Anda di halaman 1dari 12

Kearifan Lokal Pada Fenomena Arsitektur Tropis

Kearifan lokal (Local Wisdom) merupakan kata yang tidak asing di dengar dan telah
banyak dikaji baik oleh akademisi maupun oleh aktivis dan praktisi. Keberadaannya tentu
tidak baru-baru ini saja,kearifan lokal pada dasarnya telah ada bahkan sebelum manusia dapat
menyadari bahwa memilikinya. Namun pada era yang modern dan global ini, keberadaan
kajian mengenai kearifan local sedikitnya telah mulai memudar. Hal ini akibat adanya
pemikiran global mengenai aspek-aspek lain yang lebih mengutamakan ‘fisik’. Pemikiran ini
perlu menjadi perhatian karena pentingnya esensi yang perlu dipahami dari kearifan lokal.

Derasnya arus pengaruh global yang mempengaruhi pemikiran masyarakat Indonesia


banyak merubah pola pikir masyarakat baik di bidang sosial-budaya maupun di bidang
arsitektural dan lingkungannya, yang justru belum tentu sesuai dengan budaya dan kondisi
lingkungan masyarakat yang ada. Terdapat suatu kecenderungan kebiasaan masyarakat global
pada saat ini untuk mengenal sesuatu dari fisik atau permukaannya saja. Kemudian mencoba
menghasilkan suatu penemuan baru yang makin menggeser mereka menjadi makhluk yang
praktis. Penting untuk menggali dan menjunjung kembali keberadaan kearifan lokal
masyarakat agar tidak terus tergerus oleh arus globalisasi dan modernisasi. Kalidjernih
(2010:56) dalam Yunus (2014:40) menyatakan globalisasi merupakan “interkoneksi atau
keterhubungan yang intensif antar individu, kelompok, masyarakat dan negara karena
ekspansi kapitalisme”. Di era globalisasi sekarang ini, seluruh aspek kehidupan yang serba
terbuka tanpa terkendali dan kurangnya filterisasi serta kondisi masyarakat yang belum siap
mengakibatkan masyarakat Indonesia terbawa arus kebebasan yang lebih berorientasi pada
individualisme dan materialisme serta mulai melupakan kegiatan-kegiatan gotong royong
yang terdapat dalam budaya lokal (Yunus, 2014:5). Oleh karena itu hal ini perlu untuk
diwaspadai Bersama pengaruhnya terhadap manusia-budaya-alam Nusantara.

Arsitektur, yang biasa dikenali sebagai wujud fisik, tidak boleh dilupakan bahwa ia
memiliki suatu entitas kehidupan didalamnya. Arsitektur menaungi manusia dengan ragam
sikap hidupnya. Hal ini tentu terkait dengan bagaimana lingkungan (alam) membentuknya
dan bagaimana budaya (adat- kebiasaan) mereka berlaku di dalamnya. Oleh karena itu, perlu
dimengerti bagaimana keterkaitan antara manusia, budaya dan alam terutama di Nusantara.
Kearifan lokal membawa arsitektur selaras dan akrab dengan alam yang kemudian akan
menciptakan kesetimbangan hidup. Perlu disadari betapa besar pengaruh suatu lingkungan
binaan (arsitektur) terhadap lingkungannya. Sebagai contoh; dibangun satu kawasan industri
dengan standar yang konvensional.

Dengan satu kawasan ini saja, dampaknya tidak hanya berpengaruh pada peningkatan
suhu mikro pada lokasi maupun limbah setempat, akan tetapi juga berkontribusi menambah
lubang pada ozon yang menyebabkan satu kota tertentu dibagian bumi yang lain mendapat
dampak sinar UV yang berbahaya serta terjadinya kerusakan ekosistem laut akibat limbah.
Keberadaan kota-kota maju pun bukan hanya menyebabkan terjadinya urban heat island pada
lokasi setempat saja, akan tetapi juga berdampak pada kekeringan dan bencana banjir yang
pada beberapa tahun belakangan ini makin terasa terjadi.

Dalam hal ini diperlukan kepekaan, pengetahuan dan kasih terhadap alam.
Kesetempatan yang ada dalam benak perancang modern rasanya perlu di-reset dan dicerna
kembali kaitannya dengan keberlanjutan. Perlu diingat bahwa alam dan kekayaannya ini
bukan hanya warisan dari nenek moyang, akan tetapi juga titipan untuk anak cucu.

Masyarakat lokal Nusantara telah secara turun temurun menjaga nilai-nilai kesalarasan
dan keberlanjutan ini baik secara sadar maupun tidak. Nilai-nilai tersebut adalah yang
dianggap baik dan mendarah-daging sehingga dapat bertahan hingga kini. Hal ini membentuk
sikap hidup yang arif yang tercermin dalam kehidupannya. Entitas kehidupan tersebutlah
yang memberikan ragam dalam arsitektur dan saat ini perlu dipahami. Kajian ini bertujuan
untuk menggali pemaknaan kearifan local dalam arsitektur terutama terhadap keterkaitan
manusia, budaya dan alamnya sebagai upaya mengenali kembali, menumbuh-kembangkan
cara berpikir serta sebagai upaya pelestarian (nilai-nilaimendasar) untuk masa yang akan
datang.

KAJIAN PUSTAKA

Pemaknaan Kearifan Lokal Secara etimologi, kearifan lokal berasal dari dua kata yakni;
lokal (local) yang berarti setempat yang menunjukkan ruang interaksi tempat peristiwa atau
situasi tersebut terjadi, sedangkan kearifan (wisdom) sama dengan kebijaksanaan atau dapat
diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan akal pikirannya untuk
menyikapi sesuatu kejadian, objek atau situasi. Secara umum makna local wisdom (kearifan
setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local), nilai-nilai, pandangan-
pandangan yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti
oleh anggota masyarakat (Antariksa, 2009). Dalam disiplin antropologi dikenal istilah local
genius dan juga cultural identity yang dipahami sebagai identitas atau kepribadian budaya
bangsa. Kearifan lokal dapat pahami sebagai nilai yang dianggap baik dan benar sehingga
dapat bertahan dalam waktu yang lama dan melembaga.

Dalam kehidupan tradisi-adat manusia terdapat pula suatu kearifan adat, yakni nilai-
nilai yang spesifik menjunjung adat dan tradisi di suatu wilayah tertentu. Kearifan adat
dipahami sebagai segala sesuatu yang didasari pengetahuan dan diakui akal serta dianggap
baik oleh ketentuan agama. Pergerakan secara alamiah terjadi secara sukarela karena
dianggap baik atau mengandung kebaikan. Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilai-
nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang ada.

Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun


kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan maupun produk budaya masa lalu yang patut
secara terusmenerus dijadikan pegangan hidup.

Kearifan lokal adalah nilai yang dianggap baik dan benar sehingga dapat bertahan
dalam waktu yang lama dan bahkan melembaga (Antariksa, 2009). Kearifan lokal merupakan
budaya yang dimiliki oleh masyarakat tertentu dan di tempat-tempat tertentu yang dianggap
mampu bertahan dalam menghadapi arus globalisasi, karena kearifan lokal tersebut
mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai sarana pembangunan karakter bangsa
(Yunus, 2014:37). Sedangkan menurut Judistira (2008:141) dalam Yunus (2014:38) kearifan
lokal merupakan bagian dari sebuah skema dari tingkatan budaya (hierakis bukan
berdasarkan baik dan buruk).

Dari berbagai macam pemahaman yang muncul, secara garis besar dapat dipahami
bahwa kearifan lokal berasal dari nilai budaya (tradisi, adat istiadat, sistem kemasyarakatan)
yang diciptakan oleh individu maupun kelompok berdasarkan pertimbangan lingkungan dan
kepercayaan masyarakat itu sendiri. Pada akhirnya menghasilkan sebuah nilai kearifan lokal
yang berwujud nyata (tangible) dan yang tak berwujud (intangible).

Nilai-nilai arif itulah yang kemudian secara terus-menerus dijalankan dan mampu
bertahan hingga sekarang, dilingkungan masyarakat setempat tersebut. Kearifan lokal dalam
kehidupan masyarakat memiliki dimensi yang luas. Kearifan lokal dimaksud dapat
melingkupi aspek sosial, budaya, ekonomi hingga ekologis. Kearifan lokal umumnya dapat
ditemukan dalam berbagai bentuk produk budaya seperti nyanyian, kidung, pepatah, sasanti,
petuah, semboyan, serta kitab-kitab kuno seperti primbon atau catatan yang dijadikan acuan
hukum adat atau pedoman oleh masyarakat tradisional. Jenis kearifan lokal meliputi tata
kelola, nilai-nilai adat, serta tata cara dan prosedur, termasuk dalam pemanfaatan ruang.

KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR DI THAILAND

Kearifan Lokal pada Fenomena Arsitektur Tropis di Thailand, ada pada ciri khasnya
yang mencerminkan tantangan untuk bertahan hidup di iklim yang ekstrim serta
mencerminkan masyarakat dan keyakinan agama di Thailand. Arsitektur Thailand juga
mendapatkan banyak pengaruh dari negara-negara tetangganya, yang juga telah menambah
variasi pada arsitektur regionalnya dalam bentuk bangunan tradisional dan agama. Bangunan-
bangunan bergaya Thailand, terutama bangunan zaman dulu, dibangun dengan konstruksi
yang mempertimbangkan keberadaan alam sekitarnya. merespon dari iklim, yang mana Iklim
di Thailand sendiri adalah beriklim Tropis. wujud arsitektur rumah tradisional Thailand,
khususnya rumah tradisional bangsawan kerajaan yaitu;

Phra Tamnak Daeng atau yang biasa dikenal dengan The Red House yang
saat ini terletak di kota Bangkok

Tampak pada bangunan Phra Tamnak Daeng ini memiliki teras yang beratap yang
mencegah dari paparan sinar matahari langsung, memiliki bukaan ventilasi yang lebar juga
banyak, memiliki banyak vegetasi di sekitar halaman. Saya simpulkan Kearifan Lokal
bangunan ini Yang merupakan bangunan Tradisional Di Thailand menerapkan ciri dari
fenomena Arsitektur Tropis.
KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR DI ITALIA

Arsitektur di Italia menganut Gaya bangunan Tuscan awalnya digunakan sebagai


tempat tinggal bangsa Etruscan yang berprofesi sebagai petani. Sebelum dikuasai oleh bangsa
Romawi, bangsa Etruscan dulunya memerintah Italia Tengah, Selain berhasil membuat
peradaban baru, bangsa Etruscan juga mengembangkan gaya bangunan dan teknik konstruksi
sendiri. Bangunan mereka pun tetap berdiri meski Kekaisaran Romawi mengambil alih Italia.
Bahkan, Kekaisaran Romawi pun menyukai dan menggemari unsur-unsur gaya yang dibuat
oleh bangsa Etruscan. Tidak hanya itu, Arsitektur Tuscan sendiri konon terinspirasi dari
arsitektur Yunani. Perbedaan antara kedua arsitektur ini adalah Yunani lebih sering
menggunakan batu, sedangkan Tuscan menggunakan kayu. Hal ini tentunya karena batu lebih
sering ditemukan di Yunani, sedangkan kayu lebih sering ditemukan di Italia.

Ciri Khas Arsitektur Tuscan


Berikut adalah beragam ciri khas arsitektur Tuscan:

1 Dinding Batu Tebal

Rumah bergaya khas Italia yang satu ini umumnya memiliki dinding batu tebal dan
tampak kokoh serta kuat. Dinding pada bangunan yang satu ini umumnya dibuat
menggunakan batu kapur, batu pasir, travertine, dan marmer. Hal ini membuatnya tampak
alami dan menyatu dengan alam sekitar.

2. Atap dan Ubin dari Tanah Liat

Tanah liat juga merupakan bahan lain yang umum ditemukan di tempat ini. Iklim yang
hangat membuat tanah liat sering ditemukan di bangunan serta dekorasi dari Italia. Dalam
gaya bangunan yang satu ini, tanah liat bisa kamu temukan di atap dan ubin lantai.

3. Ruang Tamu Outdoor

Karena iklim yang hangat, rumah-rumah akan dilengkapi dengan bukaan ke area luar
ruangan. Bahkan area ruang tamu arsitektur Tuscan terletak di luar ruangan seperti di teras
atau serambi.

4. Dinding Plesteran

Semen juga merupakan bahan bangunan yang sering ditemukan di Italia. Hal ini membuat
hampir semua rumah tertutup oleh dinding plesteran berwarna putih. Dinding plesteran
juga membuat udara di rumah terasa sejuk di siang hari.
5. Langit-Langit Bertekstur

Ciri khas lain yang bisa kamu temukan di gaya bangunan yang satu ini adalah plafon
bertekstur. Langit berkubah atau berpanel dengan balok terbuka memberikan kesan
ruangan yang unik pada arsitektur ini. Plafon dari kayu juga memberikan kesan alami pada
rumah.

6. Lantai Mozaik

Selain ubin terakota, lantai mozaik juga cukup umum ditemukan di gaya bangunan Italia
yang satu ini.

7. Palet Warna Arsitektur Tuscan

Terinspirasi dari alam Italia, palet warna arsitektur Tuscan terkenal alami dan
hangat.Warna-warna yang sering kamu temukan dalam gaya bangunan ini di antaranya
adalah

 krem,
 putih hangat,
 terakota,
 merah marun, dan
 burgundy.

8. Balkon Mezzanine

Balkon mezzanine di tengah rumah juga sering ditemukan di rumah-rumah Tuscan.


Umumnya, balkon bisa ditemukan di area ruangan yang memiliki plafon tinggi
1.
Pantheon, Roma, Italia

Kearifan lokal pada Pantheon adalah bangunannya yang ber ciri khas gaya Tuscan
dilihat dari warna, langit – langit dengan pillar yang tinggi dan bertekstur, serta material
tanah liat. Menunjukan bahwa bangunan ini berasal dari Italia.

KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR DI JEPANG

Sejak pemerintahan Edo berkuasa, yakni tahun 1600–1868, Jepang menutup diri dari
pengaruh dunia Barat. Keputusan itu tercermin pada pola arsitektur Jepang yang sangat
berbeda dengan kota-kota lain di dunia. Contoh jelasnya terlihat pada rumah-rumah di kota
kecil sepanjang jalur Nakasendo, misalnya di desa kuno Tsumago. Di sini, bangunan rumah
tinggalnya sangat didominasi corak arsitektur tradisional Jepang gaya Edo.

Di antara jalan-jalan setapak, ada banyak rumah-rumah yang menampilkan eksterior


taman gaya Jepang. Taman tidak hanya di depan rumah namun juga di belakang rumah.
Taman-taman ini banyak dihias kolam batu alam beserta bonsai, pancuran air dari bambu,
dan kerajinan bambu.

Melangkah ke dalam, kita akan melihat bangunan utama yang terbuat dari papan. Bila
kita lihat lebih jauh, rumah-rumah papan ini identik dengan kegiatan warga Jepang zaman
Shogun yang bermata pencarian bertani, berdagang, dan bisnis jasa.

Atap rumah Jepang umumnya ditindih batu untuk menahan agar tidak terbang tertiup
angin. Atap ini dilengkapi juga dengan talang air pada sisinya, yang berfungsi menyalurkan
air ke tanah. Talang ini terbuat dari bambu yang menunjukkan kecerdikan dan pemikiran
unsur teknis tukang bangunan masa Edo. Ruangan dengan lantai tanah, tatami, dan pondasi
batu alam yang ditindih bangunan bahan kayu juga menjadi salah satu ciri khusus.
Konstruksinya sederhana, dengan menerapkan prinsip “semakin sedikit, semakin baik”.

Prinsip ini sudah banyak diserap dalam seni arsitektur modern.

Dinding-dinding rumah Jepang cenderung polos dengan garis-haris geometrik. Dinding


dibangun tipis, nyaris tidak bermateri. Bahkan kertas pun masih dipakai untuk dinding-
dinding ruangan. Tidak aman memang dan sangat dingin di musim salju, tetapi ini dibuat
untuk membuat penghuninya tetap menyatu dengan alam. Dinding-dinding, lantai, dan
langit-langit dibiarkan polos tanpa hiasan apapun. Satu-satunya hiasan hanyalah permainan
garis-garis dan kotak-kotak lurus.

Pada ruang utama tempat penerimaan tamu, dibuat panggung kecil yang berdinding
mundur sebagai tempat keramat. Bagian ini adalah suatu fokus tempat orientasi diri
psikologis si pemilik rumah, yang disebut tokonoma. Ada beberapa lukisan pemandangan
atau bunga, namun kadang-kadang lukisan diganti dengan pajangan seni kaligrafi yang
indah, berisi syair atau puisi yang mengandug nilai kearifan atau pengetahuan budaya.

Denah rumah tradisional Jepang terbagi dalam ruang-ruang sederhana yaitu berbentuk
kotak atau persegi. Kesederhanaan ini tercermin dalam desain minimalis yang banyak
digandrungi saat ini. Namun kenyataannya, budaya arsitektur yang tersohor itu sebenarnya
sudah dikerjakan selama berabad-abad oleh para arsitek-arsitek zaman Shinto.

KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR DI BELANDA

Arsitektur Belanda menganut Gaya Indische Empire, adalah suatu gaya Arsitektur kolonial
yang berkembang pada abad ke 18-19.

Ciri - ciri khas gaya bangunan Indische Empire adalah:

 Bangunan memiliki denah berbentuk simetris penuh,


 Memiliki teras yang luas,
 Memiliki kolom bergaya Yunani,
 Antar serambi/ruang dihubungkan oleh koridor tengah,
 Pintu dan kosen menggunakan bahan utama kayu,
 Dan adanya penggunaan lisplank batu bermotif klasik di sekitar atap.

Contoh bangunan bergaya Indische Empire Style adalah :

Kearifan local Arsitektur Belanda pada rumah tinggal.


KEARIFAN LOKAL ARSITEKTUR DI MALAYSIA

Malaysia sebagai salah satu negara serumpun dengan Indonesia dan terletak di Benua
Asia memiliki keunikan dari segi kebudayaan. Salah satunya adalah karya arsitektur. Pada
beberapa hal terdapat kesamaan dari jenis material yang digunakan untuk mendukung wujud
fisiknya, bentuk

Dalam arsitektur, istilah vernakular itu sendiri digunakan untuk menyebut bentuk-
bentuk yang menerapkan unsur-unsur budaya, lingkungan termasuk iklim setempat yang
diungkapkan dalam bentuk fisik arsitektural (tata letak, denah, struktur, detail-detail bagian,
ornamen dan lain- lain), sejalan dengan regionalisme. Dengan batasan tersebut, maka
arsitektur tradisional adalah baik dalam bentuk permukiman maupun unit-unit bangunan di
dalamnya dapat dikategorikan dalam vernakular murni, terbentuk oleh tradisi turun temurun,
tanpa pengaruh dari luar. Desain vernakular adalah suatu desain yang mengambil bentuk-
bentuk arsitektur budaya setempat, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk-bentuk
arsitektur yang baru. Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
arsitektur vernacular Malaysia memiliki kemiripan dengan arsitektur tradisional di Indonesia
khususnya di daerah Pulau

Sumatera dan Kalimantan. Seperti layaknya arsitektur tradisional, rumah tradisional


Malaysia pun minim akan pemakaian furnitur di dalamnya, ini dikarenakan lebih banyak
mengutamakan kegiatan yang bersifat kebersamaan dan umumnya satu ruang digunakan
untuk beragam kegiatan (multifungsi) oleh banyak orang sehingga memerlukan tempat yang
lapang dan luas.

Contoh

Anda mungkin juga menyukai