Anda di halaman 1dari 16

MINI RISET

GAMBARAN PERILAKU MASYARAKAT DALAM MEMBUANG SAMPAH DI


WILAYAH PESISIR KELURAHAN BELAWAN I KECAMATAN MEDAN
BELAWAN TAHUN 2021

Dosen Pembimbing : Miskah Afriani, M.Psi Psikolog

Disusun oleh:

Fachrul Riza
NIM. 0801183382
IKM 7 Semester V

PRODI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil ‘aalamiin segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’ala yang


telah memberikan kekuatan, serta kemudahan sehingga peneliti dapat menyelesaikan
penelitian yang berjudul “Gambaran Perilaku Masyarakat dalam Membuang
Sampah di Wilayah Pesisir Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan
Tahun 2021”. Penelitian ini dibuat sebagai tugas akhir mata kuliah Sosial Budaya
Masyarakat Pesisir Semester V pada Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara. Shalawat
berangkaikan salam tidak lupa pula diucapkan kepada suri tauladan kita yakni Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang telah membawa dan memberikan kita
nilai-nilai keislaman, kebaikan, serta keilmuan yang sampai saat ini bisa dirasakan
oleh manusia yang ada di seluruh penjuru dunia.

Peneliti menyadari, begitu banyak bantuan yang diberikan dalam penelitian ini.
Tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, penelitian ini tidak akan tercapai
dengan baik. Karena itu, ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan
kepada:

1. Miskah Afriani, M.Psi Psikolog, selaku dosen pembimbing yang telah bersedia
membimbing dan meluangkan waktunya untuk membantu penelitian ini;

2. Pihak Fakultas Kesehatan Masyarakat UIN Sumatera Utara, yang juga telah
membantu untuk menyelesaikan penelitian ini;

3. Para subjek/responden penelitian, yang telah bersedia meluangkan waktu untuk


mengikuti penelitian ini;

4. Orangtua, keluarga, teman-teman sejawat, dan sahabat yang telah mendukung


baik dari segi moril maupun materiil;

5. Pihak-pihak lain yang telah mendukung terealisasinya penelitian ini.

Terlepas dari semua itu, peneliti menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan pada penelitian ini, baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka peneliti menerima segala saran
dan kritik dari pembaca agar peneliti bisa menjadi lebih baik lagi.

Akhir kata, peneliti berharap semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat
maupun sumbangsi ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya dan juga
bermanfaat bagi masyarakat. Wallahu a’lam bi al-shawab…

Medan, 23 Januari 2021

Fachrul Riza
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................

1.1 Latar Belakang...................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................

1.3 Tujuan.................................................................................................................

1.4 Metode.................................................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini, sampah menjadi permasalahan global dan sangat mengkhawatirkan.


Sampah merupakan bahan buangan sehari-hari yang dapat dimanfaatkan maupun
tidak dapat dimanfaatkan kembali. Sampah yang terdapat di perairan pesisir dan laut
berasal dari buangan hasil aktivitas manusia atau antropogenik. Jenis sampah
anorganik seperti plastik memiliki jumlah terbanyak yang ditemukan di perairan
pesisir dan laut. Studi terbaru dari University of Leeds yang dipublikasikan pada
jurnal Science, mengungkapkan, jika terjadi peningkatan konsumsi plastik atau tidak
ada perubahan signifikan pada aksi daur ulang, maka diperkirakan Bumi akan
memiliki 1.3 miliar ton sampah plastik pada 2040. Dan World Economic Forum
(WEF) bahkan memprediksi, pada 2050 jumlah plastik di lautan akan lebih banyak
dibanding ikan.

Indonesia merupakan negara yang mempunyai kontributor sampah plastik di laut


urutan kedua setelah Cina (data Jambeck, 2015). Masalah sampah di Indonesia
merupakan masalah yang rumit, disebabkan perilaku-perilaku masyarakat yang masih
kurang peduli terhadap lingkungannya sendiri. Faktor lain yang menyebabkan
permasalahan sampah di Indonesia adalah meningkatnya taraf hidup masyarakat yang
tidak disertai dengan keselarasan pengetahuan tentang persampahan dan juga
partisipasi masyarakat yang kurang untuk memelihara kebersihan dan membuang
sampah pada tempatnya (Slamet, 2000).

Sampah selalu timbul dan menjadi persoalan rumit dalam masyarakat yang
kurang memiliki kepekaan terhadap lingkungan. Ketidakdisiplinan mengenai
kebersihan dapat menciptakan suasana semrawut akibat timbunan sampah. Begitu
banyak kondisi tidak menyenangkan akan muncul, seperti bau tidak sedap, lalat
berterbangan, dan gangguan berbagai penyakit siap menghadang di depan mata.
Tidak cuma itu, peluang pencemaran lingkungan disertai penurunan kualitas estetika
pun akan menjadi santapan sehari-hari bagi masyarakat (Sugito, 2008). Peningkatan
jumlah produksi sampah tentunya akan memberikan efek pada kesehatan lingkungan
yang di dalamnya terdiri dari adanya masyarakat maupun mahluk hidup lainnya.
Masalah ini akan muncul ketika sampah tidak dapat di tangani dengan baik oleh
pemerintah setempat. Penyediaan TPS yang masih minim di kawasan pesisir akan
menimbulkan pembuangan sampah secara sembarangan. Masyarakat akan lebih
condong membuang sampah di laut dan ini akan berefek pada pencemaran laut serta
tentunya mengganggu ekosistem laut serta kesehatan masyarakat.

Kelurahan Belawan I merupakan salah satu kelurahan di Kecamatan Medan


Belawan yang memiliki daerah tepi laut serta dihuni dan didominasi oleh masyarakat
yang berprofesi sebagai nelayan. Salah satu bentuk pemanfaatan ruang pesisir adalah
sebagai fungsi permukiman. Bila perkembangan permukiman ini tidak disertai
dengan sarana dan prasarana yang memadai, akan mengakibatkan sampah yang
berasal dari aktivitas masyarakat setempat di buang sembarangan dan dapat
mencemari wilayah pesisir. Hal ini sejalan dengan perilaku masyarakat di kelurahan
Nelayan Indah. Tingginya jumlah sampah di perairan pesisir kelurahan tersebut
sangat berkaitan dengan perilaku masyarakat yang telah menjadi kebiasaan yaitu
membuang sampah langsung ke laut. Letak permukiman di tepi laut memudahkan
masyarakat dalam melakukan aktivitas tersebut dan menjadikannya suatu kebiasaan
negatif.

Selain itu, masyarakat sering menganggap bahwa pesisir dan laut merupakan
buangan terakhir atau tempat sampah besar yang akan memberikan pengaruh kecil
terhadap sumber daya pesisir dan laut. Dari kebiasaan inilah yang menimbulkan
dampak negatif sehingga menimbulkan berbagai masalah. Lingkungan di sekitar tepi
bahkan tengah laut terlihat sangat kotor akibat tumpukan dan terombang-ambingnya
sampah-sampah yang didominasi oleh ulah manusia.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti akan mengkaji lebih jauh tentang
pengetahuan dan perilaku masyarakat dalam membuang sampah di wilayah pesisir
dengan membuat penelitian yang berjudul “Gambaran Perilaku Masyarakat dalam
Membuang Sampah di Wilayah Pesisir Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan
Belawan Tahun 2021”.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Perilaku

Perilaku merupakan respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu


tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan
baik disadari maupun tidak. Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor yang
saling berinteraksi. Sering tidak disadari bahwa interaksi tersebut amat kompleks
sehingga kadang-kadang kita tidak sempat memikirkan penyebab seseorang
menerapkan perilaku tertentu. Karena itu amat penting untuk dapat menelaah
alasan dibalik perilaku individu, sebelum ia mampu mengubah perilaku tersebut
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009).

Notoatmodjo (1993) berpendapat bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan


yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong dan kekuatan-kekuatan penahan,
perilaku itu dapat berubah apabila ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut
di dalam diri seseorang. Menurut Skinner dalam Notoatmodjo (1997),
mengemukakan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang dan
tanggapan juga respon. Sedangkan menurut Taufik (2007), perilaku merupakan suatu
kegiatan atau kegiatan organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan.

Menurut Bloom (1975), perilaku manusia dapat dibagi menjadi 3 domain (ranah)
yaitu ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affective domain), dan ranah
psikomotor (psychomotor domain), dimana ketiga ranah ini dapat diukur dari
pengetahuan sikap dan praktek. Sarwono (1993) menyatakan bahwa perubahan
perilaku dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dalam diri individu (dasar) maupun
dari luar individu (lingkungan). Aspek di dalam individu merupakan dasar yang
mempengaruhi perubahan perilaku seperti persepsi, motivasi dan emosi.

Gibson (1987) menyatakan bahwa terdapat 3 kelompok variabel yang


mempengaruhi perilaku dan kinerja yaitu variabel individu yang terdiri dari kemauan,
keterampilan yang merupakan faktor utama untuk mempengaruhi perilaku, variabel
psikologi yang terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi banyak
dipengaruhi keluarga, tingkat sosial, dan variabel demografis.

2.1.2 Bentuk Perilaku


Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus, maka perilaku dapat
dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003):

1. Perilaku Tertutup (Covert Behaviour)


Seseorang dalam memberikan respon terhadap suatu stimulus masih
terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih
terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran dan sikap yang terjadi
pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara
jelas oleh orang lain.

2. Perilaku Terbuka (Overt Behaviour)


Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyaris atau
terbuka. Respon tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek
(practice), yang dengan mudah dapat dilihat atau diamati oleh orang lain di
sekitarnya.

Intervensi terhadap faktor perilaku secara garis besar dapat dilakukan melalui
dua upaya yang saling bertentangan. Masing-masing upaya tersebut mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Kedua upaya tersebut dilakukan melalui (Notoatmodjo,
2007):

1. Tekanan (Enforcement)
Upaya agar masyarakat mengubah perilaku perilaku kesehatan dengan cara-cara
tekanan, paksaan atau koersi. Upaya enforcement ini bisa dalam bentuk undang-
undang atau peraturan-peraturan (law enforcement), instruksi-instruksi, tekanan-
tekanan (fisik dan non fisik), sanksi-sanksi, dan sebagainya. Pendekatan cara ini
biasanya menimbulkan dampak yang lebih cepat terhadap perubahan perilaku. Tetapi
pada umumnya perubahan atau perilaku baru ini tidak langgeng (sustainable), karena
perubahan perilaku yang dihasilkan dengan cara ini tidak didasari oleh pengertian dan
kesadaran yang tinggi terhadap tujuan perilaku tersebut dilaksanakan.

2. Pendidikan (Education)
Upaya agar masyarakat berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan
cara persuasi, bujukan, imbauan, ajakan, memberikan informasi, memberikan
kesadaran, dan lain sebagainya, melalui kegiatan yang disebut pendidikan atau
promosi kesehatan. Memang dampak yang timbul dari kegiatan ini terhadap
perubahan masyarakat akan memakan waktu lebih lama dibandingkan dengan koersi.
Namun demikian, bila perilaku tersebut berhasil diadopsi oleh masyarakat, maka
akan langgeng, bahkan selama hidup akan dilakukan.

2.1.3 Determinan Perilaku


Notoatmodjo (1993) menyatakan bahwa determinan perilaku manusia sulit
dibatasi karena merupakan resultan dari berbagai faktor yang direfleksikan dalam
bentuk gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, motivasi, niat,
pengalaman, keyakinan, fasilitas dan sosial budaya.

Damayanti dalam bahan ajar 2000/2001 tentang Teori Perubahan Perilaku


membahas tentang determinan perilaku yang dilihat dari faktor internal dan
eksternal sebagai suatu aliran teori. Aliran yang mengikuti faktor internal sebagai
determinan perilaku tidak percaya bahwa manusia itu pasif dan sepenuhnya
tergantung kepada lingkungan, akan tetapi aliran ini meyakini bahwa ada sesuatu
di dalam diri manusia yang bersifat ”given” atau bawaan, misalnya tingkat
kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya yang menentukan
perilaku. Perilaku yang diperbuat merupakan hasil olah faktor internal manusia.

Kar B Snehandu (1979) menyatakan bahwa perilaku seseorang antara lain


ditentukan oleh ada tidaknya informasi. Informasi disini merupakan stimuli yang
datang dari luar dan direspon oleh individu tersebut dalam bentuk perilaku.

2.1.4 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku

Menurut Lawrence Green (1980) perilaku manusia dipengaruhi oleh 3


faktor utama, diantaranya:

1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)


Faktor ini merupakan hasil dari pengetahuan dan sikap masyarakat dalam
membuang sampah di wilayah pesisir. Termasuk di dalamnya tingkat pendidikan,
tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Faktor ini merupakan faktor yang
menjadi dasar untuk seseorang berperilaku atau dapat pula dikatakan sebagai
faktor preferensi “pribadi” yang bersifat bawaan yang dapat bersifat mendukung
ataupun menghambat seseorang untuk berperilaku tertentu.

2. Faktor Pemungkin (Enabling Factor)


Faktor ini merupakan karakteristik lingkungan (berupa tempat pelayanan
kesehatan) yang memudahkan masyarakat dalam berperilaku kesehatan dan
setiap keterampilan atau sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan
perilaku. Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas
kesehatan bagi masyarakat, misalnya ketersediaan TPS (Tempat Penampungan
Sementara) dan Bank Sampah.

3. Faktor Penguat (Reinforcing Factor)


Faktor ini terwujud dalam sikap dan perilaku masyarakat. Termasuk juga
disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pemerintah daerah maupun
dari pusat. Faktor penguat juga merupakan faktor yang menentukan apakah
tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak.

Menurut Lawrence Green (1980) faktor predisposisi yang terdiri dari


pengetahuan, tingkah laku, nilai, keyakinan, dan sosiodemografi mempunyai
hubungan yang sangat erat dengan motivasi individu dan kerja kelompok. Walaupun
variabel sosiodemografi yang terdiri dari status ekonomi, umur, jenis kelamin, dan
keluarga sangat penting, tetapi tidak mempunyai pengaruh langsung terhadap
perilaku dan kinerja.

Faktor pemungkin yang terdiri dari keterampilan dan sarana merupakan hal yang
berhubungan langsung dengan perilaku dan kinerja. Adapun yang dimaksud dengan
keterampilan adalah kemampuan individu melakukan pekerjaan yang diinginkan,
sedangkan sarana adalah barang, uang atau alat yang mendukung pekerjaan seperti
dana, alat transportasi, sumber daya manusia dan lain-lain. Sedangkan untuk faktor
penguat yang terdiri dari variabel dukungan masyarakat, tokoh masyarakat,
pemerintah sangat tergantung dari sarana dan jenis program yang dilaksanakan. Tidak
jauh berbeda dengan Lawrence Green, Gibson (1989) berpendapat bahwa perilaku
individu dipengaruhi oleh variabel fisiologis (kemampuan fisik dan kemampuan
mental), variabel psikologis (persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi) serta
variabel lingkungan (keluarga, kebudayaan, dan kelas sosial).

Sedangkan Robbins (1996) berpendapat bahwa semua perilaku kita dibentuk oleh
kepribadian dan pengalaman belajar yang telah kita jumpai. Karakteristik pribadi,
seperti umur, jenis kelamin, masa kerja mempunyai dampak terhadap produktivitas
kerja, dan absensi. Teori WHO yang dikutip Notoatmodjo (2000) menyebutkan ada 4
alasan seseorang berperilaku, yaitu :

1. Pemikiran dan perasaan, yakni dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap,


kepercayaan-kepercayaan, penilaian-penilaian seseorang terhadap objek.
2. Orang penting sebagai referensi. Apabila seseorang tersebut penting untuknya,
maka apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh. Perilaku ini
lebih menonjol pada anak dan remaja.
3. Sumber-sumber daya. Sumber daya disini mencakup fasilitas, uang, waktu,
tenaga dan sebagainya. Pengaruh sumber-sumber daya terhadap perilaku dapat
bersifat positif ataupun negatif.

4. Kebudayaan, merupakan suatu pola hidup yang terbentuk dalam waktu yang
lama dan selalu berubah sesuai dengan peradaban umat manusia.

2.1.5 Pengetahuan

Notoatmodjo (2001) menyatakan bahwa pengetahuan merupakan stimuli


yang dapat merubah perilaku seseorang setelah melalui proses adopsi yang relatif
lama. Pengetahuan merupakan hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya, diantaranya mata, hidung,
telinga dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005). Penginderaan terjadi melalui panca
indera manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Sebelum seseorang mengadopsi perilaku (berperilaku baru), ia harus tahu
terlebih dahulu manfaat tersebut bagi dirinya atau keluarganya.

2.1.6 Tingkat Pengetahuan dalam Ranah Kognitif

Pengetahuan yang tercakup dalam ranah kognitif memiliki 6 tingkatan


yaitu (Notoatmodjo, 2007):

1. Tahu (Know)
Ini merupakan tingkatan paling awal, yaitu mengingat kembali suatu materi
yang telah dipelajari, termasuk mengingat kembali sesuatu yang spesifik.

2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar.
3. Aplikasi (Application)

Kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau


kondisi sebenarnya. Misalnya dapat menggunakan rumus statisik dalam
perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip
siklus pemecahan masalah di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus
yang diberikan.

4. Analisa (Analysis)

Mampu menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen,


tetapi masih didalam struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (Synthesis)

Menunjuk kepada suatu kemampuan meletakkan atau menghubungkan


bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Misalnya dapat
menyusun, merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan
sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada
sebelumnya.

6. Evaluasi (Evaluation)

Kegiatan ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penelitian


terhadap suatu materi atau objek.

2.1.7 Sikap
Robbin (1996) menyatakan bahwa sikap cenderung merespon positif atau
negatif terhadap suatu objek, dan perubahan sikap atau perilaku tersebut dimulai
dari kepatuhan. Notoatmodjo (2000) menyatakan bahwa sikap merupakan reaksi
atau respon emosional seseorang terhadap stimulus yang lebih bersifat penilaian
atau evaluasi pribadi, dan akhirnya dilanjutkan dengan kecenderungan untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

2.1.7.1 Berbagai Tingkatan Sikap


Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3
komponen pokok, yaitu:
1. Kepercayaan (keyakinan) ide, dan konsep terhadap suatu objek;
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek;

3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

2.1.7.2 Komponen Pokok Sikap

Sikap ini terdiri dari berbagai tindakan yaitu menerima (receiving),


merespon (responding), menghargai (valuing), dan bertanggung jawab
(responsible).

2.1.7.3 Praktek atau Tindakan

Praktek atau tindakan mempunyai beberapa tingkatan, diantaranya


persepsi (perception), respon terpimpin (guide response), mekanisme
(mechanism), dan adopsi (adoption).

2.1.8 Sarana dan Prasarana

Menurut Lawrence Green (1980) bahwa perilaku individu dipengaruhi oleh


keterampilan, sarana, serta komitmen masyarakat dan pemerintah. Bruce (1990)
menyatakan bahwa sarana merupakan salah satu unsur input/masukan, disamping
tenaga. Sarana merupakan salah satu di dalam unsur-unsur pelayanan kesehatan
yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Bruce (1990)
menyatakan bahwa apabila sarana tidak sesuai dengan standar maka sulit
diharapkan baiknya mutu pelayanan.

Lawrence Green (1980) menyatakan bahwa prasarana merupakan salah


satu faktor pemungkin (enabling) yang mempengaruhi perilaku seseorang. Juran
(1995) berpendapat bahwa fasilitas merupakan salah satu dari sumber daya yang
memungkinkan seseorang untuk berperilaku tertentu. Prasarana dalam artian luas
juga mencakup fasilitas-fasilitas yang t ersedia dalam fungsinya untuk
mendukung pencapaian tujuan suatu kegiatan.

2.2 Kerangka Teori


Berdasarkan hasil studi tinjauan pustaka dan berbagai hasil penelitian yang ada,
maka dapat disusun kerangka teori mengenai

Anda mungkin juga menyukai