Hakikat Kebudayaan
seperti dikutip Tilaar (2002) melihat keterkaitan yang sangat erat antara
pendidikan, masyarakat, dan kebudayaan. Antara pendidikan dan kebudayaan
terdapat hubungan sangat erat dalam arti keduanya berkenaan dengan suatu
hal yang sama ialah nilai-nilai. Di dalam rumusan-rumusan mengenai
kebudayaan seperti Tylor telah menjalin ketiga pengertian; manusia,
masyarakat, budaya, sebagai tiga dimensi dari hal yang bersamaan. Oleh
sebab itu, pendidikan tidak terlepas dari kebudayaan dan hanya dapat
terlaksana dalam suatu masyarakat. Apabila kebudayaan mempunyai tiga
unsur penting yaitu, kebudayaan sebagai suatu tata kehidupan (order),
kebudayaan sebagai suatu proses, dan kebudayaan yang mempunyai suatu visi
tertentu (goals), maka pendidikan dalam rumusan tersebut merupakan proses
pembudayaan. Dengan demikian tidak ada suatu proses pendidikan tanpa
kebudayaan dan tanpa masyarakat, dan sebaliknya tidak ada suatu
kebudayaan dalam pengertian suatu proses tanpa pendidikan, dan proses
kebudayaan dan pendidikan hanya dapat terjadi di dalam hubungan
antarmanusia dalam suatu masyarakat tertentu. Dalam perkembangan
kehidupan manusia, proses yang sangat kompleks itu berjalan dengan
semestinya apalagi dalam kehidupan modern. Bukan tidak mustahil proses
kebudayaan dan proses pendidikan berjalan sendiri-sendiri bahkan
kemungkinan saling bertabrakan satu sama lainnya.
Kebudayaan dibedakan dengan peradaban, meskipun pada beberapa
literatur kadang kala menggunakan istilah kebudayaan untuk menunjuk suatu
peradaban. Kebudayaan memiliki pengertian yang intrinsik, oleh karena semua
bangsa atau masyarakat mempunyai budaya. Sedangkan peradaban lebih
terarah pada pengertian masyarakat modern dan maju. Namun demikian, ada
pula yang menyalahartikan peradaban dengan westernisasi. Sebenarnya
peradaban lebih diarahkan kepada masyarakat maju yang ditandai dengan
kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan peningkatan nilai-nilai
kemanusiaan (Koentjaraningrat, 1985).
Dalam kaitan dengan kebudayaan, pendidikan merupakan suatu proses
pembudayaan dan peradaban. Tidak mungkin kita membangun suatu
peradaban tanpa budaya namun kita dapat mengembangkan budaya tanpa
2.4 PEMBELAJARAN BERWAWASAN KEMASYARAKATAN
menuju kepada modernisasi. Di dalam dunia yang terbuka dewasa ini, proses
pendidikan haruslah menggabungkan kedua konsep tersebut yaitu membangun
manusia yang berbudaya dan beradab.
Para ahli pendidikan dan antropologi sepakat bahwa budaya adalah dasar
terbentuknya kepribadian manusia. Dari budaya dapat terbentuk identitas
seseorang, identitas suatu masyarakat dan identitas suatu bangsa. Dengan
budaya itu pulalah seseorang akan memasuki budaya global dalam dunia
terbuka dewasa ini. Dengan demikian manusia modern ini sebenarnya hidup di
dalam berbagai dunia yang menyatu ialah dunia nyata yang realistik, dunia-
tanpa batas, dan dunia cyber yang digerakkan oleh suatu kemajuan teknologi
informasi.
Materi ini sangat bermanfaat dipelajari oleh mahasiswa, sebagai bahan
dalam mengembangkan wawasan tentang pembentukan kepribadian manusia
melalui budaya. Untuk memahami konsep ini, silakan Anda membacanya
kemudian berdiskusi dengan teman Anda, kemudian mengerjakan latihan
sesuai dengan yang ditugaskan dan diakhiri dengan mengerjakan tes formatif.
Setelah melaksanakan kegiatan belajar 1, diharapkan Anda dapat
menjelaskan hakikat kebudayaan.
A. PENGERTIAN KEBUDAYAAN
Definisi di atas memberikan beberapa hal yang perlu lebih lanjut dipelajari
untuk dipergunakan sebagai alat dalam menganalisis keterkaitan antara proses
pendidikan dan proses pembudayaan. Tilaar (2002) merinci definisi yang
dikemukakan oleh E.B.Tylor di atas, sebagai berikut:
1. Kebudayaan merupakan suatu keseluruhan yang kompleks. Hal ini berarti
bahwa kebudayaan merupakan suatu kesatuan dan bukan jumlah dari
bagian-bagian. Keseluruhan mempunyai pola-pola atau desain tertentu
yang unik. Setiap kebudayaan mempunyai mozaik yang spesifik.
2. Kebudayaan merupakan suatu prestasi kreasi manusia yang bukan
material, artinya berupa bentuk-bentuk prestasi psikologis seperti: ilmu
pengetahuan, kepercayaan, dan seni.
3. Kebudayaan dapat pula berbentuk fisik seperti hasil seni, terbentuknya
kelompok-kelompok keluarga.
4. Kebudayaan dapat pula berbentuk kelakuan-kelakuan yang terarah seperti
hukum, adat-istiadat yang berkesinambungan.
5. Kebudayaan diperoleh dari lingkungan.
6. Kebudayaan tidak terwujud dalam kehidupan manusia yang soliter atau
terasing tetapi yang hidup dalam suatu masyarakat tertentu.
B. WUJUD KEBUDAYAAN
Sistem nilai budaya adalah tingkat tertinggi dan paling abstrak dari adat
istiadat. Nilai budaya terdiri dari konsep-konsep mengenai segala sesuatu yang
dinilai berharga dan penting oleh suatu warga masyarakat sehingga
2.8 PEMBELAJARAN BERWAWASAN KEMASYARAKATAN
dapat berfungsi sebagai suatu pedoman orientasi pada kehidupan para warga
masyarakat yang bersangkutan. Walaupun nilai-nilai budaya berfungsi sebagai
pedoman hidup warga masyarakat, sebagai konsep sifatnya sangat umum,
memiliki ruang lingkup yang sangat luas, dan biasanya sulit diterangkan secara
rasional dan nyata. Namun, justru karena itulah ia berada dalam daerah
emosional dari alam jiwa seseorang.
Suatu sistem nilai budaya sering kali merupakan suatu pandangan hidup,
walaupun kedua istilah itu sebaiknya tidak disamakan. Pandangan hidup
biasanya mengandung sebagian dari nilai-nilai yang dianut oleh suatu
masyarakat, dan yang telah dipilih secara selektif oleh individu-individu dan
golongan-golongan dalam masyarakat. Dengan demikian, apabila sistem nilai
merupakan pedoman yang dianut oleh suatu masyarakat maka pandangan hidup
merupakan pedoman yang dianut oleh golongan-golongan atau bahkan
individu-individu tertentu dalam suatu masyarakat. Karena itu pandangan hidup
tidak berlaku bagi seluruh masyarakat.
Konsep idiologi juga merupakan suatu sistem pedoman hidup yang ingin
dicapai oleh para warga suatu masyarakat, namun yang sifatnya lebih khusus
daripada sistem nilai budaya. Idiologi dapat menyangkut seluruh masyarakat
(dalam kenyataan tentu ada kekecualian), tetapi dapat juga hanya golongan-
golongan tertentu saja dalam masyarakat yang bersangkutan. Sebaliknya, istilah
idiologi umumnya tidak digunakan dalam hubungan dengan individu. Oleh
karena itu, yang ada hanyalah idiologi negara, idiologi suatu masyarakat,
idiologi golongan dan lain-lain.
Dalam suatu masyarakat yang sederhana, di mana jumlah pranata yang ada
dalam kehidupan masih sangat kecil, dan di mana jumlah norma dan pranata
juga kecil, pengetahuan mengenai semua norma yang ada dalam masyarakat
yang bersangkutan masih dapat dikuasai oleh satu orang ahli adat saja, namun
apabila suatu masyarakat telah berkembang makin kompleks sehingga jumlah
pranata yang ada juga makin banyak, maka seorang ahli adat tidak mungkin
dapat menguasai semuanya. Dalam masyarakat kompleks, jumlah norma dalam
suatu pranata bahkan sudah sangat banyak sehingga untuk satu pranata
diperlukan sejumlah ahli.
Di antara berbagai norma yang ada di dalam suatu masyarakat, ada yang
dirasakan lebih besar daripada lainnya. Pelanggaran terhadap suatu norma yang
dianggap tidak begitu berat umumnya tidak akan membawa akibat yang
panjang, dan mungkin hanya menjadi bahan ejekan atau pergunjingan para
warga masyarakat. Norma semacam ini oleh W.G. Sumner dinamakan
folkways atau dengan istilah lain sebagai tata cara. Sebaliknya, ada norma yang
berakibat panjang apabila dilanggar sehingga pelanggarnya bisa jadi dituntut,
diadili, dan dihukum. Norma semacam ini dinamakan mores atau dengan istilah
lain dinamakan adat istiadat.
Norma-norma dari golongan yang mempunyai akibat panjang juga dapat
merupakan hukum, walaupun menurut Sumber tidak berarti bahwa mores sama
dengan hukum. Hal ini dikarenakan tidak semua mores memiliki sanksi hukum
meskipun secara adat dianggap memiliki tingkat pelanggaran yang tinggi.
Ferdinan Tonies (Soekanto, 1990) menjelaskan bahwa kebiasaan
mempunyai tiga arti, yaitu:
1. Dalam arti yang menunjuk pada suatu kenyataan yang bersifat objektif.
Misalnya, kebiasaan untuk bangun pagi, kebiasaan untuk tidur siang hari,
kebiasaan untuk minum kopi sebelum mandi dan lain-lain. Artinya
adalah, bahwa seseorang biasa melakukan perbuatan-perbuatan tadi
dalam tata cara hidupnya.
2 Dalam arti bahwa kebiasaan tersebut dijadikan kaidah bagi seseorang,
norma mana diciptakan untuk dirinya sendiri. Dalam hal ini, orang yang
bersangkutanlah yang menciptakan suatu perilaku bagi dirinya sendiri.
3. Sebagai perwujudan kemauan atau keinginan seseorang untuk berbuat
sesuatu.
2.10 PEMBELAJARAN BERWAWASAN KEMASYARAKATAN
1. Alam Pikiran
Alam pikiran merupakan salah satu unsur kebudayaan yang termasuk
inmaterial. Hal ini mengandung makna, bahwa alam pikiran tidak berbentuk
fisik yang dapat dilihat dan diraba melalui panca indera, tetapi alam pikiran
dapat diwujudkan dalam bentuk ide, gagasan, yang dapat dijadikan dasar untuk
mewujudkan sesuatu.
2. Religi
Semua aktivitas yang bersangkutan dengan religi berdasarkan atas
getaran jiwa, yang biasanya disebut emosi keagamaan. Emosi keagamaan
biasanya pernah dialami oleh manusia sehingga mendorong kepada setiap
manusia untuk melakukan tindakan-tindakan yang sesuai dengan aturan agama
yang dianutnya.
Suatu sistem religi dalam suatu kebudayaan selalu mempunyai ciri-ciri
untuk sedapat mungkin memelihara emosi keagamaan itu di antara
pengikutnya. Berdasarkan hal tersebut, emosi keagamaan merupakan unsur
penting dalam suatu religi bersama dengan tiga unsur lainnya, yaitu: a) sistem
keyakinan, b) sistem upacara keagamaan, c) suatu umat yang menganut religi
tersebut.
Sistem keyakinan mengandung banyak sub-sub unsur lagi, di antaranya:
menyangkut konsepsi tentang: pencipta alam, masalah terciptanya dunia dan
alam, masalah tentang hidup dan maut, konsepsi tentang dunia roh dan dunia
akhirat.
Sistem upacara keagamaan secara khusus mengandung empat aspek yang
menjadi perhatian khusus dari para ahli antropologi adalah: tempat upacara
keagamaan dilakukan, saat-saat upacara keagamaan dilakukan, benda-benda
dan alat upacara, orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara.
3. Bahasa
Bahasa merupakan sarana utama untuk menerima pesan, berkomunikasi,
berdiskusi, mengubah, ataupun menyampaikan arti kepada pihak lain.
Melalui bahasa, manusia dapat:
a. memberikan informasi tentang berbagai hal,
b. mengomunikasikan ide-ide yang abstrak maupun yang bersifat konkret,
c. mendiskusikan berbagai hal yang pernah dilihat dan dialaminya,
d. mengungkapkan berbagai perasaan,
e. membangun cara berpikir.
4. Hubungan Sosial
Manusia sebagai makhluk sosial, dalam kehidupannya tidak dapat
terlepas dari hubungan sosial. Kebudayaan mengatur manusia untuk bertindak.
Kebudayaan melahirkan kaidah-kaidah untuk melindungi masyarakat dari
kehancuran yang diakibatkan oleh kekuatan-kekuatan tersembunyi di
masyarakat. Kaidah-kaidah ini berupa petunjuk cara bertingkah laku di dalam
pergaulan hidup. Kebudayaan mengatur agar manusia dapat mengerti
bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, menentukan sikapnya kalau mereka
berhubungan dengan orang lain. Apabila manusia hidup sendiri, maka tak akan
ada manusia lain yang merasa terganggu oleh tindakan-tindakannya. Akan
tetapi setiap orang, bagaimanapun hidupnya akan selalu menciptakan kebiasaan
bagi dirinya sendiri.
PDGK4306/MODUL 2 2.19
5. Hidup perekonomian
Sistem ekonomi mempunyai wujud sebagai: konsep, rencana, kebijakan,
dan adat istiadat, yang semuanya berhubungan dengan ekonomi. Wujudnya
dapat berupa tindakan-tindakan dan interaksi yang berpola, yaitu antara;
produsen, pedagang, ahli transportasi, pengecer, dan konsumen.
Unsur-unsur yang terdapat dalam hidup perekonomian yaitu; peralatan,
komoditi, dan benda- benda ekonomi yang diperlukan. Misalnya, kultural
universal pencaharian hidup dan ekonomi, antara lain mencakup kegiatan-
kegiatan, seperti pertanian, peternakan, sistem produksi, sistem distribusi dan
lain- lain
Dalam cakupan seni rupa, terdiri dari: seni patung, seni ukir, seni lukis,
dan seni rias. Cakupan seni suara, terdiri dari: seni vokal, seni instrumental, dan
seni sastra.
9. Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu unsur kebudayaan, karena proses
pendidikan pada dasarnya merupakan hakikat dari kebudayaan itu sendiri.
Berdasarkan nilai-nilai kebudayaan yang beragam, kompleks, dan tereintegrasi,
maka proses pendidikan tidak dapat dilihat dari satu sudut pandang saja, tetapi
harus menggunakan pandangan yang multi disipliner. Proses pendidikan dapat
ditinjau dari aspek filsafat, antropologi, sosiologi, dan psikologi.
Kebudayaan mempunyai sifat normatif, karena diarahkan oleh nilai-nilai
yang diakui bersama di dalam suatu masyarakat. Proses pendidikan dengan
sendirinya merupakan suatu proses yang normatif, yang didasari dengan nilai-
nilai. Pendidikan sebagai suatu proses kebudayaan, harus melihat peserta didik
sebagai individu yang menyeluruh atau sebagai seorang manusia seutuhnya.
Kebudayaan juga mengatur manusia untuk bertindak. Kebudayaan
melahirkan kaidah-kaidah untuk melindungi masyarakat dari kehancuran yang
diakibatkan oleh kekuatan-kekuatan tersembunyi di masyarakat. Kaidah-
kaidah ini berupa petunjuk cara-cara bertingkah laku di dalam pergaulan hidup.
Kebudayaan mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya
bertindak, berbuat, dan menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan
dengan orang lain. Apabila manusia hidup sendiri, maka tak akan ada manusia
lain yang merasa terganggu oleh tindakan-tindakannya. Akan tetapi setiap
orang, bagaimanapun hidupnya akan selalu menciptakan kebiasaan bagi
dirinya sendiri. Kebiasaan merupakan suatu perilaku pribadi. Pribadi berarti
bahwa kebiasaan orang seseorang itu berbeda
2.22 PEMBELAJARAN BERWAWASAN KEMASYARAKATAN
dari peri kebiasaan orang lain, walaupun misalnya mereka hidup dalam satu
wilayah (rumah, kampung, komunitas).
Di dalam mengatur perilaku, khususnya hubungan antarmanusia,
kebudayaan dinamakan struktur normatif. Artinya, kebudayaan adalah suatu
garis-garis pokok tentang perilaku yang menetapkan peraturan-peraturan
mengenai apa yang harus dilakukan, apa yang seharusnya dilakukan, apa yang
dilarang dan lain sebagainya. Unsur-unsur normatif yang merupakan bagian
dari kebudayaan adalah sebagai berikut.
a. Unsur-unsur yang menyangkut penilaian, misalnya apa yang baik dan
buruk, apa yang menyenangkan dan tidak menyenangkan, apa yang sesuai
dengan keinginan dan yang tidak sesuai dengan keinginan.
b. Unsur-unsur yang berhubungan dengan apa yang seharusnya, seperti
bagaimana orang harus berperilaku.
c. Unsur-unsur yang menyangkut kepercayaan, seperti harus mengadakan
upacara adat pada saat kelahiran, pertunangan, perkawinan dan lain-lain.
S alah satu proses yang luas dikenal mengenai kebudayaan adalah transmisi
kebudayaan. Artinya kebudayaan itu ditransmisikan dari satu generasi kepada
generasi berikutnya. Bahkan banyak ahli pendidikan yang merumuskan proses
pendidikan tidak lebih dari proses transmisi kebudayaan. Dengan demikian
kebudayaan bukanlah sesuatu “entity” yang statis tetapi
sesuatu yang terus menerus berubah.
Di dalam transmisi kebudayaan terdapat tiga unsur utama, yaitu;
1. unsur-unsur yang ditransmisikan,
2. proses transmisi, dan
3. cara transmisi.
A. TRANSFORMASI KEBUDAYAAN
Dalam kehidupan manusia tidak terlepas dari kebudayaan yang dianut oleh
generasi sebelumnya sehingga kebudayaan dapat merupakan turun temurun
dalam kehidupan manusia.
Keluarga merupakan salah satu lembaga pewaris kebudayaan, keluarga
sebagai suatu lembaga pada awal pengertiannya lahir dari ikatan perkawinan
dua insan yang berbeda jenis kelamin untuk hidup dalam satu rumah tangga.
Dalam perkembangannya keluarga mengalami perubahan pengertian yang
lebih luas dan berkembang dinamis sejalan dengan perkembangan norma
masyarakat di mana keluarga berada.
D’Antonio (1983) mendefinisikan keluarga sebagai suatu unit yang terdiri
dari dua orang atau lebih yang hidup bersama untuk suatu periode waktu, dan
di antara mereka saling berbagi dalam satu hal atau lebih, yang berkaitan
dengan pekerjaan, seks, kesejahteraan, dan makanan anak-anak, kegiatan-
kegiatan intelektual, spiritual, dan rekreasi. Sedangkan Rollin dan Galligan
(1978) mendefinisikan keluarga sebagai suatu sistem interaksi semi tertutup di
antara orang-orang yang bervariasi umur dan jenis kelaminnya, di mana
interaksi tersebut terorganisasi dalam arti hubungan posisi sosial dengan norma
dan peranan yang ditentukan, baik oleh individu yang berinteraksi maupun oleh
masyarakat sebagai suatu ciri dari sistem tersebut.
Fungsi keluarga tidak hanya sebatas pada pemenuhan kebutuhan hubungan
sosial dan fisik dua insan yang melakukan ikatan perkawinan serta anggota
keluarga lainnya, tetapi memiliki fungsi yang lebih luas. Zimmerman (1983)
mengemukakan fungsi utama keluarga adalah sebagai;
1. pemeliharaan fisik dan kesejahteraan anggota keluarga,
2. menambah anggota keluarga baru, baik melalui kelahiran maupun adopsi,
Banyak pendapat yang mengatakan bahwa seorang bayi yang baru lahir
ibarat kertas putih bersih yang belum mempunyai cacat atau coretan sedikit
pun. Baik buruknya nanti kertas tersebut tergantung dari orang atau lingkungan
yang akan menjamah kertas tersebut. Jadi seorang bayi yang baru lahir ke dunia
ini, sampai nanti menjadi dewasa, sikap, tingkah laku dan wataknya akan
banyak ditentukan oleh proses lingkungannya. Proses belajar yang dialami
anak adalah dalam keluarga sehingga keluarga memiliki peranan penting dalam
proses sosialisasi nilai, norma, dan adat istiadat yang berlaku di masyarakat.
Proses belajar terhadap norma sering dinamakan dengan proses sosialisasi
yaitu proses yang membantu individu. Melalui proses belajar dan penyesuaian
diri, bagaimana cara hidup dan bagaimana cara berpikir anak didik dari
kelompoknya. Vembrianto (1982) menyebutkan bahwa;
2.32 PEMBELAJARAN BERWAWASAN KEMASYARAKATAN
2. Difusi
Difusi berarti pembauran budaya-budaya tertentu. Terutama dalam abad
komunikasi yang serba cepat dan intens, difusi kebudayaan akan berjalan
dengan sangat cepat. Percepatan proses difusi melalui proses pendidikan
formal, nonformal maupun informal kini berjalan dengan sangat cepat. Para
peneliti antropologi klasik seperti Margaret Mead, Corra du Bois (Tilaar: 2000)
tidak menemukan bentuk-bentuk kebudayaan yang statis, namun dalam jangka
waktu yang tidak begitu lama mereka kembali dan melihat perubahan yang
sangat besar yang telah terjadi. Lihat saja misalnya yang ditemukan oleh
Margaret Mead dari suatu masyarakat yang tertutup dan statis ketika beliau
kembali telah menemukan suatu masyarakat yang terbuka yang telah
mengadopsi unsur-unsur budaya barat.
PDGK4306/MODUL 2 2.35
3. Akulturasi
Salah satu bentuk difusi kebudayaan ialah akulturasi. Dalam proses ini
terjadi pembauran budaya antarkelompok atau di dalam kelompok yang besar.
Dewasa ini misalnya unsur-unsur budaya Jawa telah masuk di dalam budaya
sistem pemerintahan di daerah. Nama-nama petugas negara di daerah telah
mengadopsi nama-nama pemimpin di dalam kebudayaan Jawa, seperti Bupati,
Camat, Lurah, dan unsur-unsur tersebut telah disosialisasikan dan diterima oleh
masyarakat luas. Begitu pula terjadi akulturasi unsur -unsur budaya
antarsubetnis di Nusantara ini. Proses akulturasi tersebut lebih dipercepat
dengan adanya sistem pendidikan yang tersentralisasi dan mempunyai
kurikulum yang uniform.
4. Asimilasi
Proses asimilasi dalam kebudayaan terjadi terutama antaretnis dengan
subbudayanya masing-masing. Biasanya proses asimilasi dikaitkan dengan
adanya sejenis pembauran antaretnis dalam pergaulannya. Misalnya
perkawinan antaretnis masih sangat terbatas dan kadang-kadang dianggap tabu.
Namun, dewasa ini proses asimilasi berlangsung cepat sungguhpun diakui
sekat-sekat pembatas di dalam proses asimilasi itu banyak yang sulit
dihilangkan. Apalagi hal -hal yang membatasi proses tersebut seperti; prejudis,
perbedaan agama dan kepercayaan dapat menghalangi suatu proses asimilasi
yang cepat. Di dalam kehidupan bernegara terdapat berbagai kebijakan yang
mempercepat proses tersebut, ada yang terjadi secara alamiah dan ada pula
yang tidak alamiah. Biasanya proses asimilasi kebudayaan yang terjadi di
dalam perkawinan akan lebih cepat dan lebih alamiah sifatnya.
5. Inovasi
Inovasi mengandalkan adanya pribadi yang kreatif. Dalam setiap
kebudayaan terdapat pribadi-pribadi yang inovatif. Dalam masyarakat yang
sederhana yang relatif masih tertutup dari pengaruh-pengaruh kebudayaan luar,
inovasi berjalan dengan lambat. Dalam masyarakat yang terbuka, kemungkinan
untuk inovasi menjadi terbuka karena didorong oleh kondisi budaya yang
memungkinkan. Oleh sebab itu, di dalam masyarakat modern pribadi yang
inovatif merupakan syarat mutlak bagi perkembangan kebudayaan. Inovasi
merupakan dasar dan lahirnya suatu masyarakat dan budaya modern dalam
dunia yang terbuka dewasa ini.
2.36 PEMBELAJARAN BERWAWASAN KEMASYARAKATAN
Inovasi kebudayaan di dalam bidang teknologi dewasa ini begitu cepat dan
begitu tersebar luas sehingga merupakan motor dari lahirnya suatu masyarakat
dunia yang bersatu.
Di dalam kebudayaan modern pada abad teknologi dan informasi dalam
milenium ketiga, kemampuan untuk inovasi merupakan ciri dari manusia yang
dapat survive dan dapat bersaing. Persaingan di dalam dunia modern telah
merupakan suatu tuntutan, oleh karena kita tidak mengenal batas-batas negara.
Perdagangan bebas, dunia yang terbuka tanpa batas, teknologi komunikasi yang
menyatukan, kehidupan cyber yang menisbikan waktu dan ruang, menuntut
manusia-manusia inovatif. Dengan sendirinya wajah kebudayaan dunia masa
depan akan lain sifatnya.
Betapa besar peranan inovasi di dalam dunia modern, menuntut peran dan
fungsi pendidikan yang luar biasa untuk melahirkan manusia-manusia yang
inovatif. Dengan kata lain, pendidikan yang tidak inovatif, yang mematikan
kreativitas generasi muda, berarti tidak memungkinkan suatu bangsa untuk
bersaing dan hidup di dalam masyarakat modern yang akan datang. Dengan
demikian, pendidikan akan menempati peranan sentral di dalam lahirnya suatu
kebudayaan dunia yang baru.
7. Fokus
Konsep fokus di dalam proses pembudayaan berasal dari seorang pakar
antropologi Herkovits. Konsep ini menyatakan adanya kecenderungan di dalam
kebudayaan ke arah kompleksitas dan variasi dalam lembaga-lembaga serta
menekankan pada aspek-aspek tertentu. Artinya berbagai kebudayaan
memberikan penekanan kepada suatu aspek tertentu, misalnya kepada aspek
teknologi, aspek kesenian seperti kebudayaan Bali, aspek perdagangan, dan
sebagainya. Proses pembudayaan yang memberikan fokus kepada teknologi
misalnya akan memberikan tempat kepada pengembangan teknologi
kesempatan yang seluas-luasnya untuk berkembang. Tidak jarang terjadi
dengan adanya fokus terhadap teknologi, maka nilai-nilai budaya yang lain
tersingkirkan atau terabaikan. Hal ini tentu merupakan suatu bahaya yang dapat
mengancam kelanjutan hidup suatu kebudayaan. Dalam dunia pendidikan hal
ini sudah terjadi seperti di Indonesia. Dunia barat telah lama memberikan fokus
kepada kemampuan akal, menekankan kepada pembentukan intelektualisme di
dalam sistem pendidikannya. Dengan demikian, aspek- aspek kebudayaan yang
lain seperti nilai-nilai moral, lembaga-lembaga budaya yang primer seperti
keluarga cenderung mulai
PDGK4306/MODUL 2 2.37
8. Krisis
David Bidney (Soekanto: 1990) telah menunjukkan arti krisis di dalam
proses akulturasi kebudayaan. Suatu contoh yang jelas timbulnya krisis di
dalam proses westernisasi dari kehidupan budaya-budaya Timur. Sejalan
dengan maraknya kolonialisme ialah masuknya unsur-unsur budaya Barat
memasuki dunia ketiga, terjadilah proses akulturasi yang kadang-kadang
menyebabkan hancurnya kebudayaan lokal. Timbul krisis yang menjurus
kepada hancurnya sendi-sendi kehidupan orisinil. Lihat saja kepada krisis
moral yang terjadi pada generasi muda yang diakibatkan oleh masuknya nilai-
nilai budaya Barat yang belum serasi dengan kehidupan budaya yang ada.
Keluarga mengalami krisis, peranan orang tua dan pemimpin-pemimpin
mengalami krisis. Krisis kebudayaan tersebut akan lebih cepat dan intens di
dalam era komunikasi yang pesat.
Krisis dapat menyebabkan dis-organisasi sosial, misalnya dalam gerakan
reformasi total kehidupan. Bangsa Indonesia dewasa ini di dalam memasuki era
reformasi menghadapi suatu era yang kritis karena masyarakat mengalami
krisis kebudayaan. Apabila gerakan reformasi tidak diarahkan sebagai suatu
gerakan moral maka gerakan tersebut akan kehilangan arah. Gerakan reformasi
akan menyebabkan krisis, sosial, krisis ekonomi, dan berbagai krisis lainnya.
Oleh sebab itu, gerakan reformasi total dewasa ini perlu diarahkan dan
dibimbing oleh nilai-nilai moral yang hidup di dalam kebudayaan bangsa
Indonesia. Dalam kaitan ini, peranan pendidikan sangat menentukan karena
pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai moral bangsa dalam jangka
panjang akan memantapkan arah jalannya reformasi tersebut. Dalam jangka
panjang pendidikan akan menentukan pencapaian tujuan reformasi itu sendiri.
2.38 PEMBELAJARAN BERWAWASAN KEMASYARAKATAN
Bentuk formal yang biasa kita kenal sebagai pendidikan yang berstruktur
dan berprogram, sedangkan bentuk nonformal biasanya singkat waktunya dan
tujuannya untuk memperoleh bentuk-bentuk pengetahuan atau keterampilan
tertentu yang langsung dapat dimanfaatkan oleh pemiliknya. Bentuk
pendidikan informal tidak mengenal jangka waktu tertentu serta tidak
berstruktur. Proses pendidikan informal terjadi seumur hidup. Bentuk proses
pendidikan yang informal ini semakin lama semakin penting apalagi di dalam
era teknologi informasi. Unsur-unsur budaya setiap saat mempengaruhi tingkah
laku manusia di dalam masyarakatnya.
2.40 PEMBELAJARAN BERWAWASAN KEMASYARAKATAN
Pendidikan formal terlaksana di dalam pranata sosial yang disebut sekolah. Di dalam pendidikan sekolah kita
kenal berbagai tingkat, jenis, dan di dalam program yang berstruktur yang dikenal sebagai kurikulum.
Bentuk pendidikan nonformal yang dikenal sebagai pendidikan luar sekolah, dikenal dalam masyarakat dalam
bentuk kursus-kursus. Biasanya lama pendidikan terbatas meskipun programnya tetap berstruktur. Dalam era
cybernetic, program pendidikan luar sekolah semakin lama semakin menempati tempat yang penting oleh karena
dengan kemajuan komunikasi informatika, orang tidak perlu lagi belajar di dalam ruangan tertentu tetapi dapat belajar
sendiri melalui cyberspace.