Wahyu Prabowo
Doktor Arsitektur Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
22/500569/STK/00991
Abstraksi
Tidak bisa dipungkiri, Indonesia merupakan bekas jajahan bangsa eropa yang tentunya
memiliki ikatan budaya dengan bangsa eropa yang pernah mendiami negara ini. Pada masa
tersebut bangsa eropa akan mengalami proses adaptasi alami yang secara tidak langsung
membawa kebudayaannya ke indonesia khususnya kota surakarta, salah satunya dalam
bentuk arsitekturalnya. Dalam proses adaptasi tersebut terjadi asimilasi budaya yang
menyebabkan bangunan Eropa di Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda dengan
bangunan Eropa di Eropa. Dengan kemerdekaan bangsa Indonesia, kepemilikan dan fungsi
gedung-gedung tersebut beralih, baik kepada pemerintah Indonesia maupun kepada pribadi
atau milik perseorangan. Jika dilihat dalam skala yang lebih besar lagi, pemukiman kuno
yang telah berkembanng di Indonesia mempunyai ciri keberagaman yang sangat majemuk,
tentunya tidak hanya pemukiman yang berbasis pada pemukiman bangsa eropa saja, namun
pemukiman tradisional yang berbasis pada kaum pribumi yang bercorak kelokalan. Sudah
tentu pemukiman-pemukiman yang mempunyai nilai heritage tersebut mempunyai usia yang
sudah cukup tua dan perlu adanya sebuah tindakan pelestarian untuk menjaga nilai warisan
budayanya, supaya tidak terjadi penurunan atau degradasi nilai pemukiman heritage.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat perubahan apa saja yang terjadi dalam sebuah
pemukiman heritage dan faktor penyebabnya, kemudian menyimpulkan apakah terjadi
penurunan atau degradasi nilai pemukiman heritage.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia dengan sub pusat juga terhubung langsung
Ruang, dijelaskan yang dimaksud dengan c. Multi centered, terdiri dari beberapa pusat
Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat dan sub pusat yang saling terhubung satu
dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung d. Non centered, pada model ini tidak
terdapat node sebagai pusat maupun sub
pusat. Semua node memiliki hirarki yang umum. Bentuk tatanan fisik lingkungan
sama dan saling terhubung antara satu permukiman atau hunian juga dapat dipandang
dengan yang lainnya. sebagai satu kesatuan sistem yang terdiri dari
2. Pemukiman Traditional Spatial System, Physical System dan Stylistic
System. Spatial system berkaitan dengan
Untuk membentuk Struktur Ruang tidak
organisasi ruang yang mencakup hubungan
hanya orientation yang terpenting, tetapi juga
ruang, organisasi, pola hubungan ruang dan
objek nyata dari suatu identifikasi. Dalam
sebagainya. Physical system meliputi
suatu lingkungan, tempat suci berfungsi
penggunaan sistem konstruksi dan penggunaan
sebagai pusat yang selanjutnya menjadi
material, sedangkan stylistic system
orientasi dan identifikasi bagi manusia, dan
merupakan kesatuan yang mewujudkan
merupakan Struktur Ruang (Norberg-Schulz
bentuk, meliputi bentuk fasade, bentuk pintu,
1979 dalam Sasongko 2005:2-3). Tata nilai
bentuk jendela serta ukuran-ukuran ragam hias
menjadi salah satu pertimbangan penting di
baik di dalam maupun di luar bangunan
dalam Struktur Ruang masyarakat tradisional.
(Habraken1978, dalam Is, 1994 :25).
Kepercayaan bahwa roh leluhur ada di
Lingkungan hunian sebagai salah satu bentuk
puncak-puncak gunung yang tinggi
ruang arsitektur biasanya mencerminkan ide
menciptakan sumbu geografis imaginer.
dan gaya hidup masyarakat penciptanya.
Sumbu geografis ini memandang tempat yang
Masyarakat menterjemahkan ruang-ruang
memiliki posisi lebih tinggi memiliki nilai
yang berkaitan dengan fungsi publik dan ritual
ritual di atas tempat yang lebih rendah.
ke dalam lingkungan huniannya dengan cara
Tempat-tempat yang lebih tinggi ini disebut
yang berbeda dan membentuk variasi-variasi
sebagai hulu. Sementara arah yang
tertentu sehingga terbentuk pola yang beragam
berlawanan dengan arah gunung memiliki tata
(Waterson, 1990 : 43).
nilai lebih rendah disebut teben, (Mahaputra,
Terbentuknya lingkungan permukiman
2005).
dimungkinkan karena adanya proses
Berkaitan dengan penggunaan ruang tertentu pembentukan hunian sebagai wadah
bagi berbagai peristiwa ritual, Knowles fungsional yang dilandasi oleh pola aktifitas
(1996:96) menyatakan bahwa manusia dalam manusia serta pengaruh seting atau rona
segenap tindakannya selalu berkait dengan lingkungan baik yang bersifat fisik maupun
ritual, dimanapun dia berada dalam belahan non-fisik (sosial-budaya) yang secara langsung
bumi ini, dalam berbagai tipe masyarakat. mempengaruhi pola kegiatan dan proses
Beberapa ritual diurai sebagai atribut budaya, pewadahannya (Rapoport, 1990:9). Untuk
merupakan tindakan kolektif dalam ruang dapat memahami lingkungan hunian sebagai
fenomena fisik tampaknya akan menjadi lebih Mungkin konsep ini erat kaitannya dengan
jelas jika karakter kultur, pandangan dan tata "rumah" (bahasa sansekerta). karena pada
nilai masyarakat setempat dapat digali dan hakekatnya ruang hunian (rumah dan
ditemukan. Perbedaan atau persamaan suatu permukiman) hanya dapat diungkap dengan
kultur dengan kultur lainnya dapat dinilai dan baik, apabila dikaitkan dengan manusia yang
ditandai berdasarkan unsur-unsur universal menghuninya. Menurut Eko Budihardjo
dalam sistem kebudayaan yang terangkum (1984), rumah merupakan pengejawantahan
dalam 3 wujud, yaitu : diri pribadi manusia, yang mampu
1. Cultural System, yaitu wujud menampung dinamika manusia, dan bersifat
kebudayaan sebagai kompleks ide-ide, multi dimensional. Dengan peran multi
gagasan, nilai-nilai, norma-norma dan dimensional tersebut, rumah bukan hanya
peraturan yang bersifat abstrak. sebagai benda fisik, sebagai tempat berteduh
2. Social System, yaitu wujud saja, tetapi mencakup seluruh lingkungan
kebudayaan sebagai kompleks fisik dan sosial budaya secara luas dalam
aktifitas kelakuan yang berpola dari kehidupan manusia.
manusia dalam masyarakat. Permukiman secara harfiah mengandung arti
3. Physical System, yaitu wujud tidak sekedar fisik saja. Tetapi juga
kebudayaan benda-benda hasil karya menyangkut hal-hal kehidupan non fisik
manusia yang mempunyai sifat paling (Sujarto,1991:30). Pengertian ini
kongkrit, dapat diraba, diobservasi menunjukkan bahwa suatu permukiman atau
dan didokumentasikan atau disebut ‘human settlements' pada dasarnya
juga kebudayaan fisik. merupakan suatu bagian wilayah tempat,
Ketiga wujud kebudayaan tersebut memiliki dimana penduduk tinggal (bermukim),
urutan yang makin mewujud pada bentuk berkiprah dalam berbagai kegiatan kerja dan
kongkrit dan teraga dimulai dari cultural kegiatan usaha, berhubungan dengan sesama
system menuju social system dan akhirnya pemukim, sebagai suatu kesatuan
adalah physical system (Koentjaraningrat, masyarakat, memenuhi berbagai kegiatan
1990-26). kehidupan, serta memperoleh berbagai
kebutuhan kehidupannya. Budaya bermukim
3. Makna permukiman orang jawa
urban di Jawa tidak dapat dipisahkan dari
Bermukim hanya terjadi setelah dibangun proses dan pengertian tradisional, tentang
struktur yang dalam bahasa Jawa kuno bermukim urban dalam konteks negara.
disebut 'humah', artinya lantai yang Konteks ini membawa Jawa bukan sekedar
terlindungi oleh atap (Bagoes, 1995:25). memberi tempat perkembangan budaya,
tetapi juga peradaban kota (Bagoes, topografi abad ke-19 dan ke-20 di
1995:31). Indonesia. Katalog ini dapat diakses
III. Metode Penelitian melalui tautan
https://digitalcollections.universiteitleiden
Data yang akan digunakan dalam penelitian
.nl/maps-kitlv. Pada dasarnya penelitian
ini adalah data-data visual berupa peta lama
ini dilakukan untuk mengetahui
dan baru, data peta ini akan digunakan untuk
perubahan apa saja yang terjadi pada
mengetahui bagaimana perubahan bentuk
pemukiman heritage. Melalui
morfologi permukiman heritage di kota
perbandingan pet aini kita akan
Surakarta dari tahun ke tahun. Dengan
mengetahui bagaimana perkembangan
mengetahui perubahan bentuk pemukiman
pemukiman di kota Surakarta dari tahun
heritage yang ada di perkotaan diharapkan
ke tahun, dari yang semula merupakan
dapat diketahui bagaimana apakah terjadi
pemukiman yang berbenuk desa, yang
degradasi nilai heritage pada permukiman
terbentuk melalui konsep kearifan lokal,
heritage di kota Suurakarta. Selain data peta
sampai menjadi perkotaan yang sudah
yang akan diperbandingkan untuk
mengedepankan fungsional kota alih –
mendapatkan kondisi lingkungan
alih memperthankan bentuk pemukiman
permukiman heritage, data-data visual lain
kota yang masih memegang tradisi.
seperti foto bangunan lama dan saat ini. Hal
ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana
perubahan nilai heritage pada bangunan
heritage.
Pada foto diatas adalah foto yang diambil Foto diatas merupakan foto yang diambil
tahun 2022 melalui Google maps yang pada tahun 1900 pada saat kawasan
masih menampakkan salah satu bangunan kepatihan ini masih digunakan sebagai
kediaman dan kantor kepatihan patih degradasi nilai heritage yang terdapat
Keraton Kasunanan. Pemukiman yang pada lokus-lokus tersebut. Seperti halnya
terbentuk mengelilingi kantor kepatihan pada kawasan pasar Gedhe, yang awalnya
ini dan didominasi oleh abdi dalem merupakan fungsi campuran antara
keraton yang mengabdi pada kantor pemukiman dan ekonomi, saat ini hanya
kepatihan. menyisakan sedikit fungsi pemukiman
yang terselip diantara fungsi ekonomi.
Begitu pula yang terjadi di kawasan
Kepatihan, pemukiman yang awalnya
berada di sekitaran kediaman dan kantor
Kepatihan saat ini sudah berubah menjadi
perkantoran dan pertokoan, dan lagi – lagi
pemukiman berada diantara fungsi kantor
dan toko yang ada di kawasan
Gambar 10. Foto Kepatihan Tahun 2022 tersebut. Berbeda dengan dua lokus
Sumber : Gmaps 2022
sebelumnya, pada kawasan Loji wetan
Pada foto tahun 2022 diatas, terlihat sudah masih dipertahankan sebagai kawasn
sebelumnya berupa pemukiman saat ini dan ragam hias arsitekturnya. Secara nilai
pertokoan. Fungsi pemukiman masih memiliki nilai historis yang terlihat secara
terdapat di sebagian sisi kawasan, namun kasat mata, bahkan sesuai dengan Surat
kantor kepatihan sendiri saat ini sudah Keputusan Kepala Dinas Tata Ruang kota
tidak ada dan berganti menjadi kantor Surakarta Nomor 646/40/I/2014, kawasan
kawasan ini hanya meninggalkan nama budaya yang harus dijaga kelestariannya.