2017, organisasi itu tak
mendapat dana hibah, tapi setahun kemudian pemerintah DKI
memberikan Rp 40,2 miliar. Tahun ini Himpaudi mendapat Rp 40,3
miliar dan tahun depan Rp 34,3 miliar. “Itu untuk kesejahteraan
guru,” ujar Anies.

Menurut Anies, dana hibah secara keseluruhan bertujuan


meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Anies
membantah royal membagikan dana hibah bagi pendukungnya dalam
pemilihan gubernur. “Semua ormas silakan mengajukan. Ada proses
seleksinya,” katanya.

HUSSEIN ABRI DONGORAN, GANGSAR PARIKESIT


Banyak yang Meradang Saat
Saya Bicara Sistem
majalah.tempo.co
8 mins read

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan:

Anies Baswedan. TEMPO/Subekti

A
NIES Baswedan membentangkan dua lembar kertas nukilan
data anggaran Provinsi DKI Jakarta tahun 2017. Kedua kertas
itu memuat informasi tentang angka belanja untuk
penghapus papan tulis bagi lebih dari 600 ribu siswa sekolah di
Jakarta selama 12 bulan. Nilainya mencapai Rp 53 miliar. “Apakah di
ujung benar kami belanja itu? Tidak. Dalam kenyataannya, itu adalah
honorarium pegawai,” katanya kepada Tempo sambil bergantian
menunjuk angka-angka pada kedua kertas itu, Jumat, 8 November
lalu.

Gubernur DKI Jakarta ini mencontohkan bagaimana sistem


penganggaran elektronik atau e-budgeting Jakarta memiliki celah
kelemahan. Ia mengatakan, ketika Rp 53 miliar itu ditetapkan sebagai
rencana anggaran untuk Bantuan Operasional Pendidikan, sebenarnya
entri data penggunaannya belum ada di katalog. Akhirnya, petugas
yang meng-input data itu menggantinya dengan penghapus papan
tulis. “Yang penting angka Rp 53 miliar terpenuhi. Nanti, seusai
pembahasan, diisi yang sesungguhnya,” ujar Anies.

Rancangan anggaran DKI Jakarta 2020 memicu polemik setelah


William Aditya Sarana, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia, mengungkap plafon
pembelian lem Aica-Aibon sebesar Rp 82,8 miliar di Suku Dinas
Pendidikan Jakarta Barat beberapa waktu lalu. Legislator dari Fraksi
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Ima Mahdiah, juga
mengungkap puluhan item mata anggaran janggal lain, dari alat tulis
kantor hingga perlengkapan olahraga, dengan nilai hampir Rp 2,5
triliun.

Buntut dari beredarnya informasi tentang anggaran janggal yang


mengheboh-kan itu, Anies berjibaku memberikan pen-jelasan kepada
publik. Salah satunya soal sistem penganggaran digital yang, menurut
dia, belum optimal. “Saya ini took the bullet atas sebuah sistem yang
sudah terja-di bertahun-tahun. Tapi yang -dimarahi (pu--blik) kan
gubernur sekarang,” kata Anies, yang menjabat gubernur sejak 2017.

Kepada wartawan Tempo, Mahardika Satria Hadi, Wayan Agus


Purnomo, Aisha Shaidra, Hussein Abri Dongoran, dan Gangsar
Parikesit, Anies menceritakan penyebab kekisruhan rancangan
anggaran DKI Jakarta. Dalam perbincangan selama satu jam di Balai
Kota Jakarta, bapak empat anak ini juga menjelaskan persiapan
Jakarta selaku tuan rumah balap mobil listrik Formula E tahun depan,
dana hibah untuk guru dan pendidik anak usia dini, serta kandidat
Wakil Gubernur Jakarta.

Anggaran janggal kembali ditemukan. Bagaimana Anda


melihat efektivitas sistem e-budgeting?

Yang menjadi concern adalah sistem yang kami miliki saat ini tidak
cukup pintar. Dia digital, tapi tidak melakukan proses verifikasi,
proses validasi atas semua data yang dimasukkan. Sehingga, saat fase
perencanaan, muncul komponen-komponen yang belum tentu relevan
pada saat menetapkan anggaran.

Sejak kapan item janggal itu ditemukan?

Sesungguhnya kami sudah menemukan problem ini sejak dulu. Ketika


kami temukan, kami koreksi. Setelah disisir, ketemu, kenyataannya
barangnya tidak jadi. Dari dulu juga enggak pernah jadi. Cuma kan
begini, saya sampaikan jangan memasukkan satu-dua barang untuk
mengklaim semua.

Ada temuan yang sama pada tahun sebelumnya?

Ya, setiap tahun. Justru itulah cerita yang selama ini ada, kan?
Prosesnya disisir. Sistem digital disisir, ya seperti menulis pakai
Microsoft Word terus koreksinya tetap manual, bukan pakai
AutoCorrect. Padahal kan pakai Microsoft Word supaya dapat
menggunakan Word Count, correction, dan lainnya. Penyisiran manual
seharusnya dilakukan pada saat memasukkan item. Misalnya, belanja
lem Aica-Aibon per anak dapat 10 kilogram, lalu angkanya Rp 82
miliar. Seharusnya bertanya ulang dong ketika melihat itu. Karena
nampak tidak masuk di akal, seharusnya dikoreksi.

Apakah ini murni kesalahan sistem?

Jadi memang ini ada masalah orang. Orang yang tidak mengerjakan
dengan benar. Tidak benarnya karena apa? Motifnya tak bisa
dibedakan. Harus diakui ada yang salah di sini. Kenapa kesalahan
bisa terjadi? Ada sistem yang longgar. Harus diperbaiki keduanya.
Jadi orang harus dipaksa mengisi dengan benar.

Seberapa besar kemungkinan kesalahan akibat kelalaian


atau niat buruk pihak yang memasukkan data?

Kalau melihat dari soal niat, kami tidak tahu. Kalau dari sisi jumlah,
angkanya tidak banyak. Tapi, kalau yang niat baik, niat buruk,
sistemnya tidak bisa mendeteksi itu.

Satuan kerja perangkat daerah (SKPD) sebenarnya tinggal


mengacu pada kegiatan tahun lalu.

Persis. Masalahnya, kita itu selalu restart, mulai dari nol. Dan yang
menjadi problem juga, ketika itu dikoreksi, data lamanya hilang.

Bukannya ada di bagian monitoring dan evaluasi yang


menjadi basis kegiatan reguler?

Enggak begitu. Misalnya sekarang kita ingin tahu yang memasukkan


angka Rp 82 miliar untuk lem Aibon itu siapa. Lalu, setelah itu kita
ganti jadi Rp 0, maka yang mengisi pertama kali datanya terhapus.

Jejaknya tidak bisa dilacak?

Tidak bisa. Sistemnya ya begitu. Kami bukan mempertahankan


sistem, ini faktanya. Karena itulah nanti ke depan harus ada track
changes. Jadi siapa pun yang mengusulkan program terdeteksi. Sistem
yang sebelumnya berlaku sampai 2015, Sistem Informasi
Perencanaan, justru tercatat. Tapi, setelah menggunakan e-budgeting
yang sekarang, komponen itu hilang. Jadi orang bisa menitip program
tanpa tercatat.

Penyisiran manual seharusnya dilakukan pada saat

memasukkan item. Misalnya, belanja lem Aica-Aibon per

anak dapat 10 kilogram, lalu angkanya Rp 82 miliar.

Seharusnya bertanya ulang dong ketika melihat itu.

Karena nampak tidak masuk di akal, seharusnya dikoreksi.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan


lainnya bukannya bisa mengecek?

Iya, mengecek yang final, versi terakhir. Dan memang sesudah


dimasukkan, dikunci. Ketika mengisi baru lagi, yang dikoreksi akan
baru lagi, berbeda dengan yang saat ini.

Bukankah e-budgeting dibuat agar SKPD mengetahui


detail komponen penyusun anggaran kegiatan sehingga
tidak asal mengusulkan pagu anggaran?

Justru enggak ada perencanaan. Nah, itu problemnya. Itulah sebabnya


kenapa kita membutuhkan perencanaan, yang terdiri atas tiga unsur,
yaitu musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang),
rencana strategis yang sudah ditetapkan sebagai Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan rencana yang
dikerjakan dinas. Dari ketiga itu, baru masuk ke penganggaran. Yang
terjadi dengan sistem yang kami miliki sekarang, komponen
perencanaannya tidak ada. Itu yang diserahkan kepada SKPD.

Bagaimana Anda memastikan anggota Tim Gubernur


untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) tidak bermain
mata dengan SKPD?

Dilakukan pertemuan rutin mingguan untuk memastikan program-


program berjalan. Itu sebabnya, nanti dalam pengaturan sistem baru
harus diketahui siapa pengusul program dan kegiatan. Misalnya, ada
orang yang memasukkan program pembangunan trotoar, maka jelas
pengusulnya dinas apa, suku dinas apa, kalau dari anggota DPRD dari
fraksi apa, dalam rapat kapan. Jadi apa yang direncanakan ada trace
datanya. Sekarang kan kita tidak tahu. Ada rencana, tapi kita tidak
tahu siapa yang mengusulkan, prosesnya kapan kita tidak tahu. Ini
yang harus kita sempurnakan. Dengan cara begitu, kita bisa
mengetahui proses, dari sana kita akan tahu ini good-intentioned atau
ill-intentioned.

Tidak bisa ditelusuri secara manual?

Dengan 50-an ribu item, pasti akan memakan waktu. Dengan cara
baru akan lebih mudah. Berapa dari musrenbang langsung tahu,
berapa dari SKPD atau reses. Otomatis. Itu gunanya sistem yang kuat.

Bagaimana penyempurnaan e-budgeting dapat


mengantisipasi pihak-pihak yang menekan SKPD untuk
memasukkan pengadaan tertentu?

Prosesnya dibuat terbuka. Kalau mau menitipkan program, harus ada


catatan dan informasinya. Misalnya ada anggota Dewan menitipkan
program perbaikan fasilitas mandi-cuci-kakus, ya tidak boleh
dilarang. Itu kan menjadi kebutuhan publik di daerah tertentu. Kalau
ada catatannya, maka kami dengan mudah meminta
pertanggungjawabannya. Dan kalau yang diminta aneh-aneh,
catatannya juga ada, sehingga bisa dimintai pertanggungjawaban.

Ada anggota Fraksi PDIP yang menemukan masih ada


anggaran janggal dengan nilai jumbo. Tanggapan Anda?

Ya, dibahas saja di dalam rapat, jangan sampai ada yang janggal.

Anggota TGUPP dianggap tidak cukup efektif menyisir


anggaran.

Tunjukkan angkanya, lalu dibahas. Karena banyak retorika di sini.


Misalnya Formula E perlu angka Rp 300-an miliar. Ada yang bilang
itu janggal atau tidak janggal, ya boleh saja. Itu kan pelabelan.
Diskusikan saja faktanya. Saya tidak akan defensif. Ini adalah uang
dari rakyat, silakan dibahas. Bahwa dalam membahas itu sambil
menyalahkan sana-sini, itu juga haknya mereka. Kami mau bereskan
ini. Banyak yang meradang ketika saya bicara sistem, karena
kesannya jadi politis.

Maksudnya di lingkup internal pemerintah provinsi?

Enggak, ramai di percakapan publik. Padahal yang namanya sistem,


upgrade adalah hal normal. Itulah kenapa saya selama ini enggak
pernah ngomong sistem.
Atau karena Anda dianggap menyinggung sistem yang
dibuat gubernur sebelumnya?

Persis. Kenapa saya harus menyampaikan sekarang, karena


ditemukan ada masalah yang diumumkan kepada publik. Karena itu,
saya harus menyampaikan kepada publik apa yang terjadi. Apakah
baru ditemukan sekarang, kan tidak. Kami sudah menemukannya
sebelumnya. Kalau saya berencana hanya untuk menyalahkan, saya
bisa go public dan mengatakan ini bermasalah sejak tahun lalu. Tapi
enggak tuh. Saya mau menunjukkan bahwa saya tidak punya intensi
menjadikan ini sebagai persoalan politik.

Anda melihat kritik terhadap koreksi e-budgeting sebagai


upaya politik dari pihak lain?

Itu bukan urusan saya. Itu hak mereka. Urusan saya adalah
memastikan tata kelola di pemerintah provinsi berjalan dengan baik
dan, begitu ada masalah, saya tidak melakukan pembiaran. Saya
melakukan langkah koreksi. Itu yang saya bisa pertanggungjawabkan
kepada publik.

Apa solusinya agar insiden anggaran janggal tak terulang?

Kami menyiapkan pemutakhiran sistem, bukan mau dihilangkan. Lha


wong kita saja pakai aplikasi terbiasa dengan pembaruan perangkat
lunak supaya lebih baik.

Apakah sistem yang baru bisa menjamin tidak terjadi


kesalahan serupa?

Seperti ketika Anda upgrade sistem, apakah langsung sempurna? Pasti


tidak. Ketika menemukan ini tahun lalu, saya bilang ini tidak benar.
Tapi apakah ini sebuah pencurian? Kami tidak tahu. Itu yang saya
katakan tadi, apakah ini karena malas atau di sistemnya memang
tidak ada atau karena ada niat buruk.

Bagaimana mekanisme hukuman untuk birokrat-birokrat


yang dianggap lalai dalam kasus anggaran?

Itu lagi diperiksa. Semua yang menyimpang dilihat, di mana lalainya


dan diberi sanksi sesuai dengan aturannya.

Sudah berjalan?

Lagi jalan.

Ada berapa orang?

Nanti saya cek. Diperiksain satu-satu.

Formula E menjadi sasaran kritik karena tidak masuk


RPJMD. Tanggapan Anda?
Sama seperti ketika dapat Asian Games kemarin, enggak ada dalam
RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional).
Kemudian ada peluang, diambil, karena baik untuk Indonesia.

Persiapan penyelenggaraannya juga dinilai menghabiskan


anggaran terlalu besar saat anggaran DKI Jakarta defisit.

Kami menyiapkan Formula E itu dengan niat menggerakkan


perekonomian. Pelemahan perekonomian itu membutuhkan modal
untuk bisa digerakkan. Jangan karena perekonomian melemah,
anggaran menurun, terus tidak melakukan rangsangan ekonomi.

Anies Baswedan saat memaparkan hasil kerja selama dua tahun pemerintahannya di
Balai Kota Jakarta, 15 Oktober 2019. TEMPO/Muhammad Hidayat

Soal dana hibah, di era Anda jumlahnya makin meningkat.


Apa pertimbangannya?

Bukan hanya dana hibah, tapi kami mendorong pengadaan swakelola


tipe 3 dan 4. Dengan pengelolaan tipe 3 dan 4 itu, masyarakat terlibat
langsung dalam proses pembangunan. Anggaran pemerintah
diberikan langsung kepada masyarakat, lalu masyarakat
mengelolanya. DKI Jakarta adalah provinsi pertama dan satu-satunya
yang menerapkan ini. Dengan cara ini, masyarakat ikut membangun
dan terlibat, tidak hanya menonton.

Bagaimana meminimalkan potensi penyimpangan dana


hibah?

Itu tantangannya. DKI Jakarta yang pertama, karena itu kami


termasuk yang sedang belajar bagaimana memastikan tak ada
penyimpangan. Namanya uang itu selalu ada potensi penyimpangan.
Sekarang dengan inspektorat, dan yang lain sedang belajar. Skalanya
akan kami besarkan.

Jumlah dana hibah untuk Persatuan Guru Republik


Indonesia dan Himpunan Pendidikan dan Tenaga
Kependidikan Anak Usia Dini meningkat terus. Apakah
karena mereka selama ini kurang diperhatikan?

Kalau itu sih undang-undangnya harus kita dorong sehingga pendidik


anak usia dini bisa berstatus guru. Dengan status guru, dia akan
mendapat Tunjangan Kinerja Dinamis seperti yang lain. Ini bukan
soal mau-tidak mau, tapi soal landasan hukumnya dia bukan guru.

Beberapa organisasi kemasyarakatan yang mendukung


Anda dalam pemilihan kepala daerah lalu mendapat dana
hibah.

Semua ormas silakan mengajukan, ada proses seleksinya.

Dengan segala persoalan saat ini, Anda bisa menanganinya


tanpa wakil gubernur?

Terutama pada kegiatan seremonial. Jika ada acara yang bersamaan,


saya repot saja. Misalnya, Presiden pergi, kami harus mengantar ke
bandar udara. Pada saat bersamaan DPRD sidang paripurna.
Badannya satu, dua-duanya wajib hadir.

Apa solusi yang diambil?

Kalau seperti itu, saya kirim deputi. Saya kontak sekretariat dan
mereka memaklumi, kemudian dikirim deputi (mengantarkan
Presiden). Karena itu kan lebih seremonial.

Prabowo Subianto menyetujui Partai Gerindra yang


meminta jatah wakil gubernur.

Selalu saya katakan, saya ini akan lurus pada apa yang menjadi
kewenangan dan tanggung jawab saya. Itu yang saya urus. Wakil
gubernur adalah ranahnya partai politik untuk mencalonkan.
Prosesnya ada di partai politik. Lha wong saya urusannya banyak ini.

ANIES RASYID BASWEDAN

Tempat dan tanggal lahir: Kuningan, Jawa Barat, 7 Mei 1969

Pendidikan: Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada


(1995), Master International Security and Economic Policy dari
University of Maryland, Amerika Serikat (1999), Doktor dari
Northern Illinois University, Amerika Serikat (2005)

Karier: Gubernur DKI Jakarta (2017-sekarang), Menteri Pendidikan


dan Kebudayaan (2014-2016), Rektor Universitas Paramadina (2007-
2015), Ketua Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi (2013),
pendiri Indonesia Mengajar (2010)


Polisi Usut Surat Juru Parkir
Bekasi
majalah.tempo.co
4 mins read

KEPOLISIAN Resor Metropo-litan Bekasi Kota mengusut dugaan pidana


pemerasan dalam pengelolaan parkir di sejumlah minimarket di
wilayah itu.

Polisi menghadirkan sejumlah preman yang terjaring


operasi, di Mapolres Metro Bekasi Kota, Bekasi, Jawa Barat,
5 November 2019. ANTARA/Risky Andrianto

K
epala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Bekasi Kota
Komisaris Arman mengatakan pengusutan berfokus pada
penerbitan surat penugasan dari pemerintah daerah kepada
sejumlah juru parkir yang menjadi anggota organisasi
kemasyarakatan. “Surat penugasan sudah kami sita untuk keperluan
penyelidikan,” ujar Arman di kantornya, Rabu, 6 November lalu.
Kepala Badan Pendapatan -Daerah Kota Bekasi Aan Suhanda
menandatangani dokumen berjudul “Surat Perintah Tugas” pada 16
Agustus 2019. Isinya menunjuk dan memberikan kewenangan kepada
individu yang menjadi anggota ormas untuk menarik retribusi parkir
kendaraan di minimarket di depan stasiun pengisian -bahan bakar
umum Jalan Siliwangi, Kecamat-an Rawalumbu, Bekasi. Surat
tersebut berlaku hingga 30 September 2019.

Pemberian izin itu menuai -kritik setelah sejumlah anggota ormas


ber-unjuk rasa di minimarket SPBU Jalan Raya Narogong,
Rawalumbu, pada 23 Oktober lalu. Massa yang dalam aksinya sempat
memblokade jalan itu menuntut pengelolaan lahan parkir di
minimarket tersebut. Aan dalam video yang viral di media sosial
tersebut malah meminta pengelola minimarket bekerja sama dengan
ormas. Menurut Arman, penarikan retribusi parkir secara ilegal bisa
dikategorikan pungutan liar.

Polisi sudah memeriksa Aan untuk mendalami landasan hukum


perekrut-an petugas parkir. Aan mengaku me-nerbitkan surat tugas
untuk menarik retribusi parkir di 150 minimarket. Dia mengklaim
penerbitan surat itu sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun
2019 tentang Pajak Daerah. “Sekarang sudah saya setop untuk
evaluasi, kita bicarakan lagi bagaimana baiknya,” katanya, Kamis, 6
November lalu.

Ketua Gabungan Inisiatif Barisan Anak Siliwangi atau Gibas Kota


Bekasi, Deni Muhammad Ali, menolak pengelolaan parkir oleh
ormasnya disebut sebagai pungutan liar. “Sebagian hasilnya juga
kami setorkan kepada peme-rintah daerah.”

Demo Berujung Pemeriksaan

23 Oktober 2019: Sejumlah anggota organisasi kemasyarakatan


berdemonstrasi di minimarket SPBU Narogong, Rawalumbu. Mereka
meminta pemerintah dan pemilik minimarket menyerahkan
pengelolaan lahan parkir.

6 November 2019: Kepolisian Resor Metro Bekasi Kota menjaring


92 anggota ormas yang merangkap juru parkir. Penangkapan
dilakukan menyusul banyaknya laporan masyarakat yang merasa
dirugikan oleh keberadaan mereka. Belakangan, polisi melepaskan 92
juru parkir tersebut.
7 November 2019: Polisi memanggil Kepala Badan Pendapatan
Daerah Kota Bekasi Aan Suhanda. Ia diperiksa terkait dengan dugaan
korupsi surat tugas pengelolaan lahan parkir sejumlah anggota
ormas.

Aturan Retribusi

Aan Suhanda menggunakan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2019


tentang Pajak Daerah sebagai landasan merekrut anggota organisasi
kemasyarakatan menjadi juru parkir.

Pasal 45

1. Pajak parkir dipungut atas penyelenggaraan tempat parkir di luar


badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha
maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan
tempat penitipan kendaraan motor.

2. Objek pajak parkir adalah penyelenggaraan tempat parkir di luar


badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha
maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan
tempat penitipan kendaraan bermotor, penyelenggaraan parkir
motor.

3. Penyelenggara parkir adalah orang pribadi atau badan yang


menyediakan dan menyelenggarakan tempat parkir, termasuk jasa
valet atau sebutan lainnya.

4. Penyelenggara parkir sebagaimana dimaksud ayat 3 yang


menggunakan karcis, sebelum digunakan, wajib diperforasi oleh
badan, kecuali tanda bukti pembayaran parkir yang menggunakan
mesin elektronik.

Jabatan Wakil Panglima TNI Hidup Lagi

PRESIDEN Joko Widodo meneken Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun


2019 tentang Susunan Organisasi Tentara Nasional Indonesia pada 18
Oktober 2019. Dengan peraturan ini, Presiden menghidupkan kembali
jabatan Wakil Panglima TNI yang dipegang jenderal bintang empat.

Jabatan itu dihapus Presiden Abdurrahman Wahid 20 tahun lalu.


Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan Jokowi menilai
jabatan tersebut penting dihidupkan kembali. “Pembicaraannya sudah
ada sejak Pak Moeldoko menjadi Panglima,” ujarnya di Istana Bogor,
Kamis, 7 November lalu.

Menurut Pratikno, Wakil Panglima akan membantu Panglima TNI


mengenai urusan teknis organisasi. Dia juga menilai keberadaan
Wakil Panglima bisa meningkatkan interaksi antarunit dan
antarmatra yang terpadu.

TEMPO/Imam Sukamto

Pratikno Pimpin Seleksi Dewan Pengawas KPK

PRESIDEN Joko Widodo menunjuk Menteri Sekretaris Negara


Pratikno sebagai ketua tim seleksi Dewan Pengawas Komisi
Pemberantasan Korupsi. Juru bicara Presiden, Fadjroel Rachman,
mengatakan proses seleksi akan melibatkan masukan dari sejumlah
tokoh masyarakat. “Semua proses nanti di bawah Pak Pratikno,” ucap
Fadjroel pada Kamis, 7 November lalu.

Fadjroel menjelaskan, pemilihan Dewan Pengawas tidak melalui


mekanisme panitia seleksi seperti pemilihan pemimpin KPK.
Presiden, dia melanjutkan, berharap orang-orang yang terpilih
nantinya mampu mendukung politik hukum pemerintah di bidang
pemberantasan korupsi.

Menurut Fadjroel, kriteria pemilihan merujuk pada Undang-Undang


KPK yang baru, yakni minimal berusia 55 tahun dan berpendidikan
minimal sarjana. “Calon juga harus memiliki kualifikasi pendidikan
bidang hukum, keuangan, dan perbankan,” tuturnya.
Polda Metro Tangkap Polisi Penculik

KEPOLISIAN Daerah Metropolitan Jakarta Raya menangkap empat


polisi dan dua warga sipil yang diduga menculik dan memeras
Matthew Simon Craib, warga negara Inggris, awal November lalu.
“Semua tersangka akan diproses sesuai dengan hukum yang berlaku,”
ujar juru bicara Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Argo Yuwono, di
kantornya, Kamis, 7 November lalu.

Salah satu polisi tersebut adalah Brigadir Dua Julia Bita Bangapadang,
yang bertugas di Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse
Kriminal Kepolisian RI. Julia mengajak Brigadir Dua Nugroho Putro
Utomo, Brigadir Satu Herodotus, dan Brigadir Dua Sandika Bayu
Segara, yang bertugas di Satuan Reserse Narkoba Kepolisian Resor
Metro Jakarta Timur.

Craib diculik pada 30 Oktober lalu setelah bertemu dengan seseorang


bernama Giovani. Argo menyebutkan penculikan tersebut diduga
direncanakan Nola Aprilia, pacar Giovani.

Dok. TEMPO/Aditia Noviansyah


Novel Baswedan Diadukan ke Polisi

POLITIKUS Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Dewi Ambarwati,


melaporkan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel
Baswedan, ke Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya, Rabu, 6
November lalu. Dewi menuding Novel merekayasa peristiwa
penyiraman air keras pada April 2017. “Bentuk lukanya janggal,” kata
Dewi setelah melapor.

Tim pengacara Novel Baswedan berencana melaporkan balik Dewi


karena menebar kebohongan dan melakukan pencemaran nama.
Anggota tim, Saor Siagian, menilai Dewi mengabaikan berbagai
temuan tim pencari fakta yang dibentuk pemerintah dan kepolisian.
“Pelapor juga tidak memiliki unsur kemanusiaan,” ucap Saor.

Novel juga terseret dalam laporan pengacara gaek O.C. Kaligis, yang
mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, karena
kasus suap. Kaligis menggugat Jaksa Agung dan Kejaksaan Negeri
Bengkulu di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan agar dugaan
penganiayaan yang dituduhkan kepada Novel saat ia masih menjadi
polisi di Bengkulu dilanjutkan.


Reksa Dana Besar Jababeka
Bersibak
majalah.tempo.co
5 mins read

Perselisihan manajemen Jababeka berlanjut ke pengadilan. Diwarnai


kejanggalan penempatan hasil reksa dana yang diduga melanggar
ketentuan.

Kawasan Industri Jababeka, Cikarang,Jawa Barat, 8


November 2019.

Bagi Komisaris Utama PT Kawasan Industri Jababeka Tbk Setyono


Djuandi Darmono, tak ada jalan untuk meng-akhiri kisruh
kepemimpinan di tubuh perusahaan yang didirikannya tersebut selain
menunggu putusan pengadilan. Geger seusai rapat umum pemegang
saham (RUPS) pada 26 Juni lalu kembali bergeser ke ranah perdata.
“Gugatan pertama sudah dicabut. Oktober lalu masuk gugatan baru,”
kata Darmono di ruang kerjanya, lantai 25 Menara Batavia, Jakarta
Pusat, Kamis, 7 November lalu.

Gugatan baru tersebut dilayangkan enam pemegang saham KIJA—


kode emiten Jababeka—ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 24
Oktober lalu. Gugatan lama yang mempersoalkan hasil RUPS dicabut
setelah mediasi terakhir pada 16 Oktober menemui jalan buntu. Kali
ini gugatan kembali ditujukan terhadap perseroan, komisaris, direksi,
notaris, dan biro administrasi efek Jababeka. Rencananya, sidang
perdana digelar pada Selasa pekan depan.

Namun, di luar pengadilan, beredar data di kalangan pelaku pasar


modal yang mengindikasikan adanya penempatan reksa dana PT
Pratama Capital Assets Management yang melebihi aturan pada
saham KIJA sesaat menjelang RUPS. Penambahan portofolio reksa
dana Pratama ini ditengarai berkaitan dengan dugaan aksi
pengambilalihan secara paksa (hostile takeover) kepemimpinan
Jababeka dalam RUPS.

Dugaan tersebut mencuat lantaran Pratama Capital merupakan


manajer investasi yang dipimpin Iwan Margana, pemilik PT
Imakotama Investindo, salah satu pemegang saham Jababeka. “Ini
bisa merugikan nasabah reksa dana karena ada konflik kepentingan
manajer investasi yang merangkap pemilik saham perusahaan,” tutur
seorang pelaku pasar modal yang mencermati kejanggalan transaksi
reksa dana Pratama.

KONFLIK kepemimpinan Jababeka berawal dari rapat umum


pemegang saham yang memutuskan mantan Menteri Badan Usaha
Milik Negara, Sugiharto, menjadi Direktur Utama Jababeka
menggantikan Tedjo Budianto Liman. Agenda terakhir rapat yang
digelar di Menara Batavia itu sempat diwarnai pertanyaan oleh kuasa
pemegang saham. Iwan Margana menjadi tokoh sentral dalam
perdebatan yang berujung voting tersebut.

Berita acara rapat mencatat Iwan sebagai pihak yang mendorong


pergantian. Iwan hadir mewakili perusahaannya sekaligus sebagai
kuasa Islamic Development Bank (IDB), pemilik 11,29 persen saham
Jababeka. PT Imakotama Investindo dan IDB pula yang disebut
mengusulkan agenda perubahan anggota direksi dan komisaris untuk
dibahas dalam rapat.

Perdebatan muncul setelah usul perubahan anggota direksi beralih


menjadi pergantian direktur utama. Dalam RUPS, sesuai dengan
berita acara yang diunggah di situs Bursa Efek Indonesia, penasihat
hukum Jababeka, Iwan Setiawan, sempat mengingatkan bahwa usul
baru tidak bisa dibahas karena belum disetujui komite nominasi dan
remunerasi yang diemban Dewan Komisaris Jababeka. Komite
nominasi sebelumnya hanya menyetujui penunjuk-an Sugiharto
sebagai anggota direksi.

Iwan Margana mendebat argumen itu. Menurut dia, RUPS adalah


forum pemegang saham yang mempunyai hak bicara dan
memutuskan. Perkara usul posisi yang berubah dari direktur menjadi
direktur utama untuk Sugiharto, menurut dia, tidak ada masalah.
“Direktur utama juga anggota direksi,” ucapnya saat itu.

Perdebatan panjang berakhir dengan voting di ujung rapat. Lebih dari


52 persen dari sekitar 90 persen pemegang saham yang hadir
menyetujui pengangkatan Sugiharto sebagai direktur utama. Rapat
juga mengangkat Aries Liman, Wakil Presiden Komisaris PT Panin
Sekuritas, sebagai komisaris independen.

Sugiharto

Tedjo Budianto Liman, yang kala itu masih Direktur Utama Jababeka,
sempat mengingatkan bahwa perusahaan melalui anak usaha
Jababeka International BV sedang terikat perjanjian utang dalam
bentuk note senilai US$ 300 juta atau sekitar Rp 4,2 triliun.
Perjanjian tersebut mencantumkan klausul bahwa perusahaan akan
mempercepat pelunasan utang jika terjadi perubahan terhadap
kendali perseroan. Kondisi ini dapat memicu default terhadap anak
usaha yang berpotensi menyeret induk perusahaan.

Struktur baru memang seolah-olah menempatkan Imakotama dan IDB


sebagai pengendali baru perusahaan menggantikan Darmono selaku
pendiri Jababeka. Sugiharto saat ini juga menjabat Kepala Dewan
Penasihat IDB Member Countries Sovereign Investment Forum. Dia
juga pernah menjadi Ketua Komite Investasi PT Pratama Capital
Assets Management milik Iwan Margana.

DATA baru mencatat penyertaan dana investasi PT Pratama Capital


Assets Management tertanggal 28 Mei 2019. Selasa itu adalah
recording date alias tanggal acuan pemilik saham yang berhak
mengikuti rencana rapat umum pemegang saham pada 26 Juni 2019.

Pada tanggal tersebut, sedikitnya 18 dari 20 dua reksa dana Pratama


di portofolio KIJA ditengarai melewati ambang batas penyertaan di
satu saham perusahaan. Total penempatan dana 18 reksa dana ini
setara dengan 2,4 persen dari total saham Jababeka.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Reksa Dana Berbentuk


Kontrak Investasi Kolektif melarang manajer investasi menempatkan
reksa dana di saham satu perusahaan lebih dari 10 persen dari nilai
aktiva bersih (NAB) atau terhadap total dana kelolaan reksa dana
tersebut. Kepala Produk PT Schroders Investment Management
Indonesia Vina Damayanti menjelaskan, ambang batas untuk produk
syariah 20 persen. “Ambang batas ini dibuat untuk meminimalkan
risiko dari dana nasabah reksa dana,” kata Vina di kantornya, Rabu, 6
November lalu.

Salah satu reksa dana yang diduga melebih ambang batas itu adalah
Pratama Dana Saham Unggulan. Dana yang ditempatkan di KIJA pada
28 Mei tercatat mencapai 17,791 persen dari NAB. Bank kustodian
reksa dana ini adalah Bank Rakyat Indonesia.

Senior Executive Vice President Treasury and Global Services BRI


Listiarini Dewajanti membenarkan penempatan Dana Saham
Unggulan di KIJA melampaui 10 persen dari dana kelolaan pada 28
Mei. Menurut Listiarini, BRI sudah menegur Pratama. “Per 29 Mei,
efek KIJA sudah turun kembali menjadi 7,5 persen,” ujar Listiarini
saat dimintai konfirmasi oleh Tempo, Kamis, 7 November lalu.

Contoh reksa dana lain adalah Pratama Equity. Pada 28 Mei,


penempatannya di KIJA mencapai 24,57 persen dari dana kelolaan.
Bank kustodian reksa dana ini adalah CIMB Niaga. Dihubungi pada
Kamis, 7 November lalu, Chief of Corporate Banking Financial
Institution and Transaction Banking CIMB Niaga Rusly Johannes tidak
menjawab.
Aries Liman

OJK belum bisa dimintai tanggapan mengenai penempatan dana


investasi Pratama yang diduga melebihi ambang batas pada recording
date RUPS Jababeka. Dihubungi sejak Rabu, 6 November lalu, Kepala
Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen tidak menjawab
pertanyaan yang diajukan Tempo. Deputi Komisioner Pengawas Pasar
Modal OJK II Fahri Hilmi juga tidak merespons.

Namun Iwan Margana membantah kabar bahwa reksa dana Pratama


melompati pagar aturan OJK. Ia juga menampik info bahwa Pratama
mendapat peringatan dari bank kustodian pengontrol reksa dana
mereka. “Pelanggaran itu kalau durasinya lebih dari sepuluh hari,”
ucapnya.

Menurut Iwan, penambahan saham di Jababeka tak berkaitan dengan


RUPS. Pada 28 Mei, dia menerangkan, reksa dana Pratama hanya
mengempit 652 juta lembar saham Jababeka atau setara dengan 3,132
persen. Adapun pada 15 April, mereka menguasai 3,836 persen. Dia
menolak jika Imakotama dan IDB disebut menjadi pengendali KIJA.
Yang terjadi dalam RUPS, kata dia, hanya penambahan anggota
direksi dan komisaris untuk penguatan kinerja perusahaan.

Saat ditemui Tempo, Jumat, 8 November lalu, Iwan dan Sugiharto


mengatakan mereka sebetulnya sudah bolak-balik menemui Setyono
Djuandi Darmono untuk mengajukan usul IDB mengenai perubahan
direksi. Sugiharto sempat mengajak Kepala Investasi IDB Mohamed
Hedi Mejai ke Menara Batavia untuk bertemu dengan Darmono dan
Budianto Liman pada 3 Mei. “Mejai itu teman saya,” ujar Sugiharto.
Surat resmi berisi usul IDB akhirnya diajukan pada 21 Mei. Menurut
Sugiharto, IDB, yang masuk ke Jababeka pada 2016, mulai waswas
asetnya turun lantaran rendahnya harga saham KIJA.

Iwan sejak Juli lalu mengklaim telah menghubungi Darmono untuk


meminta waktu bertemu. Upayanya diulang sebulan kemudian untuk
menjelaskan bahwa manuvernya dalam RUPS Juni lalu merupakan
usul IDB yang ingin menjadi pemegang saham aktif. “Pada 5 Juli
sempat mau ketemu, tapi dibatalkan,” ucap Iwan. Belum sempat
mereka bertemu, hasil RUPS malah digugat di pengadilan.

Kini, sambil menunggu hasil gugatan, Darmono memilih berfokus


mencari investor untuk berbagi beban investasi pengembangan
Tanjung Lesung, Pandeglang, Banten. Kawasan wisata yang sedang
dikembangkan Jababeka ini porak-poranda diterjang bencana tsunami
pada Desember tahun lalu.

Toh, Darmono mengaku tetap membuka pintu damai buat Iwan


Margana dan IDB. “Tapi, kalau mau rundingan, jangan saya ditodong
‘pistol’, dong,” tuturnya. “Kalau perusahaan default, rugi semua. Dia
juga bangkrut.”

KHAIRUL ANAM

DANA PRATAMA DI SAHAM KIJA


Kesan Pemegang Saham
Lama, Ini Hostile Takeover
majalah.tempo.co
1 min read

Pendiri PT Kawasan Industri Jababeka Tbk,, Setyono Djuandi Darmono:

Pendiri PT Kawasan Industri Jababeka Tbk,, Setyono


Djuandi Darmono

Lima bulan sudah kisruh pergantian manajemen PT Kawasan Industri


Jababeka Tbk (KIJA) tak kunjung reda. Ditemui di ruang kerjanya,
lantai 25 Menara Batavia, Kamis, 7 November lalu, Komisaris Utama
Jababeka Setyono Djuandi Darmono menjawab soal apa yang terjadi
dalam geger di antara pemegang saham pelopor kawasan industri
swasta tersebut.
Benarkah Iwan Margana sempat menemui Anda?

Iwan Margana itu pemegang saham lama melalui PT Imakotama


Investindo. Beliau juga punya manajer investasi (PT Pratama Capital
Assets Management) yang mengumpulkan banyak reksa dana dan
kontrak pengelolaan dana untuk membeli saham Jababeka. Teman
baiklah sebetulnya. Sebulan sebelum rapat umum pemegang saham,
Iwan Margana memang datang bersama Sugiharto.

Membicarakan apa?

Iwan meminta Sugiharto menjadi direktur dan Aries Liman menjadi


komisaris. Jadi harus ada rapat umum pemegang saham, dong. Saya
tenang karena saham Imakotama dan Islamic Development Bank
cuma 6 persen dan 10 persen. Enggak tahunya Iwan bisa bawa surat
kuasa pemegang saham banyak sekali, yang semuanya satu tanggal.

Lalu apa yang terjadi?

Lima menit sebelum voting, Iwan Margana mengajukan surat agar


Sugiharto menjadi direktur utama. Kalau sudah begitu, kesan
pemegang saham lama, oh, ini hostile takeover. You mau ambil
pimpinan perusahaan.

Iwan Margana menilai kinerja Jababeka semestinya bisa lebih baik dari saat ini. Kenapa

saham Jababeka tidak naik dan lama tidak membagikan dividen?

Pembangunan kawasan industri itu kayak pohon jati, lama. Tanah


juga sudah enggak diproduksi lagi sama Tuhan. Jadi enggak boleh
buru-buru dijual murah. Kalau dijual cepat-cepat, pemegang saham
itu enggak nikmat di belakang hari. Ini ada perbedaan dengan
pemegang saham seperti Iwan Margana, yang tentunya menjanjikan
kliennya bahwa Jababeka bakal naik sahamnya, yang kemudian
membeli saham Jababeka lewat dia. Mungkin dia juga sudah berjanji
ke Islamic Development Bank.


Kami Ingin Perubahan yang
Ramah
majalah.tempo.co
1 min read

Pemilik PT Imakotama Investindo, Iwan Margana

Pemilik PT Imakotama Investindo, Iwan Margana

Iwan Margana menjadi lakon dalam perdebatan pada rapat umum


pemegang saham (RUPS) Jababeka, Juni lalu. Ditemui di Equity
Tower, Jakarta, Jumat, 8 November lalu, pemilik PT Imakotama
Investindo itu didampingi Sugiharto, bos baru Jababeka hasil RUPS
yang hingga kini belum menduduki jabatan barunya seiring dengan
gugatan perdata di pengadilan. Keduanya bergantian menjawab
pertanyaan Tempo.
Siapa yang mengusulkan penambahan anggota direksi?

Islamic Development Bank. Mereka mengirim surat ke Jababeka


mengusulkan Sugiharto sebagai anggota direksi dan Aries Liman
sebagai komisaris pada 21 Mei 2019. IDB enggak bisa datang dalam
RUPS dan memberi mandat kepada saya untuk disampaikan ke RUPS.
Kami manajer aset IDB.

Sugiharto: Saya sudah sering datang mengatakan para pemegang


saham merasa gelo. Sudah tiga tahun berturut-turut harga saham
tidak meningkat. IDB masuk sejak 2016. Mereka khawatir, kalau tidak
ada perubahan harga saham, asetnya turun. Memang ada stok
dividen, tapi kecil pada 2017, kira-kira Rp 56 miliar.

Bukankah dalam usul semula Sugiharto hanya anggota direksi, bukan direktur utama?

Pada waktu pertemuan kedua, Darmono sendiri yang mengusulkan


Sugiharto menjadi direktur utama saja. Jadi kami formulasikan
Sugiharto sebagai direktur utama. Tidak bertentangan karena
direktur utama juga anggota direksi. Dan direksi itu keputusannya
collective collegial.

Kenapa IDB ingin menjadi pemegang saham aktif di Jababeka?

Sugiharto: Bisnis model Jababeka itu bagus, tapi tidak


menghasilkan kinerja seperti yang diinginkan. IDB menganggap ada
kelemahan dalam manajemen dan ini membutuhkan penguatan. Jadi
bukan diganti. Kami ingin ada perubahan, dan friendly, bukan hostile.


Berburu Dana di Papan
Bursa
majalah.tempo.co
3 mins read

Perusahaan teknologi terus memenuhi lantai pasar modal untuk


meraup pendanaan. Dianggap potensial di era digital.

Direktur Utama PT Envy Technologies Dato Sri Mohd.


Sopiyan bin Mohd. Rashdi (kedua dari kiri) seusai acara
pembukaan pasar saham di gedung Bursa Efek

Tiga pekan memimpin perusahaan terbuka, Budiasto Kusuma mulai


merasakan mudahnya menyusun strategi untuk mengembangkan
bisnisnya. Bos PT Digital Mediatama Maxima Tbk ini mengaku tak
lagi dipusingkan oleh urusan duit untuk memperlebar kanal layanan
iklan digital. “Yang tadinya butuh waktu untuk pendanaan, sekarang
kami bisa langsung melayani,” kata Budi, Kamis, 7 November lalu.
DMMX—kode emiten Digital Mediatama—resmi tercatat di papan
pengembangan Bursa Efek Indonesia pada 21 Oktober lalu. Hingga
April lalu, nilai aset perusahaan sebesar Rp 73,5 miliar. Dari
pelepasan saham perdana kepada publik (initial public offering/IPO)
sebanyak 35 persen, perseroan meraup dana Rp 619,23 miliar.
Sebanyak 75 persen dari dana itu akan dipakai untuk modal kerja,
seperti penyediaan perangkat layar dan perangkat lunak serta
konstruksi pemasangan. Sisanya untuk pengembangan sistem
informasi dan teknologi.

Selama ini Digital Mediatama menyediakan perangkat keras hingga


jasa pengelolaan konten iklan digital di toko retail, seperti Indomaret,
Alfamart, Alfamidi, Lawson, FamilyMart, dan Circle K. Pengguna
layanannya juga berasal dari industri perbankan. “Pendanaan ini
membuat peluang kami berekspansi makin jelas,” ujar Budi.

Dia optimistis meningkatnya kemampuan perusahaan untuk


berekspansi akan menggenjot pendapatan menjadi sekitar Rp 100
miliar pada akhir tahun dari sebelumnya hanya Rp 33,1 miliar. Hingga
April lalu, penjualan perseroan melonjak 281 persen dibanding
periode yang sama tahun lalu, yang hanya Rp 8,71 miliar. “Momen
digitalisasi toko retail sedang hot.”

Perusahaan teknologi lain, PT Envy Technologies Tbk (ENVY), lebih


dulu merasakan manisnya dana segar lewat IPO awal Juli lalu. Dalam
rapat umum pemegang saham luar biasa, Rabu, 6 November lalu,
Direktur Utama ENVY Dato Sri Mohd. Sopiyan bin Mohd. Rashdi
mengumumkan pendapatan perusahaan per September 2019
mencapai Rp 121,41 miliar, naik 147 persen dari periode yang sama
tahun lalu. Laba bersih perusahaan juga melonjak 79 persen. “Sistem
integrasi informatika menjadi penyumbang pendapatan terbesar,”
kata Sri Mohd. Sopiyan.

Saat ini, aset perusahaan berlipat dari Rp 170,65 miliar menjadi Rp


361 miliar. Adapun ekuitas tercatat mencapai Rp 320,4 miliar. Dengan
likuiditas tinggi, perusahaan berencana memperluas jangkauan
bisnisnya di bidang analisis big data, kecerdasan buatan, serta
Internet of things. Perusahaan yang beroperasi sejak 2004 ini juga
akan mengembangkan blockchain, jasa keamanan siber, serta layanan
QR Code Indonesia Standard.

DIGITAL Mediatama dan Envy Technologies hanya dua dari sembilan


perusahaan teknologi yang kini melantai di bursa. Pasar modal
dianggap sebagai alternatif terbaik untuk menambah pendanaan
usaha, juga buat memperluas promosi layanan dan memperbaiki tata
kelola perusahaan.

Pada saat yang sama, tren ekonomi digital memperbesar minat


investor mengoleksi saham mereka lantaran menganggapnya
memiliki prospek bisnis menggiurkan. Tak ayal, hampir semua
penawaran saham perdana perusahaan teknologi mengalami
kelebihan permintaan (oversubscribed). “Bisnis teknologi digital
memiliki peluang dan pasar yang cukup besar,” ucap Direktur Utama
PT Kresna Sekuritas Octavianus Budiyanto.

Bekerja sama dengan Macquarie Capital Securities Singapore Pte Ltd,


Kresna Sekuritas menjadi penjamin emisi efek DMMX. Sebelumnya,
perusahaan sekuritas ini mengantarkan sejumlah perusahaan
teknologi lain menjadi emiten bursa, seperti PT Kioson Komersial
Indonesia Tbk, PT M Cash Integrasi Tbk, PT NFC Indonesia Tbk, dan
PT Distribusi Voucher Nusantara Tbk.

Hal senada diutarakan analis Koneksi Kapital, Alfred Nainggolan.


Saham perusahaan teknologi diprediksi laris diburu investor. Banyak
perusahaan teknologi dunia telah menunjukkan kinerja yang
membaik setelah menjadi perusahaan terbuka. “Investasi di saham
teknologi ini berisiko tinggi, tapi imbal hasilnya juga besar,” katanya.

Belakangan, dua perusahaan digital raksasa dalam negeri juga


mengumumkan niat melepas saham ke publik. PT Aplikasi Karya Anak
Bangsa, pengembang aplikasi Gojek, menyatakan sedang menyiapkan
rencana pencatatan saham perdana di Indonesia. Namun tak tertutup
kemungkinan perusahaan dengan valuasi lebih dari US$ 10 miliar ini
akan mendaftarkan saham di negara lain. “Dual listing sedang
dipertimbangkan karena tergantung kondisi pasar dan pro-kontra
setiap negara,” kata Co-CEO Gojek Andre Soelistyo, Sabtu, 2
November lalu.

CEO Tokopedia William Tanuwijaya mengatakan perusahaannya


masih membutuhkan beberapa tahun ke depan untuk melakukan IPO.
“Mulai tahun ini disiapkan,” ujarnya, Senin, 4 November lalu. “Tata
kelola harus transparan dan kuat dulu. Perusahaan harus untung
tahun depan,” tutur William. Untuk merapikan tata kelola korporasi,
Tokopedia telah menunjuk mantan Gubernur Bank Indonesia, Agus
Martowardojo.

Menurut Octavianus, yang juga Ketua Umum Asosiasi Perusahaan


Efek Indonesia, perusahaan teknologi sekelas unicorn berpeluang
masuk ke bursa. Namun perusahaan digital skala jumbo ini akan
mempertimbangkan banyak hal sebelum memutuskan go public.
Sebab, aksi korporasi tersebut harus mendapat persetujuan dari para
investor pendahulu, yang banyak di antaranya berasal dari modal
ventura. Selain itu, dengan terdaftar di bursa, perusahaan tak lagi
bisa terus-menerus “bakar duit” untuk memperluas pengguna
layanan dan meningkatkan valuasi. “Mereka juga harus memenuhi
syarat perpajakan dan tata kelola yang bagus,” kata Octavianus.
PUTRI ADITYOWATI, FRANSISCA CRISTY ROSANA, EKO WAHYUDI

IPO Korporasi Teknologi


Penerimaan Pajak Melambat
majalah.tempo.co
2 mins read

Suasana pelayanan di kantor pajak di kawasan Sudirman,


Jakarta, Juli 2018./ TEMPO/Tony Hartawan

MENTERI Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan adanya


perlambatan penerimaan pajak hingga September 2019. Pelemahan
terjadi di hampir semua sektor karena terseret lesunya perekonomian
global. Penurunan pendapatan sektor manufaktur, misalnya,
menyebabkan pemasukan dari pajak merosot. “Kami melihat
indikator ekonomi Indonesia, penerimaan pajak dari berbagai sektor
melemah,” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi
Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta, Senin,
4 November lalu.

Agenda pertemuan itu sebenarnya membahas hasil evaluasi kinerja


pemerintah selama 2019 dan rencana kerja tahun berikutnya. Tapi
pada akhir rapat diputuskan pembentukan sejumlah panitia kerja
(panja), yakni Panja Penerimaan Pajak, Panja Penerimaan Bea dan
Cukai, Panja Penerimaan Negara Bukan Pajak, serta Panja
Pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Tujuannya,
Dewan ingin pemerintah membuat terobosan dengan kebijakan yang
kreatif dan inovatif. DPR juga meminta pemerintah memitigasi risiko
pelaksanaan APBN 2019, meliputi penerimaan, belanja, dan
pembiayaan.

Sektor pertambangan mengalami kontraksi paling dalam. Per akhir


September, penerimaan negara dari sektor ini hanya Rp 43,2 triliun.
Nilai itu merosot 20,6 persen alias lebih rendah dibanding periode
yang sama 2018, yang tumbuh 69,9 persen. Sedangkan sektor industri
pengolahan atau manufaktur membukukan pemasukan Rp 245,6
triliun, tumbuh negatif 3,2 persen. Pada periode yang sama tahun
lalu, sektor ini tumbuh 11,7 persen.

INFRASTRUKTUR

Lima Ribu Kilometer Jalan Tol Beroperasi 2024

PEMERINTAH menargetkan jalan tol sepanjang 5.200 kilometer


bisa beroperasi pada akhir 2024. Kepala Badan Pengatur Jalan Tol
Danang Parikesit mengatakan angka itu sesuai dengan keinginan
Presiden Joko Widodo. Adapun hingga akhir tahun ini ditargetkan
sekitar 2.200 kilometer jalan tol terbangun dan 2.186 kilometer
beroperasi pada awal 2020. “Data bergerak terus karena banyak
inisiatif badan usaha. Enggak hanya menggandeng lembaga
pembiayaan dalam negeri, tapi juga internasional,” ujar Danang,
Rabu, 6 November lalu.

Sumber pembiayaan, Danang menjelaskan, meliputi modal sendiri


dan pinjaman. Alternatif pembiayaan bersumber dari rantai pasokan.
“Semua gotong-royong. Main contractor, subcontractor, hingga
supplier bekerja sama saling membiayai,” katanya.

Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan


Pembangunan Nasional Kennedy Simanjuntak mengatakan stok
infrastruktur Indonesia masih jauh dari level dunia, yang berada di
kisaran 70 persen dari produk domestik bruto. Pada periode kedua
pemerintahan Presiden Joko Widodo, menurut Kennedy, infrastruktur
akan difokuskan pada pelayanan dasar, perekonomian, dan perkotaan.
PENERBANGAN

BPKP Akan Mengaudit Kerja Sama Garuda-Sriwijaya

MENTERI Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar


Pandjaitan mengatakan maskapai Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air
sepakat memperpanjang kerja sama operasi hingga tiga bulan ke
depan. “Tadi sudah ditandatangani,” katanya, Kamis, 7 November
lalu.

Selanjutnya, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)


akan mengaudit kerja sama itu. Menurut Luhut, BPKP dilibatkan agar
setiap keputusan yang diambil didasari hasil audit yang valid. “Jangan
meraba-raba,” ucapnya. Audit akan segera dimulai. Diharapkan
hasilnya sudah ada dalam sepekan hingga sepuluh hari ke depan.

Pengacara Sriwijaya Air, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan ada


perbedaan pendapat tentang utang-piutang. Sriwijaya menyatakan
utangnya kepada Garuda malah membengkak setelah kerja sama itu.
Sebaliknya, Garuda menyebut utang telah berkurang 18 persen. Juru
bicara Garuda Indonesia, Ikhsan Rosan, mengatakan saat ini
perusahaan sedang berdiskusi dan bernegosiasi dengan pemegang
saham Sriwijaya mengenai penyelesaian utang kepada beberapa
institusi negara, seperti Bank Negara Indonesia, Pertamina, Garuda
Maintenance Facility, dan Gapura Angkasa.


Pelicin Obat yang tak Sehat
majalah.tempo.co
9 mins read

Padahal tiga tahun lalu Menteri Kesehatan sudah


membuat edaran yang melarang praktik tak elok itu.
Persaingan keras antarperusahaan yang berebut pasar
obat, pemasar yang dikejar target penjualan, hingga
dokter yang dituntut memenuhi syarat agar tetap bisa
berpraktik membuat uang pelicin dalam bisnis ini tak
kunjung bisa ditumpas.

Kali ini PT Kalbe Farma Tbk yang menjadi sorotan. Dengan


mengerahkan 1.300 pemasar obat, Kalbe terus
membukukan nilai penjualan tertinggi dibanding
perusahaan farmasi lain. Pada 2019 saja, divisi farmasinya
mencetak penjualan senilai hampir Rp 2,68 triliun. Total
penjualan Kalbe—termasuk dari divisi nutrisi, distribusi,
dan produk kesehatan—mencapai Rp 23 triliun.
Investigasi majalah ini menemukan praktik lancung
pemberian komisi tak wajar dari Kalbe, via para medical
representative, masih terjadi sampai sekarang. Mereka
mengguyur dokter dengan komisi, bonus, dan pelbagai
fasilitas agar meresepkan obat yang diproduksi Kalbe.
Pasien, sementara itu, menanggung harga obat yang kian
mahal akibat ongkos produksinya diwarnai insentif
berlebih untuk para dokter dan rumah sakit.

Selarik pesan masuk ke telepon seluler salah satu anggota tim


investigasi Tempo pada akhir Agustus lalu. Pengirimnya
memperkenalkan diri dengan menyebut nama, tapi ia meminta
dipanggil Christian, bekerja di PT Kalbe Farma Tbk sebagai medical
representative. “Saya mau mengirim data soal Kalbe,” katanya,
mengawali kalimatnya. “Ayo, kita ketemu.”

Permintaan Christian tak bisa langsung dikabulkan. Pasalnya, tim


sedang mengerjakan proyek investigasi lain. Sebulan kemudian, ia
mengontak lagi. Kami akhirnya bertemu di sebuah restoran di
Jakarta. Christian seorang laki-laki berusia mendekati 40 tahun. Ia
representasi seorang pemasar produk yang umum kita bayangkan:
rapi, sopan, pintar berbicara.

Setelah berjabat tangan dan berbasa-basi, ia membuka tasnya dan


mengeluarkan satu rim kertas. Itulah dokumen yang dia sebut sebagai
bukti pengiriman komisi tak wajar Kalbe Farma kepada puluhan
dokter di hampir semua rumah sakit di Jakarta. Dokumen lebih dari
500 halaman itu merupakan catatan pengiriman uang dengan nilai
nominal masing-masing Rp 5-50 juta.

Sampai pekan lalu, dia secara berkala mengirimkan dokumen-


dokumen internal perusahaannya mengenai praktik pembayaran
insentif tak etis ini kepada kami. Total hampir 700 lembar dokumen.
Periode waktunya cukup panjang, sejak 2010 hingga yang terakhir
Juli 2019.

Christian tergerak menghubungi Tempo karena majalah ini pernah


dua kali menuliskan laporan “suap” perusahaan farmasi kepada
dokter agar meresepkan obat dan alat kesehatan yang mereka
produksi. Pada 2001, Tempo menerbitkan laporan komisi dari Kalbe
Farma, PT Sanbe Farma, dan PT Pratapa Nirmala untuk para dokter,
dan pada 2015 dari Interbat Pharmaceutical.
Pengemasan salah satu produk obat grup Kalbe di Jakarta, 13 September 2018.
TEMPO/Amston Probel

Dalam laporan terdahulu, ada satu pertanyaan yang belum terjawab:


apakah komisi untuk dokter itu diketahui manajemen perusahaan
farmasi atau akal-akalan para pemasar obat belaka? Dan lagi, sejak
2016, Menteri Kesehatan sudah melarang perusahaan farmasi
memberikan komisi langsung kepada dokter. Jawabannya ada pada
segepok dokumen di hadapan kami.

VERIFIKASI atas ratusan dokumen Kalbe kami lakukan dengan


mewawancarai sejumlah petugas pemasaran obat—yang bisa disebut
medical representative alias -medrep—di Jakarta, Yogyakarta, Jawa
Tengah, dan Sumatera Selatan selama dua bulan terakhir. Semua
karyawan Kalbe ini membenarkan bahwa praktik memberikan komisi
kepada dokter masih terjadi sampai sekarang. Mereka juga
membenarkan keaslian dokumen-dokumen yang kami terima.

Penelusuran atas dokumen yang disampaikan sang peniup peluit


kepada Tempo menunjukkan bahwa proses pencairan uang dari Kalbe
Farma kepada para dokter tidak hanya satu lapis. Berlembar-lembar
dokumen itu mengungkap bagaimana persetujuan transfer dilakukan
berjenjang, dari medrep hingga deputi direktur.

Di situ dijabarkan secara rinci tanggal, jam, dan keterangan tindakan


tambahan agar uang bisa dicairkan—semacam memo internal pejabat
yang memiliki otoritas pencairan uang perusahaan. “Jika usul kurang
lengkap, transfer ditahan,” kata Christian dalam pertemuan ketiga.

Di Kalbe, setiap jenjang manajemen hanya bisa menyetujui pencairan


uang dengan nilai berbeda. Makin tinggi posisinya, makin besar yang
bisa disetujui. Manajer penjualan grup, misalnya, hanya berwenang
mencairkan maksimal Rp 10 juta. Ini posisi dua tingkat di atas
medrep. Sedangkan kewenangan manajer pemasaran sampai Rp 15
juta. Jika di atas jumlah itu, persetujuan harus diberikan deputi
direktur. Posisi ini tertulis dalam dokumen dengan kode DDIC (deputy
director in charge).

Merujuk pada dokumen yang diterima Tempo, setidaknya ada dua


kategori pemberian komisi kepada dokter. Kategori pertama terkait
dengan sponsorship berupa pengiriman dokter mengikuti berbagai
seminar mengenai perkembangan terbaru di cabang ilmu kesehatan
tertentu sesuai dengan spesialisasi dokter bersangkutan. Dalam
dokumen, ini disebut “sponsorship event local (non EPI/non seeding)”.
Nilainya cukup besar: rata-rata di atas Rp 10 juta untuk setiap dokter.
Sebagian seminar ini memang diadakan di luar negeri.

Di atas kertas, prosedur pemberian sponsor ini diawali dengan


pemberitahuan Kalbe kepada rumah sakit mengenai pelaksanaan
seminar tersebut. Manajemen rumah sakit kemudian membalas surat
Kalbe dengan menunjuk dokter yang akan dikirim mengikuti seminar.
Dari sana, pihak Kalbe menghubungi dokter dan mengatur semua
transportasi, akomodasi, sampai biaya lain-lain dari keikutsertaan
sang dokter.

Pelanggaran mulai terjadi ketika Kalbe mengirimkan semua biaya


sponsorship tersebut dalam bentuk tunai ke rekening bank dokter itu.
Padahal aturan Menteri Kesehatan jelas-jelas melarang hubungan
langsung antara pabrik farmasi dan dokter. Jumlah yang ditransfer
pun kerap tak kira-kira.

Kategori kedua adalah survei uji coba obat atau dalam dokumen
disebut sebagai “sponsorship survey (EPI/seeding)”. Nilai transfernya
rata-rata Rp 10 juta, dikirim langsung ke rekening para dokter.
Menurut beberapa medrep yang ditemui Tempo, survei seeding trial
ini sebenarnya kamuflase belaka untuk pemberian komisi dari
perusahaan farmasi kepada dokter.

Prosedurnya begini. Medrep menghitung berapa jumlah obat yang


diresepkan dokter selama sebulan. Setelah itu, seeding trial diisi
dokter yang bersangkutan. Pada dokumen itu, dokter hanya perlu
mengisi anamnesis (catatan riwayat pasien) fisik, diagnosis atas
kondisi, dan obat yang diberikan. Medrep itu akan melampirkan
dokumen survei seeding trial ketika mengusulkan kepada atasannya
di Kalbe untuk mentransfer uang kepada seorang dokter. Komisi
untuk dokter diberikan berdasarkan jumlah resep dikalikan
persentase harga obat. Umumnya 10-30 persen.

Salah satu dokumen yang diterima Tempo merujuk pada sebuah


kantor cabang Kalbe Farma di Jakarta. Di sana, tertera aliran dana
dari perusahaan itu ke ratusan dokter serta rumah sakit pada 2018
dan 2019.

Dari satu cabang itu saja, sepanjang Januari hingga November 2018
terdapat 184 pemberian dana secara transfer bernilai total Rp 803,9
juta serta 16 kali pemberian secara tunai bernilai total Rp 66,2 juta.
Sebagian besar dari total 147 penerima uang adalah dokter. Sisanya
diberikan kepada direktur rumah sakit, pemilik rumah sakit,
apoteker, hingga tim intensive care unit (ICU) di rumah sakit.
Sedangkan sepanjang Januari hingga Juli 2019 tercatat aliran dana Rp
602,1 juta: Rp 521,1 juta disalurkan secara transfer sebanyak 101 kali
dan Rp 81 juta diberikan secara tunai sebanyak 15 kali. Sekitar 76
persen dari 96 penerima uang tersebut adalah dokter.

Dokumen lain yang kami terima menunjukkan informasi detail


mengenai tanggal lahir, nomor kontak, nomor rekening, hobi, hingga
karakter setiap dokter yang ada di wilayah pemasaran kantor cabang
tersebut. Bahkan waktu yang tepat untuk mendatangi sang dokter di
tempat kerjanya juga tercantum dengan jelas.

Soetjipto tak menyangkal informasi bahwa dia menerima


uang dari Kalbe Farma. Ia bahkan mengakui biasa
menerima transfer dari perusahaan farmasi lain. Menurut
dia, uang dari perusahaan obat biasanya diberikan untuk
biaya pendaftaran simposium atau seminar kedokteran.
Bagi dokter, mengikuti simposium atau seminar setengah
wajib untuk mendapatkan sertifikat kompetensi praktik.
Nilai satu simposium setara dengan lima-tujuh sertifikat.

NAMA Soetjipto Hamiprodjo paling sering muncul dalam dokumen-


dokumen awal Kalbe yang diterima Tempo. Dokter spesialis saraf di
Rumah Sakit Harum Sisma Medika, Jakarta Timur, ini menerima uang
melalui rekening Bank Central Asia cabang Kalimalang secara rutin
sebesar Rp 5-25 juta pada periode 2011-2014. Dalam sebulan kadang-
kadang sekali, sering dua kali.

Tempo mengecek nomor rekening tersebut melalui anjungan tunai


mandiri. Benar saja, di layar mesin tertera nama Soetjipto
Hamiprodjo dengan ejaan persis pada tanda terima di laporan
pengiriman uang. Total uang yang dia terima—menurut laporan
catatan transfer—Rp 90 juta. Tujuan transfer untuk “seeding trial”
dan “sponsorship event local”.

Ketika ditemui, Soetjipto tak menyangkal informasi bahwa dia pernah


menerima uang dari Kalbe Farma. Ia bahkan mengaku biasa
menerima transfer dari perusahaan farmasi lain. Menurut dia, uang
dari perusahaan obat biasanya diberikan untuk biaya pendaftaran
simposium atau seminar kedokteran. Bagi dokter, mengikuti
simposium atau seminar setengah wajib untuk mendapatkan
sertifikat kompetensi praktik. Nilai satu simposium setara dengan
lima-tujuh sertifikat.

Untuk mendapatkan surat tanda registrasi dari Konsil Kedokteran


Indonesia, sebagai syarat tetap bisa berpraktik, seorang dokter harus
mengumpulkan 250 sertifikat dalam lima tahun. Karena itu, dalam
setahun mereka harus mengikuti setidaknya sepuluh simposium.
“Biaya daftar simposium itu mahal, bisa Rp 4 juta,” kata Soetjipto.
“Belum biaya hotel, tiket, akomodasi.”

Pendekatan perusahaan farmasi kepada para dokter pernah dialami


Andi Khomeini Takdir Haruni. Pada 2014, Andi masih berpraktik di
Papua. Ia didatangi para medrep dan diminta menuliskan resep obat
yang mereka tawarkan dengan iming-iming komisi lumayan: Rp 10
juta sekali transfer. “Saya lapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi,”
ucap Andi. “KPK menjawab, lebih baik saya menghindarinya.”

Menurut Andi, praktik membujuk dokter ini cerita lama di kalangan


pekerja medis. Ada dokter yang setuju karena biaya pelatihan untuk
meningkatkan kompetensi mahal dan pemerintah tidak menyediakan
dana. Banyak juga yang menolak karena ada konflik kepentingan dan
menganggapnya tak etis. “Seharusnya uang diberikan kepada rumah
sakit,” tuturnya.

Dalam dokumen yang diterima Tempo, juga terdapat nama Salman


Paris Harahap, dokter spesialis penyakit dalam Rumah Sakit Umum
Daerah Budhi Asih di Cawang, Jakarta Timur. Ia mulai sering
menerima transfer sebesar Rp 10-35 juta pada 2014. Dalam dokumen
laporan pengiriman uang, nama medrep yang mengusulkannya
mendapat uang itu berbeda-beda, tapi selalu disetujui manajer
wilayah, manajer penjualan, dan deputi direktur yang bertugas.

Sayangnya, ia selalu tak ada tiap kali didatangi di Rumah Sakit Budhi
Asih. Begitu juga ketika disambangi di Universitas Pembangunan
Nasional Veteran di Cilandak, Jakarta Selatan, tempat ia mengajar.
Salman baru bisa dihubungi melalui telepon pada Rabu, 6 November
lalu. Namun, setelah Tempo memperkenalkan diri dan menyampaikan
pertanyaan tentang komisi obat, ia langsung memotong. “Maaf, saya
sedang sibuk, sedang praktik,” katanya seraya menutup telepon.

Dokter Soetjipto Hamiprodjo (kiri) bersama seorang medical representative di


Rumah Sakit Harum Sisma Medika, Jakarta Timur, 22 Oktober 2019./ TEMPO
Dari mana sumber uang untuk segala fasilitas dan komisi bagi dokter
itu? Biaya promosi perusahaan farmasi. Biaya itu diakumulasikan
dalam target penjualan obat kepada rumah sakit dan apotek para -
medrep dan salesman. Medrep merupakan bagian dari perusahaan
farmasi yang bertugas mengedukasi tenaga kesehatan sebelum
menyalurkan produk ke rumah sakit atau apotek melalui para
salesman.

Dalam dokumen target satu tim medrep yang diterima Tempo terekam
strategi promosi itu. Biaya promosi Kalbe Farma terbagi dua: net
product dan net business unit. Net product adalah harga penjualan
tertinggi yang dihitung per triwulan. Sedangkan net business unit
merupakan harga patokan minimal. Selisih dua harga inilah yang
menjadi anggaran tim medrep dalam memberikan komisi kepada
dokter.

Nilainya lumayan besar. Satu tim medrep Kalbe yang terdiri atas
empat orang punya nilai net product Rp 2,68 miliar. Adapun net
business unit, nilai penjualan yang harus mereka capai dalam satu
triwulan, hanya Rp 1,8 miliar, sehingga mereka bisa “memainkan”
komisi untuk dokter sebanyak Rp 875 juta. Di Kalbe, saat ini ada
1.300 -medrep yang aktif memasarkan obat.

Selain diberikan kepada dokter, komisi semacam ini sempat mengalir


ke para pejabat rumah sakit yang punya wewenang menentukan jenis
obat yang bisa masuk formularium (daftar obat) rumah sakit
sekaligus mengeluarkan faktur pemesanan. Selain memberikan
diskon resmi, Kalbe menyodorkan diskon tambahan yang uangnya
mengalir ke para pejabat ini.

Ada beberapa lembar dokumen yang menerakan rumah sakit mana


saja yang pernah menerima “diskon off faktur”. Salah satunya RSUD
Budhi Asih. Rumah sakit pemerintah Jakarta ini menerima transfer
rutin tiap bulan Rp 5-14 juta sepanjang 2013-2014.

Wakil Direktur RSUD Budhi Asih Endah Kartika mengakui adanya


pemberian komisi dari perusahaan farmasi ke dokter sebagai upah
menulis resep. Namun dia mengklaim praktik tersebut hanya marak
di masa lalu. Pasalnya, saat ini hampir 90 persen pasien di Budhi Asih
adalah peserta asuransi BPJS Kesehatan.

Rumah sakit daerah memang terikat pada kewajiban memberikan


obat yang tercantum dalam formularium nasional. Akibatnya, dokter
tidak bisa sembarangan dalam memberikan resep. “Kami serius
berbenah. Saya sering berkata, meski ada dokter yang kawin dengan
pabrik obat, mereka harus tetap ikuti formularium nasional,” ujar
Endah Kartika.
Expense Report

Ketika dimintai konfirmasi, Head of Marketing Support Kalbe Farma,


Husni Imron, mengakui praktik pemberian komisi tak wajar dari
perusahaannya kepada dokter masih kerap terjadi. Namun, dia
menegaskan, pemberian semacam itu digolongkan sebagai penipuan
(fraud) dan pelakunya bisa diganjar sanksi sampai pemecatan. “Kami
rutin melakukan audit untuk menemukan pelanggaran seperti itu,”
katanya.

Menurut Husni, sudah puluhan petugas medrep di Kalbe menerima


sanksi berat setelah kongkalikong mereka dengan dokter terbongkar.
Ia menambahkan, prosedur pemberian sponsorship kepada dokter
untuk mengikuti seminar harus melalui rumah sakit. “Medrep tidak
boleh mentransfer dana tunai kepada dokter,” ujarnya. Meski
mengakui bahwa persetujuan pencairan dana diberikan jenjang
direksi, Husni mengatakan Kalbe kerap dikelabui medrep soal metode
pengiriman dana yang langsung ke rekening dokter.

Adapun pemberian komisi melalui seeding trial, menurut Husni, kini


sudah dihentikan. “Sekarang kami tidak melakukan seeding trial lagi
karena sering disalahgunakan medrep,” ujarnya pekan lalu. Husni
terdiam agak lama ketika Tempo menyodorkan dokumen seeding trial
tertanggal 13 April 2019. “Ini mungkin di cabang, ya, karena sudah
ada instruksi dari pusat supaya itu tidak dilakukan lagi,” katanya
kemudian.

Ditemui terpisah, Sekretaris Perusahaan merangkap Direktur


Keuangan Kalbe, Bernadus Karmin Winata, mengatakan era
perusahaan farmasi menyuap dokter dan rumah sakit agar obat
mereka diresepkan sebenarnya telah berakhir dengan munculnya
sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Penjualan obat paten pun kini memakai sistem business-to-business


atau antara instansi rumah sakit dan perusahaan farmasi. “Tidak lagi
melalui dokter,” ujar Karmin. Ketika disodori sejumlah bukti
dokumen, Karmin menduga bonus dan diskon untuk para dokter itu
merupakan inisiatif pribadi para medrep akibat tekanan target
penjualan.

Chazali Husni Situmorang, Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional


2011-2015, mengatakan JKN memang bisa menghindarkan perilaku
korup perusahaan farmasi dan dokter lewat dumping harga obat,
komisi pemasaran, dan biaya promosi, yang nilainya 40 persen dari
biaya produksi. “Tapi sistem ini tak menjamin bebas korupsi karena
belum semua orang memakai BPJS,” ucapnya.

Anggota Badan Pengawas Rumah Sakit, Nur Abadi, mengatakan


lembaganya masih banyak menemukan kasus pemberian komisi oleh
perusahaan farmasi. Kasus tersebut tidak hanya terjadi di Jakarta.
“Ini juga terjadi di berbagai daerah,” ujarnya.

Pernyataannya dibenarkan Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia


Daeng Mohammad Faqih. Ia mengatakan sudah ada beberapa dokter
yang terkena sanksi karena menerima komisi dari perusahaan
farmasi. Namun, sampai sekarang, masih ada dokter yang tergoda
melakukan pelanggaran. “Semestinya jangan cuma ke dokternya.
Perusahaan farmasi juga mesti diberi aturan dan pengawasan ketat.”

TIM INVESTIGASI | Penanggung jawab: Bagja Hidayat |


Kepala proyek: Dini Pramita | Penyunting: Bagja Hidayat |
Penulis: Agung Sedayu, Dini Pramita, Erwan Hermawan | Foto:
Gunawan Wicaksono | Desain: Djunaedi | Bahasa: Hardian Putra
Pratama, Iyan Bastian, Uu Suhardi


Buang Obat Agar Selamat
majalah.tempo.co
4 mins read

Produsen obat, distributor, hingga rumah sakit bersekongkol menjual


obat yang tak terserap ke pasar gelap. Akibat dikejar target.

Pekerja mengangkut berbagai kardus obat di Pasar


Pramuka, Jakarta Timur, 19 Oktober 2019./ TEMPO/Subekti

Dua mobil boks parkir di samping Pasar Pramuka, Jakarta Timur,


yang bersebelahan dengan los penjaja burung kicau. Beberapa laki-
laki muda yang sedang duduk di selasar pasar, di antara keriuhan kios
obat, bergegas menghampiri mobil itu. Setelah membuka pintu,
mereka menurunkan kotak-kotak yang bercap aneka logo perusahaan
farmasi.

Setelah nomor kendaraannya dicari di aplikasi pengecekan milik


Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya, terungkap satu mobil
berkelir kuning adalah milik perusahaan ekspedisi yang sudah
melantai di bursa. Di sebelahnya, ada mobil pelat hitam yang
awaknya sedang sibuk menurunkan kotak berlogo Enseval—
distributor obat milik PT Kalbe Farma Tbk.

Apa yang disaksikan Tempo di Pasar Pramuka pada awal Oktober 2019
itu merupakan praktik “buang obat” perusahaan farmasi. Mereka
melempar obat yang tak terserap konsumen ke Pasar Pramuka, yang
terkenal sebagai surga obat harga murah. “Biasanya buang obat ini
akhir bulan,” kata Koko Darmadji—bukan nama sebenarnya—salah
seorang medical representative Kalbe Farma. Medical representative
(medrep) adalah karyawan perusahaan farmasi yang bertugas
memasarkan produk dengan dibekali target penjualan.

Koko tak ingin nama dan identitasnya diungkap karena dia masih
berstatus pegawai Kalbe. Pria 30 tahun itu mengaku praktik buang
obat jamak dilakukan karena ada target penjualan, sementara daya
serap rendah. Selain itu, ada faktor persaingan dengan obat generik
di rumah sakit.

Persaingan antarpabrik obat dan tingginya target penjualan yang tak


sebanding dengan daya serap membuat medrep dan penjual obat lain
harus putar otak, mencari cara serapan baru. Praktik buang obat klop
dengan tabiat masyarakat Indonesia yang lebih senang membeli obat
tanpa resep dokter karena tahu merek yang direkomendasikan untuk
tiap gejala penyakit.

Koko Darmadji mengakui buang obat merupakan modus medrep tiap


kali target penjualan tak tercapai. Koko mencontohkan, jika masih
kurang pendapatan Rp 10 juta dari Rp 163 juta target penjualan yang
harus tercapai dalam satu bulan, ia menghubungi para penjual obat di
Pramuka. “Hubungi kokoh-kokoh itu lalu berikan diskon besar,”
ujarnya.

Diskon besar itu ditutupi Koko dari uang pribadinya. Para medrep,
seperti Koko, lebih rela pendapatan berkurang ketimbang kehilangan
bonus akibat tak mencapai target yang dibebankan. Toh, kata Koko,
pemberian diskon kepada penjual obat Pasar Pramuka di bawah
bonus yang akan mereka terima.

Bonus medrep yang mencapai target biasanya tiga kali lipat gaji
mereka yang mengacu pada upah minimum regional Jakarta. Dengan
cara buang obat, menurut Koko, ia selamat dengan tetap
mendapatkan bonus, perusahaan tak menumpuk produk, penjual obat
bisa terus berbisnis, dan konsumen memperoleh obat dengan harga
murah.

Pasar Pramuka berdiri pada 1975. Di pasar yang pengelolaannya


berada di bawah Perusahaan Daerah Pasar Jaya ini terdapat 403 kios
penjual obat yang mayoritas mengantongi izin operasi sebagai
pedagang eceran obat. Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 1331/MENKES/SK/X/2002, pedagang eceran hanya boleh
menjual obat bebas dan jenis obat bebas terbatas yang diproduksi
dalam bentuk kemasan.

Obat “bebas terbatas” dulu dikenal sebagai obat W, yang bisa dibeli
tanpa resep dokter. Sedangkan obat keras serta obat narkotik dan
psikotropika wajib mendapat resep. Sesuai dengan aturan, pedagang
eceran hanya memiliki asisten apoteker sehingga tidak boleh
melayani resep dokter, bahkan dilarang menyimpan obat resep.
“Hanya apotik yang boleh,” ucap Inspektur Utama Badan Pengawas
Obat dan Makanan Reri Indriani.

Faktanya, Tempo memperoleh obat keras dengan mudah di Pasar


Pramuka. Kami membeli Clavamox. Obat yang diproduksi Kalbe
Farma ini biasanya diresepkan dokter untuk pasien yang terkena
infeksi saluran kemih. Obat ini kami tebus dengan harga Rp 15 ribu
per tablet, di bawah harga apotek umumnya senilai Rp 18 ribu per
tablet.

Obat lain adalah Truvaz, yang biasanya diresepkan dokter untuk


pasien jantung. Obat yang diproduksi Kalbe Farma ini memiliki
kandungan aktif atorvastatin untuk menurunkan kolesterol jahat dan
trigliserida dalam darah. Di Pramuka, obat ini dijual Rp 20 ribu per
tablet, lebih murah Rp 2.000 dibanding di apotek terdaftar.

Seorang medrep lain, Anton Mansyur, mengiyakan apa yang


diungkapkan Koko Darmadji. Anton sendiri tak punya jabatan resmi
dan formal dalam sengkarut jejaring bisnis obat ini. Tapi dia punya
pengalaman 15 tahun sebagai makelar yang menghubungkan medrep
dan penjual obat di pasar-pasar. Ia menyebut dirinya sebagai
salesman freelance.

Anton mengatakan para penjual obat dari perusahaan


distributor harus selalu memegang uang tunai untuk
bonus bagi pedagang obat atau salesman freelance seperti
dia. Karena itu, para salesman kerap bekerja sama dengan
para medrep perusahaan farmasi dalam memberikan
diskon. Keduanya memiliki tekanan mengejar target
penjualan tiap bulan agar mendapatkan bonus.

Menurut Anton, diskon merupakan mantra ampuh dalam bisnis obat


“asli tapi palsu” ini. Para salesman freelance, kata dia, punya jaringan
yang luas ke pedagang obat dan bisa menerbitkan faktur palsu
pemesanan obat.

Anton mengatakan para penjual obat dari perusahaan distributor


harus selalu memegang uang tunai untuk bonus bagi pedagang obat
atau salesman freelance seperti dia. Karena itu, para salesman kerap
bekerja sama dengan para medrep perusahaan farmasi dalam
memberikan diskon. Keduanya memiliki tekanan mengejar target
penjualan tiap bulan agar mendapatkan bonus.

Aktor lain dalam proses buang obat, menurut Anton, adalah kepala
farmasi atau kepala bagian pembelian obat di rumah sakit. Mereka
bertugas mengeluarkan faktur pemesanan obat sehingga seolah-olah
obat tersebut diterima rumah sakit padahal langsung didistribusikan
ke pasar gelap.

Dibanding faktur yang dibuat salesman freelance seperti Anton


Mansyur, faktur pemesanan obat yang mereka keluarkan lebih
bonafide karena atas cap pemesan asli. Christian, mantan medical
representative Kalbe Farma, bersaksi, selama dia bekerja, praktik
buang obat dengan melibatkan rumah sakit acap ia lakukan. Pihak
rumah sakit juga bersedia melakukannya karena upahnya cukup
menggiurkan. Setiap bulan, pejabat yang menandatangani faktur
pembelian palsu mendapat Rp 5-10 juta.

Menurut Christian, praktik buang obat seperti ini lazim dilakukan


pejabat rumah sakit. Salah satunya Rumah Sakit Umum Daerah Budhi
Asih di Cawang, Jakarta Timur. “Budhi Asih sempat kencang
melakukan buang obat, sekarang sudah jarang,” ujar Christian.

Wakil Direktur Budhi Asih, Endah Kartika, tak menampik kabar ihwal
adanya pegawai Budhi Asih yang bermain mata dengan medrep dan
salesman. “Dulu pernah ada permainan pembelian ini, dijalankan oleh
dua orang, tapi keduanya sekarang sudah tidak bekerja di sini,”
katanya ketika ditemui di ruang kerjanya, pekan lalu. Endah
mengklaim praktik buang obat itu bukan kebijakan rumah sakit,
melainkan ulah beberapa orang pegawai saja. Ia mengatakan sedang
memperbaiki tata kelola rumah sakit untuk memastikan hal serupa
tidak terulang.

Bernadus Karmin Winata, Direktur PT Kalbe Farma Tbk, mengaku


pernah mendengar soal buang obat. Namun ia menegaskan bahwa
Kalbe tidak pernah melakukan hal tersebut. “Itu oknum,” ucap
Karmin. “Sewaktu ada obat palsu, kami juga diperiksa karena
dianggap tidak bisa mengontrol peredaran obat.”
Obat-obat Entertain


Jumlah (Uangnya) Tidak
Banyak
majalah.tempo.co
1 min read

Soetjipto Hamiprodjo/https://harumsismamedika.com

Dari puluhan nama dokter rumah sakit di Jakarta dalam satu rim
kuitansi transfer uang yang diduga dari PT Kalbe Farma Tbk, nama
Soetjipto Hamiprodjo paling sering muncul. Dokter spesialis saraf di
Rumah Sakit Harum Sisma Medika, Kalimalang, Jakarta Timur, itu
rutin menerima uang dalam jumlah Rp 5-25 juta sepanjang 2011-
2014. Buat Soetjipto, mendapat uang dari perusahaan farmasi yang
memasok obat kepada rumah sakitnya merupakan hal lumrah.
“Secara ilmiah, biasa,” ujarnya pada Rabu, 16 Oktober lalu.
Nama Anda ada dalam dokumen kuitansi pemberian uang dari Kalbe Farma....

Oh, itu biasanya kalau mau simposium. Biasanya diberi uang untuk
mendaftar.

Itu hal lumrah?

Secara ilmiah, biasa. Jumlahnya juga tidak banyak.

Ada uang dari perusahaan selain Kalbe?

Iya. Biasanya mereka mendaftarkan nama kami, tapi ada juga yang
enggak mau repot sehingga memberikan uang tunai. Sekarang biaya
registrasi sebuah workshop bisa Rp 4 juta.

Tidak melanggar etika kedokteran?

Biasanya ada surat juga ke direktur rumah sakit.

Artinya, atas persetujuan rumah sakit?

Iya, ditunjuk direktur.

Soal pelanggaran etika bagaimana?

Kalau enggak ikut simposium, kami tidak mendapat sertifikat


kompetensi praktik (SKP). Kami harus mengumpulkan 250 SKP
selama lima tahun untuk mendapat Surat Tanda Registrasi dari Konsil
Kedokteran. Untuk mengumpulkan itu, kami harus ikut simposium.
Satu simposium paling cuma lima-tujuh SKP. Jadi satu tahun harus
tiga-empat kali acara.

Semua dokter melakukan hal yang sama?

Iya.

Kenapa rumah sakit tidak membiayai?

Enggak ada yang mau karena itu sesuatu yang tidak bisa diprediksi
berapa jumlahnya. Misalnya di sebuah rumah sakit ada 13 macam
spesialis, berapa banyak uang yang harus dikeluarkan? Jadi masing-
masing cari sendiri, deh.

Kenapa tidak memakai uang pribadi?

Mahal. Minimal Rp 3 juta untuk sekali simposium. Biasanya


simposium dan hotel atau kalau enggak plus tiket. Enggak full juga.
Kalau full bisa sampai belasan juta. Misalnya kemarin kongres
terakhir di Surabaya, nginep saja empat hari. Belum tiket, registrasi.
Jadi habis semua.
Apa keuntungan untuk perusahaan farmasi?

Biasanya mereka memberikannya kepada orang-orang yang akan


memakai produknya. Tapi enggak ada keharusan pakai karena
sekarang BPJS semua.

Ada simbiosis mutualisme, ya?

Iya, tapi biasanya sih perusahaannya rugi.

Aneh, rugi tapi mau membiayai….

Iya, ya.


Kalau Ketahuan, Pasti Kami
Pecat
majalah.tempo.co
3 mins read

Bernadus Karmin Winata, Direktur PT Kalbe Farma Tbk

Bernadus Karmin Winata, Direktur PT Kalbe Farma


Tbk/TEMPO/ Erwan Hermawan

Dalam industri kesehatan, sudah lama dokter dan medical


representative atau pemasar obat dari perusahaan farmasi diketahui
menjalin hubungan saling menguntungkan. Para pemasar membujuk
dokter agar menuliskan obat mereka dalam resep untuk pasien.
Imbalannya adalah komisi, bonus, atau honor sampai puluhan juta
rupiah setiap bulan. Kedoknya beragam: dari tes obat (seeding trial)
sampai fasilitas mewah mengikuti seminar atau pelatihan.
Praktik ini buyar setelah, pada 2016, Tempo menuliskan hasil
investigasi “suap” kepada dokter dari Interbat Pharmaceu-tical—
perusahaan obat Indonesia yang berdiri pada 1948. Komisi
Pemberantasan Korupsi melarang praktik pemberian uang langsung
ke rekening dokter, hingga Menteri Kesehatan menerbitkan Peraturan
Nomor 58 Tahun 2016 yang meneruskan larangan tersebut.

Rupanya, “anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu”. Praktik


pengiriman insentif tak etis untuk dokter masih terjadi hingga hari
ini, dengan lebih rapi. Buktinya, Tempo menerima segepok dokumen
transfer kepada ratusan dokter di sebagian rumah sakit di Jakarta
dari PT Kalbe Farma Tbk. Untuk mendapatkan penjelasan soal itu,
Tempo mewawancarai Direktur PT Kalbe Farma Tbk Bernadus Karmin
Winata.

Ia menjelaskan, praktik suap kepada dokter berhenti sejak ada edaran


Menteri Kesehatan itu. “Kami menerapkan business ethics sejak
sepuluh tahun lalu,” kata Karmin pada Rabu, 23 Oktober lalu, di
Penang Bistro, Kebon Sirih, Jakarta, didampingi Hari Nugroho,
Manajer Senior Komunikasi Eksternal Kalbe Farma.

Dalam dokumen yang kami dapat, transfer uang kepada dokter itu atas persetujuan

manajemen Kalbe Farma. Bagaimana penjelasannya?

Kami tidak mengerti. Kalbe tidak membolehkan hal seperti itu sejak
sebelum era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada 2012.

Dari dokumen ini, transfer terjadi juga pada 2013-2016, setelah era JKN....

Saya tidak mengerti. Menurut saya, Kalbe tidak pernah melakukan hal
seperti itu. Sebab, kami ini listed di bursa, perusahaan terbuka.
Investor dari luar sudah bertanya soal ini kira-kira 15 atau 20 tahun
lalu.

(Tempo menunjukkan dokumen-dokumen transfer. Salah


satunya dokumen yang menyebut transfer dari cabang
Kalbe Pulomas.) Apakah dokumen ini valid?

Hari: Kami tidak memiliki sistem seperti ini karena tidak ada logo
Kalbe. Di semua dokumen, ada logo Kalbe. Penomoran NIK juga
berbeda dengan milik saya. Dan kami tidak punya cabang di Pulomas.

Di dalam dokumen ada nama Ridwan Ong dan Rustam Tan. Mereka bekerja di Kalbe?

Ridwan masih di Kalbe, di bagian market-ing. Sedangkan Rustam


sudah pindah ke anak perusahaan Kalbe.
Jadi, jika Kalbe tak mengetahui transfer itu tapi medical representative
melakukannya atas nama Kalbe, dari mana uangnya?

Tidak tahu. Terkesan ada pembukuan ganda. Tapi, di Kalbe, saya


jamin tidak mungkin ada pembukuan ganda karena kami diaudit
sangat ketat.

Untuk apa medical representative mentransfer uang kepada dokter?

Bisa karena banyak hal. Kalau dari sisi medrep (medical


representative), mungkin saja dia punya interest pribadi.

Apakah karena mereka harus memenuhi target penjualan?

Mungkin saja. Kalau motifnya pribadi, jadi susah. Tapi agak aneh
juga. Bagaimana medrep tahu si dokter akan merekomendasikan
produk dia? Sulit. Bagaimana kami tahu apa yang mereka tuliskan di
resep? Di Kalbe sangat jelas kami punya etika bisnis yang harus
dijalankan.

Ada yang ditindak jika ketahuan?

Kalau ketahuan, pastilah ditindak.

Hukumannya apa?

Pasti kami pecat.

Medrep bagian dari Kalbe?

Ya, tugas mereka menjelaskan produk.

Kami juga menemukan ada transfer ke rumah sakit....

Kalau untuk rumah sakit, lebih banyak buat penelitian. Sekarang obat
sudah memakai sistem tender. Karena itu, pengadaan obat di rumah
sakit diserahkan kepada manajemen. Jadi kami berbicara dengan
manajemen. Di era JKN, sudah tidak relevan kami berbicara dengan
dokter. Sebab, kerja sama harus B-to-B antara Kalbe dan rumah sakit,
bukan dengan perseorangan. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 58 Tahun 2016, masih dibolehkan ada biaya promosi sebagai
bagian dari edukasi.

Bukan untuk memberikan diskon?

Diskon boleh atau dilarang? Boleh, namanya juga dagang.

Kami menemukan bahwa diskon tak dicatat dalam faktur pembayaran karena uangnya

dikembalikan kepada penanggung jawab rumah sakit....

Kita harus melihat lagi apakah sudah sesuai dengan aturan karena ini
bicara institusi. Kalau di industri rumah sakit, penjualan obat itu
hanya sebagian kecil dari bisnis mereka.
Ada juga honor dan biaya seminar. Apa itu?

Kami mengambil bagian dalam edukasi kepada dokter dengan


memberikan -training. Pelatihannya antarinstitusi dengan tujuan agar
mereka memberikan pelayanan yang baik. Motifnya apa? Dengan
memberikan training, kami berharap networking lebih baik.

Kami ke Pasar Pramuka, Jakarta Timur. Obat Kalbe dijual di sana tanpa resep. Istilahnya

“buang obat”....

Itu oknum. Bayangkan, ada berita soal obat palsu, yang dipanggil
kami, padahal yang memasok orang lain. Kami disalahkan karena
dianggap tidak bisa mengontrol.

Di Pasar Pramuka itu pemalsuan obat atau bocor?

Kalau bocor dari pabrik kami, tidak mungkin, tapi bisa jadi ada outlet
yang bermain. Yang jelas, kami memasok obat ke semua yang berizin,
izin apotek, izin toko obat, lewat distributor kami.

Omong-omong, berapa biaya promosi Kalbe selama setahun?

Kira-kira 15 persen dari total penjualan sebesar Rp 23 triliun. Biaya


promosi legal, diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Sponsorship. Kami keluarkan biaya promosi untuk meningkatkan
kompetensi dokter, penelitian, dan pendidikan di dunia kesehatan.

Apakah biaya promosi ini bisa ditransfer langsung ke individu?

Harus ke institusi. Kami boleh mensponsori dokter untuk seminar,


tapi harus lewat institusi. Bisa rumah sakit, asosiasi, dan lain-lain.
Kami bisa punya interest pada satu dokter, tapi institusi juga berhak
menunjuk dokter lain.


Kopi Terakhir Sang Aktivis
majalah.tempo.co
7 mins read

Kematian pengacara dan aktivis lingkungan hidup Golfried Siregar


masih misterius. Penelusuran Tempo bersama Komisi untuk Orang
Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Sumatera Utara menemukan
fakta yang tidak sinkron dengan penyelidikan polisi. Dugaan
pembunuhan makin kuat.

Polisi melakukan olah tempat kejadian perkara kematian


Golfried Siregar di Medan, 9 Oktober 2019./Tempo/Sahat
Simatupang

“Ya sudahlah. Kalau nanti ada yang kena tikam, biarkan saja.”

“Aku akan tetap ikut bersidang.”

PERCAKAPAN di aplikasi WhatsApp itu berakhir emosional. Golfried


Siregar, si pengirim pesan, menyudahi pembicaraan dengan meminta
penerima pesan berhati-hati. Pria 34 tahun itu menyampaikan situasi
sudah masuk siaga satu. Apalagi, beberapa hari sebelumnya, paman
Golfried memintanya tak ikut bersidang lagi karena akan ada
“sesuatu” jika ia tetap melanjutkan niatnya.

Tangkapan layar percakapan yang diper-oleh Tempo tersebut


menunjukkan Golf-ried mengirim rangkaian pesan pada 3 Februari
2019. Penerimanya seorang pengurus Wahana Lingkungan Hidup
Indonesia (Walhi) Sumatera Utara. Waktu itu Golf-ried masih menjadi
pengurus Walhi Sumatera Utara. Ia mengundurkan diri dari Walhi
dua bulan lalu.

Saat itu, Walhi tengah menggugat izin pembangunan pembangkit


listrik tenaga air di Batang Toru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.
Walhi meminta Pengadilan Tata Usaha Negeri Medan mencabut izin
tersebut. “Setelah percakapan itu, Golf-ried dan pengurus Walhi
sering menerima ancaman,” kata Koordinator Komisi untuk Orang
Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Sumatera Utara, Amin
Multazam Lubis, kepada Tempo, Kamis, 7 November lalu.

Tepat delapan bulan kemudian, di bawah gerimis, Golfried terkapar di


pinggir Jalan Tritura, atau biasa disebut underpass Titi Kuning,
Medan. Saat ditemukan sekitar pukul 00.55 pada Kamis, 3 Oktober
lalu, itu, ia sudah kehilangan kesadaran. Kepalanya remuk. Sepeda
motor Honda CBR 150 berkelir merah milik Golfried terjelapak di
depannya. Tukang becak motor beserta penumpang yang tengah
melintas membawa Golfried ke Rumah Sakit Mitra Sejati, yang tak
jauh dari lokasi Golfried ditemukan. Pihak rumah sakit kemudian
merujuk Golfried ke Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik,
Medan, karena alasan kelengkapan peralatan.

Polisi memeriksa kondisi Golfried saat masih dirawat di Rumah Sakit


Mitra Sejati. Kepala Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Kota Besar
Medan Ajun Komisaris Besar Juliani Prihartini mengatakan polisi
menerima laporan kecelakaan lalu lintas di underpass Titi Kuning.
Polisi mendatangi dan melihat korban mengalami luka pada mulut,
kuping, dan bagian kepala. “Hidungnya pun mengeluarkan darah,”
ujar Juliani, Jumat, 11 Oktober lalu. Mereka menghubungi istri
Golfried, Resmi Barimbing, dan mengabarkan “kecelakaan” itu.

Golfried meninggal tiga hari kemudian. Selama tiga hari itu, dia tak
sadarkan diri. Dokter Rumah Sakit Adam Malik menangani luka parah
di kepala Golfried dengan sejumlah operasi. Menurut Resmi, dokter
menyebutkan tempurung kepala Golfried sudah rusak berat. “Dokter
sempat mengatakan butuh keajaiban dari Tuhan untuk dia bertahan,”
kata Resmi sambil tertunduk, Selasa, 5 November lalu.

Setelah Golfried dinyatakan meninggal, polisi mengautopsi tubuhnya.


Selain mendapati luka di bagian kepala, dokter menemukan
kandungan alkohol di dalam perut Golfried. Mereka juga tak
menemukan luka di leher, dada, dan organ vital lain. Hasil visum ini
menguatkan keyakinan kepolisian bahwa Golfried mengalami
kecelakaan tunggal. “Saat awal kejadian memang dugaan kecelakaan
lalu lintas,” ucap Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah
Sumatera Utara Komisaris Besar Andi Rian Djajadi, Rabu, 6 November
lalu.

Keluarga dan teman-teman Golfried sesama aktivis tak mempercayai


kesimpulan polisi. Mereka menemukan sejumlah kejanggalan di
tubuh Golfried. Resmi melihat ada luka lebam di mata kanan Golf-
ried. Di sekujur tubuh suaminya tak terdapat luka lecet yang
signifikan seperti pada korban kecelakaan lalu lintas di atas aspal. Di
celana sebelah kanan terdapat noda tanah. Tempat Golfried
ditemukan seluruhnya berlapis aspal dan beton. “Kematiannya masih
terasa janggal,” kata Resmi.

Direktur Walhi Sumatera Utara Dana Prima Tarigan meminta polisi


merinci penyebab pecahnya kepala sang kolega. Dia juga
mempertanyakan alasan polisi yang hanya menyebutkan hasil autopsi
bahwa ada kandungan alkohol di lambung Golfried. “Mengapa
seluruh hasil autopsi tidak diungkap ke publik? Hanya bagian
lambung saja?” tutur Dana kepada Tempo, Kamis, 7 November lalu.

Tak ada satu pun saksi yang melihat Golfried tersungkur di jalan.
Polisi memperkirakan kecepatan sepeda motor Golfried saat itu hanya
40 kilometer per jam. “Bagaimana mungkin kepala bisa hancur
dengan hanya kecepatan segitu?” ujar Dana.

Resmi masih menyimpan banyak pertanyaan. Saat Golfried masih


dirawat, dia sempat melihat hasil roentgen kepala suaminya yang
memperlihatkan tengkorak yang rusak. Resmi menerima foto
roentgen yang berbeda pasca-kematian Golfried. Di foto itu, tak
terlihat bagian tempurung kepala Golfried yang pecah. “Kami tetap
perlu kejelasan mengenai kematian Abang,” kata perempuan 31 tahun
itu.
Lokasi ditemukannya Golfried Siregar di sekitar underpass Tritura, Kota
Medan./TEMPO/ Linda Trianita

KONTRAS Sumatera Utara bersama Aliansi Masyarakat Sipil Anti-


Kekerasan (Sikap) menelusuri hari terakhir kematian Golfried
Siregar. Koordinator Kontras Sumatera Utara, Amin Multazam Lubis,
mengatakan banyak fakta yang tak sinkron antara penyelidikan polisi
dan fakta yang mereka temukan. Fakta yang paling mencolok adalah
jam kepulangan Golfried dari rumah bibinya, yang biasa dipanggil
Mak Tua, di Jalan Bajak 1, Medan Amplas, Medan.

Polisi menyebutkan Golfried beranjak dari rumah Mak Tua pukul


23.55. Sementara itu, sejumlah saksi yang ditemui Kontras dan Sikap
mengatakan Golfried pulang sekitar pukul 22.30. “Jeda waktu ini
penting untuk bisa mengungkap keberadaan Golfried di malam
pembunuhan,” ujar Amin.

Jarak antara rumah Mak Tua dan lokasi penemuan tubuh Golfried
hanya sekitar 2 kilometer. Tempo mencoba melewati rute perjalanan
Golfried pada malam itu dengan mengendarai sepeda motor yang
melaju dengan kecepatan 40 kilometer per jam. Hasilnya, lokasi itu
cukup ditempuh dengan waktu 3-4 menit. Artinya, ada rentang waktu
yang panjang antara kepergian Golfried dari rumah Mak Tua dan
“kecelakaan”.

Golfried berangkat dari rumahnya di Jalan Bunga Wijaya Kesuma,


Medan Selayang, menuju rumah Mak Tua pada Rabu, 2 Oktober lalu,
sekitar pukul 16.30. Kepada Resmi Barimbing, istrinya, Golfried
meminta izin ke rumah Mak Tua karena ingin bertemu dengan
kerabat dan teman di sana. Ketika berkuliah, Golfried tinggal di
rumah itu. Di lingkungan tersebut, ia memiliki banyak teman.

Golfried berada di sekitar rumah Mak Tua sepanjang malam itu. Ia


menerima kunjungan tiga sahabat untuk berdiskusi soal laporan
pemutusan hubungan kerja yang dialami seorang teman mereka.
Setelah berdiskusi, Golfried pergi ke warung kopi milik Kennedy
Silaban yang berada di depan rumah Mak Tua. Menurut Kennedy,
Golfried minum kopi dan bermain kartu hingga pukul 22.25. Setelah
itu, ia bergeser ke lapo tuak di sebelah warung kopi milik Kennedy.
Ricky Manurung dan Adi menemani Golfried meminum tuak di sana.
“Saya hanya melihat Golfried meminum seteguk tuak itu,” ucap Ricky,
Kamis, 7 November lalu.

Hujan mengguyur Medan malam itu. Dari lapo tuak, Golfried kembali
ke warung kopi Kennedy dan berteduh. Saat itu sekitar pukul 22.36.
Kennedy, yang melihat Golfried berteduh sendirian sambil
mengenakan helm, menawarkan makanan. Tak lama kemudian
Golfried beranjak. Kennedy meminta bekas tetangganya itu waspada.
“Hati-hati kau, ya.... Licin ini jalan,” kata Kennedy menirukan
ucapannya kepada Golfried.

Sikap bersama Tempo menemukan rekaman kamera pengawas (CCTV)


milik toko dan bengkel mobil yang berada tak jauh dari rumah Mak
Tua. Video rekaman yang ditunjukkan kepada Tempo itu
memperlihatkan ada dua pria yang mengendarai sepeda motor jenis
matic menunggu di ujung gang sejak pukul 21.37. Salah seorang pria
sempat berputar-putar ke jalan lain dengan mengendarai sepeda
motor.

Celana yang dipakai Golfried Siregar saat kejadian./ Foto-foto: Dok. Keluarga

Saat video rekaman menunjukkan pukul 22.40, penunggang sepeda


motor mirip milik Golfried tampak mendatangi dua pria yang
berboncengan di sepeda motor matic. Dalam rekaman terlihat, sepeda
motor mirip milik Golfried itu ditunggangi dua orang. Salah seorang
pria di sepeda motor matic berpindah ke sepeda motor mirip milik
Golfried—sehingga berbonceng tiga. Setelah itu, mereka pergi dengan
sepeda motor matic berada di depan sepeda motor mirip milik
Golfried.

Itu adegan terakhir yang menjadi petunjuk keberadaan Golfried.


Belum ada fakta yang bisa menjelaskan kenapa Golfried
membutuhkan 1-1,5 jam dari sekitar rumah Mak Tua menuju lintas
bawah Titi Kuning. Tempo bersama Kontras dan Sikap mencari
kamera CCTV yang diperkirakan merekam keberadaan Golfried. Dari
beberapa lokasi yang didatangi, hampir semua kamera dalam keadaan
rusak atau sedang dalam keadaan tidak merekam.

Kamera yang paling memungkinkan merekam detik-detik


“kecelakaan” Golfried berada di pos satuan pengamanan kompleks
rumah toko Titi Kuning Mas. Jarak kamera dengan lokasi kejadian
hanya 20 meter. Tapi kamera itu rusak sebulan terakhir.

Siswanto, anggota satpam kompleks ruko Titi Kuning Mas yang


bertugas saat tubuh Golfried ditemukan, mengaku tak mendengar
kegaduhan ataupun melihat “kecelakaan” tersebut. Padahal titik
Golfried ditemukan terlihat jelas dari jendela pos satpam, yang
berjarak sekitar 20 meter dari jalan. Siswanto saat itu berada di
dalam pos. “Dari sini bisa mendengar jelas kendaraan yang lewat
meski sudah sampai underpass,” ujarnya.

Helm yang dipakai Golfried Siregar saat kejadian. Goresan pada sepeda motor milik
Golfried Siregar/ Foto-foto: Dok. Keluarga

Tempo juga mendatangi mes PT Inalum yang berada di sebelah


kompleks ruko Titi Kuning Mas. Anggota satpam yang piket pada
malam itu, Aris Sitompul, juga mengaku tak mendengar sama sekali
dan tak mengetahui ada kecelakaan di sana. Ia memastikan tidak
sedang tidur kala itu. “Saya jaga, harus tetap bangun. Tapi tidak
dengar apa-apa,” ucap Aris. Di mes ini terdapat CCTV, tapi
jangkauannya hanya sampai ke halaman gedung, tidak ke jalan raya.

Siswanto dan Aris justru merasa heran ketika belakangan mengetahui


ada kecelakaan di turunan underpass Titi Kuning, yang tak jauh dari
posisi mereka berada. Polisi memastikan waktu kejadian “kecelakaan”
setelah mendapat keterangan dari Ramli Lubis, pemilik rumah yang
berjarak sekitar 70 meter dari lokasi terkaparnya Golfried.

Dinihari itu, Ramli tengah bersama Marhaini Hasibuan, istrinya.


Mendengar suara ribut di luar, Marhaini membangunkan suaminya.
Ramli bergegas ke luar dan menghampiri keramaian. “Sudah ada
sekitar lima orang yang berkumpul,” kata Ramli.

Tak lama kemudian, satu becak motor berisi lima penumpang


melintas di seberang jalan. Mereka berputar arah dan mendekati
keramaian. Pemilik becak dan tiga penumpang mengantarkan
Golfried ke Rumah Sakit Mitra Sejati. Belakangan, polisi menangkap
pemilik becak dan dua penumpang yang mengantar Golfried karena
mereka mencuri sejumlah barang milik Golfried.
Goresan pada sepeda motor milik Golfried Siregar/ Foto-foto: Dok. Keluarga

Barang-barang tersebut adalah dua unit telepon seluler merek


Samsung dan Nokia, laptop, cincin kawin, serta dompet berisi uang
Rp 150 ribu. Hampir semua barang sudah ditemukan, kecuali cincin
dan telepon merek Nokia. “Pengendara becak dan dua penumpang
sudah menjadi tersangka. Satu penumpang lain masih buron,” ujar
Komisaris Besar Andi Riani.

Penetapan status tersangka kepada para pencuri itu tetap tak


menjawab kematian Golfried. Seorang pengurus Walhi Sumatera
Utara mengaku masih menerima ancaman meski tak sesering saat
mereka getol menggugat keberadaan PLTA Batang Toru. Golfried, kata
dia, adalah pengurus yang paling sering menerima ancaman. “Teman-
teman lain sudah banyak yang jiper,” ucapnya.

Selain aktif dalam tim yang beranggotakan 35 pengacara penggugat


izin pembangunan PLTA Batang Toru, Golfried melaporkan dugaan
pemalsuan tanda tangan dalam dokumen analisis mengenai dampak
lingkungan pembangkit listrik itu ke Kepolisian Daerah Metropolitan
Jakarta Raya. Laporan itu kandas karena dianggap tak cukup bukti.

Pengelola PLTA Batang Toru, PT North Sumatera Hydro Energy,


menolak anggapan kematian Golfried terkait dengan pembangunan
pembangkit. “Kami justru mendukung kepolisian bisa mengungkap
kematian almarhum seterang mungkin agar PLTA tak dikaitkan lagi,”
kata Direktur Komunikasi PT North Sumatera Hydro Energy Firman
Taufick kepada Tempo, Kamis, 7 November lalu.

LINDA TRIANITA, MEI LEANDHA (MEDAN), MUSTAFA SILALAHI


Intimidasi dari Segala
Penjuru
majalah.tempo.co
1 min read

KEKALAHAN gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negeri Medan pada


Maret lalu membuat pengurus Wahana Lingkungan Hidup Indonesia
(Walhi) Sumatera Utara terbelah. Setelah permohonan banding mereka
ditolak, sejumlah pengurus ragu mengajukan permohonan kasasi ke
Mahkamah Agung.

Golfried Siregar/Dok.Walhi Sumut

S
UMATERA Utara bersama lembaga lain menggugat Gubernur
Sumatera Utara agar mencabut izin pembangunan
pembangkit listrik tenaga air Batang Toru di Tapanuli
Selatan. Pembangunan PLTA di dalam hutan dianggap merusak
ekosistem dan habitat satwa, khususnya habitat orang utan Tapanuli,
yang hanya ada di Batang Toru.
Menjelang tenggat pendaftaran kasasi, Golfried Siregar bersama
Manajer Hukum Lingkungan dan Litigasi Eksekutif Nasional Walhi
Ronald M. Siahaan mendaftarkan kasasi itu tanpa berkoordinasi
dengan Walhi Sumatera Utara, sekitar dua bulan lalu. Walhi Sumatera
Utara menyurati Dewan Nasional Walhi atas perilaku Ronald.

Golfried membalas tindakan itu dengan keluar dari grup percakapan


WhatsApp internal Walhi Sumatera Utara. Ia pun mengajukan
permohonan pengunduran diri dari organisasi. “Dia ingin merancang
masa depan dan berfokus di lawyer serta berkonsentrasi melawan
PLTA Batang Toru,” ujar Ronald kepada Tempo, Jumat, 8 November
lalu.

Suasana di Walhi kian tegang karena sejumlah pengurus Walhi


Sumatera Utara menerima pesan intimidatif. Golfried adalah salah
satu pengurus yang paling sering menerimanya. Ia dikenal aktif
mengkampanyekan penolakan PLTA Batang Toru. Ronald mengaku
mendengar soal ancaman itu. “Golfried sering bercerita banyak yang
menyarankan agar jangan terlalu menyerang Batang Toru.” kata
Ronald.

Direktur Walhi Sumatera Utara Dana Prima Tarigan mengatakan


Golfried adalah personel yang biasa menyiapkan analisis hukum
hingga pendampingan dalam tiap kasus yang ditangani organisasi.
Soal ancaman terhadap Golfried, Dana pun mengetahuinya. “Golfried
pernah memberitahukan ke teman-teman di kantor bahwa dia
diminta jangan lagi menangani kasus-kasus Walhi,” ucap Dana, Jumat,
8 November lalu.

Salah seorang anggota Walhi mengatakan bentuk intimidasi itu


antara lain panggilan telepon pada larut malam. Ketika panggilan
diangkat, si penelepon tak bersuara. Golfried mengalami hal serupa.
“Buat Golfried, ini mengganggu,” ujar kolega Golfried yang tak mau
disebutkan namanya itu.

Tekanan juga datang dari para senior. Sejumlah pengurus Walhi yang
ditemui Tempo menceritakan hal tersebut. Para senior kerap
menasihati pengurus Walhi Sumatera Utara bahwa pembangunan
PLTA Batang Toru memiliki dampak positif terhadap manusia dan
tidak akan mengganggu ekosistem hutan.

Selain mendorong pencabutan izin PLTA, Golfried menjadi kuasa


hukum dosen Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara
bernama Onrizal. Golfried mendampingi Onrizal melaporkan dugaan
pemalsuan tanda tangan dalam dokumen analisis mengenai dampak
lingkungan PLTA Batang Toru. Laporan ini kandas karena polisi
menerbitkan surat perintah penghentian penyelidikan. Mereka
dianggap tak bisa memenuhi bukti yang diminta polisi.
Direktur Komunikasi PT North Sumatera Hydro Energy Firman
Taufick, perusahaan pengelola PLTA Batang Toru, menyatakan
keberatan jika dikaitkan dengan sejumlah ancaman yang dialami para
aktivis. Perusahaannya juga menolak dibawa-bawa dalam pengaduan
Golfried soal dugaan pemalsuan tanda tangan dokumen amdal.
“Amdal dikeluarkan pihak ketiga, bukan kami,” kata Firman, Kamis, 7
November lalu.

LINDA TRIANITA, MEI LEANDHA (MEDAN)


Direktur Reserse Kriminal
Umum Kepolisian Daerah
Sumatera Utara Komisaris
Besar Andi Rian Djajadi:
Sejak Awal Kami Curiga Ini
Kecelakaan/Dok. Pribadi
majalah.tempo.co
2 mins read

G
olfried ditemukan terkapar di pinggir jalan dengan beragam
luka di kepala. Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian
Daerah Sumatera Utara Komisaris Besar Andi Rian Djajadi
menepis tudingan Golfried dibunuh karena aktivitasnya
mengadvokasi sejumlah kasus. Berikut ini petikan wawancara Andi,
yang didampingi empat penyidik, dengan wartawan Tempo, Linda
Trianita, di ruangannya, Rabu, 6 November lalu.
Mengapa polisi menyimpulkan luka Golfried karena kecelakaan?

Ada olah tempat kejadian perkara yang sudah dilakukan tim


gabungan kepolisian. Kemudian menganalisis adanya benturan.
Ditambah keterangan 17 saksi, seperti istri korban, teman-teman
yang bertemu dengan korban sebelum kejadian, tante, dan saudara.

Polisi sudah menelusuri rute sebelum Golfried ditemukan terkapar di


jalan?

Ada pihak yang sengaja melebih-lebihkan cerita. Misalnya, Golfried


disebut menghilang dua hari. Padahal dia pergi dari rumah sejak sore
hingga pukul 23.55, Rabu, 2 Oktober lalu. Kami menyisir lokasi
sebelum kejadian. Saat itu sedang gerimis. Kami juga menemukan
kesaksian korban minum tuak lalu pergi. Ada teman yang sempat
memperingatkan dia untuk berhati-hati berkendara karena jalanan
licin. Di sana kami menduga kecelakaan terjadi sekitar pukul 00.50.

Dari mana kesimpulan soal waktu itu diperoleh?

Kami tidak bisa menentukan detik per detik. Ada dua saksi. Pertama
Ramli Lubis, pemilik rumah sekitar lokasi, yang mendengar keributan
orang-orang di underpass. Saksi kedua tukang becak motor, yang
kemudian mengangkut korban ke Rumah Sakit Mitra Sejati.

Tapi tukang becak dan dua orang lain malah menjadi tersangka?

Mereka melintas di sekitar lokasi. Isi becak ada lima. Dua menuntun
sepeda motor. Sisanya mengantar korban. Mereka menemukan tas
ransel Golfried yang tertinggal di becak, lalu membagi-bagi isinya,
seperti dompet berisi uang Rp 150 ribu, laptop pecah dan
melengkung, telepon seluler dua, serta cincin.

Barang apa yang belum kembali?

Semua sudah dijual, termasuk laptop, tapi sudah kembali. Yang belum
ditemukan tinggal satu telepon seluler merek Nokia milik korban.

Dari pemeriksaan telepon dan laptop, polisi tidak menyelidiki soal


ancaman terhadap Golfried?

Monggo kalau ada bukti, he-he-he.... Dia mematikan telepon pada


Rabu pukul 19.00. Teleponnya juga sudah rusak.

Seberapa banyak Golfried meminum tuak?

Kami tidak bisa menyebutkan jumlahnya. Kami hanya bisa


membuktikan, berdasarkan uji laboratorium, dia terakhir minum
alkohol sebelum ditemukan tergeletak. Kami juga menguji narkotik
dan racun, tapi semua negatif.
Bagaimana dengan hasil visum?

Hasil visum et repertum dilakukan saat pertama ditangani di Rumah


Sakit Mitra Sejati. Ada luka fatal akibat benturan di kepala sebelah
kanan belakang, lalu lebam dan memar di tangan kanan. Saat itu,
perawat mengatakan mulut korban berbau alkohol. Kami
memasukkan keterangan ini ke berkas pemeriksaan. Dari situ kami
mulai curiga ini urusan lalu lintas. Helm ditemukan menggantung di
tangan, tidak dipakai.

Kenapa polisi sempat menyebut Golfried ditemukan di flyover, bukan


underpass Titi Kuning?

Yang menyebut itu Walhi Sumatera Utara, kami tidak pernah. Itu
sebabnya saya mengatakan kepada mereka saat mendatangi kami,
kalian data dari mana? Jarak antara flyover dan underpass itu sekitar
2 kilometer.

Bagaimana soal laporan Golfried tentang dugaan pemalsuan tanda


tangan dalam dokumen analisis mengenai dampak lingkungan proyek
pembangkit listrik tenaga air Batang Toru?

Penyidik sudah mengeluarkan surat perintah penghentian


penyelidikan pada 12 Agustus lalu. Dia hanya bisa membawa dokumen
yang diduga dipalsukan dalam bentuk fotokopi, tidak bisa
menunjukkan dokumen yang sah atau terlegalisasi. Mereka juga tidak
memegang yang dokumen asli.

Apa tanggapan kepolisian soal dugaan Golfried dibunuh?

Jika ada yang bilang dia dibunuh, bawa saja saksinya kemari. Lalu
ceritanya apa?


Bagian Terbaik yang Lucut
majalah.tempo.co
4 mins read

Majelis hakim membebaskan mantan Direktur Utama PT PLN, Sofyan


Basir, dari tuduhan pemufakatan suap. Jaksa dinilai tak optimal
membeberkan bukti di persidangan.

Mantan Direktur Utama PLN, Sofyan Basir, keluar dari


Rumah Tahanan Kelas I Cabang Komisi Pemberantasan
Korupsi di gedung KPK//TEMPO/Imam Sukamto

S
ETELAH mantan Direktur Utama PT PLN, Sofyan Basir,
divonis bebas hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Jakarta pada Senin, 4 November lalu, Wakil Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi Saut Situmorang langsung menyemangati
jaksa penuntut umum. Ia meminta jaksa mempelajari putusan Sofyan,
lalu mengajukan permohonan kasasi. “Saya yakin putusan ini tidak
akan mengecilkan apa yang sudah dilakukan tim penuntut,” kata Saut,
Kamis, 7 November lalu.
Saut pula yang sejak awal ngotot menaikkan kasus ini ke tahap
penyidikan pada April lalu. Menurut seorang penegak hukum, sempat
terjadi perdebatan hangat di lingkup internal KPK saat gelar perkara.
Salah seorang jaksa disebut tak setuju kasus ini dibawa ke
penyidikan. Pimpinan KPK juga terbelah. Saat itu, Saut disebutkan
berkeras menaikkan status Sofyan. Menurut sumber itu, Saut
mengatakan, bila jaksa tak mau menuntut kasus ini, dia sendiri yang
akan menjadi jaksa penuntut umumnya.

Saut tak menyangkal kabar bahwa dia berkeras mendorong kasus


Sofyan. Menurut dia, perdebatan dalam ekspose merupakan tradisi
yang sehat karena setiap orang bisa menguji perkara dan bukti
pendukungnya. Pimpinan, penyelidik, dan penuntut bebas
mengutarakan penilaian masing-masing. “Undang-Undang KPK
sebelum revisi mengatur bahwa pimpinan KPK memiliki kewenangan
sebagai penyidik ataupun penuntut,” ujarnya.

Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang


dipimpin Hariono membebaskan Sofyan Basir dari dakwaan suap
proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang
Riau-1. Proyek ini merupakan kolaborasi PT Pembangkit Jawa Bali
Investasi, BlackGold Natural Resources Ltd, dan China Huadian
Engineering Company Ltd. “Terdakwa Sofyan Basir tidak terbukti
secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran sebagaimana
dalam dakwaan,” ucap hakim Hariono di Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi, Senin, 4 November lalu.

Salah satu pasal yang menjerat Sofyan adalah Pasal 12 huruf a juncto
Pasal 15 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagai penyelenggara negara, ia disangka menerima janji pemberian
uang dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo. Johannes adalah
pemegang saham BlackGold yang menjadi perantara kerja sama
investasi China Huadian Engineering untuk menggarap proyek
tersebut.

Dalam dakwaan, jaksa menyebut Sofyan menghadiri pertemuan


kesepakatan suap antara Johannes dan bekas anggota Komisi Energi
Dewan Perwakilan Rakyat, Eni Maulani Saragih, dan bekas Sekretaris
Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham. Suap proyek ini mencapai Rp
4,75 miliar. Johannes, Eni, dan Idrus sudah masuk penjara. Di
pengadilan, Sofyan mengakui dua kali menggelar pertemuan di
rumahnya untuk membahas proyek itu. Keterangan dan rekaman
pembicaraan soal ini muncul dalam persidangan terdakwa lain. Tapi
hakim tetap membebaskan Sof-yan.

Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan putusan tersebut luput


mempertimbangkan sejumlah bukti penting dalam persidangan. Salah
satunya pengakuan Sofyan yang mengetahui adanya transaksi uang
dalam proyek tersebut. Pengakuan itu juga pernah disampaikan
Sofyan dalam berkas pemeriksaan pada 23 September 2019, meski
belakangan ia mencabut keterangannya. “Yang bersangkutan
mengetahui adanya kepentingan Eni untuk mencari pendanaan
partai,” katanya, Jumat, 8 November lalu.

Dalam kesaksiannya, Eni menyebutkan bahwa Sofyan layak


mendapatkan bagian “the best” karena paling berjasa mengegolkan
proyek. The best maksudnya bagian paling besar. Menurut Eni,
obrolan tersebut disampaikan Johannes Kotjo dalam sebuah
pertemuan di Hotel Fairmont Jakarta kepada Eni dan Sofyan. “Kalau
ada rezeki, yang paling banyak Pak Sofyan,” ujar Johannes ditirukan
Eni.

Tapi, menurut Eni, Sofyan malah menolak mendapatkan bagian the


best. Sof-yan, kata dia, mengatakan “rezeki” itu akan dibagi sama di
antara mereka bertiga. “Pak Sofyan bilang, ‘Enggaklah’, disampaikan
pada saat itu, ‘Ya sudah, nanti kita bagi bertiga yang sama’,” kata Eni.

Ditanyai lagi soal pertemuan tersebut dan peran Sofyan dalam proyek
PLTU Riau-1, Eni mengatakan semua kesaksiannya sudah
disampaikan dalam persidangan. “Sudah saya jelaskan semua,”
ucapnya, awal November lalu.

“Yang bersangkutan mengetahui adanya kepentingan Eni

untuk mencari pendanaan partai.”

— Juru bicara KPK, Febri Diansyah —

Bebasnya Sofyan membuat peneliti bidang tambang dan energi


Yayasan Auriga Nusantara, Iqbal Damanik, yang rutin mengikuti
jalannya persidangan kasus ini, mempertanyakan peran jaksa. Ia
menilai dakwaan kandas lantaran jaksa tidak berfokus membeberkan
bukti keterlibatan Sofyan. Selama persidangan, kata Iqbal, jaksa
cenderung lebih banyak berkutat pada perjanjian jual-beli listrik.
“Seharusnya didalami lewat pertemuan-pertemuan antara Sofyan dan
para terpidana lain,” ujarnya.

Pahrozi, pengacara Eni, mengatakan suap tak hanya melibatkan


pemberi dan perantara, tapi juga penerima manfaat terbesar dari
proyek tersebut. Menurut dia, Eni hanyalah perantara. Sementara itu,
penerima manfaat terbesar dari proyek tersebut adalah PLN.
“Semestinya rekaman pembicaraan seputar kasus itu juga bisa
menjadi petunjuk,” katanya, Selasa, 5 November lalu.

Menurut Pahrozi, seharusnya hakim menjadikan sembilan pertemuan


antara Eni, Johannes, Idrus, dan bekas Ketua Umum Partai Golkar,
Setya Novanto, sepanjang 2015-2018 untuk membahas proyek PLTU
Riau-1 ini sebagai petunjuk. Bukti yang cukup telak adalah pengakuan
Johannes dalam berita acara pemeriksaan yang dibacakan dalam
persidangan Idrus Marham pada 19 Februari 2019.

Dalam persidangan itu, jaksa mengkonfirmasi pengakuan Johannes


ihwal nama-nama yang bakal menerima komisi. “Pemberian tersebut
maksudnya pemberian saya kepada Saudara Sofyan Basir. Akan saya
siapkan. Namun nominalnya belum saya pikirkan,” ucap Johannes
saat itu. Inilah yang menjadi alasan kuat KPK menetapkan Sofyan
sebagai tersangka.

Pengacara Sofyan, Soesilo Ariwibowo, menilai vonis bebas itu sudah


tepat. Ia membenarkan kabar bahwa Sofyan pernah berkali-kali
bertemu dengan Eni, Johannes, dan Idrus untuk membahas skema
kerja sama PLTU Riau-1. Pertemuan itu dilakukan semata untuk
memastikan kelangsungan proyek-proyek di PLN, tapi tidak terkait
dengan dugaan rasuah yang dituduhkan KPK. “Dalam pertemuan itu
tidak ada kesepakatan yang sifatnya koruptif,” ujarnya.

Soesilo menilai rekaman percakapan dalam sidang sebelumnya tidak


bisa dijadikan bukti untuk menjerat kliennya. Sebab, rekaman
tersebut belum pernah dipastikan kebenarannya lewat pendekatan
forensik digital. Ia menghormati keinginan KPK mengajukan
permohonan kasasi ke Mahkamah Agung. Menurut Soesilo,
pembuktian soal rekaman tak lagi relevan. “MA itu kewenangannya
lebih pada penerapan hukum,” katanya.

KPK memastikan akan mengajukan permohonan kasasi. Menurut


Febri Diansyah, fakta yang akan dimasukkan ke memori kasasi di
antaranya pengakuan awal Sofyan dan keterangan Eni Saragih soal
Sofyan yang dianggap mengetahui penyuapan. “Poin ini akan kami
jelaskan lebih lanjut pada rumusan kasasi ke MA,” ujarnya.
Rusuh Setelah Pajak Telepon
majalah.tempo.co
4 mins read

Libanon diguncang demonstrasi besar yang berujung pada mundurnya


Perdana Menteri Saad Hariri. Pemerintah berikutnya tergantung
presiden.

Demonstran anti pemerintah menutup jalan-jalan utama di


Beirut, Libanon, 4 November 2019. REUTERS/Goran
Tomasevic

R
ASSEL, siswa 16 tahun di Kota Sidon, Libanon, mengaku
tidak bisa berdiam diri di sekolah saat demonstrasi masih
berlangsung di sejumlah tempat di negaranya. Ia bersama
ratusan siswa sekolah menengah atas lain, Rabu, 6 November lalu,
bertemu di luar sekolah pada pukul 07.30, lalu bersama-sama menuju
lokasi unjuk rasa di persimpangan Elia.

Demonstrasi besar melanda negeri berpenduduk 6 juta jiwa itu sejak


akhir September lalu. Para demonstran memprotes krisis ekonomi
dengan tingkat pengangguran rata-rata 25 persen. Pemicu krisis,
selain politik sektarian, adalah korupsi. “Kami turun ke jalan untuk
masa depan yang lebih baik karena kebanyakan dari kami akan lulus
tanpa peluang kerja dan terpaksa meninggalkan negara ini,” kata
Raseel.

Rakyat Libanon bersatu dalam kemarahan atas kegagalan para


pemimpinnya menangani ekonomi yang sedang sakit, kenaikan harga,
angka pengangguran yang tinggi, pelayanan publik yang buruk, dan
korupsi. Namun yang memicu demonstrasi lebih besar adalah
pemerintah pada 17 Oktober lalu berencana mengenakan pajak baru
untuk tembakau, bensin, dan panggilan suara melalui aplikasi pesan,
seperti WhatsApp, untuk menambah kas negara.

Biaya bulanan US$ 6 atau Rp 64 ribu untuk menggunakan WhatsApp


itulah yang memicu kemarahan luas dan ratusan orang mulai
berunjuk rasa di luar gedung pemerintah di Beirut. Sejumlah besar
demonstran juga memenuhi jalan-jalan, termasuk di lokasi bersejarah
Martyr Square. Kebijakan baru ini dibatalkan tak lama kemudian, tapi
itu tak cukup meredakan kemarahan publik yang merasakan
ketidakpuasan selama bertahun-tahun.

Untuk mengatasi krisis ekonomi, Perdana Menteri Saad Hariri


sebenarnya berusaha menenangkan masyarakat melalui paket
reformasi, yang disampaikan melalui siaran televisi pada 20 Oktober
lalu. Rencananya, ada pemotongan gaji presiden, menteri, dan
anggota parlemen sampai 50 persen serta pemangkasan tunjangan
pejabat negara. Bank sentral dan bank swasta diminta berkontribusi
sekitar Rp 46 triliun demi mencapai “hampir nol defisit” untuk
anggaran 2020. Ini termasuk rencana menswastakan sektor
telekomunikasi dan perbaikan sektor kelistrikan.

Proposal itu tak mendapat sambutan baik, yang ditandai dengan tetap
turunnya massa ke jalan-jalan. Para demonstran menuntut presiden
dan anggota kabinet mundur serta segera menggelar pemilihan
umum. Mereka juga meminta diakhirinya politik sektarian. Merasa
tak beroleh dukungan, Saad Hariri akhirnya angkat tangan dan
memilih mengundurkan diri pada 29 Oktober lalu, saat demonstrasi
besar memasuki hari ke-13.

Sesuai dengan Konstitusi Libanon, Saad mengajukan pengunduran


diri kepada Presiden Michel Aoun. Aoun menerima permohonan itu,
tapi meminta pemimpin partai Future Movement tersebut dan
kabinetnya tetap bekerja untuk melanjutkan peran sampai
pemerintah baru terbentuk. Bola kini berada di tangan Aoun, pendiri
partai Kristen, Free Patriotic Movement.

===
MICHEL Aoun punya karier panjang dalam kancah politik di Libanon.
Pria kelahiran 18 Februari 1935 tersebut memulai karier militernya
pada 1955 dengan menjadi perwira kadet di akademi militer setelah
menyelesaikan pendidikan menengahnya. Dia meniti karier di sini
hingga menjadi panglima militer pada 1984.

Saat negara bekas jajahan Prancis itu dipimpin Presiden Amine


Gemayel, terjadi perseteruan internal yang membuat Aoun terlibat
konfrontasi, termasuk secara militer, dengan Perdana Menteri Selim
Hoss. Di suatu titik, ia sampai harus bertahan dari gempuran di
Istana Kepresidenan Baabda. Aoun kemudian mencari suaka ke
Prancis. Pemerintah Libanon lalu memberinya amnesti bersyarat dan
Aoun mendapat suaka dari Presiden Prancis.

Aoun mengakhiri 15 tahun pengasingannya ketika kembali ke Libanon


pada 7 Mei 2005. Pemicu kepulangannya adalah terjadi perubahan
politik di Libanon setelah pembunuhan mantan perdana menteri,
Rafic Hariri, pada 14 Februari 2005. Kematian Rafic mendorong
pecahnya serangkaian demonstrasi, khususnya di Ibu Kota Beirut,
yang kemudian dikenal sebagai Revolusi Cedar atau Intifadah
Merdeka.

Tujuan utama para aktivis Intifadah Merdeka adalah penarikan


pasukan Suriah dari Libanon dan penggantian pemerintah yang
sangat dipengaruhi kepentingan Suriah dengan kepemimpinan yang
lebih independen serta pembentukan komisi internasional untuk
menyelidiki pembunuhan Rafic. Demonstrasi itu membuahkan hasil
dengan mundurnya pasukan Suriah dari Libanon.

Setiba di Libanon, Aoun menggelar konferensi pers singkat di Bandar


Udara Internasional Beirut sebelum berkonvoi menuju Makam
Prajurit tanpa Nama dan Martir. Setelah berdoa dan mengungkapkan
rasa terima kasih kepada orang-orang yang menyambutnya, ia
berziarah ke makam Rafic. Setelah itu, ia menjenguk sesama politikus
partai Kristen, Samir Geagea, di penjara.

Geagea dibui setelah diadili pada 1994 karena didakwa


memerintahkan empat pembunuhan politik, termasuk terhadap
Perdana Menteri Rashid Karami pada 1987, dan percobaan
pembunuhan terhadap Menteri Pertahanan Michel Murr yang gagal
pada 1991. Dia membantah semua tuduhan tersebut. Seusai
kunjungan ini, Aoun melanjutkan perjalanannya ke Lapangan Martir.
Di sana, ia disambut para pendukung Intifadah Merdeka.

Aoun lantas membentuk Free Patriotic Movement. Partai yang


beraliran tengah-kanan ini berpartisipasi dalam pemilihan parlemen
pada tahun itu dan meraih 21 kursi. Ia terpilih untuk Majelis
Nasional. Berbekal kursi di Majelis Nasional yang terus bertambah, ia
maju dalam pemilihan presiden 2016.
Pendukung Presiden Libanon, Michel Aoun berdemonstrasi di Beirut, Libanon, 3
November 2019. REUTERS/Goran Tomasevic

Dukungan pertama bagi Aoun datang dari pemimpin partai Kristen,


Lebanese Forces, Samir Geagea. Penantangnya Ketua Marada
Movement Suleiman Frangieh, Jr. Pada 20 Oktober 2016, Saad Hariri
menyatakan secara terbuka dukungannya kepada Aoun dan hal itu
kian memuluskan jalan Aoun menjadi presiden. Dalam sidang
parlemen 31 Oktober 2016, ia terpilih sebagai Presiden Libanon, yang
kosong sejak Mei 2014 karena para politikus gagal menyepakati
konsensus tentang siapa presiden pengganti Michel Suleiman, yang
jabatannya berakhir pada Mei 2014.

Dalam politik Libanon, posisi presiden merupakan jatah komunitas


Kristen, perdana menteri dari kalangan muslim, dan Ketua Dewan
Perwakilan Rakyat dari golongan Syiah. Kesepakatan ini dikenal
sebagai Pakta Nasional 1943. Namun perbedaan sektarian yang tidak
terselesaikan akhirnya berubah menjadi perang saudara yang
berlangsung pada 1975 hingga 1990, ketika pasukan Israel dan Suriah
melakukan intervensi dan lebih dari 100 ribu orang tewas.

Pasukan Suriah menarik diri dari Libanon pada 2005, tapi perang
antara Israel dan Hizbullah dengan cepat terjadi pada 2006. Menurut
Council of Foreign Relations, dalam satu dekade terakhir, ketegangan
sektarian antara kelompok Hizbullah dan Sunni juga meningkat.
Politik pun menjadi rumit karena menjadi medan pertempuran proksi
bagi Iran, yang memberikan dukungan bagi Hizbullah, dan Arab
Saudi, yang mendukung Perdana Menteri Saad Hariri serta politikus
Sunni lain.

Keruwetan politik juga berdampak pada ekonomi. Faktor lain adalah


dampak limpahan perang saudara di Suriah. Libanon menampung
lebih dari 1,5 juta pengungsi, hampir 1 juta di antaranya warga
Suriah. Selain itu, konflik delapan tahun di Suriah telah
mempengaruhi perdagangan lintas batas dan melemahkan industri
pariwisata Libanon.

Dalam pidato untuk menenangkan publik pada 31 Oktober lalu,


Michel Aoun menerima permintaan demonstran mengenai perlunya
membentuk pemerintah teknokratis dan mengakhiri kebiasaan negara
mengalokasikan posisi pejabat publik berdasarkan agama. Ia
menyebut sektarianisme sebagai “penyakit perusak”. “Para menteri
harus dipilih berdasarkan kualifikasi dan pengalaman mereka, bukan
kesetiaan politik mereka,” ujar Aoun, yang sekaligus menandai tahun
ketiga kepresidenannya.

ABDUL MANAN (AL-MONITOR, REUTERS, FRANCE24.COM, Al JAZEERA)


Politik Sektarian Libanon
majalah.tempo.co
5 mins read

Bahan: Abdul Manan (Diolah dari Al Arabiya, Wikipedia)

Libanon

M
ENURUT kesepakatan yang dikenal sebagai Pakta
Nasional 1943, ada pembagian kekuasaan dalam politik
Libanon: presiden berasal dari komunitas Kristen,
perdana menteri dari muslim Sunni, dan Ketua DPR dari muslim
Syiah. Politiknya rumit karena menjadi medan pertempuran proksi
bagi Iran, yang mendukung Hizbullah, dan Arab Saudi, yang
menyokong politikus Sunni. Faktor lain pemicu konflik adalah
perbatasannya dengan Suriah dan Israel.
Tantangan bagi Sang
Pangeran
majalah.tempo.co
4 mins read

Benny Gantz dikejar waktu untuk membentuk pemerintahan baru


Israel. Politikus anyar dengan latar belakang militer yang mentereng.

Benny Gantz saat masih berdinas militer di Pangkalan


Udara Hatzaerim, Israel, April 2013. REUTERS

B
ELUM juga didapuk sebagai Perdana Menteri Israel, Benny
Gantz sudah menuai ancaman dari pentolan Hamas. Yahya
Sinwar, salah satu pemimpin kelompok milisi yang
menguasai Jalur Gaza itu, menyatakan bahwa Hamas bakal
menyerang balik Israel jika Gantz dan pemerintahannya berani
menyerbu Gaza. “Kami sedang menunggu Anda, jika Anda berhasil
membentuk pemerintahan,” kata Sinwar mencela Gantz dalam
pidatonya di Gaza, Senin, 4 November lalu.
Pernyataan Sinwar meluncur dua hari setelah Gantz menyerukan
bahwa ia bakal menggempur Gaza jika terpilih sebagai perdana
menteri baru menggantikan Benjamin Netanyahu, politikus sayap
kanan yang berkuasa sejak 2009. Gantz juga bersumpah akan
menggunakan kekuatan militer penuh untuk menghalau serangan dan
membunuh para pemimpin Hamas, yang oleh pemerintah Israel dicap
sebagai organisasi teror.

Gantz bereaksi keras setelah terjadi penembakan sepuluh roket dari


Gaza ke Kota Sderot, Israel selatan, pada Jumat malam, 1 November
lalu. Militer Israel mengklaim telah mencegat delapan roket dengan
sistem pertahanan udara. Tapi dua roket lain menghantam kawasan
permukiman dan merusak satu rumah keluarga Yahudi, walaupun tak
sampai memakan korban jiwa.

Esoknya, militer Israel melancarkan serangan roket balasan ke Gaza,


wilayah berpenduduk 2 juta orang yang terkurung blokade Israel.
Seorang warga Palestina tewas dan dua lainnya terluka akibat
serangan tersebut. Ini baku tembak pertama sejak 12 September lalu.
“Pemerintah Israel di bawah kepemimpinan saya tidak akan
menenggang ancaman terhadap penduduk Israel dan kedaulatannya.
Kami akan mencegahnya dengan segala cara, bahkan jika perlu
menghabisi mereka yang telah memicu eskalasi,” ucap Gantz.

Masalahnya, ejekan Sinwar terhadap Gantz bisa jadi benar. Sejak


menerima mandat dari Presiden Reuven Rivlin untuk membentuk
pemerintahan pada 23 Oktober lalu, pria 60 tahun ini masih
terbentur jalan buntu. Partai sentris yang dipimpinnya, Kahol Lavan,
baru mengumpulkan 55 kursi dari koalisinya dengan sejumlah partai
lain di parlemen Israel, Knesset. Padahal, untuk bisa membentuk
pemerintahan, ia harus menggenggam sedikitnya 61 kursi.

Gantz bisa terancam kehilangan momentum berharga setelah


Netanyahu, yang menjadi rival utamanya dalam perebutan kursi
perdana menteri, lebih dulu gagal membentuk pemerintahan. Dalam
kurun 28 hari, upaya Netanyahu menghimpun kekuatan mayoritas di
Knesset kandas. Partai sayap kanan besutannya, Likud, dan koalisi
partai-partai ultra-ortodoks tidak mampu meraup 61 kursi atau lebih.
Sejak Netanyahu gagal, bola panas kini bergulir ke tangan Gantz.

Gantz berjanji membentuk pemerintah persatuan liberal yang


melayani semua rakyat Israel. Mantan panglima militer ini punya 28
hari untuk mencoba peruntungannya. Jika ia gagal seperti Netanyahu,
Knesset akan mencalonkan kandidat perdana menteri ketiga untuk
mengakhiri krisis politik akibat kekosongan kekuasaan sejak
pemilihan umum 17 September lalu. Apabila cara ini kandas juga,
negeri itu akan kembali menggelar pemilihan umum ketiga dalam
kurun satu tahun. Pada pemilihan umum pertama, April lalu,
pemerintahan gagal terbentuk karena tidak ada partai yang meraup
kursi mayoritas di parlemen. “Saya akan berbuat segalanya untuk
mencegah pemilihan umum kembali digelar,” Gantz berujar.

Kemunculan Gantz sebagai pesaing terkuat Netanyahu di luar dugaan.


Pria kelahiran Kfar Ahim, Israel tengah, dari pasangan penyintas
Holocaust ini sejatinya bukan politikus tulen. Gantz menggeluti nyaris
seluruh kariernya di militer. Saat berusia 18 tahun, ia mendaftarkan
diri sebagai anggota Pasukan Keamanan Israel (IDF) pada 1977. Tugas
pertamanya adalah bergabung dalam tim persiapan keamanan untuk
menyambut kunjungan bersejarah Presiden Mesir Anwar Sadat ke
Israel.

Gantz dengan cepat menapaki tangga kariernya di IDF. Bahkan


teman-temannya sesama tentara sampai menjulukinya “Pangeran”
lantaran kariernya melesat. Di antara tugasnya yang paling menonjol
adalah memimpin unit komando yang menjamin keamanan untuk
Operasi Solomon, operasi penyelamatan 14 ribu orang Yahudi
Ethiopia pada 1991. Gantz juga pernah menjabat komandan Unit
Penghubung Libanon IDF dan merupakan tentara Israel terakhir yang
meninggalkan Libanon setelah pendudukan militer Negeri Zionis di
sana berakhir pada 2000.

Walaupun sepak terjangnya di dunia militer dan keamanan terbilang


ciamik, Gantz semula bukan figur yang difavoritkan sebagai panglima
angkatan bersenjata. Netanyahu menunjuknya sebagai pemimpin
tertinggi militer pada 2011 setelah dua kandidat lain yang lebih
disukainya terperosok dalam skandal. Meski begitu, hubungan Gantz
dengan Netanyahu relatif harmonis selama empat tahun ia memimpin
militer. Bahkan, dalam isu Palestina, keduanya berbagi pandangan
serupa. Netanyahu menentang keras pembentukan negara Palestina,
sementara Gantz pernah tiga kali terlibat pertempuran dengan Hamas
dan meredam perlawanan rakyat Palestina di Gaza.

Gantz, misalnya, pernah “berhadapan” dengan Sinwar di medan


perang di Gaza saat memimpin operasi militer pada 2012 dan 2014.
Selama perang, ratusan roket dan mortir dari Gaza menghujani Israel,
termasuk yang diarahkan ke Ibu Kota Tel Aviv. “IDF saat itu dikritik
karena dua perang tersebut menelan ratusan korban warga sipil. Tapi
Gantz membela diri dengan menuding taktik milisi Hamas yang
menyaru dengan warga sipil,” tulis situs berita Forward.

Gantz menutup karier militernya setelah 38 tahun mengabdi sebagai


tentara pada 2015. Tapi ia hanya tiga tahun menikmati masa pensiun.
Desember tahun lalu, ia memulai lembaran baru sebagai politikus
saat mendirikan Partai Biru Putih (Kahol Lavan) untuk menantang
dominasi Netanyahu, yang menguasai panggung politik Israel dalam
satu dasawarsa terakhir. Kemunculan Gantz memberikan angin segar
bagi para pemilih Israel, termasuk warga Arab, yang sebagian mulai
berpaling dari Netanyahu sejak pentolan Likud itu terjerat kasus
dugaan korupsi.

Keputusan Gantz terbukti jitu. Partai besutannya yang masih bau


kencur ternyata mampu menantang Likud. Pada pemilihan April lalu,
Kahol Lavan mengimbangi Likud dengan meraup 35 kursi. Gantz
bahkan membawa partainya unggul satu kursi atas Likud dengan 33
kursi pada September lalu. Sayangnya, hasil itu belum cukup untuk
mengantarnya menjadi perdana menteri sekaligus panglima militer
ketiga yang menduduki posisi tersebut setelah Yitzhak Rabin dan
Ehud Barak.

Ehud Olmert, perdana menteri periode 2006-2009, mengatakan


Gantz sebenarnya memiliki sejumlah opsi untuk mengatasi kebuntuan
politik. Ia bisa berkoalisi dengan Likud dan membentuk pemerintah
rekonsiliasi nasional, sesuai dengan saran Presiden Rivlin. Melalui
skenario ini, Gantz dan Netanyahu dapat membentuk pemerintah
mayoritas yang lebih stabil di parlemen. Tapi Gantz pernah menolak
opsi ini karena ogah berbagi jatah kekuasaan dengan rival utamanya.

Pilihan lain adalah Gantz membentuk pemerintah minoritas dengan


partai sayap kiri dan ultra-ortodoks serta disokong koalisi empat
partai Arab, Joint List. Gantz sudah mencoba menjajaki pertemuan
dengan dua pemimpin Joint List, Ayman Odeh dan Ahmad Tibi, pada
31 Oktober lalu, tapi belum berbuah hasil. Lagi pula, untuk
menambah kekuatan melawan Likud dan aliansinya, Gantz harus
merangkul partai Yisrael Beiteinu pimpinan bekas menteri
pertahanan Avigdor Lieberman, yang alergi terhadap partai-partai
Arab. “Anda pikir hal itu mungkin terjadi? Lieberman bergabung
dengan pemerintah yang bergantung pada dukungan (orang-orang)
Arab?” kata Olmert.

Gantz kini berkejaran dengan waktu. Ia belum mengumumkan


keputusan secara gamblang hingga pekan pertama November lalu.
Tapi ayah empat anak ini sudah melontarkan harapannya bahwa
pemerintah persatuan akan mengembalikan kekompakan yang telah
lama hilang di Israel. Sambil mengutip peristiwa rekonsiliasi yang
dicapai antara pemimpin Likud, Yitzhak Shamir, dan pemimpin Partai
Buruh, Shimon Peres, pada 1984, Gantz mengatakan, “Kita
menghadapi banyak tantangan di negara yang luar biasa ini. Kita
harus mulai bekerja bersama untuk mengatasinya.”

MAHARDIKA SATRIA HADI (THE JERUSALEM POST, FORWARD, ASHARQ AL-AWSAT, HAARETZ)


Leni Robredo Pimpin
Pemberantasan Narkotik
majalah.tempo.co
2 mins read

REUTERS/Romeo Ranoco

W
AKIL Presiden Leni Robredo menerima tawaran Presiden
Rodrigo Duterte untuk memimpin program
pemberantasan narkotik Duterte yang kontroversial.
Penunjukan itu terjadi setelah Robredo mengkritik program tersebut
dalam sejumlah wawancara dengan media.

Robredo, yang terpilih sebagai wakil presiden dalam pemilihan umum


terpisah, dianggap sebagai pesaing politik Duterte. Robredo
menyadari bahwa tawaran Duterte cuma permainan politik dan
langkahnya akan banyak dijegal. “Saya akan menanggung segalanya
karena, jika saya bisa menyelamatkan setidaknya satu nyawa yang
tidak bersalah, saya harus mencoba ini,” kata Robredo, Rabu, 6
November lalu, seperti dikutip Straits Times.
KOLOMBIA

Menteri Pertahanan Mundur

GUILLERMO Botero mengajukan permohonan pengunduran diri dari


posisi Menteri Pertahanan pada Rabu, 6 November lalu, di tengah
tekanan terhadap kasus pembunuhan di luar hukum dalam sebuah
operasi militer dan ancaman Kongres yang akan memakzulkannya.
Bila benar mundur, dia menjadi menteri pertama dalam sejarah
negeri itu yang mundur karena dipaksa.

“Adalah tugas saya sebagai Menteri Pertahanan untuk membaca iklim


politik dengan tepat. Itulah sebabnya saya memutuskan untuk
mengajukan permohonan pengunduran diri saya,” tulis Botero di akun
Twitter kementerian.

Pengusaha 71 tahun itu diterpa berbagai skandal berkali-kali. Pekan


ini dia dituduh menyembunyikan informasi tentang anak-anak yang
terbunuh dalam serangan bom militer terhadap sekelompok
pembangkang bekas anggota Angkatan Bersenjata Revolusioner
Kolombia (FARC), organisasi pemberontak yang sudah dibubarkan.

Botero menyatakan operasi itu sah dan militer tak menyadari ada
anak-anak di kamp yang menjadi sasaran serangan. Delapan anak-
anak ditengarai tewas dalam serangan itu.

CILE

Kenaikan Upah untuk Redam Demonstrasi

PRESIDEN Cile Sebastian Pinera mengajukan rancangan undang-


undang ke Kongres yang akan menaikkan upah minimum menjadi
sekitar Rp 6,5 juta per bulan, pada Kamis, 7 November lalu. Kebijakan
itu salah satu upaya untuk meredakan unjuk rasa anti-pemerintah
yang meletus di berbagai daerah selama hampir tiga pekan terakhir.

“Marah dan berpikir bahwa kita bisa tiba-tiba mengatasi semuanya


itu gampang. Tapi sama seperti di rumah, jika kita menghabiskan
semua tabungan, lalu bagaimana?” kata Menteri Keuangan Ignacio
Briones, seperti dikutip Washington Post.

Unjuk rasa besar di negeri itu dimulai pada bulan lalu ketika harga
tiket kereta bawah tanah naik. Demonstrasi lalu meluas dan tuntutan
bertambah, seperti perbaikan sistem dana pensiun, pendidikan, dan
jaminan kesehatan yang dianggap lebih menguntungkan kaum kaya.
Sebagian demonstran menuntut penggantian konstitusi 1980, yang
ditulis semasa kekuasaan diktator Jenderal Augusto Pinochet, yang
memungkinkan sumber daya alam, termasuk air, sepenuhnya atau
sebagian dikelola swasta.

REUTERS

MALAYSIA

Polisi Tahan Pemimpin Oposisi Kamboja

POLISI Malaysia menangkap mantan Menteri Urusan Perempuan


Kamboja, Mu Sochua, di bandar udara Kuala Lumpur, Kamis, 7
November lalu. Pemerintah Kamboja telah mengeluarkan permintaan
penangkapan terhadap sejumlah aktivis dan tokoh oposisi yang eksil
dengan alasan mereka berencana melakukan kudeta ketika pulang ke
Phnom Penh.

Mu Sochua adalah Wakil Ketua Partai Penyelamat Nasional Kamboja


(CNRP), partai oposisi yang dibubarkan Perdana Menteri Hun Sen.
Kedatangannya ke Malaysia adalah bagian dari rencana sejumlah
tokoh oposisi untuk pulang dan berdemonstrasi menentang Hun Sen
di Phnom Penh pada Sabtu, 9 November.
Sam Rainsy, pendiri CNRP, juga berencana terbang dari Prancis ke
Bangkok untuk kembali ke Kamboja. Tapi pemerintah Thailand tak
mengizinkan Rainsy melakukan transit. Sehari sebelum tiba di
Malaysia, Mu Sochua menggelar konferensi pers di Jakarta. “Kami
tetap sesuai dengan rencana,” kata Mu kepada Tempo.co, 6 November
lalu.


Pertarungan Dua Raksasa
majalah.tempo.co
3 mins read

Berangkat dari kisah nyata rivalitas di luar trek dua pabrik otomotif,
Ford dan Ferrari. Balapan tak hanya menjadi bumbu.

Christian Bale dan Matt Damon dalam Ford v Ferarri. IMDB

J
ULUKAN mobil keluaran produsen otomotif Ford Motor
Company ini sangat gahar: Ferrari Killer. Disebut begitu karena
si pemilik nama GT40 tersebut melumat Ferrari di kompetisi
“neraka” Le Mans 24 Jam di bagian barat laut Prancis empat tahun
berturut-turut sejak 1966. Raihan Ford bersejarah karena sejumlah
alasan. Salah satunya lantaran balapan itu selama 1960-1965
didominasi Ferrari, pabrik asal Modena, Italia.

Medan laga di Le Mans yang disuguhkan dalam film Ford v Ferrari


terlihat mengerikan. Pembalap tak hanya menghadapi tantangan
cuaca di sana yang sukar ditebak. Fisik dan konsentrasi pun
dipertaruhkan untuk menaklukkan perlombaan yang berlangsung
seharian penuh tersebut. Sirkuit Le Mans menyimpan sejarah kelam
pada 11 Juni 1955. Hari itu, sebuah mobil “terbang” ke bangku
penonton dan menewaskan 84 orang, sementara 120 lainnya terluka.

Karena itu, berlaga di Le Mans adalah uji nyali bagi Ford, yang
sebelumnya tak tercatat dalam sejarah sebagai petarung di sirkuit.
Produsen asal Michigan, Amerika Serikat, ini mengubah nasibnya
setelah sang bos, Henry Ford II (diperankan Tracy Letts), menyetujui
usul timnya, yang berharap Ford turun ke kompetisi balapan. Misi
awalnya adalah meraih citra baru agar pabrik tak terjerembap ke
jurang kebangkrutan seperti yang dialami perusahaan pimpinan Enzo
Ferrari.

Persoalannya, mobil balap tak ada dalam portofolio Ford. Karena itu,
Henry Ford II mengirim utusannya ke Modena untuk membeli Ferrari,
yang disebut tim Ford sebagai mobil dengan sex appeal tinggi. Namun
Enzo Ferrari (diperankan Remo Girone) menolak tawaran Ford karena
merasa terhina oleh materi negosiasi. Kata dia, tak semua hal bisa
dibeli dengan uang. Sedangkan menurut Ford, “Uang memang tidak
bisa membeli kemenangan, tapi dapat membeli orang.”

Karena premisnya adalah from zero to hero, film ini membutuhkan


Ferrari sebagai pihak antagonis, yang terwakili lewat pria-pria Italia
berwajah pongah. Adapun Ford diwakili Carroll Shelby (Matt Damon)
dan Ken Miles (Christian Bale), yang merepresentasikan perjuangan
kelas pekerja. Shelby salah satu ikon dunia balap. Ia orang Amerika
pertama yang menjuarai Le Mans 24 Jam, yakni pada 1959. Nahasnya,
karier Shelby setelah itu mentok lantaran kondisi jantungnya
menurun. Pria asal Texas ini akhirnya berjualan mobil sampai
kemudian direkrut Ford untuk merancang moda balapan.

Sedangkan Miles, yang bertampang urakan, kerap menaklukkan trek


karena keberaniannya mengambil risiko. Pembalap asal Inggris ini
dianggap jauh dari citra Ford, yang dalam film disimbolkan lewat Leo
Beebe (Josh Lucas), si eksekutif yang sejak awal sengit padanya.
Sementara penampilan Beebe teramat licin dan bersih, Miles yang
tengil dianggap “bukan seorang Ford”. Dia beraroma bensin dengan
kulit mengkilat terciprat oli di bengkel miliknya. Namun, pada
akhirnya, Miles menjadi “Cinderella” dalam legenda Ford melawan
superioritas Ferrari.
IMDB

Demi intens memerankan Miles, Christian Bale memamerkan


kelihaiannya menurunkan berat badan. Sebab, sebagai Miles, pria
jangkung ini memerlukan tubuh yang sedikit lebih ringan untuk
keluar-masuk Ford GT40. Bale (Trilogi Batman the Dark Knight, Vice)
memang ulung dalam urusan “modifikasi” berat tubuh. Saat
memerankan Wakil Presiden Amerika Serikat George W. Bush, Dick
Chaney, dalam Vice (2018), bobotnya naik hampir 21 kilogram. Yang
tak kalah epik adalah penampilannya sebagai si ceking Trevor Reznik
dalam The Machinist (2003), saat ia menyusutkan berat badannya
sampai 28 kilogram. Sedangkan saat menjadi Batman, yang filmnya
diarahkan sutradara Christian Nolan, Bale tampak liat dan atletis.

Sutradara James Mangold (Logan, Walk the Line, dan Girl,


Interrupted) bisa menyetir Ford v Ferrari sehingga tak kalah apik
dibanding film balapan lain yang sama-sama membangkitkan
adrenalin. Misalnya seri The Fast and the Furious yang legendaris,
Drive, Baby Driver, Days of Thunder, ataupun biopik seperti Rush
(tentang dua pembalap Formula 1 pada 1970-an, Niki Lauda dan
James Hunt) serta Senna (kisah legenda Formula 1 dari Brasil, Ayrton
Senna). Adapun duet Bale dan Damon tampak bertenaga, baik saat
sedang bereksperimen bongkar-pasang mesin maupun bersekutu di
luar sirkuit. Keduanya sama-sama cerewet dan antikorporat sehingga
kompak mengolok-olok bos Ford, Leo Beebe, yang menyulut intrik
internal.

Kombinasi perjuangan, bisnis otomotif, keluarga, persahabatan, serta


adegan balapan yang brutal adalah formula yang menjadikan Ford v
Ferrari membius sepanjang 2 jam 33 menit. Belum lagi film ini
menyegarkan mata kita dengan sederet mobil antik seperti MGA
1500, Ford Country Squire, Ford Mustang, dan Chevrolet Impala yang
beredar di jalanan pada masanya. Seabrek istilah teknis otomotif
tentu saja terus berseliweran. Tapi, bila pun kita tak memahaminya,
tidak ada masalah karena setelahnya Shelby dan Miles bakal ngebut
dengan mobil Ford rancangan mereka, pertanda bahwa GT40 makin
siap merambah aspal sirkuit dan menaklukkan Ferrari.

Hiruk-pikuk di pit serta kerumunan teknisi yang jungkir-balik


membenahi mesin menjadi bumbu penambah ketegangan. Selebihnya,
persaingan antara Ford dan Ferrari adalah romantika yang menguras
emosi dengan balapan Le Mans 24 Jam 1966 sebagai puncak
perseteruan dua raksasa itu. Ambisi Henry Ford II yang berpilin
dengan kenekatan gila Miles dan Shelby mewujud pada performa
GT40 yang cadas. Walau ini bukan pertarungan Star Wars, aksi Miles
di Le Mans tak kalah heroik dibanding Luke Skywalker dalam film
epik garapan George Lucas tersebut. Teruntuk Miles dan Shelby, may
the “Ford” be with you.
ISMA SAVITRI

Ford v Ferrari

Sutradara: James Mangold

Aktor: Christian Bale, Matt Damon, Tracy Letts

Produksi: 20th Century Fox, Chernin Entertainment

Sinematografi: Phedon Papamichael

Rilis: 15 November 2019


Para Dokter Pemberi
Inspirasi
majalah.tempo.co
3 mins read

Sejumlah dokter dan psikolog memanfaatkan media sosial untuk


membagikan ilmunya tentang kesehatan. Menggunakan bahasa
sederhana sehingga menjangkau khalayak lebih luas.

Para Dokter Pemberi Inspirasi/Tempo

S
EBELUM usia anaknya mencapai enam bulan, setahun lalu,
Elvira Mustikawati menyambangi banyak tempat untuk
mencari tahu soal makanan pendamping air susu ibu
(MPASI). Ia mengunjungi akun YouTube dokter spesialis anak I Gusti
Ayu Nyoman Partiwi alias dokter Tiwi, juga akun Instagram dokter
spesialis anak Dini Adityarini dan Meta Hanindita serta konselor ASI
dokter Ameetha Drupadi.

Tak satu pun dari para dokter tersebut yang menyarankan


penggunaan menu dengan bahan makanan tunggal selama 14 hari—
informasi ini viral dengan mencatut sumber Badan Kesehatan Dunia
(WHO). Mereka malah menganjurkan pemberian makanan bervariasi
kepada bayi. Elvira, 28 tahun, mengatakan banyak temannya yang
menggunakan menu tunggal tersebut. “Kalau saya tidak cari tahu di
akun-akun dokter itu, mungkin saya akan mengikuti menu tersebut
untuk Keefe, anak saya,” katanya, Rabu, 6 November lalu.

Dari materi yang dibagikan Meta di Instagram, Elvira lebih


mencermati kondisi Keefe. Ia curiga putranya menderita anemia
karena kekurangan zat besi setelah membaca penjelasan Meta
tentang hal itu. Benar saja, dari pemeriksaan darah, Keefe menderita
anemia sehingga disarankan mengkonsumsi suplemen zat besi.
“Sekarang Keefe tumbuh sehat,” ujar dosen statistika di Universitas
PGRI Adi Buana Surabaya itu.

Seperti Elvira, Giyatsil Annafis juga terkadang membuka media sosial


untuk mencari konten kesehatan. Ia kecantol akun Instagram dokter
Gia Pratama. Dari akun itu, ia antara lain mempelajari siasat
berolahraga tanpa ke luar rumah dengan menyandarkan punggung
pada tembok dan menekuk lutut. Mahasiswi Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan Mataram ini menikmati hasilnya setelah rutin
mengerjakan anjuran tersebut. “Biasanya, setelah bangun tidur,
punggungku sakit. Tapi gerakan sederhana ini ternyata sangat
membantu bikin rileks,” ucapnya.

Media sosial yang sedang populer juga membuat banyak tenaga


kesehatan kepincut. Sejumlah dokter dan psikolog memanfaatkannya
untuk mengedukasi masyarakat tentang kesehatan. Asalkan punya
gawai dan jaringan Internet, masyarakat dari berbagai kalangan bisa
mengakses penjelasan para ahli yang berkompeten di bidang masing-
masing itu secara gratis.

Salah satunya dokter Meta lewat akun Instagram @metahanindita,


yang kini memiliki 295 ribu pengikut. Ia sering membagikan materi
tentang nutrisi untuk anak sejak tahun lalu. Meta terdorong
memberikan edukasi lewat media sosial antara lain karena kabar
hoaks menu makanan tunggal 14 hari yang beredar di Internet.

WHO tak pernah merekomendasikan cara makan itu. Menu makanan


tunggal justru meningkatkan risiko stunting dan malnutrisi pada
anak. Namun menu tunggal itu justru viral. “Sebegitu dahsyatnya,
kan, efek informasi di media sosial?” kata dokter yang berpraktik di
Rumah Sakit Manyar Medical Center, Surabaya, tersebut.

Meta sebenarnya sudah membahas kebutuhan nutrisi untuk anak di


buku yang ditulisnya, Mommyclopedia: 567 Fakta tentang MPASI, dan
blognya, www.metahanindita.com. Namun, lantaran minat baca
masyarakat yang rendah, pesannya lebih pasti sampai jika
menggunakan media sosial.
Di media sosial, para dokter influencer itu berusaha
menyederhanakan bahasa kedokteran, yang menurut sebagian orang
ruwet. Dokter Gia, misalnya, mengibaratkan jantung sebagai organ
yang lebih dermawan daripada Bill Gates karena menyumbangkan
sebagian besar darah yang dipompanya untuk organ lain di seluruh
tubuh. Jika sang “raja sedekah” tersebut rusak, seluruh tubuh bakal
terkena imbas.

Dengan bahasa sederhana, ia berharap pesan lebih mudah


tersampaikan. Pengikutnya pun menjadi lebih peduli terhadap
kesehatan. Gia berkisah, salah seorang gurunya, konsulen yang
sangat ia segani, memberikan wejangan agar membumikan
kedokteran dengan bahasa seawam mungkin dan menceritakannya
seluas mungkin. “Agar banyak yang menyayangi dirinya sehingga bisa
mencegah banyak penyakit,” ujar pemilik akun Twitter
@GiaPratamaMD dengan 212 ribu pengikut tersebut.

Para dokter pemberi inspirasi itu rela meluangkan waktu untuk


berbagi ilmu di tengah kesibukannya. Dokter Tiwi, yang sering
membahas seputar kesehatan anak, biasanya mulai beraksi saat
orang-orang masih terlelap. Ia terbiasa bangun sekitar pukul 03.00,
lalu menulis. Ia kemudian melanjutkan kegiatannya dengan
mengunggah penjelasan tentang nutrisi dan stimulus anak di akun
Instagramnya, @drtiwi, atau di situsnya, www.klinikdrtiwi.com.

Para Dokter Pemberi Inspirasi/tempo/facebook (1,4,5,7), Instagram (2,3,6)

Tiwi mengaku senang berbagi lewat jejaring sosial karena, menurut


dia, media ini membuatnya bisa melayani masyarakat tanpa dibatasi
tempat dan waktu. “Lewat media sosial, saya bisa melayani
masyarakat di luar sana yang tak bisa saya raih,” kata dokter yang
berpraktik di Rumah Sakit Ibu dan Anak Bunda Jakarta itu.

Namun Tiwi berpesan kepada warganet: jangan sampai upaya


mencari infor-masi melalui media sosial justru membuat perhatian
orang tua teralihkan dari kewajiban menemani anak-anak. Misalnya
ibu jadi mengacuhkan anaknya saat menyusui karena asyik
berselancar di media sosial. Padahal momen menyusui adalah waktu
untuk meningkatkan kelekatan ibu dan anak.

Kebiasaan ibu terlalu lama memegang gawai juga tanpa disadari


membuat bayi dan anak terpapar gawai sejak dini. Ini berbahaya bagi
bayi dan anak, yang sedang dalam masa perkembangan. Tiwi
mengungkapkan, banyak anak yang terlambat bicara karena diberi
gawai sejak kecil.

Meta pun mewanti-wanti warganet agar selalu mengecek kembali


kebenaran informasi tentang kesehatan yang dibaca di media sosial.
Terlebih jika ingin memencet tanda berbagi. Salah satunya dengan
menanyakannya kepada ahli yang berkompeten dan mengerti tentang
hal itu.

Yang paling penting, tutur Gia, adalah mempraktikkan hal tentang


kesehatan yang dibaca di media sosial. Sekadar tahu tidak ada
manfaatnya kalau tak dilakukan. Apalagi ini demi kesehatan sendiri.
“Sehat itu mahal, tapi sakit jauh lebih mahal.”

NUR ALFIYAH


Solusi Mengatasi Kekerasan
di Papua
majalah.tempo.co
4 mins read

Cypri Jehan Paju Dale Peneliti pada Institute of Social Anthropology


Bern University, Swiss

Ilustrasi: Ehwan

Pernyataan Presiden Joko Widodo dan sejumlah pejabat lain bahwa


kekerasan di Wamena baru-baru ini bukan merupakan konflik etnis
(Tempo.co, 30 September 2019) tidak hanya menyembunyikan
persoalan sesungguhnya, tapi juga berpotensi membuat pemerintah
lamban dan salah langkah dalam mengelola gejolak sosial di Papua.
Pemberitaan media nasional dengan framing kacamata kuda
“kerusuhan” yang dibarengi dengan narasi “kebaikan hati” orang
Papua melindungi penduduk non-Papua juga memberi kesan seolah-
olah tidak ada ketegangan antarsuku atau ras dan agama di Papua.
Banyak tokoh Papua, seperti diangkat sejumlah peneliti, sudah lama
mengingatkan adanya perluasan masalah di Papua, dari masalah
vertikal (antara orang Papua dan negara) ke arah ketegangan
horizontal antara orang Papua dan penduduk yang disebut pendatang.
Mereka juga mendesak pemerintah berhenti memakai strategi
demografi untuk menguasai Papua. Selain itu, aparat keamanan
diingatkan untuk tidak bermain api dengan melibatkan masyarakat
pendatang dalam meredam aspirasi politik orang Papua karena hal
tersebut menyebabkan eskalasi konflik komunal.

Bagaimana sesungguhnya dimensi etnis atau rasial dan agama dari


kerumitan persoalan sosial, politik, dan ekonomi di Papua dewasa
ini? Bagaimana seharusnya langkah pemerintah Indonesia?

Dari Vertikal ke Horizontal

Ketegangan laten antarsuku atau ras dan agama di Papua terkait erat
dengan—di satu sisi—ekspansi kekuasaan politik, ekonomi, dan
militer Indonesia sejak 1960-an dan di sisi lain gerakan emansipasi
dan dekolonisasi orang Papua. Sebagaimana kita tahu, integrasi Papua
ke dalam Indonesia disertai dengan pendudukan (settler occupation).
Pada masa Orde Baru, Papua dijadikan wilayah huni penduduk dari
luar Papua melalui transmigrasi dan ekspansi birokrasi sipil dan
militer. Selama masa otonomi khusus, migrasi ke Papua terus
meningkat bersamaan dengan pemekaran dan akselerasi
pembangunan di kota-kota dan daerah otonomi baru. Di kota-kota
utama Papua, seperti di beberapa kabupaten, misalnya Merauke,
Keerom, Timika, dan Nabire, jumlah penduduk pendatang sudah
melampaui penduduk asli. Dalam komposisi demografi semacam itu,
orang Papua tidak hanya harus berhadapan dengan kontrol otoritas
militer dan sipil Indonesia, tapi juga dengan penduduk pendatang
yang dominan dalam jumlah dan pengaruh.

Situasi ini sudah berlangsung lama, ibarat api dalam sekam. Pada
2011, saya menulis tentang ketegangan demografis yang menjadi
semacam bom waktu (Jakarta Post, 2 Februari 2011, “Demographic
Tensions in Papua: a time bomb?”). Pertumbuhan jumlah pendatang
yang cepat disertai dengan model pembangunan, yang oleh
antropolog Benny Giay disebut “pembangunan berbias pendatang”,
memicu sentimen rasial/etnis dan agama. Setahun setelahnya, dalam
artikel lain saya mengingatkan situasi yang mengarah ke darurat
kekerasan yang oleh Thomas Hobbes disebut bellum omnium contra
omnes, kekerasan semua melawan semua.

Saya mencatat, selain kekerasan oleh aparat dan kelompok


bersenjata, kekerasan antarsuku dan agama telah menjadi dimensi
baru dalam konflik di Papua. Bukan hanya kekerasan fisik,
berkembang juga kekerasan struktural, seperti penguasaan ekonomi-
politik lewat konsolidasi etnis dan agama melawan kelompok lain
serta kekerasan kultural, misalnya rasisme di satu sisi dan sentimen
anti-pendatang di sisi lain (Kompas, 29 Desember 2012, “Darurat
Kekerasan di Papua”).

Apa yang terjadi beberapa waktu belakangan tidak hanya


mengafirmasi kebenaran analisis itu, tapi juga menunjukkan bahwa
kondisi makin parah. Kota-kota utama di Papua, termasuk di
pedalaman, makin didominasi pendatang. Kendati otonomi khusus
mengatur bahwa posisi gubernur dan bupati adalah hak eksklusif
orang Papua, posisi-posisi strategis di pemerintahan dan di sektor
ekonomi terus dikuasai penduduk luar. Elite politik Papua juga
terkondisikan untuk membangun aliansi dengan paguyuban suku-
suku Nusantara, sebuah aliansi yang pada gilirannya memperkokoh
posisi tawar dari paguyuban-paguyuban itu. Proyek-proyek afirmatif,
seperti gedung pasar bagi mama-mama asli Papua, sangat
insignifikan dari segi skala sehingga tidak mampu secara riil
mendongkrak keadilan ekonomi.

Sementara itu, penguasaan tanah atas nama pembangunan terus


meningkat. Ekspansi tambang, industri kayu, dan perkebunan yang
paling rakus mengambil alih sumber daya penduduk asli. Pemekaran
kabupaten dan provinsi baru serta pembangunan infrastruktur,
seperti jalan, bandar udara, dan pelabuhan, yang merangsek ke
pedalaman justru memperluas dominasi pendatang dan eksploitasi
oleh korporasi.

Kondisi ini diperparah dengan terbentuknya aliansi strategis antara


aparat keamanan Indonesia dan kelompok ultranasionalis, seperti
Barisan Merah-Putih dan Paguyuban Nusantara. Ketika kelompok
masa bergesekan, (oknum) aparat keamanan pun tidak bertindak
netral dan profesional. Sepanjang peristiwa demonstrasi di Jayapura,
Wamena, dan Manokwari beberapa waktu lalu, misalnya, kita
menyaksikan bagaimana aparat berada bersama warga Nusantara
berhadapan dengan orang asli Papua.

Yang lebih parah, pemerintah terkesan tidak mencegah kelompok


radikal atas nama Islam membangun basis di Papua. Kasus yang
paling kontroversial adalah kelompok Jafar Umar Thalib di wilayah
Keerom dan Koya. Di Indonesia, berbagai kelompok di kota seperti
Solo, Jawa Tengah, dan Poso, Sulawesi Tengah, menyerukan
mobilisasi jihad ke Papua atas nama Islam dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

Masalah rumit seperti itulah yang merupakan basis material bagi sisi
horizontal dari peristiwa-peristiwa kekerasan yang terjadi akhir-
akhir ini. Kendati masyarakat akar rumput seperti di Wamena masih
berusaha mengontrol diri agar tidak terperangkap dalam lingkaran
setan kekerasan komunal dengan pendatang, sesungguhnya telah
terjadi perkembangan ketegangan Papua dari oposisi vertikal ke arah
horizontal antara orang Papua dan penduduk suku-suku Nusantara.

Pada saat yang sama terjadi konsolidasi aliansi strategis antara


nasionalisme Indonesia di kalangan aparat dan pendatang versus
Papua dan sentimen suku/etnis yang juga berdimensi agama dan
kelas. Berkembangnya milisi dan kelompok radikal yang memainkan
isu nasionalisme dan islamisme kian merumitkan situasi. Celakanya,
aparat keamanan makin sulit diharapkan sebagai penegak rule of law
dan jembatan perdamaian karena merupakan bagian dari masalah.

Tanggung Jawab Pemerintah

Perlu langkah-langkah strategis dan sistematis dalam rangka


mencegah terulangnya kekerasan komunal sekaligus menangani akar
kekerasan politik, ekonomi, dan kultural di Papua.

Pertama, pemerintah Indonesia perlu mengakui dan bersama


memahami adanya dimensi rasial dan agama dari persoalan di Papua.
Hanya dengan pemahaman dan pengakuan itu, pemerintah bisa
mengambil langkah yang tepat dalam mencegah kekerasan dan tidak
melakukan kebijakan yang memperparah situasi.

Kedua, pemerintah mengoreksi kebijakan demografi yang selama ini


membuat orang Papua menjadi minoritas dan marginal di tanah
mereka sendiri. Selain harus menghentikan transmigrasi (terbuka
ataupun terselubung), ekspansi pendatang ke kota dan wilayah
pemekaran harus dikontrol. Dalam kaitan dengan itu, pemekaran
provinsi atau kabupaten baru serta pembangunan Jalan Trans Papua
di pedalaman jangan dijadikan sarana untuk ekspansi koloni
pendatang serta kontrol militer seperti yang dilakukan pemerintah
sebelumnya. Masyarakat Papua membutuhkan ruang aman untuk
bertumbuh dan meng-urus diri mereka sendiri tanpa dipaksa bersaing
dengan atau diurus kelompok lain.

Ketiga, pemerintah tidak boleh mencampuradukkan konflik politik


dengan konflik sosial antarkelompok. Konkretnya, aparat harus
berhenti bermain api dengan mengkonsolidasi penduduk sipil sebagai
alat untuk meredam Gerakan Papua Merdeka. Pendekatan keamanan
(pengerahan pasukan) juga perlu dievaluasi efektivitas dan
dampaknya.

Keempat, untuk mengatasi ketegangan antarkelompok, pemerintah


perlu melakukan usaha-usaha transformasi konflik dan membangun
perdamaian. Pemerintah perlu bekerja sama dengan pemimpin-
pemimpin komunitas Papua dan Nusantara, lembaga-lembaga agama,
serta organisasi kemasyarakatan sipil mencegah mobilisasi kekerasan
dan membangun interaksi positif sebagai jejaring transformasi
konflik.

Kelima, pemerintah segera menjalankan dialog yang komprehensif


dengan elemen-elemen kunci masyarakat Papua, bukan dengan
kelompok pro-pemerintah atau kelompok binaan aparat. Selain
masalah status politik Papua, agenda mendesak dalam dialog itu
adalah bagaimana menangani realitas ke-beragaman ras atau etnis
dan agama di Papua sekarang.

Bahwa banyak orang Papua merasa dijajah dan menuntut


kemerdekaan adalah kenyataan politik yang mau tidak mau harus
dihadapi pemerintah Indonesia hari ini. Ketegangan etnis atau ras
dan agama adalah salah satu dimensi dari realitas itu. Semuanya
menuntut penyelesaian yang segera dan sungguh-sungguh.


Lubang-lubang Anggaran
DKI
majalah.tempo.co
2 mins read

Pengawasan tajam dalam penyusunan bujet di Ibu Kota ini sekaligus


menunjukkan manfaat terbesar demokrasi: mekanisme kontrol akan
berjalan hanya jika ada oposisi yang kuat.

Sangat menyedihkan bahwa anggaran DKI masih disusun dengan


banyak persoalan—termasuk adanya anggaran pembelian lem Aica-
Aibon yang menghebohkan. Padahal, secara prosedur, rancangan
anggaran pendapatan dan belanja daerah ini dilakukan dalam 46
tahap: dari persiapan hingga penetapan penyempurnaan rancangan
peraturan daerah dan rancangan peraturan gubernur. Di tengahnya
ada musyawarah perencanaan pembangunan dan konsultasi publik,
sebelum hasilnya dimasukkan ke rencana kerja.
Sejak zaman Gubernur Basuki Tjahaja Purnama pada 2015, DKI
menggunakan sistem penganggaran elektronik. Sistem ini dibuat oleh
seorang konsultan dari Surabaya bernama Gagat Sidi Wahono, yang
konon juga mengerjakan tahap awal sistem serupa di kota itu.
Pembuatan sistem ini sempat membuat ribut Gubernur dengan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang ketika itu menggunakan hak
angket untuk mempertanyakan kebijakan pemerintah Surabaya.
Namun Komisi Pemberantasan Korupsi pernah menyebut sistem ini
sebagai salah satu yang terbaik di Indonesia.

Pemerintah DKI mempublikasikan rancangan anggaran yang bernama


Kebijakan Umum Anggaran-Plafon Prioritas Anggaran Sementara
(KUA-PPAS) melalui website provinsi. Pada tahap ini, publik bisa
melihat rancangan program hasil musyawarah yang dibuat berjenjang
dari level rukun warga meski belum merupakan bujet final.
Sementara rancangan dibahas pemerintah dan Dewan, publik bisa
menyisir program-program yang tidak wajar. Hasil pembahasan
Dewan dan pemerintah akan diunggah kembali ke situs provinsi—
publik pun bisa membandingkannya dengan draf awal.

Publikasi di situs Internet provinsi itu berjalan hingga 2018—tahun


awal pemerintahan Anies—tapi berubah pada tahun berikutnya. Di
sini, publikasi dilakukan setelah pembahasan pemerintah dengan
Dewan. Pada tahun ini, draf bahkan sama sekali tidak dipublikasikan.
Anies beralasan publikasi akan memancing gaduh, sementara
program-program yang ada masih akan berubah.
Anies juga mengklaim sedang menyusun sistem baru, yang jauh lebih
transparan, yang baru akan dipakai untuk menyusun anggaran 2021.
Konon, pada sistem baru nanti akan ada alarm yang menyala jika ada
anggaran tak wajar.

Keputusan Anies ini ternyata keliru. “Kegaduhan” itu sebenarnya


bukan datang dari kesalahan sistem penganggaran elektronik,
melainkan konsekuensi dari penyusunan bujet yang serampangan.
Hal itu terkonfirmasi dari mundurnya Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Sri Mahendra Satria Wirawan, yang merasa
gagal menyusun anggaran dengan baik. Gubernur dalam sebuah rapat
—yang rekaman videonya kemudian dipublikasikan melalui media
sosial—juga menemukan kejanggalan-kejanggalan pada rancangan
anggaran yang disusun bawahannya. Anies semestinya justru
memerintahkan aparatnya menyisir dari awal, agar ketika
diumumkan telah menjadi rancangan anggaran yang baik.

Anies sepatutnya tidak menyalahkan sistem yang digunakan


pemerintahannya. Bagaimanapun, dialah penanggung jawab tertinggi
dalam pembuatan bujet di Provinsi DKI. Tugasnya adalah memastikan
rancangan anggaran berisi program-program yang diperlukan
masyarakat dengan nilai semestinya dan tidak ada titip-an
kepentingan di dalamnya. Untuk tujuan itu, ia justru perlu
melibatkan partisipasi publik seluas-luasnya. Anies juga perlu
mencopot bawahannya yang terbukti mengisi draf anggaran dengan
seenaknya.

Langkah-langkah politik Partai Solidaritas Indonesia di Dewan


Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta layak dihargai. Mereka
menjalankan fungsi pengawasan dengan serius terhadap kinerja
pemerintah DKI dalam menyusun anggaran. Di masa lalu, anggota
Dewan sering justru memasukkan program-program titipan. Mereka
bisa menyelipkan proyek yang sebenarnya telah “diijonkan” kepada
kelompok bisnis yang terafiliasi dengan mereka. Praktik serupa lazim
terjadi di daerah lain, termasuk di Dewan Perwakilan Rakyat pada
saat penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Secara makro, langkah anggota DPRD dari PSI itu menunjukkan


bahwa kekuatan di lembaga legislatif sangat penting untuk
mengawasi jalannya pemerintahan. Dengan “oposisi” yang kuat,
pemerintah akan mawas diri. Lalu, pada akhirnya, masyarakatlah
yang akan menikmati hasilnya.


Premanisme di Lahan Parkir
majalah.tempo.co
2 mins read

Pemberian mandat Pemerintah Kota Bekasi kepada anggota organisasi


kemasyarakatan untuk memungut retribusi parkir di minimarket
sungguh tak bisa diterima akal sehat. Tak efektif menambah kas
daerah, praktik ini justru mempersubur premanisme dan meresahkan
masyarakat.

Pemberian izin itu terungkap setelah unjuk rasa ormas di minimarket


yang berada di pompa bensin di Jalan Raya Narogong, Rawalumbu,
Bekasi, Jawa Barat, pada 23 Oktober lalu. Massa yang sempat
memblokade jalan itu menuntut pengelolaan parkir di minimarket
tersebut. Bukannya menolak tekanan massa, Kepala Badan
Pendapatan Daerah Kota Bekasi Aan Suhanda dalam video yang viral
di media sosial malah meminta pengelola minimarket bekerja sama
dengan ormas.
Belakangan, terungkap Badan Pendapatan Daerah Kota Bekasi sudah
mengeluarkan surat tugas penarikan retribusi parkir di 150
minimarket untuk sejumlah ormas yang berlaku mulai pertengahan
Agustus hingga akhir September lalu. Menerapkan sistem bagi hasil,
pemerintah daerah mendapat 40 persen dari jumlah duit yang ditarik.
Setelah menuai kecaman, Pemerintah Kota Bekasi menyatakan surat
izin itu sudah dicabut karena jumlah duit yang masuk ke kas daerah
tak signifikan.

Pemakaian jasa ormas untuk memungut uang parkir di minimarket


tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Kota Bekasi Nomor 10
Tahun 2019 tentang Pajak Daerah. Penarikan uang parkir dan pajak
parkir seharusnya dilakukan untuk penyelenggaraan parkir resmi
berbayar. Minimarket umumnya menyediakan tempat parkir gratis.
Mereka tidak boleh dipaksa mengadakan parkir berbayar, apalagi
menyetor pajak parkir.

Boleh jadi pengerahan ormas dalam urusan parkir merupakan balas


jasa Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi terhadap pihak yang
menyokongnya dalam pemilihan kepala daerah. Salah satu penerima
“surat sakti” adalah Gabungan Inisiatif Barisan Anak Siliwangi alias
Gibas, yang tercatat beberapa kali terlibat bentrokan fisik dengan
ormas lain. Dalam pemilihan Wali Kota Bekasi 2018, Gibas ikut
mendukung Rahmat Effendi.

Wali Kota Bekasi seharusnya menyadari bahwa melibatkan ormas


yang identik dengan premanisme dalam urusan parkir justru menjadi
bumerang. Minimarket bakal dibanjiri juru parkir dengan karakter
memaksa dan mengandalkan otot. Tak jarang pula terjadi perebutan
lahan parkir di antara mereka. Kehadiran juru parkir yang dibekingi
ormas hanya akan meresahkan masyarakat sekaligus membebani
konsumen. Pemerintah Bekasi semestinya melindungi tempat usaha
dari premanisme.

Kecerobohan pemerintah Bekasi juga terlihat dari ketiadaan


mekanisme setoran duit yang diterima juru parkir. Mereka pun tidak
dibekali dengan tiket parkir, yang bisa menjadi alat kontrol
penerimaan. Alih-alih memberdayakan ormas seperti disampaikan
Wali Kota, sistem itu malah memanjakan preman yang tak perlu
berkeringat untuk mendapat duit.

Rahmat Effendi tak hanya harus membuang jauh-jauh kelanjutan


kerja sama pemungutan retribusi parkir dengan ormas bergaya
preman. Sepatutnya dia juga menghentikan politik patronase yang
memberikan keistimewaan kepada individu atau organisasi. Pola yang
juga terjadi di banyak daerah ini menimbulkan mudarat bagi
masyarakat.
Pemerintah pusat pun harus turun tangan memerangi premanisme
dalam urusan parkir dengan memaksimalkan peran polisi. Bukan
cuma di Kota Bekasi, fenomena ini terjadi di hampir semua kota dan
kabupaten. Negara tidak boleh menyerah, apalagi kalah, melawan
premanisme demi menjamin kemudahan berbisnis dan menjaga
ketenteraman masyarakat.


Sulitnya Meraup Pajak
majalah.tempo.co
1 min read

Buruknya kinerja penerimaan pajak tidak bisa dilepaskan dari


pengaruh perekonomian yang lesu. Pemerintah perlu segera
mengevaluasi efektivitas kebijakan fiskal untuk mendorong
perekonomian dalam negeri agar tak terjungkal di tengah
menguatnya gejala resesi global.

Data realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2019


mencatat penerimaan pajak hingga Agustus baru mencapai Rp 801,16
triliun. Angka ini hanya 50,7 persen dari target Rp 1.577,56 triliun.
Baru-baru ini, Direktorat Jenderal Pajak mengklaim realisasi
penerimaan pajak pada akhir Oktober telah menembus Rp 1.000
triliun. Kalaupun angka ini akurat, masih ada kekurangan realisasi
dibanding target pajak (shortfall) sekitar 37 persen yang harus
dikejar hingga tutup tahun.
Sulitnya meraup pajak merupakan dampak dari melemahnya
perekonomian. Perang dagang Amerika Serikat dan Cina telah
memicu perlambatan pertumbuhan perekonomian dunia dalam dua
tahun terakhir. Permintaan barang menurun, harga komoditas pun
anjlok. Di negara kita, industri manufaktur, pertambangan, dan
perdagangan tampak paling menderita. Data menunjukkan setoran
pajak ketiga sektor itu merosot cukup dalam. Pertumbuhan di sektor
keuangan, transportasi, dan pergudangan juga tak setinggi tahun lalu.

Besarnya shortfall pajak bakal membuat defisit anggaran tahun ini


membengkak dari angka proyeksi 1,86 persen menjadi 2-2,2 persen
terhadap produk domestik bruto. Defisit sebesar ini sebetulnya tidak
terlalu buruk. Undang-Undang Keuangan Negara masih memberi
ruang hingga defisit sebesar 3 persen dari PDB. Selain itu, di tengah
seretnya investasi, belanja negara memang tak boleh surut buat
menjaga pertumbuhan ekonomi.

Hanya, pemerintah harus tetap berhati-hati dalam menutup


kurangnya penerimaan negara. Memperbesar utang lewat penerbitan
Surat Berharga Negara (SBN) bukannya tanpa risiko. Kepemilikan
SBN yang sebesar 30-40 persen dikuasai asing cukup rawan. Ekonomi
akan terguncang jika mereka berbondong-bondong hengkang.

SBN dengan tawaran imbal hasil lebih tinggi juga menjadi pesaing
terberat perbankan dalam meraup dana masyarakat. Dampaknya
terlihat dari ketatnya likuiditas bank yang menyebabkan tersendatnya
kredit untuk menyokong produksi dan konsumsi.

Pemerintah juga perlu mengeluarkan kebijakan yang mempermudah


dunia usaha, termasuk menyederhanakan urusan pajak. Administrasi
perpajakan di negara kita dicap paling ribet di Asia Tenggara. Laporan
terbaru bertajuk “Economic Openness: Indonesia Case Study” yang
disusun Legatum Institute, lembaga riset kebijakan global di London,
mencatat rata-rata pembayaran pajak pelaku usaha di Indonesia
selama setahun mencapai 43 kali, jauh lebih banyak dibanding
negara-negara tetangga. Deregulasi dan debirokratisasi mendesak
dilakukan untuk memperbaiki kemudahan berusaha dan berinvestasi.

Kesulitan menambah penerimaan negara harus diimbangi pula


dengan kebijakan anggaran yang cermat. Pemerintah perlu
memastikan pengeluaran anggaran cukup efektif mengakselerasi
pertumbuhan ekonomi. Kuantitas dan kualitas belanja negara di luar
gaji dan subsidi mesti ditingkatkan.

Sebaliknya, subsidi yang selama ini tak tepat sasaran, seperti subsidi
bahan bakar minyak, sepantasnya dikurangi. Presiden Joko Widodo
semestinya berani mengambil langkah yang tak populer, yakni
memangkas subsidi minyak, demi menyehatkan perekonomian.
Antara Lantai dan Eternit
Jurnalisme
majalah.tempo.co
4 mins read

SEBUAH nasihat, mungkin cerita, boleh jadi lebih membekas daripada


selarik kata cinta.

Wahyu Dhyatmika, Anton Septian, Arif Zulkifli, Jajang


Jamaludin, Budi Setyarso, Setri Yasra, Philipus Parera, dan
Anton Aprianto. TEMPO/ Gunawan

S
yahdan, Goenawan Mohamad mengisahkan kesan-kesannya
ketika menjadi Pemimpin Redaksi Majalah Tempo sepanjang
1971-1993. “Pemimpin redaksi adalah pekerjaan 24 jam,”
katanya. “Selain itu, sebagai pemimpin redaksi, saya tidak pernah
benar-benar bisa punya teman. Tidak benar-benar punya musuh.”

Yang pertama adalah cerita tentang etos. Yang kedua tentang upaya
menjaga independensi.
Goenawan menyampaikan cerita itu kepada Arif Zulkifli, ketika itu
Redaktur Eksekutif Majalah Tempo, pada pertengahan 2013. Enam
tahun kemudian, pada 28 Oktober lalu, Arif mengulang cerita
tersebut kepada tujuh orang yang mulai pekan lalu didapuk menjadi
pemimpin redaksi grup Tempo Media. Di antaranya Wahyu Dhyatmika
(Pemimpin Redaksi Majalah Tempo, sebelumnya Pemimpin Redaksi
Tempo.co), Budi Setyarso (Pemimpin Redaksi Koran Tempo), dan Setri
Yasra (Pemimpin Redaksi Tempo.co, sebelumnya Redaktur Eksekutif
Majalah Tempo).

Di lapis kedua ada Anton Septian, Jajang Jamaludin, dan Anton


Aprianto—masing-masing redaktur eksekutif majalah Tempo, Koran
Tempo, dan portal berita Tempo.co. Wahyu juga merangkap sebagai
Pemimpin Redaksi Tempo English. Di sana, ia dibantu Philipus Parera
sebagai redaktur eksekutif. Arif, Pemimpin Redaksi Majalah Tempo
dalam enam tahun terakhir, menjadi koordinator para pemimpin
redaksi sebagai Kepala Pemberitaan Korporat. Sejak 2018, Arif juga
bagian dari Dewan Direksi PT Tempo Inti Media Tbk—perusahaan
induk grup Tempo.

Perihal “tidak pernah benar-benar bisa punya teman” itu tampaknya


menjadi perhatian betul. Intinya, demikian disampaikan Arif,
wartawan seyogianya pandai meniti buih. Di satu sisi, ia harus
memiliki teman di mana-mana—narasumber tempat ia menggali dan
mendapatkan informasi. Di sisi lain, ia harus menyadari bahwa
“teman” itu suatu ketika mungkin menjadi obyek liputannya sendiri—
dalam pengertian positif atau negatif. Wartawan yang baik adalah
wartawan yang menjaga jarak. Ia bekerja hanya untuk kepentingan
orang ramai dan, karena itu, akan bersikap dingin manakala
berhadapan dengan pelbagai konflik kepentingan. Pemimpin redaksi
bertanggung jawab agar media yang dipimpinnya tidak terjerembap
ke dalam vested interest.

Kebutuhan itu makin terasa karena Tempo mempraktikkan jurnalisme


investigasi. Pekerjaan ini menuntut kami menelusuri fakta hingga ke
serat dan teksturnya. Tanpa teman yang baik, pekerjaan itu nyaris tak
bisa dilakukan. Kebutuhan untuk meneruskan kerja jurnalisme
investigasi makin terasa ketika kerja penegak hukum dirasakan
makin mengendur—kepolisian, kejaksaan, dan belakangan Komisi
Pemberantasan Korupsi lewat revisi undang-undang korupsi.

Beruntung, teman Tempo umumnya memahami prinsip dasar itu.


Esensi persahabatan kami adalah ketulusan dan sikap hormat
terhadap profesi. Dalam banyak kasus, mereka senang terhadap
liputan Tempo karena diberi kesempatan menjelaskan apa yang
terjadi—terutama jika liputan itu menyangkut peristiwa yang
melibatkan mereka atau lembaga tempat mereka bekerja.
Mengemban tugas sebagai pengabar publik, bagaimanapun,
jurnalisme punya batas. One man’s ceiling is another man’s floor—
demikian syair sebuah lagu balada. Eternit itu, demikian undang-
undang mengatur, adalah etika. Kita sudah lama mendengar soal
kewajiban media mengecek ulang sebuah kejadian,
mengklarifikasinya, meliput dari dua sisi. Yang tak kalah penting:
kesadaran bahwa fakta yang dikumpulkan wartawan sesungguhnya
berpotensi menyimpan kekeliruan, kelemahan, sesuatu yang lancung
—secermat apa pun fakta itu dikumpulkan. Dengan kata lain,
wartawan bekerja dalam ruang yang bukan tanpa batas. Wartawan
bekerja di atas lantai kepentingan publik dan di bawah eternit
bernama etika.

SEMUA pemimpin redaksi dan redaktur eksekutif Tempo datang dari


bawah.

Wahyu Dhyatmika awalnya adalah koresponden kami di Surabaya.


Lahir di Bali, 41 tahun lalu, Komang—demikian Wahyu biasa disapa—
menempuh studi di Universitas Airlangga, lalu University of
Westminster, Inggris. Pada 2015, ia mengikuti program Nieman
Fellowship di Harvard University, Amerika Serikat. Pengalaman
internasional membuat Komang memiliki jaringan yang baik dengan
banyak organisasi dan media asing. Komang, misalnya, berperan
dalam proyek Panama Papers—kerja jurnalistik lintas negara
membongkar skandal pencucian uang di negara surga pajak. Sebagai
Pemimpin Redaksi Tempo.co, Komang merupakan salah satu inisiator
Indonesialeaks.id, platform bersama yang membuka kasus buku
merah—perusakan barang bukti dugaan perkara korupsi. Dia juga
mengawali Cekfakta.com, inisiatif bersama puluhan media online
untuk memeriksa disinformasi. Ketika menjadi redaktur, Komang
membongkar skandal mafia batu bara di Kalimantan yang melibatkan
tokoh besar yang kini masuk pentas politik nasional.

Budi Setyarso, 48 tahun, telah banyak dikenal. Ia Pemimpin Redaksi


Koran Tempo sejak 2016. Sebagai wartawan, ia terlibat aktif dalam
membongkar kasus kematian Munir dan penganiayaan penyidik
Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan. Tulisannya berjudul
“Roger, Roger, Intel Sudah Terkepung”, tentang pembunuhan Munir,
memenangi Anugerah Adiwarta pada 2007. Ia juga mendapatkan tiga
Mochtar Lubis Award. Pada 2010, Budi dan timnya membongkar
skandal penjara mewah Artalyta Suryani, terpidana kasus suap jaksa.

Setri Yasra, 45 tahun, bergabung dengan Tempo pada 2001. Ia pernah


mengepalai tiga kompartemen “berat”: politik, ekonomi, dan
investigasi. Dalam perkara dunia hitam, ia adalah ensiklopedia
berjalan. Ia hafal nama-nama orang yang terlibat dalam pelbagai
skandal—juga jaringan dan para pelindungnya. Setri adalah wartawan
yang membongkar rekening gendut jenderal polisi, Juni 2010. Ia
redaktur yang meliput perkara penyelewengan tender kartu tanda
penduduk elektronik dan korupsi Bendahara Umum Partai Demokrat
waktu itu, M. Nazaruddin.

Di jajaran redaktur eksekutif, setali tiga uang. Anton Septian


sebelumnya adalah Redaktur Pelaksana Kompartemen Politik Majalah
Tempo. Pria 39 tahun ini menempuh studi di Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta. Liputannya yang terkenal antara lain “Budak
Indonesia di Kapal Taiwan”, yang mengungkap perbudakan pelaut
Indonesia di kapal asing. Anton adalah wartawan pertama yang
mendapatkan catatan keuangan Yulianis, bekas pegawai M.
Nazaruddin. Sejumlah praktik mafia anggaran di Dewan Perwakilan
Rakyat dan kementerian belakangan terungkap lewat catatan itu.

Selain Anton Septian, ada Anton Aprianto. Pria 40 tahun itu lulusan
Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Ia salah satu motor
liputan-liputan investigasi Tempo selama ini. Liputannya yang cukup
fenomenal adalah soal reklamasi Teluk Jakarta.

Di Koran Tempo ada Jajang Jamaludin. Ia menjalani dua dunia:


wartawan dan aktivis. Ia pernah menjadi Sekretaris Jenderal Aliansi
Jurnalis Independen (AJI) Indonesia dan Ketua AJI Jakarta. Lahir 44
tahun lalu, Jajang banyak meliput isu perkotaan, lingkungan, dan
hukum.

Adapun Philipus Parera malang-melintang dalam jurnalisme


investigasi. Ia membongkar permainan impor minyak mentah
campuran Zatapi dari Singapura. Bersama Komang, ia aktif dalam
proyek Panama Papers. Philipus juga terlibat dalam kerja sama
liputan dengan sejumlah organisasi kewartawanan international,
seperti Finance Uncovered, Inggris; dan Free Press Unlimited,
Belanda.

Bersama Arif Zulkifli, ketujuh pemimpin ini diharapkan dapat


menjaga etos kerja, independensi, dan mutu produk Tempo. Apalagi
saat ini jurnalisme tengah menghadapi perubahan hebat. Digitalisasi
tak terhindarkan. Tantangan ke depan adalah bagaimana berdamai
dengan disrupsi: menahan laju pelambatan bisnis media cetak, seraya
mempercepat pertumbuhan media digital. Saat yang kami tunggu
adalah ketika pelanggan digital dapat menjadi tulang punggung
pemasukan perusahaan. Saat itu, media akan bertumpu pada
pembiayaan publik (crowd funding)—sedikit iuran dari banyak orang.
Seperti pengalaman banyak media internasional, pembiayaan publik
akan membuat independensi dan mutu media makin terjaga.

Anda mungkin juga menyukai