Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KONFLIK DAN NILAI BUDAYA

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Transkultural

Dosen Pengampu Zulfikar Muhammad S. Kep., Nrs. M. Kep

Di Susun Oleh :

Kelompok 1

1. Abid Zainul M (1810001)

2. Faizatul Kholishoh (1810011)

3. Khofifah (1810019)
4. Isma Mufida (1810018)
5. Nurul Fatimah (1810027)
6. Ulfa Dewi S (1810035)
7. Willyanda K P (1810036)
8. Doni Andrianto (1810010)
9. Palupi Diah (1810028)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM DIPLOMA III

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN MALANG


KONFLIK BUDAYA

Bangsa Indonesia telah mengenal hubungan antar budaya yang harmonis sejak
nenek moyang menduduki kepulauan Indonesia ratusan abad yang lalu, namun kini
setelah banyak cendekiawan, ulama, politisi, pengusaha maupun ahli hukum yang
berwawasan modern, tetap saja sifat instinktif yang residual primitif muncul ke
permukaan. Lebih-lebih disaat berbagai konflik kepentingan menyeruak dalam
kehidupan bangsa, seperti konflik politik, bisnis, etnis maupun konflik local
primordial.

Berbagai peristiwa yang terjadi akibat konflik kepentingan etnis di nusantara

akhir-akhir ini seolah-olah menjadi trend dunia. Jika di Afrika terjadi pertikaian etnis

antara suku Tutsi dan suku Hutu ( Ruwanda – Burundi ), suku Kurdi di Turki, suku

Tamil di Ceylon, maka di Indonesia juga sering terjadi pertikaian etnis seperti

Madura, Makassar, Banten, Dayak, Melayu ( Kalbar ) dan suku-suku di Irian

( Papua ). Penyebab utamanya adalah Komunikasi Antar Budaya yang tersumbat.

Sungguh aneh dizaman modern ini bisa terjadi, padahal dizaman kuno hubungan

antar etnis sering dilakukan oleh saudagar Cina, Madagaskar, India dan bangsa

lainnya tanpa pertumpahan darah bahkan sering terjadi perkawinan antar etnis untuk

melanggengkan tali kekeluargaan. Kita kenal komunikasi antar budaya Cina ke

Eropah dan Asia dengan “ Jalur Sutera, “ yang selain bermisi dagang juga memiliki

misi budaya.

Tahap awal komunikasi dilakukan dengan bahasa tubuh, isyarat raut wajah,

gerak anggota tubuh ( tangan, mata dll ) sebagai bahasa nonverbal. Kemudian dengan

kecerdasan akalnya manusia mulai belajar bahasa etnis lain, sehingga memudahkan

komunikasi antar etnis dimuka bumi ini. Kini dengan bantuan kemajuan teknologi
komunikasi manusia semakin, cerdas, lugas dan lancar berkomunikasi. Namun

demikian lagi-lagi pada saat terdesak oleh kepentingan individu, manusia yang

cerdas, alim dan beragamapun kembali menjadi primitif.

A. Pengertian Budaya

Budaya dalam pengertian yang luas adalah pancaran daripada budi dan daya.

Seluruh apa yang difikir, dirasa dan direnung diamalkan dalam bentuk daya

menghasilkan kehidupan. Budaya adalah cara hidup sesuatu bangsa atau umat.

Makna budaya pada hari ini dibatasi dengan maksud lagu, muzik, tarian, lakonan

dan kegiatan seumpamanya.

Budaya tidak lagi dilihat sebagai pancaran ilmu dan pemikiran yang tinggi

dan murni dari sesuatu bangsa untuk mengatur kehidupan berasaskan peradaban.

Globalisasi yang melakukan hegemoni atau penguasaan dalam hampir semua

kehidupan manusia amat besar kesannya terhadap umat Islam. Pengaruh

globalisasi tidak saja subur dalam aspek maklumat tetapi juga amat luar biasa

dikembangkan dalam bidang hiburan popular Barat, bidang keilmuan dan

penyelidikan, aspek teknologi canggih dan dominasi sistem ekonomi kapitalis-

liberal, bidang bahasa dan sistem nilai sehingga menyebabkan proses pembaratan

dan pengliberalan berlaku dalam semua aspek kehidupan umat Islam.

B. Terjadinya Konflik Budaya

Konflik budaya seperti yang sering terjadi diberbagai kota maupun

dipedalaman, menunjukkan betapa pentingnya pengetahuan tentang budaya etnis,


kelompok usia, kelompok agama maupun kelompok tradisi tertentu ditanah air.

Dalam satu RW terjadi pertikaian antar RT, antar gang, antar pendukung sekte

keagamaan bahkan antar pendukung partai. Ironis memang, namun itulah naluri

dasar manusia yang paling primitif selalu timbul bila terjadi perbedaan

kepentingan ( pribadi, kelompok maupun ajaran tertentu ). Berikut ini faktor-

faktor penyebab terjadinya gegar budaya.

Antropolog Cylde Khuckpohn memperingatkan kita bahwa setiap jalan

kehidupan yang berbeda, memiliki asumsi tentang tujuan keberadaan manusia,

tentang apa yang diharapkan dari orang lain dan dari Tuhan, tentang apa yang

menjadi kejayaan dan kegagalan. Aspek budaya terbuka ( overt ) dan tertutup

(covert ) menunjukkan bahwa banyak kegiatan sehari-hari kita dipengaruhi oleh

pola dan tema yang asal ( genuine ) dan maknanya kurang kita sadari. Kelakuan

(behavior) dipengaruhi oleh budaya itu memudahkan kebiasaan (habits) hidup

sehari-hari, sehingga seseorang melakukan banyak perbuatan (terutama yang

aneh, menyimpang dan fatal ) tanpa memikirkan akibat dari perilakunya tersebut.

Terjadilah pelaziman budaya ( cultural conditioning ) itu memberikan kebebasan

untuk secara sadar memikirkan usaha baru ( inovasi ) yang kreatif. Ekses

kebebasan tanpa sadar membuat kelakuan kita dapat menggerakkan timbulnya

masalah nasional, seperti rasisme ( etnosentrisme dibeberapa daerah ), yang

akibatnya berdampak global. Untuk penyelesaian masalah ini diperlukan

peraturan perundang-undangan dan reedukasi dalam upaya menciptakan suasana

aman, tenteram, adil, berkepastian hukum bagi seluruh warga.


NILAI BUDAYA

A. Konsep Nilai Budaya


1. Theodorson dalam Pelly (1994)
mengemukakan bahwa nilai merupakan sesuatu yang abstrak, yang
dijadikan pedoman serta prinsip – prinsip umum dalam bertindak
dan bertingkah laku. Keterikatan orang atau kelompok terhadap
nilai menurut Theodorson relatif sangat kuat dan bahkan bersifat
emosional. Oleh sebab itu, nilai dapat dilihat sebagai tujuan
kehidupan manusia itu sendiri.
Sedangkan yang dimaksud dengan nilai budaya itu sendiri sduah
dirmuskan oleh beberapa ahli seperti :
2. Koentjaraningrat
Menurut Koentjaraningrat (1987:85) lain adalah nilai budaya
terdiri dari konsepsi – konsepsi yang hidup dalam alam
fikiran sebahagian besar warga masyarakat mengenai hal – hal
yang mereka anggap amat mulia. Sistem nilai yang ada dalam suatu
masyarakat dijadikan orientasi dan rujukan dalam bertindak. Oleh
karena itu, nilai budaya yang dimiliki seseorang mempengaruhinya
dalam menentukan alternatif, cara – cara, alat – alat, dan
tujuan – tujuan pembuatan yang tersedia.
3. Clyde Kluckhohn dlam Pelly
Clyde Kluckhohn dalam Pelly (1994) mendefinisikan nilai budaya
sebagai konsepsi umum yang terorganisasi, yang mempengaruhi
perilaku yang berhubungan dengan alam, kedudukan manusia dalam
alam, hubungan orang dengan orang dan tentang hal – hal yang
diingini dan tidak diingini yang mungkin bertalian dengan
hubungan orang dengan lingkungan dan sesama manusia.
4. Sumaatmadja dalam Marpaung
Sementara itu Sumaatmadja dalam Marpaung (2000) mengatakan
bahwa pada perkembangan, pengembangan, penerapan budaya dalam
kehidupan, berkembang pula nilai – nilai yang melekat di
masyarakat yang mengatur keserasian, keselarasan, serta
keseimbangan. Nilai tersebut dikonsepsikan sebagai nilai budaya.
Selanjutnya, bertitik tolak dari pendapat diatas, maka dapat
dikatakan bahwa setiap individu dalam melaksanakan aktifitas
vsosialnya selalu berdasarkan serta berpedoman kepada nilai –
nilai atau system nilai yang ada dan hidup dalam masyarakat itu
sendiri. Artinya nilai – nilai itu sangat banyak mempengaruhi
tindakan dan perilaku manusia, baik secara individual, kelompok
atau masyarakat secara keseluruhan tentang baik buruk, benar
salah, patut atau tidak patut
Suatu nilai apabila sudah membudaya didalam diri seseorang,
maka nilai itu akan dijadikan sebagai pedoman atau petunjuk di
dalam bertingkahlaku. Hal ini dapat dilihat dalam kehidupan
sehari – hari, misalnya budaya gotong royong, budaya malas, dan
lain – lain. Jadi, secara universal, nilai itu merupakan
pendorong bagi seseorang dalam mencapai tujuan tertentu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai budaya adalah suatu bentuk
konsepsi umum yang dijadikan pedoman dan petunjuk di dalam
bertingkah laku baik secara individual, kelompok atau masyarakat
secara keseluruhan tentang baik buruk, benar salah, patut atau
tidak patut.

B. Kebudayaan sebagai Sumber Sistem Nilai


Tylor dalam Imran Manan (1989;19) mengemukakan moral termasuk
bagian dari kebudayaan, yaitu standar tentang baik dan buruk,
benar dan salah, yang kesemuanya dalam konsep yang lebih besar
termasuk ke dalam ‘nilai’. Hal ini di lihat dari aspek
penyampaian pendidikan yang dikatakan bahwa pendidikan mencakup
penyampaian pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai.
Kedudukan nilai dalam setiap kebudayaan sangatlah penting,
maka pemahaman tentang sistem nilai budaya dan orientasi nilai
budaya sangat penting dalam konteks pemahaman perilaku suatu
masyarakat dan sistem pendidikan yang digunakan untuk
menyampaikan sisitem perilaku dan produk budaya yang dijiwai oleh
sistem nilai masyarakat yang bersangkutan.
Clyde Kluckhohn mendefinisikan nilai sebagai sebuah konsepsi,
eksplisit atau implisit, menjadi ciri khusus seseorang atau
sekelompok orang, mengenai hal-hal yang diinginkan yang
mempengaruhi pemilihan dari berbagai cara-cara, alat-alat,
tujuan-tujuan perbuatan yang tersedia. Orientasi nilai budaya
adalah Konsepsi umum yang terorganisasi, yang mempengaruhi
perilaku yang berhubungan dengan alam, kedudukan manusia dalam
alam, hubungan orang dengan orang dan tentang hal-hal yang
diingini dan tak diingini yang mungkin bertalian dengan hubungan
antar orang dengan lingkungan dan sesama manusia.
Sistem nilai budaya ini merupakan rangkaian dari konsep-konsep
abstrak yang hidup dalam masyarakat, mengenai apa yang dianggap
penting dan berharga, tetapi juga mengenai apa yang dianggap
remeh dan tidak berharga dalam hidup. Sistem nilai budaya ini
menjado pedoman dan pendorong perilaku manusia dalam hidup yang
memanifestasi kongkritnya terlihat dalam tata kelakuan. Dari
sistem nilai budaya termasuk norma dan sikap yang dalam bentuk
abstrak tercermin dalam cara berfikir dan dalam bentuk konkrit
terlihat dalam bentuk pola perilaku anggota-anggota suatu
masyarakat.
Kluckhohn mengemukakan kerangka teori nilai nilai yang
mencakup pilihan nilai yang dominan yang mungkin dipakai oleh
anggota-anggota suatu masyarakat dalam memecahkan 6 masalah pokok
kehidupan.

C. Orientasi Nilai Budaya / Adat Istiadat


Kluckhohn dalam Pelly (1994) mengemukakan bahwa
nilai budaya merupakan sebuah konsep beruanglingkup luas
yang hidup dalam alam fikiran sebahagian besar warga suatu
masyarakat, mengenai apa yang paling berharga dalam hidup.
Rangkaian konsep itu satu sama lain saling berkaitan dan
merupakan sebuah sistem nilai – nilai budaya.
Secara fungsional sistem nilai ini mendorong individu
untuk berperilaku seperti apa yang ditentukan. Mereka
percaya, bahwa hanya dengan berperilaku seperti itu mereka
akan berhasil (Kahl, dalam Pelly:1994). Sistem nilai itu menjadi
pedoman yang melekat erat secara emosional pada diri seseorang
atau sekumpulan orang, malah merupakan tujuan hidup yang
diperjuangkan. Oleh karena itu, merubah sistem nilai manusia
tidaklah mudah, dibutuhkan waktu. Sebab, nilai – nilai tersebut
merupakan wujud ideal dari lingkungan sosialnya. Dapat
pula dikatakan bahwa sistem nilai budaya suatu
masyarakat merupakan wujud konsepsional dari kebudayaan
mereka, yang seolah – olah berada diluar dan di atas para
individu warga masyarakat itu.
Ada lima masalah pokok kehidupan manusia dalam setiap
kebudayaan yang dapat ditemukan secara universal. Menurut
Kluckhohn dalam Pelly (1994) kelima masalah pokok tersebut
adalah: (1) masalah hakekat hidup, (2) hakekat kerja atau karya
manusia, (3) hakekat kedudukan manusia dalam ruang dan waktu, (4)
hakekat hubungan manusia dengan alam sekitar, dan (5) hakekat
dari hubungan manusia dengan manusia sesamanya.
Berbagai kebudayaan mengkonsepsikan masalah universal
ini dengan berbagai variasi yang berbeda – beda. Seperti
masalah pertama, yaitu mengenai hakekat hidup manusia. Dalam
banyak kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Budha misalnya,
menganggap hidup itu buruk dan menyedihkan. Oleh karena itu pola
kehidupan masyarakatnya berusaha untuk memadamkan hidup itu guna
mendapatkan nirwana, dan mengenyampingkan segala
tindakan yang dapat menambah rangkaian hidup kembali
(samsara) (Koentjaraningrat, 1986:10). Pandangan seperti ini
sangat mempengaruhi wawasan dan makna kehidupan itu secara
keseluruhan. Sebaliknya banyak kebudayaan yang berpendapat bahwa
hidup itu baik. Tentu konsep – konsep kebudayaan yang berbeda
ini berpengaruh pula pada sikap dan wawasan mereka.
Masalah kedua mengenai hakekat kerja atau karya dalam
kehidupan. Ada kebudayaan yang memandang bahwa kerja itu sebagai
usaha untuk kelangsungan hidup (survive) semata. Kelompok ini
kurang tertarik kepada kerja keras. Akan tetapi ada juga yang
menganggap kerja untuk mendapatkan status, jabatan dan
kehormatan. Namun, ada yang berpendapat bahwa kerja untuk
mempertinggi prestasi. Mereka ini berorientasi kepada prestasi
bukan kepada status.
Masalah ketiga mengenai orientasi manusia terhadap waktu. Ada
budaya yang memandang penting masa lampau, tetapi ada yang
melihat masa kini sebagai focus usaha dalam perjuangannya.
Sebaliknya ada yang jauh melihat kedepan. Pandangan yang berbeda
dalam dimensi waktu ini sangat mempengaruhi perencanaan hidup
masyarakatnya.
Masalah keempat berkaitan dengan kedudukan fungsional manusia
terhadap alam. Ada yang percaya bahwa alam itu dahsyat dan
mengenai kehidupan manusia. Sebaliknya ada yang menganggap alam
sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa untuk dikuasai manusia. Akan
tetapi, ada juga kebudayaan ingin mencari harmoni dan keselarasan
dengan alam. Cara pandang ini akan berpengaruh terhadap pola
aktivitas masyarakatnya.
Masalah kelima menyangkut hubungan antar manusia. Dalam banyak
kebudayaan hubungan ini tampak dalam bentuk orientasi berfikir,
cara bermusyawarah, mengambil keputusan dan bertindak. Kebudayaan
yang menekankan hubungan horizontal (koleteral) antar individu,
cenderung untuk mementingkan hak azasi, kemerdekaan dan
kemandirian seperti terlihat dalam masyarakat – masyarakat
eligaterian. Sebaliknya kebudayaan yang menekankan hubungan
vertical cenderung untuk mengembangkan orientasi keatas (kepada
senioritas, penguasa atau pemimpin). Orientasi ini banyak
terdapat dalam masyarakat paternalistic (kebapaan). Tentu saja
pandangan ini sangat mempengaruhi proses dinamika dan mobilitas
social masyarakatnya.
Inti permasalahan disini seperti yang dikemukakan oleh Manan
dalam Pelly (1994) adalah siapa yang harus mengambil keputusan.
Sebaiknya dalam system hubungan vertical keputusan dibuat oleh
atasan (senior) untuk semua orang. Tetapi dalam masyarakat yang
mementingkan kemandirian individual, maka keputusan dibuat
dan diarahkan kepada masing – masing individu.

D. Hubungan Kebudayaan dan Agama


Seperti halnya kebudayaan, agama sangat menekankan makna dan
signifikasi sebuah tindakan. Karena itu sesungguhnya terdapat
hubungan yang sangat erat antara kebudayaan dan agama bahkan
sulit dipahami kalau perkembangan sebuah kebudayaan dilepaskan
dari pengaruh agama. Sesunguhnya tidak ada satupun kebudayaan
yang seluruhnya didasarkan pada agama. Untuk sebagian kebudayaan
juga terus ditantang oleh ilmu pengetahuan, moralita, serta
pemikiran kritis.
Meskipun tidak dapat disamakan, agama dan kebudayaan dapat
saling mempengaruhi. Agama mempengaruhi sistem kepercayaan serta
praktik-praktik kehidupan. Sebaliknya kebudayaan pun dapat
mempengaruhi agama, khususnya dalam hal bagaimana agama
diinterprestasikan atau bagaimana ritual-ritualnya harus
dipraktikkan. Tidak ada agama yang bebas budaya dan apa yang
disebut Sang –Illahi tidak akan mendapatkan makna manusiawi yang
tegas tanpa mediasi budaya, dalam masyarakat Indonesia saling
mempengarui antara agama dan kebudayaan sangat terasa. Praktik
inkulturasi dalam upacara keagamaan hampir umum dalam semua
agama.
Agama yang digerakkan budaya timbul dari proses interaksi
manusia dengan kitab yang diyakini sebagai hasil daya kreatif
pemeluk suatu agama tapi dikondisikan oleh konteks hidup
pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan beberapa kondisi
yang objektif. Budaya agama tersebut akan terus tumbuh dan
berkembang sejalan dengan perkembangan kesejarahan dalam kondisi
objektif dari kehidupan penganutnya.
Hubungan kebudayaan dan agama tidak saling merusak, kuduanya
justru saling mendukung dan mempengruhi. Ada paradigma yang
mengatakan bahwa ” Manusia yang beragma pasti berbudaya tetapi
manusia yang berbudaya belum tentu beragama”. Jadi agama dan
kebudayaan sebenarnya tidak pernah bertentangan karena kebudayaan
bukanlah sesuatu yang mati, tapi berkembang terus mengikuti
perkembangan jaman. Demikian pula agama, selalu bisa berkembang
di berbagai kebudayaan dan peradaban dunia.

E. Hubungan Keagamaan dan Filsafat


Pada pokoknya kebudayaan adalah semua ciptaan manusi ayang
berlangsung dalam kehidupan. Pendidikan dan kehidupan adalah
suatu hubungan antara proses dengan isi, yaitu pendidikan adalah
proses pengeporar kebudayaan dalam arti membudayakan manusia
aspek lain dari fungsi pendidikan adalah mengolah kebudayaan itu
menjadi sikap mental, tingkah laku, bahkan menjadi kepribadian
anak didik. Jadi hubungan pendidikan dengan kebudayaan adalah
juga hubungan nilai demokrasi. Dimana fungsi pendidikan sebagai
pengoper kebudayaan mempunyai tujuan yang lebih utama yaitu untuk
membina kepribadian manusia agar lebih kreatif dan produktif
yakni mampu menciptakan kebudayaan.
Perlu didasari bahwa manusia sebagai pribadi, masyarakat,
bangsa dan negara hidup dalam suatu sosial budaya. Maka
membutuhkan pewarisan dan pengambangan sosial budaya yang
dilakkan melalui pendidikan. Agar pendidikan berjalan dengan
baik. Maka membutuhkan filosofis dan ilmiah berbagai sifat
normatif dan pedoman pelaksanaannya. Karena pendidikan harus
secara fungsamental yang berazas filosofis yang menjamin tujuan
untuk meningkatkan perkembangan sosial budaya, marbtabat
bangsawa, kewibawaan dan kejayaan negara.
Pentingnya kebudayaan untuk mengembangkan suatu pendidikan
dalam budaya nasional mengupayakan, melestarikan dan
mengembangkan nilai budaya-budaya dan pranata sosial dalam
menunjang proses pengembangan danpembangunan nasional serta
melestarikan nilai-nilai luruh budaya bangsa. Merencanakan
kegairahan masyarakat untuk menumbuhkan kreaktivtas ke arah
pembaharuan dalam usaha pendidikan yang tanpa kepribadian bangsa.
Kebudayaan mempunyai fungsi yang besari bagi mnausia dan
masyarkat, berbagai macam kekuatan harus dihapi sepert kekuatan
alam dan kekuatan lain. Selain itu manusia dan masyarakat
memerlukan kepuasan baik secara spritual maupun materil. Manusia
merupakan makhluk yang berbudaya, melalui akalnya manusia danpat
mengembangkan kebudyaan. Begitu pula manusia hidup dan tergantung
apa kebudayaan sebagai hasil ciptaanya. Kebudayaan memberikan
aturan bagi manusia dalam mengolah lingkungan dengan teknologi
hasil ciptaannya. Dan kebudayaan juga diharakan dengan pendidikan
yang akan mengembangkan dan membangkitkan budaya-budaya dulu,
agar dia tidak punah dan terjaga untuk selamanya. Oleh karena
itu, dengan adanya filsfat, kita dapat mengetahui tentang hasil
karya manusia yang akan menimbulkan teknologi yang mempunyai
kegunaan utama dalam melindungi manusia terhadal alam
lingkungannya.
F. Hubungan Kebudayaan dan Hukum Adat
Seperti yang kita ketahui, manusia yang hidup brsama-sama
dalam suatu lingkup atau yang disebut sebagai masyarakat, selalu
menghasilkan suatu hasil cipta yang sering dinamakan kebudayaan.
Kebudayaan memiliki berbagai macam warna dan ragam, serta kekhas-
annya. Jika dipikir-pikir manusia ini memang tidak ada duanya,
karena bisa menciptakan kebudayaan yang begitu banyaknya dan
begitu uniknya. Terkadang atau memang lebih seringnya, kebudayaan
ini menghasilkan berbagai norma untuk menata kehidupan
masyarakat. Mengapa begitu? Karena norma juga muncul dengan
adanya sekelompok manusia yang hidup bersama di area yang sama.
Selain norma yang ada di masyarakat, ada juga yang berbicara
mengenaihukum adat. Apasih hukum adat itu? Hukum adat itu ya yang
apa dinamakan oleh masyarakat sebagai norma, tetapi hukum adat
ini adalah norma yang tidak tertulis.
Hukum adat mengatur masyarakat untuk berbuat sesuai dengan
adat istiadat yang berlaku, tanpa harus melanggar hukum tersebut.
Terlihat dari namanya, hukum adat ini telah mendasari kehidupan
manusia hampir puluhan bahkan ribuan tahun, contohnya orang Jawa
telah mengenal bedol desa yakni perayaan acara ‘slametan’ di
sebuah desa yang dilakukan per tahunnya. Hukum-hukum adat ini
sangat mendarah daging di kalangan masyarakat yang menganutnya.
Untuk menghapus atau menyingkarkan hukum adat ini tidaklah mudah,
karena banyak penduduk masyarakat yang akan berdiri menghalangi
siapapun yang akan merusak adat istiadat dari nenek moyang
mereka. Lalu, ada apa dengan budaya dan hukum adat? Hubungan
erat. Ya, yang dimaksud hubungan erat disini adalah bagaimana
budaya dapat menghasilkan hukum adat yang berlaku di masyarakat.
Istilahnya adalah si budaya ini seorang ibu dan hukum adat adalah
anaknya. Selain itu, hukum adat yang terbentuk dalam masyarakat
juga tergantung pada budaya dalam masyarakat itu sendiri serta
masyarakat di dalamnya apakah memang ingin membuat hukum ini
ataukah tidak. Untuk masyarakat yang berisi masyarakat fanatik
dengan budaya yang dianutnya, maka akan semakin kuat hukum adat
yang berlaku di dalamnya, tetapi begitu juga sebaliknya jika
masyarakat yang menganut budaya itu sama sekali tidak peduli,
maka hukum adat yang berlaku akan menjadi lemah.
Disini, antropologi selain mempelajari manusia, juga
mempelajari budaya yang dihasilkannya serta hukum adat yang
berputar di antara masyarakat yang juga dipelajari antropologi.
Ini alasan mengapa budaya dan hukum adat memiliki hubungan erat,
sebab masyarakat juga dapat dipelajari fanatik atau tidaknya,
sudah modern ataukah masih kolot teknologi melalui seberapa kuat
hukum adat yang berlaku di kalangan mereka. Bukankah menakjubkan?
Antropologi adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia, tetapi
dapat mencakup sebegitu banyaknya masalah-masalah, hasil cipta,
cara hidup, dan cara bertahan dari kehidupan manusia itu sendiri.
G. Hubungan Kebudayaan dan Ilmu Pengetahuan
Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan dan pengetahuan
merupakan unsur dari kebudayaan. Kebudayaan di sini merupakan
seperangkat system nilai, tata hidup dan sarana bagi manusia
dalam kehidupannya. Kebudayaan nasional merupakan kebudayaan yang
mencerminkan aspirasi dan cita-cita suatu bangsa yang diwujudkan
dengan kehidupan bernegara. Pengembangan kebudayaan nasional
merupakan bagian dari kehidupan suatu bangsa, baik disadari atau
tidak maupun dinyatakan secara eksplisit atau tidak.
Ilmu dan kebudayaan berada dalam posisi yang saling tergantung
dan saling mempengaruhi. Pada satu pihak pengembangan ilmu dalam
suatu masyarakat tergantung dari kondisi kebudayaannya. Sedangkan
di pihak lain, pengembangan ilmu akan mempengaruhi jalannya
kebudayaan. Ilmu terpadu secara intim dengan keseluruhan struktur
social dan tradisi kebudayaan, kata Talcot Parsons, mereka saling
mendukung satu sama lain: dalam beberapa tipe masyarakat ilmu
dapat berkembang dengan pesat, demikian pula sebaliknya,
masyarakat tersebut tak dapat berfungsi dengan wajartanpa
didukung perkembangan yang sehat dari ilmu dan penerapan.
Dalam rangka pengembangan kebudayaan nasional ilmu mempunyai
peranan ganda. Pertama, ilmu merupakan sumber nilai yang
mendukung terselenggaranya pengembangan kebudayaan nasional.
Kedua, ilmu merupakan sumber nilai yang mengisi pembentukan watak
suatu bangsa. Pada kenyataannya kedua fungsi ini terpadu satu
sama laindan sukar dibedakan.
Pengkajian pengembangan kebudayaan nasional kita tidak dapat
dilepaskan dari pengembangan ilmu. Dalam kurun dewasa ini yang
dikenal sebagai kurun ilmu dan teknologi, kebudayaan kita pun tak
terlepas dari pengaruhnya, dan mau tidak mau harus ikut
memperhitungkan faktor ini. Sayangnya yang lebih dominan
pengaruhnya terhadap kehidupan kita adalah teknologinya yang
merupakan produk dari kegiatan ilmiah. Sedang hakikat keilmuan
itu sendiri yang merupakan sumber nilai yang konstruktif bagi
pengembangan kebudayaan nasional pengaruhnya dapat dikatakan
minimal sekali.
Dalam pembentukan karakter bangsa, sekiranya bangsa Indonesia
bertujuan menjadi bangsa yang modern, maka ketujuh sifat (kritis,
rasional, logis, objektif, terbuka, menjunjung kebenaran
pengabdian universal) akan konsisten sekali. Bangsa yang modern
akan menghadapi berbagai permasalahan dalam bidang politik,
ekonomi, kemasyarakatan, ilmu/teknologi, pendidikan, dll, yang
membutuhkan cara pemecahan masalah secara kritis, rasional,
logis, objektif dan terbuka. Sedangakan sifat menjunjung
kebenaran dan pengabdian universal akan merupakan faktor yang
penting dalam pembinaan bangsa, dimana seseorang lebih
menitikberatkan kebenaran untuk kepentingan nasional dibandingkan
kepentingan golongan.
Dalam hal ini ilmu dalam hakikatnya bersifat mempersatukan.
Pengembangan kebudayaan nasional pada hakikatnya adalah perubahan
dari kebudayaan yang bersifat konvensional kea rah kebudayaan
yang bersifat aspirasi dan tujuan nasional. Dalam hal ini ilmu
juga mengajari tentang keberanian moral untuk mempertahankan
kebudayaan asli bangsa Indonesia.

H. Hubungan Kebudayaan dan Seni


Perkembangan seni moderen di Indonesia sebagai segi dari
perubahan budaya tentu adalah sebuah dari pertanyaan yang lebih
luas mengenai pengaruh seni. Pada perdebatan antara pihak timur
dan barat mengenai mederenisasi dan westerenisasi? Karena
pengaruh itu berpengaruh pada kehidupan barat yang semakin lama
semakin masuk kewilayah timur secara menyeluruh. Secara empiris
dapat terlihat bahwa seni yang berkembang di Indonesia telah
mengalami stilisasi dari dunia luar, seperti halnya pada masa
dunia luar masuk kewilayah aceh ataupun Indonesia pada masa silam
yang mereka rata-rata adalah pedagang yang tentunya sudah pasti
banyak sisi kebudayaan yang masuk keindonesia yang terus-menerus
menjadi awal kebudayaan baru yang menjadikan seni mempunyai
banyak pengaruh dari dunia luar.
Antara Kebudayaan dan Seni di IndonesiaIndonesia terkenal
sebagai daerah yang dimasuki oleh masyarakat purba dari wilayah
cina selatan (teori). Secara kondisional pula Indonesia telah
dimasuki banyak daerah seperti halnya pada masa penjajahan dan
masa globalisasi 2020 yang itupin akan sangat berpengaruh pada
perkembangan dunia kebudayaan yang mengarah pada seni kebudayaan.
Jelas terlihat bahwa kebudayaan Indonesia ini tidak dapat
dijadikan hak paten masa lalu tetapi selepas Indonesia Merdeka
barulah timbul hal yang seperti ini dan bukan tidak mungkin ini
adalah stilisasi dari masa terdahulu yang menjdi kebiasaan. Nah
jika hal itu terlah benar terjadi. Berarti Indonesia telah
mempunyai penggayaan baru dari dunia luar akan han seni dan
kebudayaan. Pendifinisian seni dan kebudayaan secara mendasar
juga saling berkaitan yang juga saling berhubung. Dan seni di
Indonesia telah terkontaminasi dari duni luar. Hal ini juga
berpengaruh pada seni terdahulu. Jika digaris bawahi sifat
manusia dahulu adalah nomaden artinya tidak ada yang memurnikan
unsure seni sebagai hak kecuali untuk pengaruh latar yang
menjadikan tempat. Terlihat bahwa unsure kebudayaan indonesia
juga dimiliki oleh orang lain hanya terdapat hal yang dimiliki
oleh daerah untuk membedakan sebagai popularitas kabangsaan

Anda mungkin juga menyukai