Oleh :
H. MASHADI
Materi Kuliah
Fakultas Pertanian
Universitas Islam Kuantan Singingi
Materi Pembelajaran
1. Pendahuluan
2. Philosofi Budaya
3. Pengertian dan Konsep Budaya
4. Pengertian Melayu
5. Pengertian Budaya/Tamadun Melayu
6. Tunjuk Ajar Budaya Melayu
7. Adat-istiadat Masyarakat Melayu
6.1 Pengertian Adat
6.2 Pembagian Adat
6.3 Fungsi Adat-istiadat
7. Adat-istiadat Melayu Bengkalis
8. Adat-Istiadat Melayu Siak Sri Indrapura
9. Adat-Istiadat Melayu Pekanbaru
10. Adat-Istiadat Melayu Dumai
11. Adat-istiadat Melayu Indragiri Hulu
12. Adat-Istiadat Melayu Kuantan Singingi
7. Adat-istiadat Melayu Kampar
8. Adat-istiadat Melayu Pelalawan
9. Adat-istiadat Melayu Rokan Hulu
10. Adat-istiadat Melayu Rokan Hilir
11. Adat=Istiadat Melayu Indragiri Hilir
12. Adat-istiadat Melayu Kepulauan Meranti
14. Institusi Budaya/Tamadun Melayu
7.1 Institusi Asli (Heritage Institution)
7.2 Institusi Buatan (Crafted Institution)
15. Tantangan Budaya/Tamadun Melayu
16. Pengembangan Kapasitas Budaya/Tamadun Melayu Dalam
Menghadapi Tantangan Zaman
17. Pengertian Pembangunan
18. Keterkaitan Budaya dengan Pembangunan
19. Pembangunan Budaya Melayu
1. Pendahuluan
Zaman
Peradaban/
Agama Tamadun
Umat manusia
Budaya
Nilai-Nilai
Norma-norma Karakter
Dalam Kamus Wikipedia, Budaya diartikan sebagai suatu cara hidup yang berkembang,
dan dimiliki bersama oleh sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Secara etimologis, budaya berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu dari kata buddhayah yang
berarti akal budi. Dalam hal ini budaya berarti kemampuan manusia untuk menggunakan
akal budi dalam mengelola sumber daya alam dan sumber daya sosial dalam suatu
masyarakat yang diwariskan secara turun-temurun sebagai suatu peradaban manusia.
Sedangkan Kebudayaan merupakan terjemahan dari bahasa Ingris yaitu kata culture, yang
berasal dari bahasa Latin yaitu colere yang berarti mengolah atau mengerjakan, dalam
konteks ini berarti mengolah tanah pertanian.
Menurut Koentjara Ningrat (1987) Kebudayaan adalah segala daya dan kegiatan manusia
untuk mengolah atau mengubah alam.
Menurut Selo Sumardjan (1965) Kebudayaan adalah sebuah hasil karya, rasa dan cipta
masyarakat.
3.2 Cakupan Budaya
Kedua, kebudayaan adalah suatu komples aktivitas pola tingkah laku manusia, perilaku,
upacara-upacara, serta ritual-ritual manusia dalam suatu masyarakat yang dapat
dirasakan dan dilhat. Contoh seperti sistem peribadatan, kesenian, olahraga
tradisional, mata pencaharian dll.
Ketiga, kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia yang bersifat dapat
dilihat, dirasa dan diraba. Wujud kebudayaan ini bersifat konkrit yang disebut
kebudayaan fisik atau material (material culture). Contohnya seperti bentuk
bangunan rumah (artsitektur), model apkaian, sarana transpotasi seperti; perahu,
kapal, alat pertanian, seperti; cangkul, parang, pisau, tombak, kapak, gergaji, linggis,
olahan makanan (kuliner) dll.
3.3 Unsur-unsur Budaya
Secara umum, unsur-unsur budaya yang terdapat dalam suatu masyarakat antara
lain :
1. Sistem pengetahuan
2. Sistem bahasa
3. Sistem sosial
4. Sistem mata pencaharian
5. Sistem teknologi dan peralatan
6. Sistem perilaku
7. Sistem religi dan kepercayaan
8. Sistem nilai
9. Sistem ekonomi
10. Sistem politik
11. Sistem kesenian
12. Sistem berpakaian
13. Adat-istiadat
14. Norma hukum
15. Tradisi dan kebiasaan dalam masyarakat
4. Pengertian dan Konsep Tamadun
Ruzaini Sulaeman (2008) dalam tulisannya Tamadun Islam dan
Tamadun Asia, menjelaskan, bahwa secara etimologis, Tamadun
berasal dari bahasa Arab, yakni dari kata Maddana, Mudun, Madain
yang berarti pembukaan bandar atau masyarakat yang mempunyai
kemajuan dari segi lahiriah dan rohaniah.
Dalam tarikh Islam, Ibnu Khaldun merupakan orang pertama yang
membuat kajian khusus tentang Tamadun pada kurun waktu abad
ke-14 dalam bukunya Al-Mukaddimah li Kitab al-I’bar wa Diwan al-
Mabtada’ wa al-Khabar fi Ayyam al-arab wa al-Ajam wa al-Babar.
Khaldun menggunakan istilah Umran sebagai merujuk pada kata
Tamadun yang kita pahami pada saat ini.
Sedangkan Hasbullah (2009) berpendapat bahwa pengertian Tamadun
dapat disamakan dengan Madani dan Civilization atau Peradaban.
Hasyim Wan Teh (2007:25) mengemukakan bahwa Tamadun dapat
didefinisikan sebagai sejumlah pencapaian dan pemerolehan dalam
segala perlakuan, pemikiran dan penciptaan yang baik, halus, sopan
santun bagi pembentukan pribadi, akhlak, tingkah laku serta budi bahasa
yang mulia bagi individu dan kelompok manusia yang membentuk
sebuah masyarakat, bangsa atau negara.
Selanjutnya Hasyim Wan Teh menjelaskan elemen-elemen dan asas
pembentukan masyarakat Tamadun adalah :
1. Penempatan manusia di suatu atau beberapa bandar yang strategis;
2. Stabilitas sistem sosial yang kontinyu;
3. Wujud organisasi dan institusi sosial yang eksis dalam bidang politik,
ekonomi, dan pendidikan secara teratur dan sistematik.
4. Adanya satu bahasa atau beberapa bahasa serumpun dengan sistem
tulisan yang tersendiri yang menjadi media komunikasi, perekaman,
penyampaian dan pewaris khazanah ilmunya;
5. Adanya sistem perundang-undangan yang teratur dan berwibawa untuk
mengawal perilaku dan tindak-tanduk anggota masyarakatnya;
6. Berkembangnya seni, falsafah dan teknologi.
Malik Bennebi (2001) membagi model masyarakat bertamadun menjadi tiga
bagian sebagai berikut :
1). Masyarakat Pratamadun (Mujtama’ Qabla al-Hadara)
Tahap kemajuan masyarakat dicirikan oleh pandangan yang belum matang
tentang materi, ide dan manusiawi. Ini bersamaan kehidupan jahiliyah yang
terpisah dalam kelompok-kelompok kecil yang setia kepada kafilah masing-
masing dibawah kepemimpinan tradisional. Interaksi sosial dalam
perkembangan masyarakat pratamadun ini sangat terbatas sehingga nilia-
nilai luar juga sangat terbatas.
2). Masyarakat Bertamadun ( Mujtama’ al-Mutahaddir)
Tahap kedua perkembangan masyarakat dicirikan oleh dominasi ide yang
melahirkan budaya hidup baru berteraskan Agama Islam yang masih
berada diperingkat kelahiran serta perkembangan awal. Pada aras
manusiawi, hubungan silaturahim, kerjasama dan interaksi sosial diperluas
merentasi batasan kafilah seperti yang ditunjukkan oleh rasa dan semangat
kekeluargaan antara Kaum Anshar (penduduk Madinah) dengan Kaum
Muhajirin yang hijrah dari Mekkah. Agama Islam muncul sebagai unsur
utama yang berfungsi sebagai pedoman perkembangan ide, intelek dan
ilmu, sistem politik, ekonomi dan sosial budaya secara keseluruhan.
3) Masyarakat Pasca Tamadun (Mujtama’ Ba’da al-Hadara)
Tahap ketiga perkembangan masyarakat ialah peringkat kejatuhan
setelah melalui kejayaan yang gemilang. Tahap ini dicirikan pada
kebekuan pada aras ide, pemusatan kepentingan pada pemimpin
semata-mata, penguasaan oleh paham sufisme, serta penguasaan dan
ketaksuban kehidupan masyarakat terhadap kekayaan material.
Tenas Effendy (2010:10) menjelaskan bahwa azas-azas Tamadun Melayu sebagai berikut :
1. Islami
orang Melayu adalah penganut Agama Islam dengan budaya Melayu yang Islami. Hal ini menjadi
prinsip dasar dalam kebudayaan Melayu sesuai dengan ungkapan Adat Melayu yang berbunyi “
Adat Bersendikan Syarak, Syarak Bersendikan Kitabullah”. Hal ini menandakan bahwa
Kebudayaan Melayu tidak bisa dipisahkan dengan ajaran Agama Islam, Islam merupakan jatidiri
Kemelayuannya.
2. Terbuka
Masyarakat Melayu sejak dari dahulu telah membuka diri bagi perkembangan kehidupan
masyarakat, berhubungan dengan bangsa-bangsa lain baik dalam bentuk hubungan dagang,
politik, pertahanan, maupun hubungan budaya. Bangsa Melayu adalah bangsa bahari atau
maritim yang pada umumnya bermukim disepanjang pesisir pantai, penduduknya hidup dari
berdagang dengan menggunakan kapal dan pelabuhan, sehingga pada abad ke- 7 Bahasa Melayu
sudah menjadi bahasa linguapranca.
3. Majemuk
sifat orang Melayu yang terbuka, santun bertimbang rasa, baik sangka dan rendah hati
menyebabkan kawasan Melayu banyak didatangi orang dari luar yang akhirnya bertempat tinggal
dan hidup di kawasan ini. Lambat laun menjadikan kawasan Melayu sebagai kawasan yang
majemuk dan kebudayaannyapun majemuk, justru hal inilah yang menjadi ciri Kemelayuan.
Masyarakat Melayu menghargai keberagaman suku, bahasa, bangsa, dan bahkan agama yang
mendiami kawasan Melayu, nemun tetap saling menghargai, toleransi yang berada dalam bingkai
persebatian Melayu.
7. Nilai-nilai Luhur Budaya Melayu
Gurindam Duabelas menjadi pegangan bagi Masyarakat Melayu sampai sekarang,
dari Gurindam Duabelas ini dapat diambil tunjuk ajar Melayu berupa nilai-nilai
luhur sebagai kearifan lokal Masyarakat Melayu. Tenas Effendy (2010:8) bahwa
nilai-nilai luhur Tamadun Melayu dapat dikemukakan sebagai berikuit :
1. Keterbukaan
2. Kemajemukan
3. Persebatian Melayu
4. Tenggang –menenggang
5. Gotong-royong
6. Perasaan senasib sepenanggungan
7. Budaya malu
8. Bertanggung jawab
9. Adil dan benar
10. Berani dan tabah
kemudian nilai-nilai luhur ini dalam perkembangannya seseua dengan kondisi sosial
dan dinamika kehidupan masyarakat mengandung nilai-nilai lanjutan, antara lain :
1. Pandai memanfaatkan waktu
2. Rajin dan tekun
3. Berpandangan jauh kedepan
4. Hemat dan cermat
5. Amanah
Agar tidak terombang-ambing oleh perkembangan zaman, maka nilai-nilai luhur Tamadun Melayu itu
perlu melekat dan mendarah daging pada setiap orang Melayu, siang dijadikan tongkat dan malam
dijadikan suluh oleh seorang ataupun suatu kaum dan puak. Nilai-nilai itu menjadi jatidiri orang Melayu
yang dapat dirinci sebagai berikut :
1) Beragama Islam
Adapun orang Melayu itu ditandai oleh : Islam agamanya, Melayu adat resamnya, dan Melayu
bahasanya
2) Adat- Istiadat
Adat Melayu Bersendikan Syarak, Syarak Bersendikan Kitabullah
Syarak yang mengata, adat yang memakai
Apabila betelikai Adat dengan Syarak, maka tegakkanlah Syarak
3) Keterbukaan
Apa tanda orang terpuji, buka kulit tampak isi
Sesuai cakap dengan hati, sesuai sumpah dengan janji
Sesuai kelakuan dengan budi pekerti
4) Kemajemukan
Apa tanda Orang Melayu, hidup sekampung berbilang suku
Hidup se negeri beri-memberi
Hidup sebangsa bertenggang rasa
5) Sopan santun
Apa tanda orang Melayu, hidup penyantun perangai sopan
6) Bersangka baik
Apa tanda Melayu terbilang, bersangka baik kepada orang
Berburuk sangka itu dipanatangkan, hatinya ikhlas muka belakang
7) Bertimbang rasa
Adat hidup orang berbangsa, berdada lapang bertimbang rasa
8) Amanah
Apa tanda Melayu bermarwah, hidup matinya memegamg amanah
Ttat setia memegang sumpah, menunaikan janji tahan dilapah
9) Tahu diri
Tahu dir dengan perinya
Tahu duduk dengan tegaknya
Tahu susun dengan letaknya
Tahu alur dengan patutnya
10) Berani dan Tabah
Apabila hidup hendak terpuji, menegakkan yang hak harus berani
apabila hidup hendak bermakna, menghadapi ujian hendaklah tabah
11) Percaya diri
Apa tanda Melayu Jatii
percaya diri berbulat hati
percaya tidak berbelah lagi
12) Rendah hati
adat orang opercaya diri, jangan sombong dan congkak hati
Menghormati orang ia teliti
Memuliakan orang ia taati
13) Memuliakan Ilmu Pengetahuan
Apabila ingin hidup sejahtera, banyakkan ilmu didalam dada
Apabila derajat ingin tinggi, ilmu pengetahuan hendaklah terus dicari
14) Pandai Memanfaatkan Waktu
Apabila hidup hendak terpandang, masa dan waktu janganglah dibuang-buang
Apabila hidup ingin bahagia, pergunakan waktu yang telah ada
15) Berwawasan luas
Apabila hidup hendak terpandang, berwawasan luas, berdada lapang
Arif menyimak masa mendatang, bijak menengok masa yang hilang
Cermat mengira beban dan hutang, cerdik menakar muka belakang
16) Berbahasa Melayu
Orang berbangsa memulaikan bahasa
orang beradat ke bahasanya ia hormat
orang terbilang ke bahasanya ia sayang
17)Musyawarah dan Mufakat
Apa tanda kaum bermarwah, hidup selalu bermusyawarah
18) Persebatian
Yang disebut Melayu jati, hidup bersam berpadu hati
8. Prinsip-prinsip Tamadun Melayu
Hasyim Wan Teh (2001:132-136) mengemukakan 10 prinsip Tamadun Melayu sebagai berikut :
1. Agama sebagai Teras
Agama mesti dijadikan sandaran utama dalam membangun nilai-nilai kehidupan berbangsa dan
bernegara. Dengan demikian, etika dan moralitas dijunjung tinggi dalam penyelenggaraan kekuasaan
negara. Hal tersebut mempunyai makna bahwa kehidupan beragama tidak bisa dipisahkan dalam
kehidupan bernegara, dengan kata lain, Tamadun Melayu tidak membenarkan sekularisme.
2. Pemerintahan Demokratis VS Neo- Feodalisme
Pemerintahan demokratis yang memperoleh suara terbanyak mayoritas dari rakyat dalam pemilihan
umum merupakan lawan dari pemerintahan diktator atau neo-feodalisme yang hanya berpusat pada
seorang penguasa. Walaupun Bangsa Melayu menjadi teraju utama, tetapi kekuasaan ditangan orang
Melayu digunakan untuk berlaku adil terhadap semua kaum.
3. Ketinggian Bahasa dan Budaya
Kejayaan dalam bidang material mestilah diimbangi dengan kejayaan aspek rohani berupa bahasa sebagai
sarana utama dalam berkomunikasi yang menjadi ciri khas budaya suatu bangsa. Ketinggian bahasa dan
budaya berfungsi untuk memperkokoh jatidiri sebagai suatu masyarakat yang mempunyai tamadun.
4. Etika Kepemimpinan
Tamadun Melayu memberikan perhatian yang sangat tinggi terhadap pemimpin.
Pemimpin adalah tatanan yang berperan untuk membina dan memberikan corak masa
depan suatu bangsa. Tamadun Melayu memberikan prinsip-prinsip kepemimpinan antara
lain ; keimanan, kesetiaan, kejujuran, keadilan, keberanian, keterbukaan dan
kebijaksanaan.
5. Pembangunan Ekonomi dan Keadilan Sosial
Pembangunan ekonomi mesti diimbangi keadilan sosial dengan memperkecil jurang perbedaan antara
kelompok kaya dengan kelompok miskin yang disusun dengan berbagai program pemberdayaan
ekonomi kerakyatan
6. Masyarakat Penyayang Dalam Institusi Keluarga dan Peningkatan Integrasi Sosial (Asabiyah)
Salah satu ekses dari industrialisasi di Eropa dan Amerika ialah kewujudan fenomena individualisme
dan keruntuhan institusi keluarga. Gejala ini mesti dibendung dengan peningkatan usaha untuk
memperkokoh institusi keluarga dan peningkatan integrasi individu kedalam kelompok sosial melalui
penerapan prinsip-prinsip dan nilai-nilai masyarakat penyayang.
7. Masyarakat Berilmu dan Kesadaran Civil
Masyarakat yang bertamadun adalah masyarakat yang cinta terhadap ilmu pengetahuan dan kesadaran
civil. Dengan ilmu pengetahuan akan dapat mengelola berbagai potensi sumber daya alam dan sumber
daya manusia untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran. Dengan demikian Tamadun
Melayu akan dapat menguasai kemajuan teknologi dan perkembangan zaman.
8. Peranan Cendikiawan
Cendikiawan adalah kelompok orang yang merasa terpanggil untuk memperbaiki masyarakat,
menangkap aspirasi mereka, merumuskan dalam bahasa yang dapat dipahami setiap orang,
menawarkan strategi dan alternatif pemecahan masalah. Tamadun Melayu meletakkan cendikiawan
pada kedudukan yang tinggi dan mempunyai peranan penting dalam menentukan arah perkembangan
masyarakat kedepan. Pendapat dan pemikiran cendikiawan senantiasa menjadi pertimbangan bagi
penguasa dalam setiap mengambil keputusan.
9. Kekuatan Pertahanan
Setiap negara dan bangsa yang meningkat maju mestilah membangun sistem
pertahanan yang kuat untuk mempertahankan diri dan bangsanya dari serangan
musuh. Pertahanan yang kuat ini dimaksudkan agar dihormati dan dihargai oleh
bangsa lain sehingga dapat urut serta dalam menjaga perdamaian dunia.
10. Alam Sekitar Sebagai sahabat
Tamadun Melayu mengajarkan agar manusia tidak rakus dan tidak tamak dalam
mengelola sumber daya alam (hutan, bukit, sungai, danau, minyak bumi, batu bara,
tambang emas, perak, granit, lautan serta udara) merupakan karunia dari Allah
SWT, yang mesti dikelola secara arif dan bijaksana sehingga memberikan manfaat
dan keberkahan dalam menunjang kehidupan umat manusia dan mahluk hidup
lainnya secara turun-temurun dari generasi ke generasi.
9. Adat-Istiadat Masyarakat Melayu
9.1 Pengertian Adat
Menurut Hasbullah (2009:159) kata adat berasal dari bahasa Arab, yaitu “adah” yang berarti perkataan
atau perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam waktu yang lama. Adat mempunyai
pengertian yang sama dengan kata ‘urf yang berarti kebiasaan atau tradisi yang berlangsung dalam
kehidupan suatu suku, kabilah atau masyarakat tertentu. Kata al-’urf banyak terdapat dalam Al-Qur’an .
Menurut Baidhawi, ‘urf diartikan sebagai perangai baik, baik hati dan amalan yang diterima. Rasyid Rida
menafsirkannya sebagai suatu kebiasaan yang sesuai dengan keadaan dan layak dalam kehidupan.
Menurut Ghalib (1985) dalam Masyarakat Melayu Adat dipahami sebagai ketentuan-ketentuan yang
mengatur tingkah laku dan hubungan antara anggota masyarakat dalam segala segi kehidupan. Dalam
fiqh Islam, ‘urf berarti sebagi sesuatu yang dibiasakan manusia dalam urusan mua’malah. Ibnu Abidin
memberikan arti ‘urf sebagai sesuatu yang telah membudaya, ketetapan yang dilakukan berulang-ulang
kali dan diterima logika, sesuai dengan tabiat yang sehat. Sobhi Mahmasani mengemukakan bahwa ‘urf
adalah sesuatu yang dibiasakan oleh rakyat umum dan golongan masyarakat.
Sedangkan dalam Adat Minangkabau, menurut Amir, MS (1997:14) Adat adalah suatu konsep kehidupan
yang disusun oleh nenek moyang dalam bentuk petatah-petitih berisi nilai-nilai, norma-norma , falsafah
hidup, dan hukum-hukum sebagai peraturan hidup sehari-hari yang harus dipatuhi oleh anak cucu
kemenakan yang bertujuan untuk mencapai suatu kehidupan yang bahagia dunia dan akhirat.
Adat juga dipahami sebagai tatanan kehidupan yang mengandung nilai-nilai dan norma-norma sebagai
suatu pola tingkah laku dalam masyarakat untuk mewujudkan ketertiban dalam kehidupan
bermasyarakat.
Dengan demikian, Adat dapat diartikan sebagai tatanan kehidupan yang disusun oleh
nenek moyang berupa nilai-nilai dan norma-norma sosial yang disepakati bersama
dalam bentuk petatah-petitih baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur
tingkah laku individu dan hubungan antara anggota masyarakat , sebagai suatu
kebiasaan yang berlangsung secara terus-menerus dalam waktu yang lama dan
secara sosiologis bersifat mengikat pada suatu kaum atau masyarakat tertentu yang
bertujuan untuk membangun ketertiban dalam masyarakat.
Ketentuan-ketentuan adat berupa nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat
mengikat yang menjadi anutan bagi masyarakat secara turun-temurun serta
mempunyai sanksi terhadap yang melanggar disebut dengan Hukum Adat,
sedangkan ketentuan-ketentuan adat yang berisi nilai-nilai dan norma-norma anutan
masyarakat yang bersifat mengikat tetapi tidak mempunyai sanksi yang tegas
terhadap yang melanggarnya disebut dengan Adat-Istiadat.
Ketentuan-ketentuan adat yang berisi nilai-nilai dan norma-norama adat itu
senantiasa dijaga dan dipelihara oleh suatu komunitas masyarakat tertentu untuk
membangun ketertiban masyarakatnya, institusi yang menjaga dan memeliharan
ketententuan-ketentuan serta tatanan adat itu disebut Pemangku Adat. Dalam
masyarakat Adat Perpatih, pemangku adat terdiri dari Penghulu, Dubalang, Menti,
Tungganai atau dengan sebutan lainnya, sedangkan dalam masyarakat adat
Ketemenggungan para pemangku adat dipegang oleh Penghulu dan Bathin atau
dengan sebutan lainnya.
9.2 Pembagian Adat
Kebiasaan yang teradapat dalam masyarakat yang dilakukan secara berulang-ulang itu mengandung
norma-norma yang tidak sama tingkatannya. Dalam Masyarakat Melayu, Adat sebagai norma bersifat
mengikat, sekalipun daya ikat norma-norma adat itu berbeda-beda, mulai dari yang kuat, yang
sedang dan yang lemah daya ikatnya.
Secara sosiologis, norma adat yang menjadi anutan Masyarakat Melayu dibagi dalam tiga tingkatan
yaitu :
(1) Adat Sebenar Adat, yaitu prinsip Adat Melayu yang tidak bisa diubah atau diganti dengan yang lain.
Hal ini jelas dikatakan dalam pepatah adat yang tersimpul dalam ungkapan
“ Adat bersendikan syarak, syarak bersendikan Kitabullah”
Adat sebenar adat yaitu Al-Qur’an dan dan Sunnah Nabi Miuhammad SAW. Ungkapan pepatah
tersebut menunjukkan suatu pandangan bahawa agama Islam dijadikan pegangan atau pedoman
utama dalam menjalani kehidupan di dunia, dengan demikian segala ketentuan-ketentuan adat yang
bertentangan dengan syarak tidak boleh dipakai lagi dan digantikan hukum syarak, sebagaimana
petatah-petitih adat sebagai beriokut :
Adat turun dari syara’
Diikat dengan hukum syari’at
Itulah pusaka turun temurun
Warisan yang tak putus oleh cencang
Yang menjadi galang lembaga
Yang menjadi cindai dengan pakaian
Yang digenggam dipeselimut
Itulah adat sebenar adat
(2) Adat yang diadatkan
Gahlib (dalam Hasbullah2009:167) menyatakan bahwa adat yang diadatkan adalah adat yang dibuat oleh
penguasa pada suatu kurun waktu dan adat itu terus berlaku jika tidak diubah oleh penguasa berikutnya.
Adat yang diadatkan merupakan ketentuan yang berisi suruhan dan tegahan atau pantangan didalam
komunitas sendiri. Hal ini sesuai dengan pepatah sebagai berikut :
Adat yang diadatkan, adat yang turun dari raja
Adat yang datang dari datuk, adat yang cucur dari penghulu
Adat yang datang kemudian
Adat yang diadatkan ini dapat diubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman, siatuasi dan kondisi
sosial masyarakat, sebagaimana yang dinyatakan oleh Gazalie Syafie (2001:152) Tamadun Melayu itu
senantiasa boleh dilentur dan menyerap nilai-nilai baru menyaingi zaman. “Sekali raja bertukar, sekali adat
berikut”. Sekiranya Tamadun Melayu tidak menyahut cabaran zaman, maka Masyarakat Melayu akan kaku
dan cicir. Perubahan itu terjadi karena untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman dan
perkembangan pandangan dari pihak penguasa.
Adat yang diadatkan ini dapatlah disamakan dengan Peraturan Pelakasana ketentuan adat. Adat yang
diadatkan ini dibuat berdasarkan mufakat dan musyawarah, tetapi ia tidak boleh bertentangan atau
menyimpang dari ketentuan adat sebenar adat. Hal ini sesuai dengan pepatah :
Putus mufakat adat berubah
Bulat kata adat berganti
Sepanjang kain ia lekang
Beralih musim ia layu
Bertukar angin ia melayang
Bersalin baju ia tercampak
Adat yang dapat dibuat-buat
Pada awalnya, adat yang diadatkan mengatur hak-hak istimewa para penguasa seperti
raja, kaum bangsawan atau orang-orang yang memiliki kedudukan seperti
keturunan tengku, wan, orang kaya, datuk, syarif, said dan juga masyarakat awan.
Peraturan ini meliputi bentuk rumah, bentuk dan warna pakaian, serta atribut-
atribut yang digunakan dalam upacara, baik dalam perkawinan, kelahiran,
kematian, maupun dalam kehidupan ekonomi.
Dalam perjalanan sejartah perkembangan Masyarakat Melayu, adat yang diadatkan
ini mengalami berbagai perubahan dan variasi. Hal ini terjadi karena dikawasan
bumi Melayu terdapat banyak kerajaan, baik besar maupun kecil yang menerapkan
adat-istiadat sesuai dengan kondisi sosial masyarakatnya.
Adat yanag diadatkan juga mengatur kegiatan ekonomi masyarakat, terutama
tentang penggunaan lahan tanah sebagai modal utama mata pencaharian di sektor
pertanian sebagai penghidupan masyarakat. Menurut Ghalib, dalam lapangan
kehidupan ekonomi masyarakat dibuat ketentuan yang mengatur tentanag adat
hutan tanah, adat berladang, dan adat beternak. Mengenaqi adat hutan tanah
dibuatlah ketentuan tentang tanah ulayat, yaitu bagaimana asas suatu wilayah
mengenai hutan tanah, baik itu menyangkut aturan pengambgilannya maupun hasil
yang didapt dari hutan tersebuit.
Contoh dari adat yang diadatkan ini adalah mengatur tentang pembagian tanah ulayat.
Apabila ada masyarakat yang mengambil bagian dari hasil tanah ulayat diwajibkan
memberikan bagian kepada pemangku adat yang jumlah bagiannya ditentukan oleh
masing-masing penghulu dan dubalang, sebagaimana yang dijelaskan dalam
ungkapan adat sebagai berikut :
Karimbo babuah kayu
kasungai babuah pasier
Maksudnya adalah, apabila ada warga masyarakat yang mengambil kayu atau hasil
hutan berupa lebah madu, rotan, manau harus memberikan sebagai dari hasilnya
kepada pemangku adat untuk selanjutnya dijadikan simpanan suku atau kenegerian.
Ketentian adat yang diadatkan ini djaga oleh para dubalang, dan apabila ada orang
yang mengambil hasil alam tanah ulayat secara tanpa izin akan dikenakan hukum
berupa sanksi adat.
contah lain dari adat yang diadatkan ini adalah ketentuan adat tentang lubuk
larangan, yang melarang warga masyarakat mengambil ikan disungai, danau atau
lubuk yang menjadi kewenangan pemangku adat, lubuk larang hanya boleh dipanen
dalam setahun sekalai oleh seluruh masyarakat secara bersama-sama dan hasilnya
dibagikan kepada masyarakat secara merata.
3) Adat Yang Teradat
Adat yang teradat merupakan konsensus bersama yang dirasakan cukup baik
sebagai pedoman untuk menuntun sikap dan tindakan dalam menghadapi setiap
peristiwa dan masalah dalam kehidupan bermasyarakat. Konsensus itu dijadikan
pegangan bersama dalam suatu komunitas tertentu sehingga menjadi kebiasaan
yang turun-temurun.
Adat yang teradatkan inipun dapat berubah-ubah sesuai dengan nilai-nilai dan
norma-norma yang berkembang ditengah-tengah masyarakat. Walaupun Adat yang
teradatkan ini disepakati bersama sebagai suatu konsensus yang mesti diikuti oleh
masayarakat, namun adat yang diadatkan ini tidak boleh bertentang dengan adat
sebenar adat.
Adat yang teradatkan merupakan hukum yang tidak tertulis yang diwariskan secara
turun-temurun, baik dalam bentuk undang-undang, ungkapan adat maupun
petatah-petitih.
Contoh dari dari adat yang teradatkan ini adalah masalah kawin sesuku. Dalam
masyarakat adat yang menganut adat Perpatih yang bersifat matriakhat, kawin
sesuku dilarang karena dianggap masih dalam satu keluarga, dan apabila ketentuan
ini dilanggar maka orang yang melanggar ketentuan adat yang teradatkan ini harus
membayar denda, atau diasingkan dari kampung.
9.2 Fungsi Adat Dalam Tamadun Melayu
Adat sebagaimana dikemukakan sebelumnya, merupakan peraturan hidup sehari-hari. Sebagai peraturan
hidup, dengan sendirinya adat mengikat orang per-orang dan masyarakat untuk tunduk dan mematuhinya,
kalau tidak demikian, maka adat tersebut hanya akan menjadi “semboyan dibibir” dan tak punya arti dan
fungsi apa-apa, untuk itu, agar adat-istiadat ini tetap terjaga dari generasi ke generasi, maka setiap
masyarakat adat mesti menjaga dan melaksanakan fungsi adat sebagaimana mestinya sebagai jatidiri suatu
masyarakat.
Adapun fungsi adat dalam Tamadun Melayu dapat dikelompokan sebagai berikut :
1. Fungsi Adat dalam lingkungan pemerintahan
Dalam linglkungan pemerintahan, Adat berfungsi sebagai undang-undang yang mengatur pemerintahan.
Dalam Adat Perpatih, fungsi adat dalam lingkungan pemerintahan memuat tentang (1) undang-undang
luhak dan rantau, (2) undang-undang tentang pembentukan kenegerian. Sedangkan dalam Masyarakat Adat
Ketemenggungan, norma adat berfungsi sebagai undang-undang yang mengatur tentang kedudukan raja,
susunan dan sistem pemerintahan kerajaan, dan kedudukan negeri -negeri taklukan. Dalam sistem
perintahan Kerajaan Siak Sri Indrapura, udang-undang ini disebut dengan Bab al-Qawaid.
2. Fungsi Adat dalam Lingkungan Masyarakat
Nilai-nilai dan norma-norma adat berfungsi untuk mengatur hubungan antar individu dalam masyarakat.
Sebagai sebuah konsep tatanan kehidupan (folksway) maka Adat Istiadat berfungsi sebagai ketentuan-
ketentuan yang mengatur pergaulan hidup sehari-hari dalam kehidupan bermasyarakat. Aturan ini berupa
norma sopan-santun , sikap mengahadapi orang yang lebih tua, yang lebih muda, yang sebaya, atau sikap
berhadapan dengan pemerintah. Sikap dan tingkah laku yang diajarkan dalam adat-Istiadat Melayu dalam
pergaulan hidup sehari-hari antara lain berupa : (1) tahu diri, (2) sadar diri, (3) sadar diuntung, (4) harga diri.
Dengan menggunakan norma-norma dan nilai-nilai adat-istiadat tersebut, maka akan terjadi interaksi yang
harmonis dalam masyarakat, sehingga dapat menghindari berbagai konflik. Adat dalam lingkungan
masyarakat ini terdiri dari adat persukuan, adat sekampung, adat perkawinan dan adat waris.
10. Pembagian Kultur Masyarakat adat Melayu Riau
Kulltur masyarakat memiliki peran strategis dalam kehidupan soasial baik secara lokal maupun nasional.
Kultur Masyarakat merupakan modal bangsa dalam menentuikan corak pergaulan dengan bangsa lain.
Sekurang-kurangnya kultur berfungsi sebagai saringan (filter) terdepan dalam menghadapi nilai-nilai
budaya asing yang masuk ke suatu daerah.
Kultur mengandung pengertian dan ruang lingkup yang amat luas, didalamnya terkandung nilai-nilai luhur
ajaran agama, adat--istiadat, dan norma-norma sosial yang dapat dijadikan modal dalam melaksanakan
pemerintahan, pembangunan dan pelayanan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pada saat ini secara kultur, Provinsi Riau merupakan daerah yang heterogen terdiri dari berbagai suku
bangsa, antara lain; Melayu, Minang, Batak, Jawa, Sunda, Bugis, Cina, Banjar dan Madura. Secara kompisi,
suku Melayu sebagai suku masyarakat tempatan merupakan suku yang terbesar dan tersebar diseluruh
wilayah Provinsi Riau. Namun dalam hubunganya dengan suku-suku lain, Masyarakat Melayu dapat
menerima kehadiran suku-suku lain sebagi suatu persebatian.
Dalam kultur Masyarakat Melayu terkandung norma dan nilai moral dalam setiap ungkapan yang mampu
memyimpul dan membakukan nilai-nilai utama adat dan budaya. Lazimnya ungkapan dijalin dengan bahasa
yang indah serta sarat dengan simbol dan makna. Dengan demikian nilai-nilai budaya Melayu intinya
bersumber dan berdasarkan nilai-nilai ajaran Agama Islam dapat dipateri, dan dirangkai kedalam
ungkapan, baik berupa pantun, gurindam, petatah-petitih, bidal, ibarat, perumpamaan dan sebagainya.
Ungkapan-ungkapan itulah selanjutnya disebarluaskan ketengah-tengah Masyarakat Riau secara turun-
temurun.
11. Institusi Tamadun Melayu
Secara teoritis, institusi Tamadun Melayu terbagi menjadi dua, yaitu : (1) Institusi asli pemerintahan lokal (local
indegeneous institutions), dan (2) Institusi Buatan (crafted institutions). Kedua jenis institusi Tamadun Melayu ini
dapat dielaborasi sebagai berikut :
11.1 Institusi Asli Pemerintahan Lokal (local indegeneous institutions)
Merupakan kelembagaan asli Masyarakat Melayu yang telah ada sejak masa nenek moyang Suku Melayu, tumbuh
dan berkembang serta tetap bertahan sampai sekarang sebagai nilai-nilai luhur dan kearifan lokal Tamadun
Melayu.
Dalam Masyarakat Adat Ketemenggungan seperti di Siak Sri Indrapura, Institusi Tamadun Melayu berpedoman
kepada Kitab Bab al-Qawaid sebagai pegangan dalam penyelenggaraan pemerintahan adat yang disusun pada
masa pemerintahan Sultan Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin Tahun 1889. Bab al-Qawaid berati pintu sebagai
pegangan yang berisi peraturan perundang-undangan terdiri dari duapuluh bab.
Kitab Bab al-Qawaid berisi tentang ;
(1) Sistem pemerintahan Kerajaan Melayu Siak;
(2) Sejarah Kerajaan-kerajaan Melayu;
(3) Undang-undang Kerajaan Siak;
(4) Lembaga-lembaga kerajaan;
(5) Sistem pemerintahan wilayah taklukan;
(6) Batas-batas wilayah kerajaan;
(7) Kewenangan lembaga-lembaga kerajaan;
(8) Nama-nama suku;
(9) Kuasa masing-masing suku;
(10) Sistem pentadbiran terhadap masyarakat;
(11) Peraturan berdagang;
(12) Norma-norma yang mengatur kehidupan bemasyarakat.
Institusi asli pemerintahan lokal yang terdapat dalam Kitab Bab al-Qawaid adalah :
1. Sultan;
2. Kerapan Tinggi yang langsung dipimpin oleh Sultan;
3. Mufti;
4. Menteri-menteri
5. Panglima Perang Datuk Laksmana
6. Hakim polisi yang mengadili perkara-perkara yang berkaitan dengan ketentraman masyarakat;
7. Hakim syar’i yang mengadili perkara-perkara yang berkaitan dengan agama;
8. Hakim kepala suku atau hinduk-hinduk;
9. Qadi yang bertugas dalam hal ikhwal nikah kawin;
10. Imam negeri taklukan;
11. Penghulu Balai yang bertugas dalam menegakkan aturan kerajaan.
Dari penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa sistem pemerintahan di Karajaan Siak Sri Indrapura telah mempunyai
peraturan perundang-undangan secara tertulis (constitution) yang menjadi dasar dalam membentuk segala
lembaga pemerintahan beserta perangkat-perangkatnya dan kewenangan yang melekat padanya. Hal ini
menunjukkan bahwa perkembangan Tamadun Melayu secara sistem ketatanegaraan telah cukup maju sejak
masa dahulu.
Adanya lembaga-lembaga kerajaan tidak berdiri begitu saja, tetapi memiliki nilai-nilai yang berkembang dalam
masyarakat . Sultan merupakan kepala negara sekaligus kepala pemerintahan adalah pemegang kekuasaan
tertinggi, tetapi dalam menjalankan pemerintahan Sultan tidak bisa bertindak secara semena-mena, karena
segala keputusan yang diambil terlebih dahulu dimusyawarahkan dalam Majils Kerapatan Tinggi yang
beranggotakan para Hakim, Mufti, Panglima Kerajaan, Imam Kerajaan, para Datuk pemimpin wilayah taklukan,
dan Penghulu Balai.
Hal ini membuktikan bahwa pada masa pemerintahan Kerajaan Siak Sri Indrapura, sudah dilaksanakan musyawarah
dan mufakat dalam pengambilan keputusan sebagai perwujudan dari nilai-nilai demokrasi.
SULTAN KERAPATAN TINGGI
IMAM
HINDUK- PENGHULU
NEGERI
HINDUK BALAI
TAKLUKAN
11.2 Institusi Buatan
a) Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR)
b) Dunia Melayu Dunia Islam (DMDI)
12. Tantangan Budaya Masyarakat Melayu
13. Pengembangan Kapasitas Tamdun Melayu Dalam Menghadapi
Tantangan Zaman
Tamadun Melayu melingkupi semua kehidupan manusia, baik dalam bidang
politik, pemerintahan, ekonomi, sosial, dan budaya. Dalam bidang politik
sistem demokrasi merupakan pilihan yang dianggap ideal dalam
membangun masyarakat, karena sesuai dengan azas masyarakat Melayu
yaitu musyawarah dalam mengambil keputusan.
______________________________
Daftar Pustaka
Effendy, Tenas, 2004, Tunjuk Ajar Melayu, Butir-butir Budaya Melayu Riau,
Yogyakarta, Adicita
Ismail Hussein, Wan Hasyim Wan Teh, Gazali Syafie, 1997, Tamadun Melayu
Menyongsong abad Keduapuluh Satu, Bangi Selangor, UKM