Anda di halaman 1dari 27

PAP E R

ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI


DAN SENI DALAM PERSPEKTIF HINDU
Paper ini bertujuan untuk memenuhi tugas dalam perkuliahan Agama Hindu
Dosen Pengampu: I Wayan Latra, S.Ag.M.Si

Oleh:
Gede Oki Budisaputra (1304105092)
Kadek Sintia Widiantari (1504105013)
Dewa Ayu Dian Regina Permata (1504105014)
Luh Putu Eka Anggreni (1504105015)
Dewa Ayu Nyoman Thresna Dewi (1504105021)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
BALI
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa
yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan paper
sederhana dengan materi Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni dalam
Perspektif Hindu untuk memenuhi tugas mata kuliah Agama Hindu.
Meskipun jauh dari kesempurnaan kami harapkan paper ini dapat
menjadi salah satu wadah pembelajaran utamanya dalam mata kuliah Agama
Hindu terkhusus pada materi Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni dalam
Perspektif Hindu
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing mata kuliah Agama Hindu serta semua pihak yang telah
membantu kami dalam pembuatan paper ini.
Kami menyadari bahwa dalam paper ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kami membuka diri untuk menerima kritik dan saran
yang berguna untuk perbaikan dalam paper ini. Semoga paper ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Denpasar, 10 Maret 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3
2.1 Sradha, Jnana, dan Karma Sebagai Kesatuan Dalam Yadnya .............. 3
2.2 Kewajiban Menuntut Ilmu dan Mengamalkan Ilmu ............................. 5
2.3 Tri Hita Karana ..................................................................................... 9
2.4 Seni Keagamaan ................................................................................. 17
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 22
3.1 Kesimpulan ......................................................................................... 22
3.2 Saran ................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 24

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ilmu Pengetahuan, teknologi dan Seni, Pengetahuan adalah segala sesuatu
yang diketahui manusia melalui tangkapan panca indera, ilustrasi dan
firasat,sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang telahdiklasifikasi, diorganisasi,
disistematisasi dan interpretasikan sehingga menghasilkan kebenaran obyektif,
telah diuji kebenarannya dan dapat diuji ulang secara ilmiah. Dalam kajian filsafat
setiap ilmu membatasi diri pada salah satu bidang kajian. Karena seseorang yang
memperdalam ilmu tertentu disebut sebagai spesialis, sedangkan orang yang
banyak tahu tapi tidak memperdalam di sebut generalis.
Dengan keterbatasan kemampuan manusia, maka sangat jarang di temukan
orang yang menguasai ilmu secara mendalam.Istilah teknologi merupakan produk
ilmu pengetahuan dalam sudut pandangbudaya dan teknologi merupakan salah
satu unsur budaya sebagai hasil penerapan praktisdari ilmu pengetahuan.
Meskipun pada dasarnya teknologi juga memiliki karakteristik objektif dan netral,
akan tetapi dalam situasi seperti ini teknologi tidak netral lagi karena memiliki
potensi yang merusak dan potensi kekuasaan, di situlah letak perbedaan antara
ilmu pengetahuan dan teknologi.Teknologi dapat mebawa dampak positif berupa
kemajuan dan kesejahtraan bagi manusia juga sebaliknya dapat membawa dampak
negatif berupa ketimpang-timpangandalam kehidupan manusia dan lingkungan.
Netralitas teknologi dapat di gunakan untuk yang memanfaatkan yang sebesar-
besarnya bagi kehidupan manusia atau di gunakan untuk menghancurkan manusia
itu sendiri. Seni adalah hasil ungkapan akal dan budi manusia dengan segala
prosesnya, seni juga merupakan ekspresi jiwa seseorang kemudian hasil ekspresi
jiwa tersebut dapat berkembang menjadi bagian dari budaya manusia, karena seni
itu di identik dengan keindahan.Seni yang lepas dari nilai-nilai kebutuhan tidak
akan abadi karena ukurannya adalahnafsu bukan akal dan budi. Seni mempunyai
daya tarik yang selalu bertambah bagi orang-orang yang kematangan jiwanya
terus bertambah.
Ilmu pengetahuan dalam ajaran Hindu disebut Janana, sedangkan
teknologi dan seni termasuk pada Gandarva Weda, yaitu cabang Ilmu Seni

1
(Kesenian). Teknologi serta seni yang merupakan salah satu dari produk budaya,
terpancar dari budhi dan mendapat kekuatan hidup dari jiwa-atma, yang ada
dalam diri setiap manusia. Menurut perspektif Hindu, bahwa ilmu pengetahuan,
teknologi, seni merupakan kesatuan yang saling jalin menjalin untuk mewujudkan
sesuatu kesatuan yang indah (seni), yang secara vertikal diabdikan kepada Tuhan,
dan secara horizontal diabdikan kepada sesama hidup (manusia) untuk mencapai
kesejahteraan, kebahagiaan serta kesempurnaan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan sradha, jnana dan karma sebagai
kesatuan dalam yadnya?
1.2.2 Bagaimana cara menjalankan kewajiban menuntut ilmu dan
mengamalkan ilmu?
1.2.3 Apa yang dimaksud dengan tri hita karana?
1.2.4 Apa yang dimaksud seni keagaamaan?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahi makna sradha, jnana dan karma sebagai kesatuan
dalam yadnya.
1.3.2 Untuk mengetahui cara menjalankan kewajiban menuntut ilmu dan
mengamalkan ilmu.
1.3.3 Untuk mengetahui tri hita karana.
1.3.4 Untuk mengetahui seni keagamaan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sradha, Jnana, dan Karma Sebagai Kesatuan Dalam Yadnya


Dalam ajaran agama Hindu ilmu pengetahuan disebut dengan Jnana,
sedangkan teknologi dan seni termasuk kedalam Gandarva Weda. Sedangkan
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia teknologi ialah : “kemampuan teknik
yang berdasarkan pengetahuan ilmu eksakta yang berdasarkan proses teknik“,
sedangkan seni :”1. Halus kecil dan halus, 2. Keaktifan membuat karya-karya
bermutu dilihat dari segi kehalusannya dsb, seperti tari, lukis, ukir”. (Suryani,
Surpa, dkk, 2009: 81)
Dalam perspektif Hindu, bahwa ilmu pengetahuan, teknologi, seni
merupakan kesatuanyang saling jalin menjalin untuk mewujudkan sesuatu
kesatuan yang indah (seni), yang secara vertikal diabdikan kepada Tuhan, dan
secara horizontal diabadikan sesama hidup (manusia) untuk mencapai
kesejahteraan, kebahagian serta kesempurnaan.
Adapun dalam ajaran sraddha yang menyantumkan ilmu pengetahuan
yaitu, panca sraddha yang dalam ajaran Hindu yang berasal dari kata panca yang
berarti lima dan sradha yang berarti keyakinan sehingga bila digabungkan Panca
Sradha berarti lima keyakinan yang diantaranya: percaya terhadap adanya
Brahman (Tuhan), percaya dengan adanya Atma, percaya terhadap adanya Karma,
percaya terhadap adanya Samsara (Punarbhawa), dan percaya terhadap adanya
moksa.
Kemudian kata “Jnana” dalam kamus Kawi-Indonesia ditulis artinya: ilmu,
pengetahuan, pikiran, dan kesadaran. Dengan merangkum arti kata itu
disimpulkan bahwa Jnana Marga adalah jalan menuju Hyang Widhi dengan
langkah pertama meningkatkan pengetahuan, baik pengetahuan secara umum
maupun pengetahuan tentang ke-Tuhanan kemudian selanjutnya mengamalkan
pengetahuan itu bagi kesejahteraan umat manusia dan kelestarian alam semesta.
Pengetahuan umum dan pengetahuan tentang ke-Tuhanan diperoleh dari
pendidikan baik formal maupun non formal.
Dalam ajaran Catur Asrama jelas disebutkan bahwa langkah kehidupan
pertama adalah Brahmacari Asrama =Masa belajar (usia 0-24 tahun) , seterusnya:

3
Gryahasta (25-sampai lahir cucu pertama/ masuk masa pensiun) , Wanaprasta
(lahir cucu pertama/ masuk masa pensiun-mediksa atau medwijati sekitar usia 55-
60 tahun)), dan Biksuka (setelah diwijati atau sekitar 60 tahun ke atas) .Disini
dikandung maksud bahwa tidaklah mungkin seseorang bisa mencapai Gryahasta,
Wanaprasta dan Biksuka dengan baik bila ia tidak melalui tahapan belajar untuk
memperoleh pengetahuan yang cukup. Orang yang berpengetahuan cukup disebut
sebagai “dyatmika” seterusnya ia akan menjadi “widya” artinya bijaksana. Pandita
sering disebut sebagai “Wiku” asalnya dari kata “wikan” artinya pandai. Jadi,
Pandita (Wiku) semestinya pandai (wikan) oleh karenanya beliau diharapkan
mempunyai kebijaksanan yang tinggi (wiweka). Hakekat kebijaksanaan adalah
mengetahui apa yang “dharma” dan apa yang “adharma” kemudian
mengaplikasikan pengetahuannya itu dalam Trikaya Parisuda (perbuatan-ucapan-
dan pikiran yang sesuai dengan ajaran agama). Pengetahuan tentang ke-Tuhanan
dilandasi oleh keyakinan yang kuat akan adanya Tuhan/Hyang Widhi yaitu
melalui Tri Pramana
Dan Karma memiliki arti perbuatan, laksana yadnya. Karma ( Perbuatan )
meninggalkan Karma Vasana (jejak – jejak perbuatan) yang suatu saat nanti akan
muncul sebagai Karmaphala (buah dari karma, hasil perbuatan) yang akan
menentukan baik buruk perjalanan kehidupan kita. Jika Karma kita baik (Subha
Karma) maka akan mendapatkan perjalan hidup yang lancar dan bahagia.
Sedangkan jika karma kita tidak baik (Asubha Karma) maka akan mendapatkan
pengalaman hidup yang berat dan sengsara.
Tentunya kita sebagai umat Brahmacari hendaknya berusaha keras untuk
memiliki ilmu pengetahuan, terutama mengenai ketuhanan dan juga ilmu
pengetahuan untuk kepentingan kehidupan dalam Grehastha. Tentu memiliki
kewajiban untuk menuntut ilmu pengetahuan, karena dalam tingkat Grehastha
adanya prinsip untuk membentuk anak yang suputra yangberguna bagi
masyarakat dan taat kepada catur guru. Untuk itulah pentingnya sebuah ilmu
pengetahuan, karena dengan adanya ilmu pengetahuan seseorang dapat
mengamalkan ilmu itu sebagai yadnya maupun bhakti kehadapan Tuhan sehingga
dapat melenyapkan awidya (kebodohan) lahir batin. Selain itu tujuan ilmu

4
pengetahuan ialah kebijaksanaan hidup yang memberikan kebebasan darikegiatan
kerja dan kelepasan dari belenggu kerja. (Suryani, Surpa, dkk, 2009: 83)
Ilmu dan pengetahuan bagaikan dua sisi mata uang, yang dimana jika
salah satunya kosong tentunya tidak dapat digunakan dalam transaksi. Begitu pula
dengan agama jika tanpa adanya ilmu akan menjadi egois, takabur, tidak
berdasarkan kebenaran, dan akan bejalan tanpa tentu arah. Jika agama tanpa ilmu
maka sesuatu tidak akan berkembang, sebab ilmu mengajarkan cara-cara dalam
mempelajari sebuah agama, mengembangkan ajaran agama, dan membantu
penelitian agama.
Karena luasnya ilmu pengetahuan tersebut, manjadikannya jembatan bagi
manusia untuk mengejar atau membantu sraddha dalam mencapai kebenaran.
Ungkapan tersebut termasuk dalam sattwam, tetapi jika tidak digerakkan oleh
karma untuk sesuatu hal maka tidak akan ada apa-apanya.
Adapun beberapa sumber yang manyatakan akan pentingnya ilmu
pengetahuan diantaranya : dalam kitab Bhagawad Gita (IV.36) yang menyatakan
“Belajarlah, bahwa dengan sujud bersembah, dengan bertanya dan dengan
pelayanan orang-orang bijaksana yang telah melihat kebenaran, mengajarmu
dalam ilmu pengetahuan”. Selain itu dalam Kitab Canakya Nitisastra menyatakan
“Ilmu pengetahuan ibaratnya bagaikan khamandhenu, yaitu setiap saat dapat
memenuhi segala keinginan. Pada saat orang berada di negara lain, ilmu
pengetahuan bagaikan seorang ibu yang memelihara kita”. Selain itu orang
bijaksana juga menyebutkan bahwa “ilmu pengetahuan adalah kekayaan yang
rahasia harta yang tak kelihatan” (IV.1), selain itu, “makan, tidur, kecemasan dan
hubungan kelamin, semua itu adalah persamaan binatang dengan
manusia.Kelebihan sifat manusia adalah ilmu pengetahuan. Orang yang tidak
memilikiilmu pengetahuan sama dengan binatang” (XL.17)

2.2 Kewajiban Menuntut Ilmu dan Mengamalkan Ilmu


Pengertian yang kita petik dari kata ini bahwasanya menuntut ilmu
pengetahuan adalah suatu perintah sehingga dapat dikatakan suatu kewajiban.
Harus kitasadari bahwa agama adalah merupakan pedoman bagi kebahagiaan
dunia akhirat,sehingga ilmu yang tersimpul dalam agama tidak semata ilmu yang
menjurus kepadaurusan ukhrawi, tetapi juga ilmu yang mengarah kepada

5
duniawi.Manusia dituntut untuk menuntut ilmu, dan hukumnya wajib. Jika
tidak menuntut ilmu berdosa. Selain hukum tersebut menuntut ilmu bermanfaat
untuk mencapai kecerdasan atau disebut ulama (orang yang memiliki ilmu).
Namun di balik itu, orang yang memiliki ilmu (ilmuwan) akan berdosa jika
ilmunya tidak diamalkan.
Dalam ajaran Hindu, Catur Asrama (empat tahap kehidupan) terdiri dari
Brahmacari (Brahmacarya), Grehastha, Wanaprastha, dan Bhiksuka dimana
merupakan hal yang harus dicapai dengan melaksanakan kewajiban menuntut dan
mengamalkan Ilmu.
a. Brahmacari Asrama adalah tingkat kehidupan berguru/ menuntut ilmu.
Setiap orang harus belajar (berguru). Diawali dengan upacara Upanayana
dan diakhiri dengan pengakuan dengan pemberian Samawartana/ Ijazah.
Dalam kegiatan belajar mengajar ini siswa/ Snataka harus mengikuti
segala peraturan yang telah ditetapkan bahkan kebiasaan untuk
mengasramakan siswa sangat penting guna memperoleh ketenangan
belajar serta mempermudah pengawasan. Brahmacari juga mengandung
makna yaitu orang yang tidak terikat/ dapat mengendalikan nafsu
keduniawian, terutama nafsu seksual. Segala tenaga dan pikirannya benar-
benar diarahkan kepada kemantapan belajar, serta upaya pengembangan
ketrampilan sebagai bekal hidupnya kelak.
b. Grehasta Asrama adalah tingkat kehidupan berumahtangga. Masa
Grehasta Asrama ini adalah merupakan tingkatan kedua setelah
Brahmacari Asrama. Dalam memasuki masa Grehasta diawali dengan
suatu upacara yang disebut Wiwaha Samskara (Perkawinan) yang
bermakna sebagai pengesahan secara agama dalam rangka kehidupan
berumahtangga (melanjutkan keturunan, melaksanakan yadnya dan
kehidupan sosial lainnya). Oleh karena itu penggunaan Artha dan Kama
sangat penting artinya dalam membina kehidupan keluarga yang harmonis
dan manusiawi berdasarkan Dharma.
c. Wanaprastha Asrama adalah tingkat kehidupan ketiga dengan menjauhkan
diri dari nafsu- nafsu keduniawian. Pada masa ini hidupnya diabdikan
kepada pengamalan ajaran Dharma. Dalam masa ini kewajiban kepada

6
keluarga sudah berkurang, melainkan ia mencari dan mendalami arti hidup
yang sebenarnya, aspirasi untuk memperoleh kelepasan/ moksa
dipraktekkannya dalam kehidupan sehari- hari.
d. Sanyasin (bhiksuka) Asrama adalah merupakan tingkat kehidupan di mana
pengaruh dunia sama sekali lepas. Yang diabdikan adalah nilai- nilai dari
keutamaan Dharma dan hakekat hidup yang benar. Pada masa ini banyak
dilakukan kunjungan (Dharma yatra, Tirtha yatra) ke tempat suci, di mana
seluruh sisa hidupnya hanya diserahkan kepada Sang Hyang Widhi Wasa
untuk mencapai Moksa.
2.2.1 Tanggung Jawab Ilmuwan dan Seniman
Tanggung jawab adalah sebagai perbuatan (hal dan sebagainya)
bertanggung jawab atas sesuatu yang dipertanggung jawabkan. Istilah tanggung
jawab dalam bahasaInggris disebut responsibility atau dikenal dengan istilah
populer accountability,dalam bahasa agama disebut perhitungan
2.2.1.1 Tanggung Jawab Ilmuan
Ilmuan adalah orang yang bekerja dan mendalami ilmu pengetahuan
dengan tekun dan sungguh-sungguh. Tanggung jawab ilmuwan dalam
pengembangan ilmu sekurang-kurangnya berdimensi religious atau etis dan
social. Pada intinya, dimensi religious atau etis seorang ilmuwan hendaknya
tidak melanggar kepatutan yang dituntut darinya berdasarkan etika umum dan
etika keilmuan yang ditekuninya. Sedangkan dimensi sosial pengembangan
ilmu mewajibkan ilmuwan berlaku jujur, mengakui keterbatasannya bahkan
kegagalannya, mengakui temuan orang lain, menjalani prosedur ilmiah tertentu
yang sudah disepakati dalam dunia keilmuan atau mengkomunikasikan hal
baru dengan para sejawatnya atau kajian pustaka yang sudah ada untuk
mendapatkan konfirmasi, menjelaskan hasil-hasil temuannya secara terbuka
dan sebenar-benarnya sehingga dapat dimengerti orang lain sebagaimana ia
juga memperoleh bahan-bahan dari orang lain guna mendukung teori-teori
yang dikembangkannya. Karena tanggung jawab ilmuwan merupakan ikhtiar
mulia sehingga seorang ilmuwan tidak mudah tergoda, apalagi tergelincir
untuk menyalahgunakan ilmu.

7
“ Ilmu Pengetahuan tanpa Agama lumpuh
Agama tanpa Ilmu Pengetahuan Buta “
Oleh karena itu seorang ilmuwan harus memenuhi beberapa syarat,
diantaranya :
a. Prosedur ilmiah
b. Metode ilmiah
c. Adanya suatu gelar yang berdasarkan pendidikan formal yang
ditempuh
d. Kejujuran ilmuwan, yakni suatu kemauan yang besar, ketertarikan
pada perkembangan Ilmu Pengetahuan terbaru dalam rangka
profesionalitas keilmuannya.
2.2.1.2 Tanggung Jawab Seniman
Seniman adalah istilah subyektif yang merujuk kepada seseorang yang
kreatif, atau inovatif, atau mahir dalam bidang seni. Penggunaan yang paling
kerap adalah untuk menyebut orang-orang yang menciptakan karya seni,
seperti lukisan, patung, seni peran, seni tari, sastra, film dan musik. Seniman
menggunakan imajinasi dan bakatnya untuk menciptakan karya dengan nilai
estetik. Ahli sejarah seni dan kritikus seni mendefinisikan seniman sebagai
seseorang yang menghasilkan seni dalam batas-batas yang diakui.
Seni (art) berasal dari bahasa Latin, ars yang berarti kemahiran.
Istilah ini kemudian diformulasikan dalam definisi seni secara etimologis,
sebagai suatu kemahiran dalam membuat barang-barang atau mengerjakan
sesuatu (Mustofa Ansori, 2006 : 219). Dengan kalimat lain seni merupakan
bagian dari budaya manusia, sebagai hasil ungkapan akal dan budi manusia
dengan segala prosesnya yang mengekspresikan sebuah keindahan.
Apakah keindahan itu merupakan sesuatu yang lahir dari benda itu
sendiri (obyek), ataukah hanya lahir dalam alam pikiran atau perasaan orang
yang mengamati benda tersebut (subyek). Muncullah dua teori :
a. Teori Obyektif dimana keindahan itu adalah sifat (kualitas) yang
memang telah melekat pada suatu benda indah, yang sama sekali
lepas dari siapa yang mengamatinya. Penganut teori ini antara lain,
Plato, Hegel, dan Bernard Bosanquet.

8
b. Teori Subyektif yaitu sifat-sifat indah pada suatu benda
sesungguhnya tidak ada. Yang ada hanyalah tanggapan perasaan
dari dalam diri si pengamat. Penganut teori ini diantaranya ; Henry
Home, Edmund Burke, dan Hard Ashely.
Kebenaran kedua teori tersebut sesungguhnya dapat
dikompromikan (teori campuran). Sehingga benang merahnya, bahwa
keindahan itu terletak dalam suatu hubungan diantara sesuatu benda
dengan alam pikiraan seseorang yang sedang mengamatinya. Dengan kata
lain sesuatu itu bisa disebut indah, jika benda itu punya sifat indah dan
dikuatkan dengan perasaan seseorang.

2.3 Tri Hita Karana


2.3.1 Pengertian Tri Hita Karana
Istilah Tri Hita Karana pertama kali muncul pada tanggal 11 Nopember
1966, pada waktu diselenggarakan Konferensi Daerah l Badan Perjuangan
Umat Hindu Bali bertempat di Perguruan Dwijendra Denpasar. Konferensi
tersebut diadakan berlandaskan kesadaran umat Hindu akan dharmanya untuk
berperan serta dalam pembangunan bangsa menuju masyarakat sejahtera, adil
dan makmur berdasarkan Pancasila. Kemudian istilah Tri Hita Karana ini
berkembang, meluas, dan memasyarakat. Tri Hita Karana bersifat universal
merupakan landasan hidup menuju kebahagiaan lahir dan batin.
Secara leksikal Tri Hita Karana berarti tiga penyebab kesejahteraan. (Tri
= tiga, Hita = sejahtera, Karana = penyebab). Tri Hita Karana berasal dari
bahasa sansekerta. Pengertian Tri Hita Karana adalah tiga hal pokok yang
menyebabkan kesejahteraan dan kemakmuran hidup manusia. Konsep ini
muncul berkaitan erat dengan keberadaan hidup bermasyarakat di Bali.
Berawal dari pola hidup ini muncul dan berkaitan dengan terwujudnya suatu
desa adat di Bali. Bukan saja berakibat terwujudnya persekutuan teritorial dan
persekutuan hidup atas kepentingan bersama dalam bermasyaraakat, juga
merupakan persekutuan dalam kesamaan kepercayaan untuk memuja Tuhan
atau Sang Hyang Widhi. Dengan demikian suatu ciri khas desa adat di Bali
minimal mempunyai tiga unsur pokok, yakni Wilayah, Masyarakat dan
Tempat Suci untuk memuja Sang Hyang Widhi. Perpaduan tiga unsur itu

9
secara harmonis sebagai landasan untuk terciptanya rasa hidup yang nyaman,
tenteram, dan damai secara lahir maupun batin.
2.3.2 Bagian-Bagian dari Tri Hita Karana
a) Parhyangan
Parhyangan adalah hubungan antara manusia dengan Tuhan (Sang Hyang
Widhi Wasa).
b) Pawongan
Pawongan adalah manusia dengan manusia. Manusia yang bersifat individu
maupun sosial sehingga memerlukan hubungan antara manusia yang satu
dengan yang lainnya.
c) Palemahan
Palemahan dalam arti yang luas sebagai tempat manusia itu tinggal dan
berkembang sesuai dengan kodratnya termasuk hewan dan tumbuhan.
Dengan terjadinya hubungan yang harmonis antara manusia dengan
Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam, maka sebagai
penyebab terjadinya atau tercapainya kebahagiaan dan kesejahteraan
bersama.
2.3.3 Tujuan Tri Hita Karana
Desa Pakraman yang merupakan komunitas Hindu-Bali dibangun dengan
kepercayaan Tri Murti di mana Ida Sanghyang Widhi dalam manifestasi-Nya
sebagai Brahma, Wisnu, dan Siwa. Pura Desa tempat istana Dewa Brahma,
Pura Puseh tempat istana Dewa Wisnu dan Pura Dalem tempat istana Siwa.
Atas dasar itu dikembangkan pula konsep Tri Hita Karana yang mengambil
peranan manusia sebagai sentral atau penentu terwujudnya kebaikan dan
kesejahteraan.
Tri Hita Karana bermakna sebagai tiga hal yang mewujudkan kebaikan
dan kesejahteraan yakni Parhyangan, yaitu hubungan yang harmonis dan
seimbang antara manusia dengan Tuhan, Pawongan, yaitu hubungan yang
harmonis antara manusia dengan sesama manusia, dan Palemahan, yaitu
hubungan yang harmonis dan seimbang antara manusia dengan alam. Kaitan
Tri Hita Karana dengan falsafah Tri Murti, Tri Kahyangan, dan Tri Kaya
Parisudha, adalah untuk mencapai tujuan hidup yang sejahtera lahir dan

10
bathin (mokshartam jagaditaya ca iti dharmah), manusia hendaknya mampu
melaksanakan Tri Kaya Parisudha: pikiran yang baik, perkataan yang baik
dan benar, dan perbuatan yang baik untuk dapat terwujud kesehatan jasmani
dan rohani.
Bali yang sejak abad ke-11 ditata dengan konsep-konsep Mpu Kuturan
seperti itu berhasil mencapai zaman keemasan yang memuncak pada masa
pemerintahan Raja Dalem Waturenggong (1460 – 1550). Sebagai rasa bhakti
dan terima kasih atas jasa-jasa Mpu Kuturan yang telah menata kehidupan
rakyat Bali, maka di setiap Pura dan Sanggah Pamerajan dibangunlah
pelinggih Manjangan Saluwang sebagai stana dan pemujaan pada Mpu
Kuturan. Upaya manusia untuk menjaga kelestarian alam (palemahan) tidak
mungkin dapat terwujud dengan baik bila ia melupakan bhakti kepada Tuhan
(parhyangan), dan tidak menebarkan cinta kasih kepada sesama umat manusia
(pawongan).
Oleh karena umat manusia sedunia heterogen dalam artian memeluk
berbagai agama dan kepercayaan, maka konsep Tri Hita Karana dapat saja
disesuaikan dengan agama dan kepercayaannya masing-masing. Kitab suci
dari berbagai agama mungkin saja telah menyebutkan hal itu, atau mungkin
lebih tegas lagi bahwa bila manusia merusak alam atau lingkungan, maka
alampun akan menghancurkan manusia. Ini adalah hubungan sebab akibat
yang sangat logis, dengan mencari berbagai contoh bencanabencana alam
yang disebabkan karena ulah manusia.
Perubahan iklim dunia (World climate change) bersumber pada perusakan
alam oleh teknologi modern manusia. Alam yang dimaksud, adalah alam
semesta meliputi daratan, lautan, angkasa, dan atmosfir. Perusakan daratan
terjadi karena pertambahan penduduk dunia yang mengakibatkan
berkurangnya daerah hijauan hutan dan tanaman.
Intinya tujuan dari Tri Hita Karana itu adalah untuk menjaga segala unsur-
unsur yang ada di alam ini baik itu unsur biotik maupun abiotik. Selain itu Tri
Hita Karana juga digunakan untuk menjaga keselarasan hubungan antara
manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia serta hubungan
antara manusia dengan alam lingkungannya.

11
2.3.4 Penerapan Tri Hita Karana
2.3.4.1 Tri Hita Karana Dalam Kehidupan Sehari-Hari
Tri Hita Karana dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu
dengan cara sebagai berikut:
1) Parahyangan
Parahyangan merupakan hubungan yang harmonis antara manusia
dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Cara menjalin hubungan yang
harmonis dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa adalah sebagai
berikut:
a) Sembahyang Tri Sandya 3 kali sehari;
b) Bertirta yatra;
c) Menyanyikan kidung suci;
d) Membaca, memahami dan menjalankan isi kitab suci Veda;
e) Mebanten setiap hari raya nityakarma maupun naimitika
karma;
f) Beryadnya secara tulus ikhlas.
g) Melakukan tapa/semadhi;
h) Membersihkan tempat suci;
i) Tidak meminum minuman keras;
j) Tidak mencuri;
k) Tidak membunuh.
2) Pawongan
Pawongan merupakan hubungan yang harmonis antara manusia
dengan sesama manusia. Cara menjalin hubungan yang harmonis
dengan sesama manusia adalah sebagai berikut:
a) Saling menghormati satu sama lain
b) Saling menghargai satu sama lain
c) Sopan santun
d) Ramah tamah
e) Gotong royong(saling membantu)
f) Kasih sayang yang tulus
g) Berani berkorban demi teman

12
h) Tidak iri hati dengan orang lain
i) Tidak dengki dengan orang lain
3) Palemahan
Palemahan merupakan hubungan yang harmonis antara manusia
dengan lingkungan sekitar/alam semesta. Cara menjalin hubungan
yang harmonis denganlingkungan sekitar/alam semesta adalah
sebagai berikut:
a) Rajin membersihkan kamar tidur saat bangun tidur
b) Membersihkan kamar mandi
c) Membersihkan halaman rumah(depan,samping maupun
belakang rumah)
d) Membuang sampah pada tempatnya
e) Menjaga kebersihan taman
f) Menjaga kebersiahan sekolah maupun kampus
g) Merawat tanaman (menyiram, memupuk,dan menjaga
keindahan tanaman)
h) Melakukan penghijauan
i) Tidak menebang hutan sembarangan
Jika semua itu sudah dilakukan, astungkara akan tercipta hubungan yang
harmonis dalam kehidupan ini. Serta akan terwujudnya kehidupan yang
damai, tentram, aman dan sejahtera. Dengan demikian sangatlah penting
menjalin hubungan yang harmonis kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
kepada sesama manusia serta dengan alam semesta.
2.3.4.2 Tri Hita Karana Kaitannya dengan Panca Mahabhuta
Dalam Lontar “Buana Kosa” disebutkan bahwa tubuh manusia diciptakan
oleh Yang Maha Esa dari unsur-unsur alam semesta yang disebut panca
mahabhuta, yaitu pertiwi, apah, bayu, teja, dan akasa. Oleh karena itu
pengertian panca mahabhuta ada dua, yakni panca mahabhuta yang berbentuk
tubuh manusia disebut buana alit, dan panca mahabhuta yang berbentuk alam
semesta disebut buana agung.
Analogi pemikiran Mpu Kuturan adalahbtubuh manusia sebagai stana
sanghyang atma (Brahman) adalah sakral dan wajib dijaga dan dipelihara

13
dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian maka alam semesta juga wajib
dijaga dan dipelihara, karena tubuh manusia (buana alit) adalah juga alam
semesta (buana agung).
2.3.4.3 Tri Hita Karana Kaitannya dengan Nyepi
Nyepi yang dilaksanakan oleh pemeluk Hindu-Bali setiap penanggal ping
pisan sasih kadasa (tanggal satu bulan ke-10 menurut kalender Saka-Bali)
dalam rangka merayakan tahun baru Saka, adalah salah satu pelaksanaan Tri
Hita Karana. Sehari sebelum Nyepi dilaksanakan upacara tawur kasanga
(bhuta yadnya pada akhir bulan ke-9). Bhuta Yadnya dalam kaitan ini berarti
“korban yang diadakan untuk memohon keseimbangan dan keharmonisan
alam”. Pada saat Nyepi, umat Hindu-Bali melaksanakan catur berata (empat
pantangan), yaitu:
1. Amati karya (tidak bekerja);
2. Amati gni (tidak menyalakan api atau membakar sesuatu);
3. Amati lelungaan (tidak bepergian);
4. Amati lelanguan (tidak menghibur diri atau bersenang-senang).
Dengan demikian, aplikasi Tri Hita Karana dalam perayaan Nyepi terlihat
dengan jelas, baik dari aspek pahrayangan, pawongan, maupun palemahan:
1. Aspek parhyangan terlihat di saat Nyepi, umat Hindu-Bali
melakukan samadi, dan bersembahyang memuja kebesaran Ida
Sanghyang Widhi.
2. Aspek pawongan terlihat adanya kegiatan dharma santih, yakni
saling berkunjung dan bermaaf-maafan.
3. Aspek palemahan terlihat dari tujuan tawur kesanga seperti yang
diuraikan di atas, dan dengan adanya catur berata, manusia tidak
mengotori udara dengan gas-gas buangan hasil pembakaran atau
dikenal dengan istilah emisi gas rumah kaca.
2.3.5 Cara Menjaga Kelestarian Alam
Alam memiliki kemampuan untuk memberikan kehidupan bagi penduduk
dunia. Kemampuan (potensi) yang ada pada alam untuk memenuhi kebutuhan
hidup manusia alam atau natural resources bumi dengan segala isinya yang

14
terkandung di dalmanya disebut pula dengan alam dunia. Bila kita perhatikan
alam dunia dapat dikelompokkan atas 5 bagian yang berupa:
a) Atmosfer, lapisan udara yang mengelilingi bumi.
b) Hidrosfer, lapisan air yang ada di bumi berupa laut, danau, sungai,
rawa, air tanah, es, dan air di atmosfer.
c) Litosfer, lapisan batuan yang menyusun kulit bumi termasuk di dalam
tanah.
d) Biosfer, kehidupan di bumi yang terdiri dari tumbuhan dan binatang.
e) Antroposfer, yaitu manusia (penduduk bumi).
Semua itu merupakan sumber kehidupan bagi manusia kesemuanya
memiliki potensi yang saling berkait dalam mendukung kehidupan penduduk
dunia yang terus bertambah, potensi alam dunia yang tersedia jumlahnya
amat banyak dan beraneka ragam. Mineral, energi, tumbuhan binatang, udara,
iklim, air, bentang alam berupa dataran, pegunungan , bahkan gurunpun
memiliki potensi untuk mendukung kehidupan penduduk dunia asalkan
manusia mampu memanfaatkannya dengan baik. Usaha yang dapat dilakukan
manusia untuk menjaga kesehatan manusia dan menjaga kelestarian alam
adalah:
a) Pengolahan air limbah dan penertiban pembuangan sampah
Setiap pabrik harus mengolah air limbahnya sebelum dibuang
karena limbah pabrik biasanya mengandung zat-zat kimia. Kebiasaan
masayarakat membuang sampah disaluran air, sungai, atau selokan
adalah kebiasaan yang harus dirubah. Hal itu perlu dicegah sedini
mungkin untuk menghindari terjadinya pencemaran air.
b) Program kali bersih (prokasih)
Program kali bersih mempunyai tujuan utama untuk menurunkan
atau mengurangi beban pencemaran perairan sungai, khususnya
limbah industri yang banyak mengandung zat-zat kimia beracun.
engelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS). Pengelolaan DAS
menekankan usaha konservasi pertanian lahan kering, peningkatan
pendapatan masyarakat melalui peningkatan lahan kering,

15
peningkatan diluar sector pertanian, perlindungan daerah nonbudi
daya, pengembangan irigasi, dan pengendalian bahaya banjir.
c) Pengelolaan lautan dan daerah pesisir.
Usaha mengelola lautan dan daerah peisir hendaknya
memperhatikan kebijaksanaan sebagai berikut. Itulah usaha – usaha
yang sudah dan harus dilakukan oleh manusia untuk menjaga
kelestarian dan kesehatan potensi alam dunia
d) Penanaman pohon (Reboisasi)
Tanah yang gundul bisa menyebabkan berbagai macam bencana
alam seperti banjir dan tanah longsor. Untuk mengatasi hal tersebut,
kita harus melakukan upuya reboisasi(penanaman pohon kembali).
e) Terasiring atau sengkedan
Terasiring atau yang umumnya yang disebut sangkedan merupakan
salah satu upaya untuk lingkungan alam sekitar dengan menanam
berbagai macam pohon di daerah yang memiliki lahan yang miring.
Hal ini dilakukan untuk meminimalisir terjadinya bencana alam tanah
longsor yang bisa saja terjadi sewaktu-waktu.
f) Menggunakan energi secara bijak
Kita semua mengetahui sebagian besar sumber listrik di Indonesia
berasal dari energy yang tak ramah lingkungan seperti minyak bumi
dan batu bara. Dengan kata lain menggunakan energy listrik dengan
bijak berarti kita turut membantu melestarikan lingkungan alam
Indonesia dengan menimalisir pencemaran udara.
g) Melarang penebangan hutan secara liar
Semakin hari hutan Indonesia semakin gundul, hal itu adalah imbas
dari penebangan hutan secara liar. Hutan yang gundul dapat
menyebabkan terjadinya bencana alam seperti banjir, tanah longsor.
Untuk mencegah hal tersebut tentu ada larangan penebangan hutan
secara liar yang dibelakangi dengan tindakan hukum yang tegas.
h) Mencegah Perburuan liar
Perburuan liar terhadap hewan dan tumbuhan yang dilindungi di
Indonesia semakit meningkat setiap tahunnya. Berbagai motif yang

16
mendasarinya motif ekonomi, hobi atau kesenangan dan lain-lainnya.
Untuk itu diperlukan larangan keras terhadap pemburuan liar supaya
manusia jerah.
i) Jangan membuang sampah sembarangan
Permasalah sampah sekarang ini memang gencar dilakukan untuk
mancegah terjadinya bencana banjir dan juga mencegah timbulnya
bibit-bibit penyakit. Saat ini pemerintah telah menyediakan tempat
sampah organic maupun non-organik. Hal tersebut dilakukan agar
sampah organic bisa dimanfaatkan manjadi pupuk. Maka dari itu jaga
lingkungan sekitar kita dengan sebaik-baiknya.

2.4 Seni Keagamaan


2.4.1 Pengertian Seni
Dalam pelaksanaan keagamaan agama Hindu, umat senantiasa
mengimplementasikannya dalam bentuk seni, sehingga dalam pelaksanaan
upacara agama senantiasa dibarengi dengan seni. Dalam bahasa sansekerta “Seni”
berasal dari kata “San” yang berarti persembahan dalam upacara agama. Sehingga
tidak salah kalau pelaksanaan upacara Agama Hindu terdapat banyak sekali
unsur-unsur seni didalam pelaksanaannya, baik yang berupa sesajen, suara
(dharma gita), gambelan, dan gerak (Tari, sikap mudra Slinggih). Hal ini
menjadikan Seni dan Agama adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan,
karena pelaksanaan Ajaran Agama Hindu di lakukan dengan seni.
Secara sederhananya seni dapat diartikan sebagai hasil ciptaan atau buah
dari pikiran manusia yang diungkapan dalam wujud dan suara yang dapat
didengarkan yang ditunjukan dengan kemahiran teknis sehingga dapat
memberikan kebahagiaan hati dan hidup.Pada awalnya seni sepenuhnya diabdikan
untuk pelaksanaan upacara agama. Tapi lama kelamaan, seni juga diciptakan
sebagai alat untuk memuaskan hati dan pikiran manusia, sehingga seni juga
dijadikan sebagai hiburan.
2.4.2 Pembagian Seni Keagamaan
Dalam pelaksanaan ajaran agama Hindu di Indonesia dikenal dengan
adanya lima jenis yadnya yang disebut panca yadnya. Yang termasuk bagian-
bagian dari Panca Yajna itu antara lain; yaitu Dewa Yadnya, Rsi Yadnya, Pitra

17
Yadnya, Manusa Yadnya, dan Bhuta Yadnya. Pelaksanaan kelima yadnya ini
bersifat wajib bagi umat Hindu. Setiap pelaksanaan dari masing-masing yadnya
itu biasanya disertai dengan pagelaran seni keagamaan yang bersifat “sakral”
Wali atau Bebali. Disamping itu tidak jarang pula dipentaskan tari hiburan
‘profan” pada malam harinya, untuk menghibur.
2.4.2.1 Seni menurut sifatnya
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa seni selain dijadikan
untuk persembahan keagamaan juga dijadikan sebagai hiburan. Maka seni ada
yang sifatnya Sakral dan Profan. Terdapat perbedaan yang jelas antara seni
yang bersifat sakral dengan yang bersifat profan. Perbedaan yang dimaksud
antara lain;
a. Seni sakral:
1.Tidak pernah diupah atau disewa/dipertunjukkan hanya dalam
hubungannya pelaksanaan upacara keagamaan.
2.Berfungsi sebagai pelaksana atau “pemuput” karya.
3.Pelakunya membawa atau menggunakan alat-alat perlengkapan upacara
yang khas.
4. Beberapa jenis seni wali ”profan” ada juga yang mepaçupati, seperti
seni tari Sanghyang, tetapi kebanyakkan karena tidak bertujuan untuk
memiliki kekuatan gaib untuk menarik ditonton, melainkan hanya
berfungsi sebagai alat pelaksana upacara.
5.Disebutkan ada beberapa contoh seni sakral/wali, seperti seni; tari
rejang, suara wargasari, tabuh gambang, dan bangunan Padmasana.
b. Seni profan :
1 Biasanya diupah atau disewa, baik dalam hubungannya dengan upacara
keagamaan atau tidak.
2 Umumnya untuk hiburan tetapi kadang-kadang karena dipertunjukkan
pada waktu karya bisa juga berfungsi sebagai seni bebali.
3 Tidak harus mempergunakan perlengkapan upacara, kecuali bila
berfungsi sebagai seni ”bebali”.

18
2.4.2.2 Aspek Seni Keagamaan
Seni memiliki beberapa aspek seperti dalam bentuk gerak, suara,
dan bentuk. Terkait dengan aspek dari seni tersebut maka seni dapat dibagi
menjadi 4 bagian yaitu Seni Tari, Seni Suara, Seni Gambelan, dan Seni
Bangunan.
1) Seni Tari
Tari merupakan pencetusan atau ungkapan jiwa manusia melalui
gerak ritmis yang dapat menimbulkan daya pesona. Gerak ritmis merupakan
gerak yang dilakukan secara spontanitas, penuh dengan penjiwaan, dan
berirama sehingga dapat menggugah si penari ataupun bagi penonton.
Ungkapan jiwa merupakan cetusan atas rasa dan emosional yang juga disertai
dengan kehendak. Daya pesona merupakan rasa yang terlintas, seperti adanya
rasa indah, lembut, keras, menggelikan, marah dan sebagainya. Seni tari
biasanya digunakan dalam rangkaian upacara agama dan ada juga yang
semata-mata untuk hiburan.
a. Tari Wali/bali
Tari wali merupakan tari yang dipentaskan sebagai rangkaian dalam
pelaksanaan upacara dan bersifat sacral. Dikatakan sacral dapat dilahat dari
penarinya, dimana yang menjadi penari adalah anak-anak yang belum
menstruasi dan orang tua yang sudah menefous / orang tua yang sudah habis
masa menstruasinya. Contoh tari wali adalah : Tari Rejang, Tari Pendet, Tari
Baris Upacara, Tari Sang Hyang. Contoh seni tari wali yang ada diluar bali
adalah Tari Bedaya Semang (Yogyakarta), Tari Sanyang/seblang (Jawa
Timur), Tari Tor-tor (Sumatra), Tari Gantar (Kalimantan).
b. Tari Bebali
Tari Bebali bersifat semi sacral karena selain dipentaskan waktu
pelaksanaan upacara keagamaan juga dapat bersifat sebagai hiburan. Tari
Bebali biasanya memakai lakon dan disajikan sesuai ketentuan,
menyesuaikan dengan perlengkapan menurut masing-masing upacara. Contoh
Seni pewayangan, Topeng, Gambuh, dll.
c. Tari Balih-Balihan

19
Tari yang tergolong Balih-balihan adalah semata-mata bertujuan
untuk hiburan, akan tetapi tetap berdasarkan norma-norma seni budaya yang
luhur. Contoh: tari legong, tari oleg, tari cak, janger, drama tari, dan lainnya.
2) Seni Suara
Adalah suatu karya seni keagamaan yang menggunakan media suara
atau vocal dalam agama Hindu yang disebut dengan Dharma Gita. Dalam
dharma gita biasanya terdapat syair-syair yang sudah diringkas sedemikian
rupa dan mengandung ajaran-ajaran tentang kebenaran ataupun keagamaan.
Lagu-lagu dharma gita bila dinyanyikan akan dapat menimbulkan getaran
didalam jiwa yang menyanyikannya dan juga bagi yang mendengarkannya.
Getaran-getaran suci ini akan menciptakan suasana yang magis dan
mengkhusukan bathin umat dalam menunjukan rasa bhaktinya kepada Ida
Sang Hyang Widdhi. Mengingat peranan dharma gita yang dapat memberikan
suasana suci, maka pelaksanaan Panca Yadnya pun senantiasa diiringi dengan
nyanyian dharma gita ini.
Dalam dharma gita terdapat 4 jenis ataupun tingkatannya, yaitu:
a. Tembang/sekar rare, Contoh : Gending guak maling taluh,
meong-meong, dadong dauh, jejangeran, dan sang hyang.
b. Tembang/sekar Alit, seperti: Pupuh Ginada, semarandana,
durma, ginanti, pucung, pangkur, mijil, dandang gula, sinom,
maskumambang.
c. Tembang/sekar Madya, seperti : Kawitan warga sari,
wargasari, kidung tantri, demung, malat, dan yang lainnya.
d. Tembang/sekar Agung, contoh : Sronca, Totaka, Merdu
komala, wirat, rai tiga, sardula, sragdara, dll.
*DHARMA GITA dan PANCA YADNYA
Dewa yadnya = Kidung kawitan wargasari, wargasari
Pitra Yadnya = Kidung Adri, Aji Kembang, Girisa
Manusa Yadnya = kidung Tantri
Butha Yadnya = pupuh Jerum
Rsi Yadnya

20
3) Seni Tabuh
Adalah suatu karya seni yang dikumandangkan dengan alat-alat musik
tradisional. Seni tabuh mempunyai fungsi sebagai pelaksana dan pengiring
jalannya suatu upacara, seperti Gambang, Saron, Slonding, Angklung, Gender
Wayang, Balaganjur, Bebonangan, dan lain sebagainya.
4) Seni Bangunan
Adalah karya nyata para undagi Hindu yang berwujud bangunan-
bangunan yang bersifat sacral maupun profane, seperti bangunan pelinggih
padmasana, Gedong, meru, Rong Tiga, Candi Bentar, Tugu Karang,
Bangunan Tradisi dan yang lainnya.

21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Sradha yang menyantunkan ilmu pengetahuan yaitu, panca sradha yang
dalam ajaran Hindu yang berasal dari kata panca yang berarti lima dan
sradha yang berarti keyakinan sehingga bila digabungkan Panca Sradha
berarti lima keyakinan. Kemudian Jnana artinya ilmu pengetahuan atau
dapat disimpulkan sebagai jalan menuju Hyang Widhi dengan langkah
pertama meningkatkan pengetahuan, baik pengetahuan secara umum
maupun pengetahuan tentang ke-Tuhanan kemudian selanjutnya
mengamalkan pengetahuan itu bagi kesejahteraan umat manusia dan
kelestarian alam semesta. Dan Karma memiliki arti perbuatan, laksana
yadnya. Karma ( Perbuatan ) meninggalkan Karma Vasana (jejak – jejak
perbuatan) yang suatu saat nanti akan muncul sebagai Karmaphala (buah
dari karma, hasil perbuatan). Sradha, Jnana dan Karma memiliki satu
kesatuan yadnya yang sangat kuat. Dengan luasnya ilmu pengetahuan
tersebut, seseorang dapat mengamalkan ilmu itu sebagai yadnya maupun
bhakti kehadapan Tuhan disamping itu ilmu pengetahuan juga dijadikan
jembatan bagi manusia untuk mengejar atau membantu sradha dalam
mencapai kebenarannya baik dengan penelitian maupun yang lainnya. Dan
semua itu dapat terjadi jika digerakkan dengan karma (perbuatan), jika tidak
digerakkan oleh karma sesuatu hal tidak akan ada apa apanya.

2. Kewajiban menuntut ilmu adalah suatu hal yang mutlak harus dilakukan
oleh umat yang sedang brahmacari untuk kepentingan kehidupan dalam
Grehasta. Dalam tingkat hidup Grehasta mempunyai tanggung jawab yang
prinsipil yaitu membentuk anak yang suputra yang dapat berguna dalam
masyarakat dan taat kepada catur guru.Untuk memdidik anak menjadi
suputra tidak mudah diperlukan persiapan yang matang.Oleh karena itu
dalam tingkat brahmacari harus berhasil dengan baik sehingga bisa mencari
nafkah untuk menghidupi keluarga.Ilmu pengetahuan yang diperoleh pada
saat berguru harus lengkap, baik ilmu untuk mencari nafkah ataupun agama.

22
3. Tri Hita Karana berarti tiga penyebab kebahagiaan/kesejahteraan. “Tri
artinya tiga, Hita sejahtera, Karana penyebab”. Pada hakikatnya Tri Hita
Karana merupakan tiga penyebabkan kebahagiaan itu merupakan
bersumber pada hubungan manusia dengan Tuhan, menusia dengan sesama
dan manusia dengan lingkungan sekitar. Jika manusia tidak memperdulikan
lingkungan maka lingkungan pun tidak menghiraukan manusia yang akan
menyebabkan kesengsaraan bagi menusia tersebut. begitupun hubungan
manusia dengan manusia tidak harmonis maka akan timbul pemasalahan-
permasalahan yang tidak kita inginkan. Apalagi hubungan manusia dengan
Tuhan tidak terlaksana dengan baik, maka akan berdampak buruk hasilnya.

4. Dalam bahasa sansekerta “Seni” berasal dari kata “San” yang berarti
persembahan dalam upacara agama. Seni dapat diartikan sebagai hasil
ciptaan atau buah dari pikiran manusia yang diungkapan dalam wujud dan
suara yang dapat didengarkan. Dalam agama hindu seni ada yg bersifat
sacral dan profane ( hiburan ). Seni memiliki beberapa aspek seperti dalam
bentuk gerak, suara, dan bentuk. Terkait dengan aspek dari seni tersebut
maka seni dapat dibagi menjadi 4 bagian yaitu Seni Tari, Seni Suara, Seni
Gambelan, dan Seni Bangunan.

3.2 Saran
1. Di dalam mempelajari ilmu pengetahuan kita harus senantiasa berlandaskan
dengan agama, agar apa yang kita pelajari tidak keluar dari norma-norma
yang sudah diajarka agama. Begitu pula di dalam mendalami agama kita
harus menggunakan pengetahuan kita didalam menelaah arti/makna-makna
dari apa yang kita pelajari agar kita tidak salah di dalam menafsirkan
sesuatu.

2. Selain mempelajari ilmu pengetahuan, teknologi dan agama kita juga harus
mengamalkan ajaran Tri Hita Karana agar kehidupan yang kita jalani
seimbang diantara hubungan kita dengan Tuhan, dengan sesama manusia,
maupundengan alam sekitar agar dapat tercapainya kehidupan yang
harmonis, aman, nyaman dan damai.

23
DAFTAR PUSTAKA

I Ketut Sukartha, dkk. 2011. Agama Hindu untuk SMA Kelas X. Denpasar:
Penerbit Ganeca Exact.

NN. 2015. Agama Hindu. http://mrikimaplesiran.blogspot.co.id/2015/03/agama-


hindu.html, diakses tanggal 10 Maret 2017.

NN. 2017. Tri Hita Karana. https://id.wikipedia.org/wiki/Tri_Hita_Karana,


diakses pada tanggal 9 Maret 2017.

Rah Toem. 2011. Budaya Hindu - Seni Keagamaan Hindu. http://rah-


toem.blogspot.co.id/2011/10/budaya-hindu-seni-keagamaan-hindu.html,
diakses tanggal 9 Maret 2017.

24

Anda mungkin juga menyukai