Anda di halaman 1dari 31

KEGIATAN BELAJAR 1

Hakikat Kebudayaan

P ara ahli antropologi pendidikan seperti Theodore Brameld (1957)

seperti dikutip Tilaar (2002) melihat keterkaitan yang sangat erat antara
pendidikan, masyarakat, dan kebudayaan. Antara pendidikan dan kebudayaan
terdapat hubungan sangat erat dalam arti keduanya berkenaan dengan suatu
hal yang sama ialah nilai-nilai. Di dalam rumusan-rumusan mengenai
kebudayaan seperti Tylor telah menjalin ketiga pengertian; manusia,
masyarakat, budaya, sebagai tiga dimensi dari hal yang bersamaan. Oleh
sebab itu, pendidikan tidak terlepas dari kebudayaan dan hanya dapat
terlaksana dalam suatu masyarakat. Apabila kebudayaan mempunyai tiga
unsur penting yaitu, kebudayaan sebagai suatu tata kehidupan (order),
kebudayaan sebagai suatu proses, dan kebudayaan yang mempunyai suatu visi
tertentu (goals), maka pendidikan dalam rumusan tersebut merupakan proses
pembudayaan. Dengan demikian tidak ada suatu proses pendidikan tanpa
kebudayaan dan tanpa masyarakat, dan sebaliknya tidak ada suatu
kebudayaan dalam pengertian suatu proses tanpa pendidikan, dan proses
kebudayaan dan pendidikan hanya dapat terjadi di dalam hubungan
antarmanusia dalam suatu masyarakat tertentu. Dalam perkembangan
kehidupan manusia, proses yang sangat kompleks itu berjalan dengan
semestinya apalagi dalam kehidupan modern. Bukan tidak mustahil proses
kebudayaan dan proses pendidikan berjalan sendiri-sendiri bahkan
kemungkinan saling bertabrakan satu sama lainnya.
Kebudayaan dibedakan dengan peradaban, meskipun pada beberapa
literatur kadang kala menggunakan istilah kebudayaan untuk menunjuk suatu
peradaban. Kebudayaan memiliki pengertian yang intrinsik, oleh karena semua
bangsa atau masyarakat mempunyai budaya. Sedangkan peradaban lebih
terarah pada pengertian masyarakat modern dan maju. Namun demikian, ada
pula yang menyalahartikan peradaban dengan westernisasi. Sebenarnya
peradaban lebih diarahkan kepada masyarakat maju yang ditandai dengan
kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan peningkatan nilai-nilai
kemanusiaan (Koentjaraningrat, 1985).
Dalam kaitan dengan kebudayaan, pendidikan merupakan suatu proses
pembudayaan dan peradaban. Tidak mungkin kita membangun suatu
peradaban tanpa budaya namun kita dapat mengembangkan budaya tanpa
2.4 PEMBELAJARAN BERWAWASAN KEMASYARAKATAN 

menuju kepada modernisasi. Di dalam dunia yang terbuka dewasa ini, proses
pendidikan haruslah menggabungkan kedua konsep tersebut yaitu membangun
manusia yang berbudaya dan beradab.
Para ahli pendidikan dan antropologi sepakat bahwa budaya adalah dasar
terbentuknya kepribadian manusia. Dari budaya dapat terbentuk identitas
seseorang, identitas suatu masyarakat dan identitas suatu bangsa. Dengan
budaya itu pulalah seseorang akan memasuki budaya global dalam dunia
terbuka dewasa ini. Dengan demikian manusia modern ini sebenarnya hidup di
dalam berbagai dunia yang menyatu ialah dunia nyata yang realistik, dunia-
tanpa batas, dan dunia cyber yang digerakkan oleh suatu kemajuan teknologi
informasi.
Materi ini sangat bermanfaat dipelajari oleh mahasiswa, sebagai bahan
dalam mengembangkan wawasan tentang pembentukan kepribadian manusia
melalui budaya. Untuk memahami konsep ini, silakan Anda membacanya
kemudian berdiskusi dengan teman Anda, kemudian mengerjakan latihan
sesuai dengan yang ditugaskan dan diakhiri dengan mengerjakan tes formatif.
Setelah melaksanakan kegiatan belajar 1, diharapkan Anda dapat
menjelaskan hakikat kebudayaan.

A. PENGERTIAN KEBUDAYAAN

Kata “kebudayaan” berasal dari (bahasa Sansekerta) buddayah yang


merupakan bentuk jamak dari “buddhi” yang berarti budi atau akal.
Kebudayaan diartikan sebagai “hal-hal yang bersangkut paut dengan budi atau
akal”. Adapun istilah culture yang merupakan istilah bahasa asing sama artinya
dengan kebudayaan, berasal dari kata Latin colere, yang artinya mengolah atau
mengerjakan, yaitu mengolah tanah atau bertani. Dari asal kata tersebut (colere)
kemudian culture, diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk
mengolah dan mengubah alam.
Dalam antropologi, yang meneliti dan menganalisis berbagai cara hidup
manusia dan berbagai sistem tindakan manusia, aspek belajar merupakan aspek
pokok. Karena itu, dalam memberi batasan kepada konsep “kebudayaan”,
antropologi sering kali sangat berbeda dengan berbagai ilmu lain. Arti
“kebudayaan” dalam bahasa sehari-hari pada umumnya terbatas pada segala
sesuatu yang indah, misalnya; candi, tarian, seni rupa, seni suara, kesusastraan,
dan filsafat. Menurut pandangan antropologi, “kebudayaan adalah seluruh
sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan
 PDGK4306/MODUL 2 2.5

manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan


belajar”. Dengan demikian hampir semua tindakan manusia adalah
“kebudayaan” (Koentjaraningrat, 1996).
E.B. Tylor (1871) mendefinisikan kebudayaan sebagai kompleks yang
mencakup pengetahuan, kepercayaan, Kesenian, moral, hukum, adat istiadat
dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan -kebiasaan yang didapatkan
oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Dengan lain perkataan kebudayaan
mencakup kesemuanya yang didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai
anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari
pola-pola perilaku yang normatif. Artinya mencakup segala cara-cara atau
pola-pola berpikir, merasakan dan bertindak. Seseorang yang meneliti
kebudayaan tertentu, akan sangat tertarik oleh objek-objek kebudayaan seperti
rumah, sandang, jembatan, alat-alat komunikasi dan sebagainya.

Definisi di atas memberikan beberapa hal yang perlu lebih lanjut dipelajari
untuk dipergunakan sebagai alat dalam menganalisis keterkaitan antara proses
pendidikan dan proses pembudayaan. Tilaar (2002) merinci definisi yang
dikemukakan oleh E.B.Tylor di atas, sebagai berikut:
1. Kebudayaan merupakan suatu keseluruhan yang kompleks. Hal ini berarti
bahwa kebudayaan merupakan suatu kesatuan dan bukan jumlah dari
bagian-bagian. Keseluruhan mempunyai pola-pola atau desain tertentu
yang unik. Setiap kebudayaan mempunyai mozaik yang spesifik.
2. Kebudayaan merupakan suatu prestasi kreasi manusia yang bukan
material, artinya berupa bentuk-bentuk prestasi psikologis seperti: ilmu
pengetahuan, kepercayaan, dan seni.
3. Kebudayaan dapat pula berbentuk fisik seperti hasil seni, terbentuknya
kelompok-kelompok keluarga.
4. Kebudayaan dapat pula berbentuk kelakuan-kelakuan yang terarah seperti
hukum, adat-istiadat yang berkesinambungan.
5. Kebudayaan diperoleh dari lingkungan.
6. Kebudayaan tidak terwujud dalam kehidupan manusia yang soliter atau
terasing tetapi yang hidup dalam suatu masyarakat tertentu.

Definisi Tylor juga memberikan penekanan kepada faktor manusia yang


memperoleh nilai-nilai tersebut dari masyarakatnya. Hal ini berarti betapa
pentingnya masyarakat manusia di dalam perkembangan manusia itu sendiri.
Tidak dapat digambarkan bagaimana suatu kebudayaan yang tanpa nilai-
2.6 PEMBELAJARAN BERWAWASAN KEMASYARAKATAN 

nilai. Penanaman nilai-nilai kepada generasi berikutnya dilakukan melalui


proses pendidikan. Oleh karena itu pendidikan merupakan upaya untuk
membudayakan manusia. Proses pembudayaan itu bersifat utuh, sehingga nilai-
nilai yang terkandung dalam kebudayaan dikuasai/dimiliki pula oleh generasi
berikutnya. Implikasi yang dapat dipetik dari pengertian kebudayaan menurut
Tylor adalah:
1. Adanya keteraturan dalam hidup bermasyarakat
2. Adanya proses pemanusiaan
3. Di dalam proses pemanusiaan itu terdapat suatu visi tentang kehidupan

Selo Sumardjan dan Soelaeman Soemardi merumuskan kebudayaan


sebagai semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Karya masyarakat
menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan
jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai
alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabadikan untuk
kepentingan masyarakat.
Rasa yang meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah-kaidah dan
nilai-nilai sosial yang perlu untuk mengatur masalah- masalah kemasyarakatan
dalam arti luas. Di dalamnya termasuk misalnya agama, ideologi, kebatinan,
kesenian, dan semua unsur yang merupakan hasil ekspresi jiwa manusia yang
hidup sebagai anggota masyarakat. Selanjutnya, cipta merupakan kemampuan
mental, berpikir orang-orang yang hidup bermasyarakat dan yang antara lain
menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan. Cipta merupakan baik yang
berwujud teori murni maupun yang telah disusun untuk langsung diamalkan
dalam kehidupan masyarakat. Rasa dan cinta dinamakan pula kebudayaan
rohaniah (spiritual atau immaterial culture).
Setiap masyarakat pasti memiliki kebudayaan. Perbedaannya terletak pada
kebudayaan masyarakat yang satu lebih sempurna daripada kebudayaan
masyarakat lain, di dalam perkembangannya untuk memenuhi segala sesuatu
keperluan masyarakatnya. Di dalam hubungan di atas maka biasanya diberikan
nama “peradaban” (civilization) kepada kebudayaan yang telah mencapai taraf
perkembangan teknologi yang sudah lebih tinggi.
 PDGK4306/MODUL 2 2.7

B. WUJUD KEBUDAYAAN

Talcott Parsons dan A.L. Kroeber (Koentjaraningrat: 1996) menganjur-kan


untuk membedakan wujud kebudayaan sebagai suatu sistem gagasan serta
konsep-konsep, dan wujudnya sebagai rangkaian tindakan serta aktivitas
manusia yang berpola. Dalam rangka itu, J.J. Honingman (Koentjaraningrat:
1996)) membuat perbedaan atas tiga gejala kebudayaan, yakni; (1) ideas, (2)
activities, dan (3) artifacts. Namun demikian Koentjaraningrat (1996)
menyarankan agar kebudayaan dibeda-bedakan sesuai dengan empat
wujudnya, yang terdiri dari; (1) artifact, (2) sistem tingkah laku dan tindakan
yang berpola, (3) sistem gagasan, dan (4) sistem idiologis.

Wujud konkret dari kebudayaan berupa artifact adalah kebudayaan yang


merupakan hasil karya yang bersifat fisik yang dapat diraba, misalnya:
bangunan (termasuk bangunan megah, seperti Candi Borobudur), benda-benda
bergerak seperti kapal, dan benda-benda yang dipergunakan manusia sehari-
hari. Kebudayaan dalam arti sistem tingkah laku merupakan suatu pola
tindakan yang dilakukan oleh manusia yang berpola. Tingkah laku yang
berpola ini mengikuti suatu aturan yang berlaku pada sistem sosial masyarakat
tertentu. Tingkah laku sifatnya konkret, dapat diamati, dan divisualisasikan.
Kebudayaan sebagai sistem gagasan sifatnya abstrak (tidak berwujud), hanya
dapat diketahui serta dipahami (terutama oleh orang dengan budaya yang
berbeda) setelah ia mempelajarinya dengan mendalam, baik melalui
wawancara intensif atau dengan membaca. Kebudayaan dalam wujud gagasan
juga berpola dan berdasarkan sistem-sistem tertentu yang disebut sebagai
sistem budaya. Kebudayaan dalam wujud sistem idiologis merupakan suatu
gagasan yang telah dipelajari oleh warga suatu masyarakat sejak dini, dan
karena itu sangat sulit untuk diubah. Istilah untuk menyebut unsur-unsur
kebudayaan yang merupakan pusat dari semua unsur yang lain itu adalah nilai-
nilai budaya, yang menentukan sifat dan corak dari pikiran, cara berpikir, serta
tingkah laku manusia.

C. SISTEM NILAI BUDAYA

Sistem nilai budaya adalah tingkat tertinggi dan paling abstrak dari adat
istiadat. Nilai budaya terdiri dari konsep-konsep mengenai segala sesuatu yang
dinilai berharga dan penting oleh suatu warga masyarakat sehingga
2.8 PEMBELAJARAN BERWAWASAN KEMASYARAKATAN 

dapat berfungsi sebagai suatu pedoman orientasi pada kehidupan para warga
masyarakat yang bersangkutan. Walaupun nilai-nilai budaya berfungsi sebagai
pedoman hidup warga masyarakat, sebagai konsep sifatnya sangat umum,
memiliki ruang lingkup yang sangat luas, dan biasanya sulit diterangkan secara
rasional dan nyata. Namun, justru karena itulah ia berada dalam daerah
emosional dari alam jiwa seseorang.
Suatu sistem nilai budaya sering kali merupakan suatu pandangan hidup,
walaupun kedua istilah itu sebaiknya tidak disamakan. Pandangan hidup
biasanya mengandung sebagian dari nilai-nilai yang dianut oleh suatu
masyarakat, dan yang telah dipilih secara selektif oleh individu-individu dan
golongan-golongan dalam masyarakat. Dengan demikian, apabila sistem nilai
merupakan pedoman yang dianut oleh suatu masyarakat maka pandangan hidup
merupakan pedoman yang dianut oleh golongan-golongan atau bahkan
individu-individu tertentu dalam suatu masyarakat. Karena itu pandangan hidup
tidak berlaku bagi seluruh masyarakat.
Konsep idiologi juga merupakan suatu sistem pedoman hidup yang ingin
dicapai oleh para warga suatu masyarakat, namun yang sifatnya lebih khusus
daripada sistem nilai budaya. Idiologi dapat menyangkut seluruh masyarakat
(dalam kenyataan tentu ada kekecualian), tetapi dapat juga hanya golongan-
golongan tertentu saja dalam masyarakat yang bersangkutan. Sebaliknya, istilah
idiologi umumnya tidak digunakan dalam hubungan dengan individu. Oleh
karena itu, yang ada hanyalah idiologi negara, idiologi suatu masyarakat,
idiologi golongan dan lain-lain.

D. ADAT ISTIADAT, NORMA, DAN HUKUM

Norma merupakan aturan untuk bertindak yang sifatnya khusus, dan


perumusannya pada umumnya sangat rinci atau ruang lingkupnya tidak terlalu
luas dan perumusannya tidak terlalu kabur. Norma yang khusus itu dapat
digolongkan menurut pranata di masyarakat, yang di dalamnya terdiri sejumlah
pranata, misalnya, pranata pendidikan, peradilan, ekonomi, kesenian,
keagamaan, perkawinan dan sebagainya. Norma-norma yang ada dalam suatu
pranata tentu harus saling berkaitan sehingga merupakan suatu sistem yang
integral. Di samping itu, norma dalam suatu pranata tentu berkaitan pula dengan
norma-norma dalam pranata lain yang berdekatan sehingga seluruhnya menjadi
sistem yang lebih luas.
 PDGK4306/MODUL 2 2.9

Dalam suatu masyarakat yang sederhana, di mana jumlah pranata yang ada
dalam kehidupan masih sangat kecil, dan di mana jumlah norma dan pranata
juga kecil, pengetahuan mengenai semua norma yang ada dalam masyarakat
yang bersangkutan masih dapat dikuasai oleh satu orang ahli adat saja, namun
apabila suatu masyarakat telah berkembang makin kompleks sehingga jumlah
pranata yang ada juga makin banyak, maka seorang ahli adat tidak mungkin
dapat menguasai semuanya. Dalam masyarakat kompleks, jumlah norma dalam
suatu pranata bahkan sudah sangat banyak sehingga untuk satu pranata
diperlukan sejumlah ahli.
Di antara berbagai norma yang ada di dalam suatu masyarakat, ada yang
dirasakan lebih besar daripada lainnya. Pelanggaran terhadap suatu norma yang
dianggap tidak begitu berat umumnya tidak akan membawa akibat yang
panjang, dan mungkin hanya menjadi bahan ejekan atau pergunjingan para
warga masyarakat. Norma semacam ini oleh W.G. Sumner dinamakan
folkways atau dengan istilah lain sebagai tata cara. Sebaliknya, ada norma yang
berakibat panjang apabila dilanggar sehingga pelanggarnya bisa jadi dituntut,
diadili, dan dihukum. Norma semacam ini dinamakan mores atau dengan istilah
lain dinamakan adat istiadat.
Norma-norma dari golongan yang mempunyai akibat panjang juga dapat
merupakan hukum, walaupun menurut Sumber tidak berarti bahwa mores sama
dengan hukum. Hal ini dikarenakan tidak semua mores memiliki sanksi hukum
meskipun secara adat dianggap memiliki tingkat pelanggaran yang tinggi.
Ferdinan Tonies (Soekanto, 1990) menjelaskan bahwa kebiasaan
mempunyai tiga arti, yaitu:
1. Dalam arti yang menunjuk pada suatu kenyataan yang bersifat objektif.
Misalnya, kebiasaan untuk bangun pagi, kebiasaan untuk tidur siang hari,
kebiasaan untuk minum kopi sebelum mandi dan lain-lain. Artinya
adalah, bahwa seseorang biasa melakukan perbuatan-perbuatan tadi
dalam tata cara hidupnya.
2 Dalam arti bahwa kebiasaan tersebut dijadikan kaidah bagi seseorang,
norma mana diciptakan untuk dirinya sendiri. Dalam hal ini, orang yang
bersangkutanlah yang menciptakan suatu perilaku bagi dirinya sendiri.
3. Sebagai perwujudan kemauan atau keinginan seseorang untuk berbuat
sesuatu.
2.10 PEMBELAJARAN BERWAWASAN KEMASYARAKATAN 

Jadi kebiasaan tersebut menunjuk pada suatu gejala bahwa seseorang di


dalam tindakan-tindakannya selalu ingin melakukan hal-hal yang teratur
baginya. Kebiasaan-kebiasaan yang baik akan diakui serta dilakukan pula oleh
orang lain yang semasyarakat. Bahkan lebih jauh lagi, begitu mendalamnya
pengakuan atas kebiasaan seseorang sehingga dijadikan patokan bagi orang
lain, bahkan mungkin dijadikan peraturan. Kebiasaan yang dijadikan dasar bagi
hubungan antarorang-orang tertentu sehingga tingkah laku atau tindakan
masing-masing dapat diatur dan itu semuanya menimbulkan norma atau kaidah.
Kaidah yang timbul dari masyarakat sesuai dengan kebutuhannya pada suatu
saat, lazimnya dinamakan adat istiadat (custom). Adat istiadat memiliki
perbedaan antara satu tempat dengan tempat lain, demikian pula menurut
waktunya. Adat istiadat memiliki dampak hukum apabila dilanggar, dimulai
dengan sanksi yang sangat ringan berupa pencemoohan/pergunjingan sampai
pada sanksi yang sangat berat berupa pengucilan, pengusiran atau hukuman-
hukuman badan berupa siksa dan kurungan.

Di samping adat istiadat, kaidah yang mengatur kehidupan manusia adalah


hukum, yang biasanya dibuat dengan sengaja dan mempunyai sanksi yang jelas.
Hukum dibuat dengan tujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat agar
terjadi keserasian di antara warga masyarakat dan sistem sosial yang dibangun
oleh suatu masyarakat. Pada masyarakat modern hukum dibuat oleh lembaga-
lembaga yang diberikan wewenang oleh rakyat.
Keseluruhan kaidah dalam masyarakat pada intinya adalah mengatur
masyarakat agar mengikuti pola perilaku yang disepakati oleh sistem sosial dan
budaya yang berlaku pada masyarakat tersebut. Pola-pola perilaku merupakan
cara-cara masyarakat bertindak atau berkelakuan yang sama dan harus diikuti
oleh semua anggota masyarakat tersebut. Setiap tindakan manusia dalam
masyarakat selalu mengikuti pola-pola perilaku masyarakat tadi. Pola perilaku
berbeda dengan kebiasaan. Kebiasaan merupakan cara bertindak seseorang
yang kemudian diakui dan mungkin diikuti oleh orang lain. Pola perilaku dan
norma -norma yang dilakukan dan dilaksanakan pada khususnya apabila
seseorang berhubungan dengan orang lain, dinamakan social organization.
KEGIATAN BELAJAR 2

Unsur-unsur Pokok Kebudayaan

P ada kegiatan belajar 1 modul ini telah dijelaskan bahwa pendidikan


merupakan proses pembudayaan. Beals dan Hoyer (Tilaar: 2000)
mengatakan bahwa kebudayaan diturunkan kepada generasi penerus lewat
proses belajar melalui melihat, dan meniru tingkah laku orang lain. Namun
demikian, kebudayaan itu sendiri bukanlah tingkah laku. Kebudayaan
dipelajari adalah cara bertindak (the ways of behaving). Cara bertindak
manusia di dalam lingkungan kebudayaan tertentu mengikuti pola-pola ideal
atau pola-pola budaya.
Dalam kaitan dengan hal tersebut, sangat menarik rumusan pakar yang
mengatakan bahwa kebudayaan merupakan suatu proses dinamis, yaitu;
penciptaan, penertiban, dan pengelolaan nilai-nilai insani. Tetapi apakah benar
nilai-nilai itu diturunkan atau dipelajari oleh generasi penerus?. Yang
diturunkan ialah bukan tingkah laku tetapi cara-cara bertingkah laku.
Pengertian ini penting, sebab manusia sebagai animal simbolikum bukan hanya
meniru seperti seekor monyet atau simpanse yang meniru cara-cara atau
kelakuan manusia, tetapi yang dipelajari oleh manusia adalah cara-cara
bertingkah laku dan bukan hanya sekedar meniru saja. Di sini terletak peranan
akal budi manusia di dalam menciptakan, menertibkan, dan mengelola nilai-
nilai insani tersebut. Kalau demikian, apa yang menjadi unsur kebudayaan dan
pada aspek mana manusia mampu mengembangkan kebudayaan, serta
bagaimana perubahan kebudayaan terjadi.
Materi ini sangat bermanfaat dipelajari oleh para mahasiswa, yaitu untuk
menambah wawasan tentang berbagai unsur yang terdapat dalam kebudayaan
sehingga untuk memahami konsep ini, silakan Anda membacanya kemudian
berdiskusi dengan teman Anda, kemudian mengerjakan latihan sesuai dengan
yang ditugaskan dan diakhiri dengan mengerjakan tes formatif.
Setelah melaksanakan kegiatan belajar 2, diharapkan Anda dapat
menjelaskan unsur-unsur pokok kebudayaan.
2.16 PEMBELAJARAN BERWAWASAN KEMASYARAKATAN 

A. UNSUR-UNSUR POKOK KEBUDAYAAN

Kebudayaan setiap bangsa atau masyarakat terdiri dari unsur-unsur besar


maupun unsur-unsur kecil yang merupakan bagian dari suatu kebulatan yang
bersifat kesatuan. Menurut Melville J. Herskovits (Soekanto: 1990) ada 4 unsur
pokok kebudayaan, yaitu:
1. alat-alat teknologi
2. sistem ekonomi
3. keluarga
4. kekuasaan politik

Bronislaw Malinowski (Soekanto: 1990) menyebut unsur-unsur pokok


kebudayaan adalah sebagai berikut:
1. sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota
masyarakat di dalam upaya menguasai alam sekelilingnya.
2. organisasi ekonomi
3. alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan; perlu diingat bahwa
keluarga merupakan lembaga pendidikan yang utama.
4. organisasi kekuatan

C. Kluckhohn (1953) menyebutkan unsur-unsur pada kebudayaan yang


ada di dunia ini secara universal terdiri atas:
1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat
rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, transportasi dan sebagainya).

2. Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian,


peternakan, sistem produksi, sistem distribusi dan sebagainya)
3. Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem
hukum, dan sistem perkawinan).
4. Bahasa (lisan maupun tertulis)
5. Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak dan sebagainya)
6. Sistem Pengetahuan
7. Religi (sistem kepercayaan)

Unsur-unsur kebudayaan tersebut di atas sifatnya masih umum (universal).


Kebudayaan universal tersebut dapat dijabarkan lagi ke dalam unsur-unsur
yang lebih kecil. Ralp Linton (1936) menyebutnya dengan
 PDGK4306/MODUL 2 2.17

kegiatan-kegiatan kebudayaan atau cultural activity. Masing-masing unsur


kebudayaan tersebut dapat dianalisis berikut ini.

1. Alam Pikiran
Alam pikiran merupakan salah satu unsur kebudayaan yang termasuk
inmaterial. Hal ini mengandung makna, bahwa alam pikiran tidak berbentuk
fisik yang dapat dilihat dan diraba melalui panca indera, tetapi alam pikiran
dapat diwujudkan dalam bentuk ide, gagasan, yang dapat dijadikan dasar untuk
mewujudkan sesuatu.

2. Religi
Semua aktivitas yang bersangkutan dengan religi berdasarkan atas
getaran jiwa, yang biasanya disebut emosi keagamaan. Emosi keagamaan
biasanya pernah dialami oleh manusia sehingga mendorong kepada setiap
manusia untuk melakukan tindakan-tindakan yang sesuai dengan aturan agama
yang dianutnya.
Suatu sistem religi dalam suatu kebudayaan selalu mempunyai ciri-ciri
untuk sedapat mungkin memelihara emosi keagamaan itu di antara
pengikutnya. Berdasarkan hal tersebut, emosi keagamaan merupakan unsur
penting dalam suatu religi bersama dengan tiga unsur lainnya, yaitu: a) sistem
keyakinan, b) sistem upacara keagamaan, c) suatu umat yang menganut religi
tersebut.
Sistem keyakinan mengandung banyak sub-sub unsur lagi, di antaranya:
menyangkut konsepsi tentang: pencipta alam, masalah terciptanya dunia dan
alam, masalah tentang hidup dan maut, konsepsi tentang dunia roh dan dunia
akhirat.
Sistem upacara keagamaan secara khusus mengandung empat aspek yang
menjadi perhatian khusus dari para ahli antropologi adalah: tempat upacara
keagamaan dilakukan, saat-saat upacara keagamaan dilakukan, benda-benda
dan alat upacara, orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara.

Kelompok umat yang menganut religi meliputi: hubungannya satu dengan


yang lainnya, hubungannya dengan para pemimpin agama, organisasi para
umat, kewajiban serta hak para warganya.
2.18 PEMBELAJARAN BERWAWASAN KEMASYARAKATAN 

3. Bahasa
Bahasa merupakan sarana utama untuk menerima pesan, berkomunikasi,
berdiskusi, mengubah, ataupun menyampaikan arti kepada pihak lain.
Melalui bahasa, manusia dapat:
a. memberikan informasi tentang berbagai hal,
b. mengomunikasikan ide-ide yang abstrak maupun yang bersifat konkret,
c. mendiskusikan berbagai hal yang pernah dilihat dan dialaminya,
d. mengungkapkan berbagai perasaan,
e. membangun cara berpikir.

Menurut jenisnya, bahasa terdiri dari: a) bahasa lisan, b) bahasa tulisan,


dan c) bahasa tubuh. Bahasa lisan berhubungan dengan bunyi-bunyi dan suara
yang dikeluarkan oleh mulut manusia, bahasa tulisan berhubungan dengan
simbol-simbol, dan bahasa tubuh berhubungan dengan gerak-gerik atau mimik
tubuh seseorang.
Menurut Bourdieu (Rafael: 1982), bahasa itu bukan sekedar daftar kata-
kata yang dipergunakan manusia, tetapi berhubungan dengan ketentuan-
ketentuan untuk mengombinasikan serta memodifikasi kata-kata sama
pentingnya. Semua bahasa mempunyai aturan-aturan tertentu untuk membuat
pernyataan, mengajukan pertanyaan, mengingkari sesuatu, dan mengungkap-
kan sesuatu. Kemampuan berbahasa secara baik dan benar, merupakan syarat
bagi perkembangan ilmu dan teknologi modern untuk kepentingan manusianya
itu sendiri.

4. Hubungan Sosial
Manusia sebagai makhluk sosial, dalam kehidupannya tidak dapat
terlepas dari hubungan sosial. Kebudayaan mengatur manusia untuk bertindak.
Kebudayaan melahirkan kaidah-kaidah untuk melindungi masyarakat dari
kehancuran yang diakibatkan oleh kekuatan-kekuatan tersembunyi di
masyarakat. Kaidah-kaidah ini berupa petunjuk cara bertingkah laku di dalam
pergaulan hidup. Kebudayaan mengatur agar manusia dapat mengerti
bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, menentukan sikapnya kalau mereka
berhubungan dengan orang lain. Apabila manusia hidup sendiri, maka tak akan
ada manusia lain yang merasa terganggu oleh tindakan-tindakannya. Akan
tetapi setiap orang, bagaimanapun hidupnya akan selalu menciptakan kebiasaan
bagi dirinya sendiri.
 PDGK4306/MODUL 2 2.19

5. Hidup perekonomian
Sistem ekonomi mempunyai wujud sebagai: konsep, rencana, kebijakan,
dan adat istiadat, yang semuanya berhubungan dengan ekonomi. Wujudnya
dapat berupa tindakan-tindakan dan interaksi yang berpola, yaitu antara;
produsen, pedagang, ahli transportasi, pengecer, dan konsumen.
Unsur-unsur yang terdapat dalam hidup perekonomian yaitu; peralatan,
komoditi, dan benda- benda ekonomi yang diperlukan. Misalnya, kultural
universal pencaharian hidup dan ekonomi, antara lain mencakup kegiatan-
kegiatan, seperti pertanian, peternakan, sistem produksi, sistem distribusi dan
lain- lain

6. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi


Ilmu pengetahuan merupakan susunan pernyataan suatu objek yang
merupakan kesatuan sistematik, lengkap dan terperinci. Ilmu pengetahuan
memiliki sifat:
a. rasional, artinya masuk akal, dan bisa diterima orang lain,
b. empiris, artinya kesimpulan yang diambil dapat dites dengan pancaindra
dan fakta, serta tidak dapat disangkal kebenarannya,
c. akumulatif, artinya ilmu pengetahuan tidak sekaligus jadi, tetapi ilmu
dibentuk dengan dasar teori, kemudian disempurnakan.

Menurut Koentjaraningrat (1990), sistem pengetahuan dalam suatu


kebudayaan merupakan cabang- cabang pengetahuan, biasanya dimiliki oleh
setiap suku bangsa, di antaranya terdiri dari pengetahuan:
a. alam sekitarnya,
b. alam flora di daerah tempat tinggalnya,
c. alam fauna di daerah tempat tinggalnya,
d. bahan mentah dan benda-benda dalam lingkungannya,
e. tubuh manusia,
f. sifat-sifat dan tingkah laku sesama manusia,
g. ruang dan waktu.

Contoh dari masing-masing cabang pengetahuan adalah:


a. pengetahuan alam berhubungan dengan: musim, sifat gejala alam
(gerhana bulan, gerhana matahari),
b. pengetahuan tentang alam flora berhubungan dengan: jenis tanaman,
kegunaan tanaman, dan cara memelihara tanaman,
2.20 PEMBELAJARAN BERWAWASAN KEMASYARAKATAN 

c. pengetahuan tentang alam fauna berhubungan dengan: jenis binatang,


cara memelihara binatang, dan sifat-sifat binatang,
d. pengetahuan bahan mentah berhubungan dengan berbagai sumber/
potensi yang tersedia dan dapat dimanfaatkan untuk kehidupan manusia,
e. pengetahuan tubuh manusia berhubungan dengan cara penyembuhan
penyakit manusia yang belum terjamah oleh ilmu kedokteran,
f. pengetahuan sifat dan tingkah laku manusia berhubungan dengan: adat
istiadat, sistem norma, dan hukum adat,
g. pengetahuan ruang dan waktu berhubungan dengan: mengukur waktu,
mengukur luas, dalamnya laut, dan menghitung jumlah besar.

Hasil karya masyarakat melalui ilmu pengetahuan, melahirkan teknologi


atau kebudayaan kebendaan yang mempunyai kegunaan utama di dalam
melindungi masyarakat terhadap lingkungan alamnya. Menurut
Koentjaraningrat (1971), teknologi pada hakikatnya meliputi sedikitnya tujuh
unsur, yaitu: alat-alat produktif, senjata, wadah makanan dan minuman, pakaian
dan perhiasan, tempat berlindung dan perumahan, serta alat-alat transportasi.
Dalam tindakan-tindakannya untuk melindungi diri terhadap lingkungan
alam, pada taraf permulaan, manusia bersikap menyerah dan semata-mata
bertindak di dalam batas-batas untuk melindungi dirinya. Taraf tersebut masih
banyak dijumpai pada masyarakat yang hingga kini masih rendah taraf
kebudayaannya. Peralatan teknologi untuk menaklukkan alam belum
berkembang sehingga ketergantungan terhadap alam menjadi tinggi.
Berbeda dengan kondisi pada masyarakat yang hidup dengan
peralatan/teknologi maju. Hasil karya manusia itu (teknologi) telah
memberikan kemungkinan-kemungkinan yang sangat luas kepada manusia
untuk memanfaatkan hasil alam dan apabila mungkin menguasai alam.
Perkembangan teknologi juga menjadikan manusia mampu menyiasati
tantangan alam menjadi suatu kondisi yang mengharuskan mereka
menaklukkan alam.
7. Kesenian
Setiap kebudayaan memiliki ekspresi artistik yang dapat menimbulkan
keindahan untuk dinikmati. Sebagai ekspresi hasrat manusia akan keindahan,
ruang lingkup kesenian mencakup:
a. seni rupa, yaitu kesenian yang dinikmati oleh manusia dengan mata,
b. seni suara, yaitu kesenian yang dinikmati oleh manusia dengan telinga.
 PDGK4306/MODUL 2 2.21

Dalam cakupan seni rupa, terdiri dari: seni patung, seni ukir, seni lukis,
dan seni rias. Cakupan seni suara, terdiri dari: seni vokal, seni instrumental, dan
seni sastra.

8. Politik dan Pemerintahan


Politik dan pemerintahan merupakan hasil cipta manusia yang ada dalam
kehidupan manusia itu sendiri. Politik tidak dapat lepas dari pemerintahan,
karena politik yang dibentuk dan digunakan dapat mencerminkan jalannya roda
pemerintahan. Hal tersebut berkaitan dengan berbagai aturan yang berlaku
dalam suatu pemerintahan, yang harus dipatuhi oleh setiap warga
masyarakatnya.

9. Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu unsur kebudayaan, karena proses
pendidikan pada dasarnya merupakan hakikat dari kebudayaan itu sendiri.
Berdasarkan nilai-nilai kebudayaan yang beragam, kompleks, dan tereintegrasi,
maka proses pendidikan tidak dapat dilihat dari satu sudut pandang saja, tetapi
harus menggunakan pandangan yang multi disipliner. Proses pendidikan dapat
ditinjau dari aspek filsafat, antropologi, sosiologi, dan psikologi.
Kebudayaan mempunyai sifat normatif, karena diarahkan oleh nilai-nilai
yang diakui bersama di dalam suatu masyarakat. Proses pendidikan dengan
sendirinya merupakan suatu proses yang normatif, yang didasari dengan nilai-
nilai. Pendidikan sebagai suatu proses kebudayaan, harus melihat peserta didik
sebagai individu yang menyeluruh atau sebagai seorang manusia seutuhnya.
Kebudayaan juga mengatur manusia untuk bertindak. Kebudayaan
melahirkan kaidah-kaidah untuk melindungi masyarakat dari kehancuran yang
diakibatkan oleh kekuatan-kekuatan tersembunyi di masyarakat. Kaidah-
kaidah ini berupa petunjuk cara-cara bertingkah laku di dalam pergaulan hidup.
Kebudayaan mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya
bertindak, berbuat, dan menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan
dengan orang lain. Apabila manusia hidup sendiri, maka tak akan ada manusia
lain yang merasa terganggu oleh tindakan-tindakannya. Akan tetapi setiap
orang, bagaimanapun hidupnya akan selalu menciptakan kebiasaan bagi
dirinya sendiri. Kebiasaan merupakan suatu perilaku pribadi. Pribadi berarti
bahwa kebiasaan orang seseorang itu berbeda
2.22 PEMBELAJARAN BERWAWASAN KEMASYARAKATAN 

dari peri kebiasaan orang lain, walaupun misalnya mereka hidup dalam satu
wilayah (rumah, kampung, komunitas).
Di dalam mengatur perilaku, khususnya hubungan antarmanusia,
kebudayaan dinamakan struktur normatif. Artinya, kebudayaan adalah suatu
garis-garis pokok tentang perilaku yang menetapkan peraturan-peraturan
mengenai apa yang harus dilakukan, apa yang seharusnya dilakukan, apa yang
dilarang dan lain sebagainya. Unsur-unsur normatif yang merupakan bagian
dari kebudayaan adalah sebagai berikut.
a. Unsur-unsur yang menyangkut penilaian, misalnya apa yang baik dan
buruk, apa yang menyenangkan dan tidak menyenangkan, apa yang sesuai
dengan keinginan dan yang tidak sesuai dengan keinginan.
b. Unsur-unsur yang berhubungan dengan apa yang seharusnya, seperti
bagaimana orang harus berperilaku.
c. Unsur-unsur yang menyangkut kepercayaan, seperti harus mengadakan
upacara adat pada saat kelahiran, pertunangan, perkawinan dan lain-lain.

Kaidah-kaidah kebudayaan berarti peraturan tentang tingkah laku atau


tindakan yang harus dilakukan dalam suatu keadaan tertentu. Dengan demikian,
maka kaidah sebagai bagian kebudayaan mencakup tujuan kebudayaan maupun
cara-cara yang dianggap baik untuk mencapai tujuan tersebut. Kaidah-kaidah
kebudayaan mencakup peraturan-peraturan yang beraneka warna yang
mencakup bidang yang luas sekali. Namun demikian, Soekanto (1990:198)
membatasi kaidah dalam kaitan dengan kebudayaan ke dalam empat hal, yaitu:
a. kaidah-kaidah yang dipergunakan secara luas dalam suatu kelompok
manusia tertentu,
b. kekuasaan yang memperlakukan kaidah-kaidah tersebut,
c. unsur-unsur formal kaidah itu,
d. hubungannya dengan ketentuan-ketentuan hidup lainnya.
Kaidah-kaidah tersebut akan dipergunakan oleh masyarakat sepanjang
masyarakat merasa bahwa kaidah yang berlaku memberikan kepuasan kepada
masyarakat dalam berperilaku, sebaliknya apabila kaidah itu tidak memberikan
kepuasan kepada masyarakat, maka kaidah tersebut akan ditolak dan digantikan
dengan kaidah-kaidah yang baru.
KEGIATAN BELAJAR 3

Fungsi Pendidikan dalam Kebudayaan

S alah satu proses yang luas dikenal mengenai kebudayaan adalah transmisi
kebudayaan. Artinya kebudayaan itu ditransmisikan dari satu generasi kepada
generasi berikutnya. Bahkan banyak ahli pendidikan yang merumuskan proses
pendidikan tidak lebih dari proses transmisi kebudayaan. Dengan demikian
kebudayaan bukanlah sesuatu “entity” yang statis tetapi
sesuatu yang terus menerus berubah.
Di dalam transmisi kebudayaan terdapat tiga unsur utama, yaitu;
1. unsur-unsur yang ditransmisikan,
2. proses transmisi, dan
3. cara transmisi.

Unsur-unsur manakah dari kebudayaan yang di transmisi? Pertama, unsur-


unsur tersebut ialah nilai-nilai budaya, adat-istiadat masyarakat, pandangan
mengenai hidup serta berbagai konsep hidup lainnya yang ada di dalam
masyarakat. Kedua, berbagai kebiasaan sosial yang digunakan dalam interaksi
atau pergaulan para anggota di dalam masyarakat tersebut. Ketiga, sikap serta
peranan yang diperlukan di dalam dunia pergaulan dan akhirnya berbagai
tingkah laku lainnya termasuk proses fisiologi, refleks dan gerak atau reaksi-
reaksi tertentu dan penyesuaian fisik termasuk gizi dan tata-makanan untuk
dapat bertahan hidup.
Proses transmisi meliputi proses-proses imitasi, identifikasi, dan
sosialisasi. Imitasi adalah meniru tingkah laku dari sekitar. Proses imitasi dan
identifikasi terjadi sepanjang hayat sesuai dengan tingkat kemampuan manusia
itu sendiri.
Materi ini sangat bermanfaat untuk dipelajari oleh para mahasiswa, yaitu
sebagai pembekalan dalam hal proses transmisi dengan melibatkan berbagai
komponen masyarakat, di mana proses transmisi kebudayaan itu sendiri dapat
berlangsung melalui pendidikan yang diselenggarakan di dalam keluarga,
sekolah, dan masyarakat. Untuk memahami konsep ini, silakan Anda
membacanya kemudian berdiskusi dengan teman Anda, kemudian mengerjakan
latihan sesuai dengan yang ditugaskan dan diakhiri dengan mengerjakan tes
formatif.
 PDGK4306/MODUL 2 2.29

Setelah melaksanakan kegiatan belajar 3 diharapkan Anda dapat


menjelaskan peranan pendidikan dalam perkembangan kebudayaan, dengan
menyertakan pentingnya lembaga keluarga dan sekolah sebagai komponen
yang ikut menjadi bagian dari transmisi kebudayaan.

A. TRANSFORMASI KEBUDAYAAN

Sebagaimana telah diuraikan pada uraian kegiatan belajar 2 modul ini,


bahwa kebudayaan dalam arti yang luas adalah hasil cipta, rasa, karsa, dan
karya manusia. Pada perkembangannya kebudayaan adalah sesuatu yang
diwariskan (transformasi) dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Proses
pewarisan (transformasi) sesungguhnya merupakan suatu proses pembelajaran,
di mana yang menjadi bahan belajar adalah kebudayaan dan cara pewarisan
kebudayaan itu sendiri. Kebudayaan tidak saja memberikan pemahaman
terhadap seseorang tentang keadaan sekelilingnya, tetapi juga mencakup apa
yang dipersepsikan oleh individu tersebut tentang kehidupan yang ada di
sekelilingnya.
Pada masyarakat modern, sekolah merupakan salah satu lembaga utama
(di samping keluarga) yang dipergunakan oleh orang dewasa dalam
mewariskan kebudayaan kepada anak-anaknya (generasi berikutnya). Oleh
karena itu orang dewasa yang ada di sekolah (guru atau tenaga kependidikan
lainnya) harus memiliki pemahaman yang jelas tentang budaya yang
berkembang di masyarakat, baik secara makro maupun secara mikro yang
meliputi nilai, kepercayaan, dan norma (panduan bertingkah laku). Proses
transformasi di sekolah sendiri terjadi tidak hanya berupa transfer of
knowledge, melainkan peniruan yang dilakukan oleh siswa (peserta didik)
terhadap apa yang dilakukan oleh orang dewasa.
Masyarakat di Indonesia pada umumnya mempercayai bahwa sekolah
merupakan lembaga yang ampuh dalam mentransformasi kebudayaan kepada
generasi muda, meskipun dalam kenyataannya transformasi kebudayaan lebih
banyak terjadi dari interaksi antara siswa dengan masyarakat di luar waktu
sekolah. Namun demikian, kepercayaan sekolah sebagai lembaga yang
mewariskan kebudayaan dianggap sebagai lembaga yang harus bertanggung
jawab apabila proses transformasi kebudayaan dianggap gagal. Pada bagian ini
penulis mencoba menyajikan peran-peran lembaga yang berfungsi sebagai
lembaga pewaris kebudayaan.
2.30 PEMBELAJARAN BERWAWASAN KEMASYARAKATAN 

B. PERAN LEMBAGA YANG BERFUNGSI SEBAGAI LEMBAGA


PEWARIS KEBUDAYAAN

Dalam kehidupan manusia tidak terlepas dari kebudayaan yang dianut oleh
generasi sebelumnya sehingga kebudayaan dapat merupakan turun temurun
dalam kehidupan manusia.
Keluarga merupakan salah satu lembaga pewaris kebudayaan, keluarga
sebagai suatu lembaga pada awal pengertiannya lahir dari ikatan perkawinan
dua insan yang berbeda jenis kelamin untuk hidup dalam satu rumah tangga.
Dalam perkembangannya keluarga mengalami perubahan pengertian yang
lebih luas dan berkembang dinamis sejalan dengan perkembangan norma
masyarakat di mana keluarga berada.
D’Antonio (1983) mendefinisikan keluarga sebagai suatu unit yang terdiri
dari dua orang atau lebih yang hidup bersama untuk suatu periode waktu, dan
di antara mereka saling berbagi dalam satu hal atau lebih, yang berkaitan
dengan pekerjaan, seks, kesejahteraan, dan makanan anak-anak, kegiatan-
kegiatan intelektual, spiritual, dan rekreasi. Sedangkan Rollin dan Galligan
(1978) mendefinisikan keluarga sebagai suatu sistem interaksi semi tertutup di
antara orang-orang yang bervariasi umur dan jenis kelaminnya, di mana
interaksi tersebut terorganisasi dalam arti hubungan posisi sosial dengan norma
dan peranan yang ditentukan, baik oleh individu yang berinteraksi maupun oleh
masyarakat sebagai suatu ciri dari sistem tersebut.
Fungsi keluarga tidak hanya sebatas pada pemenuhan kebutuhan hubungan
sosial dan fisik dua insan yang melakukan ikatan perkawinan serta anggota
keluarga lainnya, tetapi memiliki fungsi yang lebih luas. Zimmerman (1983)
mengemukakan fungsi utama keluarga adalah sebagai;
1. pemeliharaan fisik dan kesejahteraan anggota keluarga,
2. menambah anggota keluarga baru, baik melalui kelahiran maupun adopsi,

3. sosialisasi anak-anak terhadap peran orang dewasa, seperti sebagai orang


tua, pekerja, anggota masyarakat, dan lain-lain,
4. pengendali sosial anggota keluarga,
5. pemelihara moral keluarga dan motivasi untuk memastikan kinerja tugas
baik di dalam keluarga maupun dalam kelompok sosial lain,
6. produksi dan konsumsi peralatan dan pelayanan yang diperlukan untuk
mendorong dan memelihara inti keluarga.
 PDGK4306/MODUL 2 2.31

Kelahiran lembaga pendidikan modern, seperti sekolah atau lembaga


pendidikan lainnya, secara historis memang merupakan akibat dari
keterbatasan keluarga untuk memenuhi kebutuhan belajar yang terus
berkembang pada setiap individu anak sesuai dengan perkembangannya.
Namun demikian, tidak berarti bahwa dengan anak-anak memasuki lembaga
pendidikan modern tersebut fungsi keluarga sebagai lembaga pendidikan
menjadi hilang, pemahaman ke arah pemikiran seperti ini sering kali
menimbulkan masalah karena pada perkembangan kehidupan anak- anak dan
remaja, oleh karena orang tua sering kali merasa tenang dan percaya
sepenuhnya jika anak -anaknya sudah bersekolah. Berkaitan dengan hal
tersebut Tylor (1988) menjelaskan bahwa anak-anak bukan merupakan
individu yang terisolasi, melainkan lebih merupakan anggota keluarga di mana
pendidikan anak-anak di dalamnya sangat berbeda dengan pendidikan anak-
anak di sekolah. Lebih jauh Ki Hadjar Dewantoro (1977) mengingatkan bahwa;
keluarga itulah tempat pendidikan yang lebih sempurna sifat dan wujudnya
daripada pusat-pusat lainnya. Untuk melangsungkan pendidikan ke arah
kecerdasan budi pekerti (pembentukan watak individu) dan sebagai persediaan
hidup kemasyarakatan. Orang tua dalam keluarga dengan kesucian yang
semurni-murninya, kecintaan yang sebesar-besarnya, keikhlasan yang sesuci-
sucinya dan sebagainya berhadapan dengan anak-anaknya sendiri, maka
jelaslah mereka itu sukar disamakan dengan kaum guru lainnya, yang
teristimewa hanya terikat formil, dan hanya organis merasa wajib melakukan
pendidikan terhadap anak-anak yang bukan anaknya sendiri.

Banyak pendapat yang mengatakan bahwa seorang bayi yang baru lahir
ibarat kertas putih bersih yang belum mempunyai cacat atau coretan sedikit
pun. Baik buruknya nanti kertas tersebut tergantung dari orang atau lingkungan
yang akan menjamah kertas tersebut. Jadi seorang bayi yang baru lahir ke dunia
ini, sampai nanti menjadi dewasa, sikap, tingkah laku dan wataknya akan
banyak ditentukan oleh proses lingkungannya. Proses belajar yang dialami
anak adalah dalam keluarga sehingga keluarga memiliki peranan penting dalam
proses sosialisasi nilai, norma, dan adat istiadat yang berlaku di masyarakat.
Proses belajar terhadap norma sering dinamakan dengan proses sosialisasi
yaitu proses yang membantu individu. Melalui proses belajar dan penyesuaian
diri, bagaimana cara hidup dan bagaimana cara berpikir anak didik dari
kelompoknya. Vembrianto (1982) menyebutkan bahwa;
2.32 PEMBELAJARAN BERWAWASAN KEMASYARAKATAN 

1. proses sosialisasi adalah proses belajar, yaitu proses akomodasi di mana


individu menahan, mengubah impuls-impuls dalam dirinya dan
mengambil cara hidup atau kebudayaan masyarakatnya,
2. dalam proses sosialisasi itu individu mempelajari kebiasaan, sikap, ide-ide,
pola-pola, nilai, tingkah laku, dan standar tingkah laku dalam masyarakat
di mana ia hidup,
3. semua sifat dan kecakapan yang dipelajari dalam proses sosialisasi itu
disusun dan dikembangkan sebagai satu kesatuan sistem dalam diri
pribadinya.

Keluarga adalah kelompok pertama yang mengenalkan nilai-nilai


kebudayaan kepada anak, dan di sinilah yang dialami antaraksi dan disiplin
pertama yang dikenakan kepadanya dalam kehidupan sosial. Dalam interaksi
ini anak mempunyai hubungan baik dengan orang dewasa maupun teman
sebayanya. Terhadap pengaruh orang dewasa, pada umumnya anak bersifat
patuh dan menerimanya dengan percaya, atau disebut dengan Mortality of
Contraint. Sebaliknya yang dipelajari anak melalui pergaulannya dengan teman
sebaya disebut Mortality of Cooperation. Tetapi sebelum anak bermain dengan
teman sebayanya, anak bermula tidak dapat bermain dengan anak lain. Ia lebih
banyak bermain sendiri, pikirannya masih bersifat ego-sentris, yakni tak dapat
memikirkan atau membayangkan pendirian orang lain. Fase permulaan anak
berinteraksi dengan teman sebayanya dinamakan fase soliter, di mana
pertengkaran merupakan ciri utama interaksi pada tahap ini (Vembrianto).
Fase selanjutnya adalah permainan semi soliter atau permainan paralel.
Pada tahap ini anak bermain sendiri meskipun ada teman-teman di sekitarnya,
masing-masing anak bermain sendiri. Kemudian berkembangkah permainan
kooperatif; permainan dalam kelompok kecil yang terdiri dari 2 atau 3 orang
yang melakukan kegiatan bersama. Setelah itu, fase berikutnya adalah
permainan khayal, di mana anak menirukan peran-peran orang lain,
sebagaimana layaknya yang ia tangkap apa yang diperankan oleh orang dewasa.
Fase terakhir adalah fase di mana anak memiliki teman dengan ikatan yang kuat
dengan anak seusianya (Peer group).
 PDGK4306/MODUL 2 2.33

C. PERANAN PENDIDIKAN DALAM KEBUDAYAAN

Pada bagian atas sudah disinggung bahwa pendidikan memiliki peranan


yang sangat penting dalam perkembangan bahkan matinya kebudayaan.
Dengan kata lain bahwa pembudayaan tidak terlepas dari proses pendidikan
sehingga dinamika kebudayaan juga merupakan dinamika pendidikan.
Peranan pendidikan di dalam kebudayaan dapat kita lihat dengan nyata di
dalam perkembangan kepribadian manusia. Tanpa kepribadian, manusia tidak
ada kebudayaan, meskipun kebudayaan bukanlah sekedar jumlah dari
kepribadian-kepribadian. Di dalam hal ini kita kenal mengenai teori
superorganik kebudayaan dari Krober (Koentjaraningrat: 1996). Namun
demikian, teori Kroeber tersebut tidak sepenuhnya dapat diterima. Para pakar
antropologi, juga antropologi pendidikan menunjuk kepada peranan individu
bukan hanya sebagai butir-butir kayu (bidak-bidak) di dalam papan catur.
Individu adalah kreator dan sekaligus manipulator dari kebudayaannya. Di
dalam hal ini pakar kebudayaan Krober dan Kluckhohn mengemukakan
pengertian “sebab akibat sirkuler” yang berarti bahwa antara kepribadian dan
kebudayaan terdapat suatu interaksi yang saling menguntungkan. Di dalam
pengembangan kepribadian diperlukan kebudayaan dan kepribadian tersebut.
Inilah yang disebut sebab-akibat sirkuler antara kepribadian dan kebudayaan.
Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa pendidikan bukan semata-mata
transmisi kebudayaan secara pasti tetapi perlu mengembangkan kepribadian
yang kreatif. Pranata sosial yang disebut sekolah harus kondusif untuk dapat
mengembangkan kepribadian yang kreatif tersebut. Namun apa yang terjadi di
dalam lembaga pendidikan yang disebut sekolah, sekolah telah menjadi sejenis
penjara yang memasung kreativitas peserta didik.
Ruth Benedict (Tilaar: 2000) menyatakan bahwa kebudayaan sebenarnya
adalah istilah sosiologi untuk tingkah laku yang bisa dipelajari. Dengan
demikian tingkah laku manusia bukanlah diturunkan seperti tingkah laku
binatang tetapi yang harus dipelajari kembali berulang-ulang dari orang dewasa
dalam suatu generasi. Di sini kita lihat betapa pentingnya peranan pendidikan
dalam pembentukan kepribadian manusia.
Selanjutnya, di dalam uraian ini akan dijelaskan mengenai: pengertian-
pengertian, seperti invensi dan penemuan, difusi kebudayaan, akulturasi,
asimilasi, inovasi, fokus, krisis, dan prediksi masa depan.
2.34 PEMBELAJARAN BERWAWASAN KEMASYARAKATAN 

1. Penemuan dan Invensi


Kedua proses ini menempati peranan yang penting sekali di dalam
pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan. Tanpa penemuan -penemuan
yang baru dan tanpa invensi suatu budaya akan mati. Biasanya pengertian kedua
terminologi ini dibedakan. Suatu penemuan berarti menemukan sesuatu yang
sebelumnya belum dikenal tetapi yang telah tersedia di alam sekitar atau di alam
semesta ini. Misalnya di dalam sejarah perkembangan umat manusia terjadi
penemuan-penemuan dunia baru sehingga pemukiman manusia menjadi lebih
luas dan berarti pula semakin luasnya penyebaran kebudayaan. Selain itu, di
dalam penemuan dunia baru akan terjadi difusi atau proses lainnya mengenai
pertemuan kebudayaan-kebudayaan tersebut. Istilah invensi lebih terkenal di
dalam bidang ilmu pengetahuan. Dengan invensi, maka umat manusia dapat
menemukan hal-hal yang dapat mengubah kebudayaan. Dengan penemuan-
penemuan melalui ilmu pengetahuan, maka lahirlah kebudayaan industri yang
telah menyebabkan suatu revolusi kebudayaan terutama di negara-negara Barat.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat telah membuka
horison baru di dalam kehidupan umat manusia. Melalui invensi manusia
menemukan berbagai jenis obat-obatan yang mempengaruhi kesehatan dan
umur manusia. Tetapi juga melalui kemajuan ilmu pengetahuan manusia
menemukan alat pemusnah massal yang dapat menghancurkan kebudayaan
global.

2. Difusi
Difusi berarti pembauran budaya-budaya tertentu. Terutama dalam abad
komunikasi yang serba cepat dan intens, difusi kebudayaan akan berjalan
dengan sangat cepat. Percepatan proses difusi melalui proses pendidikan
formal, nonformal maupun informal kini berjalan dengan sangat cepat. Para
peneliti antropologi klasik seperti Margaret Mead, Corra du Bois (Tilaar: 2000)
tidak menemukan bentuk-bentuk kebudayaan yang statis, namun dalam jangka
waktu yang tidak begitu lama mereka kembali dan melihat perubahan yang
sangat besar yang telah terjadi. Lihat saja misalnya yang ditemukan oleh
Margaret Mead dari suatu masyarakat yang tertutup dan statis ketika beliau
kembali telah menemukan suatu masyarakat yang terbuka yang telah
mengadopsi unsur-unsur budaya barat.
 PDGK4306/MODUL 2 2.35

3. Akulturasi
Salah satu bentuk difusi kebudayaan ialah akulturasi. Dalam proses ini
terjadi pembauran budaya antarkelompok atau di dalam kelompok yang besar.
Dewasa ini misalnya unsur-unsur budaya Jawa telah masuk di dalam budaya
sistem pemerintahan di daerah. Nama-nama petugas negara di daerah telah
mengadopsi nama-nama pemimpin di dalam kebudayaan Jawa, seperti Bupati,
Camat, Lurah, dan unsur-unsur tersebut telah disosialisasikan dan diterima oleh
masyarakat luas. Begitu pula terjadi akulturasi unsur -unsur budaya
antarsubetnis di Nusantara ini. Proses akulturasi tersebut lebih dipercepat
dengan adanya sistem pendidikan yang tersentralisasi dan mempunyai
kurikulum yang uniform.

4. Asimilasi
Proses asimilasi dalam kebudayaan terjadi terutama antaretnis dengan
subbudayanya masing-masing. Biasanya proses asimilasi dikaitkan dengan
adanya sejenis pembauran antaretnis dalam pergaulannya. Misalnya
perkawinan antaretnis masih sangat terbatas dan kadang-kadang dianggap tabu.
Namun, dewasa ini proses asimilasi berlangsung cepat sungguhpun diakui
sekat-sekat pembatas di dalam proses asimilasi itu banyak yang sulit
dihilangkan. Apalagi hal -hal yang membatasi proses tersebut seperti; prejudis,
perbedaan agama dan kepercayaan dapat menghalangi suatu proses asimilasi
yang cepat. Di dalam kehidupan bernegara terdapat berbagai kebijakan yang
mempercepat proses tersebut, ada yang terjadi secara alamiah dan ada pula
yang tidak alamiah. Biasanya proses asimilasi kebudayaan yang terjadi di
dalam perkawinan akan lebih cepat dan lebih alamiah sifatnya.

5. Inovasi
Inovasi mengandalkan adanya pribadi yang kreatif. Dalam setiap
kebudayaan terdapat pribadi-pribadi yang inovatif. Dalam masyarakat yang
sederhana yang relatif masih tertutup dari pengaruh-pengaruh kebudayaan luar,
inovasi berjalan dengan lambat. Dalam masyarakat yang terbuka, kemungkinan
untuk inovasi menjadi terbuka karena didorong oleh kondisi budaya yang
memungkinkan. Oleh sebab itu, di dalam masyarakat modern pribadi yang
inovatif merupakan syarat mutlak bagi perkembangan kebudayaan. Inovasi
merupakan dasar dan lahirnya suatu masyarakat dan budaya modern dalam
dunia yang terbuka dewasa ini.
2.36 PEMBELAJARAN BERWAWASAN KEMASYARAKATAN 

Inovasi kebudayaan di dalam bidang teknologi dewasa ini begitu cepat dan
begitu tersebar luas sehingga merupakan motor dari lahirnya suatu masyarakat
dunia yang bersatu.
Di dalam kebudayaan modern pada abad teknologi dan informasi dalam
milenium ketiga, kemampuan untuk inovasi merupakan ciri dari manusia yang
dapat survive dan dapat bersaing. Persaingan di dalam dunia modern telah
merupakan suatu tuntutan, oleh karena kita tidak mengenal batas-batas negara.
Perdagangan bebas, dunia yang terbuka tanpa batas, teknologi komunikasi yang
menyatukan, kehidupan cyber yang menisbikan waktu dan ruang, menuntut
manusia-manusia inovatif. Dengan sendirinya wajah kebudayaan dunia masa
depan akan lain sifatnya.
Betapa besar peranan inovasi di dalam dunia modern, menuntut peran dan
fungsi pendidikan yang luar biasa untuk melahirkan manusia-manusia yang
inovatif. Dengan kata lain, pendidikan yang tidak inovatif, yang mematikan
kreativitas generasi muda, berarti tidak memungkinkan suatu bangsa untuk
bersaing dan hidup di dalam masyarakat modern yang akan datang. Dengan
demikian, pendidikan akan menempati peranan sentral di dalam lahirnya suatu
kebudayaan dunia yang baru.

7. Fokus
Konsep fokus di dalam proses pembudayaan berasal dari seorang pakar
antropologi Herkovits. Konsep ini menyatakan adanya kecenderungan di dalam
kebudayaan ke arah kompleksitas dan variasi dalam lembaga-lembaga serta
menekankan pada aspek-aspek tertentu. Artinya berbagai kebudayaan
memberikan penekanan kepada suatu aspek tertentu, misalnya kepada aspek
teknologi, aspek kesenian seperti kebudayaan Bali, aspek perdagangan, dan
sebagainya. Proses pembudayaan yang memberikan fokus kepada teknologi
misalnya akan memberikan tempat kepada pengembangan teknologi
kesempatan yang seluas-luasnya untuk berkembang. Tidak jarang terjadi
dengan adanya fokus terhadap teknologi, maka nilai-nilai budaya yang lain
tersingkirkan atau terabaikan. Hal ini tentu merupakan suatu bahaya yang dapat
mengancam kelanjutan hidup suatu kebudayaan. Dalam dunia pendidikan hal
ini sudah terjadi seperti di Indonesia. Dunia barat telah lama memberikan fokus
kepada kemampuan akal, menekankan kepada pembentukan intelektualisme di
dalam sistem pendidikannya. Dengan demikian, aspek- aspek kebudayaan yang
lain seperti nilai-nilai moral, lembaga-lembaga budaya yang primer seperti
keluarga cenderung mulai
 PDGK4306/MODUL 2 2.37

diabaikan. Ikatan dalam lembaga keluarga mulai longgar, peraturan-peraturan


seks mulai dilanggar dengan adanya kebebasan seks dan kebebasan pergaulan.
Sistem pendidikannya dengan demikian telah terpisahkan dari totalitas
kebudayaan.
Di dalam proses pembudayaan melalui fokus itu kita lihat betapa besar
peranan pendidikan. Pendidikan dapat memainkan peranan penting di dalam
terjadinya proses perubahan yang sangat mendasar tersebut, tetapi juga dapat
menghancurkan kebudayaan itu sendiri.

8. Krisis
David Bidney (Soekanto: 1990) telah menunjukkan arti krisis di dalam
proses akulturasi kebudayaan. Suatu contoh yang jelas timbulnya krisis di
dalam proses westernisasi dari kehidupan budaya-budaya Timur. Sejalan
dengan maraknya kolonialisme ialah masuknya unsur-unsur budaya Barat
memasuki dunia ketiga, terjadilah proses akulturasi yang kadang-kadang
menyebabkan hancurnya kebudayaan lokal. Timbul krisis yang menjurus
kepada hancurnya sendi-sendi kehidupan orisinil. Lihat saja kepada krisis
moral yang terjadi pada generasi muda yang diakibatkan oleh masuknya nilai-
nilai budaya Barat yang belum serasi dengan kehidupan budaya yang ada.
Keluarga mengalami krisis, peranan orang tua dan pemimpin-pemimpin
mengalami krisis. Krisis kebudayaan tersebut akan lebih cepat dan intens di
dalam era komunikasi yang pesat.
Krisis dapat menyebabkan dis-organisasi sosial, misalnya dalam gerakan
reformasi total kehidupan. Bangsa Indonesia dewasa ini di dalam memasuki era
reformasi menghadapi suatu era yang kritis karena masyarakat mengalami
krisis kebudayaan. Apabila gerakan reformasi tidak diarahkan sebagai suatu
gerakan moral maka gerakan tersebut akan kehilangan arah. Gerakan reformasi
akan menyebabkan krisis, sosial, krisis ekonomi, dan berbagai krisis lainnya.
Oleh sebab itu, gerakan reformasi total dewasa ini perlu diarahkan dan
dibimbing oleh nilai-nilai moral yang hidup di dalam kebudayaan bangsa
Indonesia. Dalam kaitan ini, peranan pendidikan sangat menentukan karena
pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai moral bangsa dalam jangka
panjang akan memantapkan arah jalannya reformasi tersebut. Dalam jangka
panjang pendidikan akan menentukan pencapaian tujuan reformasi itu sendiri.
2.38 PEMBELAJARAN BERWAWASAN KEMASYARAKATAN 

D. LEMBAGA PENDIDIKAN SEBAGAI PUSAT PEMBUDAYAAN

Theodore Brameld (1965) dalam Tilaar (2002), menjelaskan kaitan antara


proses pendidikan dan proses pembudayaan. Proses pendidikan adalah aspek
integratif dari proses kebudayaan. Menurut kajian Brameld, proses kebudayaan
mempunyai tiga aspek yang saling berkaitan satu dengan lainnya, yaitu:
1. Kebudayaan mempunyai tata susunan (order) yang kompleks namun
merupakan suatu anyaman yang berpola. Dengan kata lain kebudayaan
mempunyai suatu sistem keteraturan (order). Keteraturan tersebut
mempunyai dimensi vertikal dan horizontal. Pada dimensi vertikal kita
lihat misalnya terdapat lapisan-lapisan masyarakat seperti pemimpin
rakyat, orang tua-anak, kelompok-kelompok ekonomi majikan-buruh,
kelompok berpendapatan tinggi-kelompok berpendapatan sedang dan
kecil, dan sebagainya. Seluruh lapisan-lapisan dan kelompok-kelompok
masyarakat tersebut diatur di dalam suatu order tertentu berupa peraturan-
peraturan baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, konvensi-
konvensi, tradisi dan sebagainya. Dimensi horizontal dengan tata susunan
temporer yaitu masa lalu, masa kini dan masa depan. Tata susunan
temporer tersebut juga mempunyai aspek spatial yaitu ruang yang
sederhana dan semakin meluas dimulai dari ruang keluarga, ruang
masyarakat terdekat, ruang suku, bangsa, dan internasional.
2. Nilai-nilai kebudayaan ditransmisikan dengan proses-proses “acquiring”
melalui “inquiring”. Jadi proses pendidikan bukan terjadi secara pasif atau
culture determined tetapi melalui proses interaktif antara pendidik dan
peserta didik. Proses tersebut memungkinkan terjadinya perkembangan
budaya melalui kemampuan-kemampuan kreatif yang memungkinkan
terjadi inovasi dan penemuan-penemuan budaya lainnya, serta asimilasi,
akulturasi, dan seterusnya.
3. Proses pembudayaan mempunyai tujuan. Tujuan merupakan patokan/
standar yang akan dicapai.
Lembaga pendidikan merupakan salah satu pranata sosial di dalam setiap
kebudayaan. Menurut Koentjaraningrat (1996), setiap pranata sosial
mempunyai komponen-komponen sebagai berikut;
1. sistem norma,
2. personil, dan
3. peralatan fisik.
 PDGK4306/MODUL 2 2.39

Pendidikan sebagai pranata sosial yang berwujud dalam bentuk lembaga


atau institusi sekolah merupakan lembaga yang berkenaan dengan kelakuan-
kelakuan tertentu yaitu interaksi antara pendidik dan peserta didik untuk
mewujudkan suatu sistem norma. Di dalam hal ini sistem norma yang dominan
di dalam sekolah-sekolah kita sekarang ialah norma-norma ilmu pengetahuan.
Apabila kita lihat lembaga pendidikan yang disebut sekolah baik taman kanak-
kanak sampai universitas, akan kita temukan ketiga unsur tersebut. Lembaga
pendidikan haruslah mengondisikan pengenalan dari keseluruhan unsur-unsur
budaya lokal, nasional, dan global. Tentunya dilihat dari dimensi temporal dan
spatial, tugas lembaga TK tentunya terbatas dibandingkan dengan lembaga-
lembaga pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan tinggi. Di dalam praksis
pendidikan untuk mencapai tujuan lembaga tersebut diperlukan personil atau
para pelaksana. Di dalam hal ini bukan hanya tenaga guru tetapi seluruh tenaga
yang menunjang pelaksanaan tugas dari lembaga pendidikan. Termasuk di sini
para personil yang menguasai manajemen dan administrasi pendidikan. Para
manajer dan administrator pendidikan perlu dipersiapkan agar pelaksanaan
kegiatan untuk mencapai tujuan lembaga tersebut dapat dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya
Di dalam pengembangan kebudayaan secara menyeluruh tempat
pendidikan tinggi sangat strategis dan menentukan. Di dalam lembaga
pendidikan ini bukan hanya terjadi transmisi nilai -nilai budaya tetapi juga
pengembangan nilai-nilai budaya itu secara intensif, inovatif, dan ekstensif.
Proses pengenalan, pemeliharaan, dan pengembangan wujud-wujud
kebudayaan melalui proses pendidikan dilakukan melalui tiga modus, yaitu;
1. bentuk formal,
2. bentuk nonformal, dan
3. bentuk informal.

Bentuk formal yang biasa kita kenal sebagai pendidikan yang berstruktur
dan berprogram, sedangkan bentuk nonformal biasanya singkat waktunya dan
tujuannya untuk memperoleh bentuk-bentuk pengetahuan atau keterampilan
tertentu yang langsung dapat dimanfaatkan oleh pemiliknya. Bentuk
pendidikan informal tidak mengenal jangka waktu tertentu serta tidak
berstruktur. Proses pendidikan informal terjadi seumur hidup. Bentuk proses
pendidikan yang informal ini semakin lama semakin penting apalagi di dalam
era teknologi informasi. Unsur-unsur budaya setiap saat mempengaruhi tingkah
laku manusia di dalam masyarakatnya.
2.40 PEMBELAJARAN BERWAWASAN KEMASYARAKATAN 

Pendidikan formal terlaksana di dalam pranata sosial yang disebut sekolah. Di dalam pendidikan sekolah kita
kenal berbagai tingkat, jenis, dan di dalam program yang berstruktur yang dikenal sebagai kurikulum.
Bentuk pendidikan nonformal yang dikenal sebagai pendidikan luar sekolah, dikenal dalam masyarakat dalam
bentuk kursus-kursus. Biasanya lama pendidikan terbatas meskipun programnya tetap berstruktur. Dalam era
cybernetic, program pendidikan luar sekolah semakin lama semakin menempati tempat yang penting oleh karena
dengan kemajuan komunikasi informatika, orang tidak perlu lagi belajar di dalam ruangan tertentu tetapi dapat belajar
sendiri melalui cyberspace.

Anda mungkin juga menyukai