Kawasan cagar budaya atau lebih dikenal dengan urban heritage menurut
Shirvani (1985), adalah kawasan yang pernah menjadi pusat-pusat dari sebuah
kompleksitas fungsi kegiatan ekonomi, social budaya yang mengakumulasikan
makna kesejarahan (historical significance). Kawasan tersebut menurut shirvani
juga memiliki kekayaan tipologi dan morfologi urban heritage yang berupa
historical site, historical distric dan historical cultural. Dalam perda kota
Surabaya nomor 5 tahun 2005 tentang pelestarian bangunan dan lingkungan cagar
budaya.
Di Indonesia terdapat tidak kurang dari 500 suku bangsa yang tersebar
diseluruh penjuru nusantara, telah menghasilkan berbagai macam kebudayaan
yang menjadi bagian warga masyarakat Indonesia. Adapun kebudayaan bangsa,
mencakup kebudayaan lama sebagai puncak puncak kebudayaan daerah
diseluruh tanah air. Sebagian dari kebudayaan lama ini adalah sejumlah pusaka
budaya yang tersebar hampir diseluruh pelosok nusantara, antara lain di Sumatra,
Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Indonesia Bagian Timur (Setiawan,
2011:1). Sebagai hasil cipta, rasa, karsa dan karya yang istimewa, pusaka budaya
mampu menggambarkan nila nilai budaya, wujud gagasan hingga sistem sosial
masyarakat di masanya. Keberadaan pusaka budaya yang juga sarat akan nilai
sejarah peradaban masa lampau, merupakan rangkaian yang perlu dilestarikan dan
dikembangkan dengan bijaksana. Bagi bangsa Indonesia yang pernah mengalami
masa lalu yang gemilang, tentu pusaka budaya yang telah melahirkan kepribadian
bangsa akan menempati kedudukan yang sangat penting dalam pembangunan
yang berakar pada sejarahnya sendiri (Setiawan, 2011:2).
Kota Baubau
Buri Wolio, Jawi, dan Melayu / Indonesia dengan bahasa yang digunakan
yaitu Arab, Melayu, Wolio, dan Belanda (Yamaguchi, 2007:41).
Permasalahan