Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

KLINIK THT RSUD KANJURUHAN

DISUSUN OLEH :

FAIZATUL KHOLISOH (1810011)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM DIPLOMA III

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN

MALANG

TA-2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dan Resume pada pasien di klinik THT RSUD Kanjuruhan Kepanjen

Mengetahui

Pembimbing Lahan Pembimbing Institusi

(..............................................) (......................................)

A. DEFINISI
Otitis media supuratif akut (OMSA) adalah infeksi akut telinga tengah dalam
waktu yang singkat yang berlangsung selama 3 minggu atau kurang karena infeksi
bakteri piogenik dan mengeluarkan nanah. Bakteri piogenik sebagai penyebabnya
yang tersering yaitu Streptokokus hemolitikus, Stafilokokus aureus, dan
Pneumokokus. Kadang-kadang bakteri penyebabnya yaitu Hemofilus influenza,
Escheria colli, Streptokokus anhemolitikus, Proteus vulgaris, Pseudomonas
aerugenosa. Hemofilus influenza merupakan bakteri yang paling sering kita temukan
pada pasien anak berumur di bawah 5 tahun.

B. Anatomi Telinga
Telinga terdiri dari bagian luar, tengah dan dalam. Telinga bagian luar terdiri
dari aurikula, meatus acusticus externus dan dan membran timpani bagian luar.
Telinga tengah terdiri dari membran timpani bagian dalam, cavitas timpani yang
berisi ossicula auditiva, muskulus, cellulae mastoid; aditus ad antrum dan tuba
auditiva. Telinga dalam terdiri dari labirintus osseus dan labirintus membranaceus.
Labirintus osseus yaitu koklea dan labirintus membranacea terbagi menjadi labirintus
vestibularis (sakulus, utrikilus, canalis semisirkularis), duktus koklearis (skala
vestibule, skala media, skala timpani), sakus duktus endolimpatikus.
1. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Daun telinga terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,
sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya
kira-kira 2,5 ± 3 cm.
Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjar serumen dan
rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh liang telinga.Pada duapertiga
bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.
2. Telinga Tengah (Moore, 1989)
Telinga tengah terdiri dari membrane timpani bagian dalam, cavitas timpani
yang berisi ossikula auditiva, muskulus, celulae mastoid; aditus ad antrum dan tuba
auditiva, telinga tengah berbentuk kubus, dengan:
- Batas luar : membran timpani.
- Batas depan : tuba eustachius
- Batas bawah : vena jugularis
- Batas belakang : aditus ad antrum
- Batas atas : tegmen tympani (meningen/otak).
- Batas dalam : berturut-turut dari atas kebawah (kanalis semisirkularis
horizontal, kanalis fasialis, oval window dan antrum
promontorium.
Cavitas tympani berisi osikula auditiva, muskulus, celulae mastoid; aditus ad
antrum dan tuba auditiva.
1. Osikula auditiva
2. Berfungsi untuk menghantarkan suara dari udara ke koklea
Terdiri dari maleus, incus dan stapes
3. Muskulus
Terdiri dari m. tensor tympani dan m. stapedius, diinervasi oleh N. facialis dan
N. trigeminus dimana berfungsi untuk membatasi gerak dari tulang auditiva.
Perlekatan dari m. tensor tympani dan pars ossea tuba auditiva menuju kolum
mallei, berfungsi untuk mengatur keseimbangan tekanan udara antara cavum
tympani dengan dunia luar.
4. Perlekatan dari m.stapedius dari piramida menuju ke collom stapedius,
berfungsi untuk meredam suara yang keras, frekwensi rendah dan amplitude
yang tinggi.
5. Celulae mastoid.
6. Aditus ad antrum.
Merupakan muara atau lubang yang menghubungkan cavum tympani dengan
antrum mastoid.
7. Tuba auditiva
Tuba auditiva adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah
dengan nasofaring.
Tuba auditiva memiliki arti klinis karena nasofaring memiliki banyak flora
normal, sehingga jika tekanan cavum tympani lebih rendah maka udara akan
masuk dari nasofaring ke cavum tympani sehingga flora normal akan ikut
masuk, hail ini dapat memicu infeksi diauris media.
Tuba auditiva dibagi menjadi 2 bagian:
- 1/3 bagian superior, tersusun oleh tulang.
- 2/3 bagian inferior, tersusun oleh kartilago yang berbentuk huruf U.
Fungsi dari Tuba auditiva.
- Drainase, berdasarkan gerakan membuka tuba dan gerakan silia di
mukosa tuba dimana gerakan silia seperti lecutan cambuk yang bergerak
dari arah cavum tympani ke nasofaring sehingga menghambat
pergerakan kuman yang akan masuk ke auris media. Juga untuk
mengeluarkan produk atau kotoran dari auris media.
- Proteksi, dilakukan oleh jaringan limpoid dan sel goblet dari mukosa
tuba, sel goblet menghasilkan lisosom yang bersifat bakterisid.
- Aerasi, yaitu menjaga keseimbangan tekanan udara dalam telinga
terhadap dunia luar melalui proses membuka-menutup tuba, sebagai
contoh saat menelan tuba akan membuka.9
3. Telinga dalam terdiri dari:
a) Labirin osseus: koklea atau rumah siput, yang berupa setengah lingkaran.
b) Labirin membranaseus, terdiri dari:
1. Labirin Vestibuler, yang terdiri dari saculus, utrikulus dan 3 buah kanalis
semisirkularis.
2. Duktus koklearis, yang terdiri dari skala vestibule (berisi perilimfe), skala
media (berisi endolimpe dan terdapat bagian yang berbentuk lidah yang
disebut membrane tektoria, dan pada membrane basal melekat sel rambut
yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis korti, yang
membentuk organ korti)dan sekala tympani (berisi perilimfe)
3. Saccus dan ductus endolimfaticus

C. ETIOLOGI
Kuman penyebab utama pada OMSA adalah bakteri pyogenik, seperti
Streptokokus haemolitikus, stafilakokus aureus, Pneumokokus. Selain itu juga
kadang-kadang ditemukan juga Haemopilus influenza, Esherichia colli, streptokokus
anhemolitikus, proteus vulgaris dan pseudomonas auregenosa. Hemofilus influenza
sering ditemukan pada anak yang berusia 5 tahun

D. PATOFISIOLOGI
Telinga tengah biasanya steril, suatu hal yang mengagumkan menimbang
banyaknya flora organisme yang terdapat di dalam nasopharing dan faring. Gabungan
aksi fisiologis silia, enzim penghasil mucus (misalnya muramidase) dan antibodi
berfungsi sebagai mekanisme petahanan bila telinga terpapar dengan mikroba
kontaminan ini saat menelan. Otitis media akut terjadi bila mekanisme fisiologis ini
terganggu. Sebagai mekanisme pelengkap pertahanan di permukaan, suatu anyaman
kapiler sub epitel yang penting menyediakan pula faktor–faktor humoral, leukosit
polimorfonuklear dan sel fagosit lainnya. Obstruksi tuba eustachius merupakan suatu
faktor penyebab dasar pada otitis media akut.
Penyakit ini mudah terjadi pada bayi karena tuba eustachiusnya pendek, lebar dan
letaknya agak horizontal. Normalnya lapisan mukosa pada telinga tengah menyerap
udara pada telinga tengah, namun jika udara tidak dapat dialirkan karena adanya
obstruksi relatif tuba eusthachius maka akan terjadi tekana negative dan menimbulkan
effuse serosa. Efusi ini pada telinga tengah merupakan media yang fertile untuk
perkembangbiakan mikroorganisme dan dengan adanya infeksi saluran napas atas dapat
terjadi invasi virus dan bakteri ke telinga tengah, berkolonisasi dan menyerang jaringan
dan menimbulkan infeksi. Meskipun infeksi saluran napas terutama disebabkan oleh
virus namun sebagian besar infeksi otitis media akut disebabkan oleh bakteri piogenik.
Bakteri yang sering ditemukan antara lain Streptococcus pneumoniae, Haemophillius
influenza dan Sterptococcus beta hemolitikus. Sejauh ini Streptococcus pneumoniae
merupakan organisme penyebab tersering pada semua kelompok umur . Hemophilus
influenza adalah patogen yang sering ditemukan pada anak di bawah usia lima tahun,
meskipun juga merupakan patogen pada orang dewasa. Gejala klasik otitis media akut
antara lain berupa nyeri, demam, malaise dan kadang – kadang nyeri kepala di samping
nyeri telinga; khusus pada anak – anak dapat terjadi anoreksia, mual dan muntah.
Demam dapat tinggi pada anak kecil namun dapat pula tidak ditemukan pada 30%
kasus. Seluruh atau sebagian membrane timpani secara khas menjadi merah dan
menonjol dan pembuluh – pembuluh darah di atas membrane timpani dan tangkai
maleus berdilatasi dan menjadi menonjol. Secara singkatnya dapat dikatakan terdapat
abses telinga tengah.
Genetik, infeksi, imunologi dan lingkungan merupakan factor presdiposisi pada
anak-anak untuk terkena infeksi telinga. Pada banyak kasus pencetus OMA disebabkan
oleh infeksi saluran nafas atas yang mengakibatkan kongesti, bengkak dari mukosa
nasalis, nasopharynx dan tuba eustachius. Sumbatan dari isthmus tuba auditiva akibat
dari penimbunan secret dari telinga tengah: hasil perlawanan tubuh terhadap bakteri
atau virus yang berupa nanah sebagai penyebab utama OMA. Perluasan radang atau
infeksi dari hidung atau nasopharinx kedalam cavum tympani dimungkinkan akibat ada
hubungan langsung hidung dan cavum tympani melalui tuba eustachius serta
persamaan jenis mukosa antara kedua tempat tersebut.
Pembengkakan pada jaringan sekitar saluran tuba eustachius dapat menyebabkan
lender yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah berkumpul di belakang gendang telinga.
Jika lender dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang
telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran
di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami
sekitar 24 db (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan
gangguan pendengaran hingaa 45 db (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga
juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang banyak tersebut dapat
merobek gendang telinga karena tekanannya.
Pada anak lebih mudah terserang OMSA disbanding orang dewasa karena beberapa
faktor:

 System kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan.


Saluran Eustachius pada anak masih lebih lurus secara horizontal dan lebih
pendek bila dibandingkan dengan orang dewasa sehingga ISPA lebih mudah
menyebar ke telinga tengah.
 Adenoid (adenoid: salah satu organ di tenggorokan bagian atas berperan dalam
kekebalan tubuh) pada anak relative lebih besar disbanding orang dewasa.
Posisi adenoid berdekatan dengan muara eustachius sehingga adenoid yang
besar mengganggu terbukanya saluran eustachius. Selain itu saluran eustachius
sendiri dapat terinfeksi dimana infeksi tersebut kemudian menyebar ketelinga
tengah lewat saluran eustachius.

E. MANIFESTASI KLINIS
Perubahan mukosa tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi menjadi 5 stadium:
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius.
Tanda adanya oklusi tuba eustachius ialah gambaran retraksi membrane tympani
akibat terjadinya tekanan negative dalam telinga tengah, akibat absorbsi udara, hal
ini diakibatkan oleh adanya radang di mukosa hidung dan nasofaring karena
infeksi saluran nafas atas berlanjut ke mukosa tuba eustachius. Keadaan ini
mengakibatkan fungsi tuba eustachius dan mukosa cavum tympani. Akibatnya
mukosa tuba eustachius mengalami edema yang akan menyempitkan lumen tuba
eustachius. Keadaan ini mengakibatkan fungsi tuba eustachius terganggu (fungsi
ventilasi dan drainase). Gangguan fungsi ini antara lain menyebabkan
berkurangnya pemberian oksigen kedalam cavum tympani berkurang (hipotensi),
menjadi kurang dari 1 atm dan disebut vacum. Kondisi vakum selanjutnya akan
menyebabkan terjadinya perubahan pada mukosa tympani, berupa:
 Peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan limfe.
 Peningkatan permeabilitas dinding sel.
 Terjadinya proliferasi sel kelenjar mukosa.
Perubahan yang terjadi pada mukosa cavum tympani tersebut, mengakibatkan
terjadinya perembesan cairan kedalam cavum tympani (transudasi). Keadaan ini
disebut sebagai Hidrops ex vacuo. Kadang-kadang membrane tympani tampak
normal (tidak ada kelainan) atau berwarna keruh pucat. Dimana gangguan telinga
yang dirasakan akibatnya vacuum hydrops ex vacuo. Keluhan yang dirasakan:
telinga terasa penuh (seperti kemasukan air), pendengaran terganggu, nyeri pada
telinga (otalgia), tinnitus. Pada pemeriksaan otoskopi didapat gambaran membrane
tympani berubah menjadi retraksi/tertarik ke medial (dengan tanda-tanda) lebih
cekung, brevis lebih menonjol, manubrium mallei lebih horizontal dan lebih pendek,
plika anterior tidak tampak lagi dan refleks cahaya hilang atau berubah

2. Stadium Hiperemis.
Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membrane
tympani atau seluruh membrane tympani tampak hiperemis serta edema secret yang
telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serousa sehingga masih sukar
terlihat.
3. Stadium Supurasi (Bombans).
Edeme yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superficial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di cavum tympani,
menyebabkan membrane tympani menonjol (bulging) kearah liang telinga luar. Pada
keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, seerta rasa nyeri
di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di cavum tympani tidak
berkurang, maka terjadi iskemia, akibat tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul
tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan sub mukosa. Nekrosisi
ini pada membrane tympani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan
kekuningan. Ditempat ini akan terjadi rupture.
Pada orang dewasa biasanya datang dengan keluhan otalgia hebat, pada
penderita bayi dan anak rewel dan gelisah, demam tinggi dan ISPA yang disertai
biasanya masih ada. Pada pemeriksaan otoskopi: pada meatus akustikus externus
tidak didapatkan secret, membrane timpani tampak hiperemi, cembung kea rah
lateral (bombans), Terkadang tampak adanya pulsasi (keluar nanah dari lubang
perforasi sesuai dengan denyutan nadi.
4. Stadium Perforasi.
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotic atau virulensi
kuman yang tinggi, maka terjadi rupture membrane tympani dan nanah keluar
mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar, akibatnya nyeri yang dirasakan
penderita berkurang. Selain itu disebabkan oleh tekanan yang tinggi pada cavum
tympani akibat kumpulan mucous, ahkirnya menimbulkan perforasi pada membrane
tympani.
Keluhan yang di rasakan sudah banyak berkurang, karena tekanan di cavum
tympani sudah banyak berkurang, selain itu keluar cairan dari telinga, penurunan
pendengaran dan keluhan infeksi saluran nafas atas masih di rasakan, pada
pemeriksaan otoskopi meatus externus masih didapati banyak mukopus dan setelah
dibersihkan akan tampak membrane tympani yang hiperemis dan perforasi paling
sering terletak di sentral
5. Stadium Resolusi
Bila membrane tympani tetap utuh, maka keadaan membrane tympani berlahan-
lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka secret akan berkuran
dan mongering. Bila daya tahan tubuh baik dan virulensi kuman rendah maka
resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. Pada stadium ini kebanyakan
yang masih dirasakan adanya gangguan pendengaran, keluhan sebelumnya sudah
tidak dirasakan lagi. Pada pemeriksaan otoskopi meatus akustikus externus bersih
dari secret, membrane tympani tidak tampak lagi, warnanya sudah kembali lagi
seperti mutiara, yang masih tampak adalah perforasi pars tensa.

F. TANDA DAN GEJALA


Gejala klinik otitis media supuratif akut (OMSA) tergantung dari stadium
penyakit dan umur penderita. Gejala stadium supurasi berupa demam tinggi dan suhu
tubuh menurun pada stadium perforasi. Gejala klinik otitis media supuratif akut
(OMSA) berdasarkan umur penderita, yaitu :
 Bayi dan anak kecil.
Gejala: demam tinggi bisa sampai 390C (khas), sulit tidur, tiba-tiba menjerit saat
tidur, mencret, kejang-kejang, dan kadang-kadang memegang telinga yang sakit.
Anak yang sudah bisa bicara. Gejalanya : biasanya rasa nyeri dalam telinga, suhu
tubuh tinggi, dan riwayat batuk pilek.
 Anak lebih besar dan orang dewasa.
Gejala: rasa nyeri dan gangguan pendengaran (rasa penuh dan pendengaran
berkurang).

a. Diagnosis
Diagnosis OMSA harus memenuhi tiga hal berikut
A. Penyakitnya timbul mendadak (akut)
B. Ditemukanya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan disuatu rongga tubuh) di
telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut:
1. Menggembungnya gendang telinga.
2. Terbatas/tidak gerakan gendang telinga.
3. Adanya bayangan cairan dibelakang gendang telinga.
4. Cairan yang keluar dari telinga.
C. Adanya tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan adanya salah
satu tanda berikut:
1. Kemerahan pada gendang telinga
2. Nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal.
Anak dengan OMSA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik-narik
daun telinga pada bayi, keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran,
demam, sulit makan, mual dan muntah, serta rewel. Namun gejala-gejala ini ( kecuali
keluarnya cairan dari telinga) tidak sepesifik untuk OMSA tidak dapat didasarkan
pada riwayat semata.
Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop, dengan otoskop dapat dilihat
gendang telinga yang menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi
kemerahan atau agak kuning atau suram, serta cairan di liang telinga. Efusi telinga
tengah juga dapat dibuktikan dengan tympanosentesis (penusukan terhadap gendang
telinga). Namun tympanosintesis tidak dilakukan pada sembarAng anak. Indikasi
dilakukannya tympanosentesis antara lain adalah OMA pada bayi di bawah usia 6
minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah sakit anak dengan gangguan
kekebalan tubuh, anak yang tidak memberikan respon pada pemberian antibiotic atau
dengan gejala yang sangat berat dan komplikasi.
2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan OMSA tergantung pada stadium penyakitnya.
A. Pada stadium oklusi tujuannya adalah mengembalikan fungsi tuba eustachius
secepatnya. Untuk itu digunakan tetes hidung yang berfungsi sebagai vasokonstriktor
untuk mengatasi penyempitan tuba akibat edema. Obat yang dapat digunakan adalah
solution efedrin 1% untuk orang dewasa dan 0.25-0.5% untuk bayi danak-anak. Obat
lain untuk mengatasi ISPA misalnya golongan aspirin.
B. Pada stadium hiperemis, terapi yang di \berikan adalah antibiotic, obat tetes hidung
dan analgetik. Antibiotic yang dianjurkan adalah golongan ampicillin dan penisilin.
Terapi awal diberikan penisilin intramuscular agar didapatkan kosentrasi yang lebih
adekuat di dalam darah, pemberian dianjurkan selama 7 hari. Pada anak ampisilin
diberikan dengan dosis 50-100 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 4 dosis.
C. Pada stadium supurasi, selain antibiotic, idealnya harus dilakukan miringotomi, bila
membrane masih utuh, sehingga rupture membrane tympani dapat dihindari.
D. Pada stadium perforasi sering terlihat secret banyak keluar, pengobatan yang
dilakukan adalah obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotic yang
adekuat.
E. Pada stadium resolusi ini penderita sudah tidak memerlukan obat-obatan lagi, karena
ISPA juga sudah sembuh. Penderita disarankan untuk menjaga kebersihan telinga,
tidak boleh kemasukan air atau dikorek-korek guna menghindari kekambuhan.

2.9 Komplikasi
Otitis media kronik ditandai dengan riwayat keluarnya cairan secara kronik dari
satu atau dua telinganya. Jika gendang telinga telah pecah lebih dari 2 minggu, resiko
infeksi menjadi sangat umum. Umumnya penanganan yang dilakukan adalah mencuci
telinga dan mengeringkannya selama beberapa minggu hingga cairan tidak lagi keluar.
Otitis media yang tidak diobati dapat mnyebar ke jaringan sekitar telinga tengah,
termasuk otak. Namun umumnya komplikasi ini jarang terjadi, salah satunya adalah
mastoiditis pada 1 dari 1000 anak dengan OMA yang tidak diobati. Otitis media yang
tidak diatasi juga dapat menyebabkan hilangnya pendengaran permanent, cairan di
telinga tengah dan otitis media kronik dapat mngurangi pendengaran anak serta dapat
menyebabkan masalah dalam kemampuan bicara dan bahasa.
2.10 PATHWAY

DAFTAR PUSTAKA
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

a) Identitas klien
b) Riwayat kesehatan
Apakah ada nyeri telinga, penurunan pendengaran, perasaan penuh pada telinga,
suara bergema dari diri suara sendiri, bunyi ketupan sewaktu menguap, pusing,
gatal pada telinga.
c) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah ada kebiasaan berenang, apakah pernah menderita gangguan pendengaran
(kapan, berapa lama, pengobatan apa yang dilakukan, bagaimana kebiasaan
membersihkan telinga, keadaan lingkungan tenan, daerah industri, daerah polusi),
apakah riwayat pada anggota keluarga.
d) Riwayat kesehatan sekarang
kaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa, Seperti
penjabaran dari riwayat adanya kelainan nyeri yang dirasakan.
e) Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang sama.
Ada atau tidaknya riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang dan riwayat
alergi pada keluarga.
f) Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum klien
 Kepala: Lakukan Inspeksi,palpasi,perkusi dan  di daerah
telinga,dengan menggunakan senter ataupun alat-alat lain nya apakah
ada cairan yang keluar dari telinga,bagaimana warna, bau, dan
jumlah.apakah ada tanda-tanda radang.
 Kaji adanya nyeri pada telinga
 Leher, Kaji adanya pembesaran kelenjar limfe di daerah leher
 Dada / thorak
 Jantung
 Perut / abdomen
 Genitourinaria
 Ekstremitas
 Sistem integumen
 Sistem neurologi
 Data pola kebiasaan sehari-hari

g) Nutrisi
Bagaimana pola makan dan minum klien pada saat sehat dan sakit,apakah ada
perbedaan konsumsi diit nya.
h) Eliminasi
Kaji miksi,dan defekasi klien
 Aktivitas sehari-hari dan perawatan diri
Biasanya klien dengan gangguan otitis media ini,agak susah untk
berkomunikasi dengan orang lain karena ada gangguan pada telinga nya
sehingga ia kurang mendengar/kurang nyambung tentang apa yang di
bicarakan orang lain.
i) Pemeriksaan diagnostik
 Tes Audiometri : AC menurun
 X ray : terhadap kondisi patologi
 Tes berbisik
 Tes garpu tala

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera ( inflamasi, iskemia, neoplasma)
b) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan pendengaran
c) Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a) Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera ( inflamasi, iskemia, neoplasma)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien merasa nyaman dan
nyerinya berkurang dengan kriteria hasil:
- Kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat
- Keluhan nyeri menurun
- Sikap protektif dan gelisah menurun
Intervensi:
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, skala, intensitas nyeri
2. Identifikasi respon nyeri non verbal
3. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
4. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
5. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
6. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
7. Kolaborasi pemberian analgetik

b) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan pendengaran


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien Klien akan mengalami
peningkatan persepsi/sensoris pendengaransampai pada tingkat fungsional
dengan kriteria hasil:
- Averbalisasi mendengar meningkat
- Konsentrasi membaik
- Orientasi membaik

Intervensi:

1. Identifikasi status mental, status sensori, dan tingkat kenyamanan ( nyeri,


kelelahan)
2. Diskusi tingkat toleransi terhadap beban sensori
3. Batasi stimulus lingkungan
4. Jadwalkan aktivitasharian dan waktu istirahat
5. Kombinasikan prosedure tindakan dalam satu waktu, sesuai kebutuhan
6. Ajarkan cara meminimalisasi stimulus
7. Kolaborasi dalam meminimalisasi tindakan
8. Kolaborasi pemberian obat yang mempengaruhi persepsi stimulus

c) Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien memperlihatkan tidak
adanya tanda-tanda infeksi dengan kriteria hasil:
- Nyeri menurun
- Kultur urine membaik
- Kultur area luka membaik

Intervensi:

1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik


2. Berikan perawatan kulit pada area edema
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah konta dengan pasien dan lingkungan
pasien
4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
6. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

4. IMPLEMENTASI

Implemetasi keperawatan merupakan pelaksanaan tindakan keperawatan terhadap


klien yang di dasarkan pada rencana keperawatan yang telah disusun untuk mencapai
tujuan yang di iginkan meliputi peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan penyakit dan memfasilitasi koping. Implementasi keperawatan akan dapat
dilaksanakan dengan baik apabila klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi
dalam pelaksanaan asuhan keperawatan selama tahap implementasi keperawatan.
Perawat memberi dan memantau terapi non farmakologi kepada klien dengan
ketidakpatuhan program diet, agar kepatuhan klien hipertensi dapat meningkat
diharapkan klien bekerja sama dengan keluarga dalam melakukan pelaksanaan agar
tercapai tujuan dan kriteria hasil yang sudah di buat dalam intervensi .

5. EVALUASI KEPERAWATAN

Evaluasi keperawatan merupakan fase akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi dapat
berupa evaluasi struktur, proses, dan hasil. Evaluasi terdiri dari evalusi formatif dan
evaluasi sumatif. Evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama program
berlangsung, sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai dan
mendapatkan informasi efektif pengambilan keputusan. Dalam perumusan evaluasi
keperawatan menggunakan empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP
(subjektif, objektif, assessment, planning) (Achjar, 2012). Adapun komponen SOAP
yaitu S (subjektif) dimana perawat menemui keluhan yang dikatakan pasien setelah
dilakukan tindakan keperawatan, O (objektif) adalah data yang didapat berdasarkan hasil
pengukuran atau observasi perawat secara langsung pada pasien dan yang dirasakan
setelah tindakan keperawatan, A (assessment) adalah interpretasi dari data subjektif dan
objektif, P (planning) adalah perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan,
dihentikan, dimodifikasi, atau ditambah dari rencana tindakan keperawatan yang telah
ditentukan saat melakukan intervensi keperawatan sebelumnya (Wahyu, 2018).
DAFTAR PUSTAKA

XAnatomy of Inner Ear. 2010; http://galileo.phys.virginia.edu/classes/304/pix.htm

Canter RJ. Acute suppurative otitis media. In : Kerr AG, ed. Scott Brown’s Otolaryngology.
Sixth edition. Vol. 3. Butterworth-Heinemann, London, 1997, 3/9/1-7.

Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu
kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 49-62

Healy GB. Rosbe KW. Otitis Media and Middle Ear Effusions. In: Ballenger’s
Otorhinolarygology Head and Neck Surgery. Sixteenth edition. BC Decker Inc. Ontario,
2003, 249-59.

Soepardie EA, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2007.

Sosialisman & Helmi. Kelainan Telinga Luar dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,
Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5.

Wahyu, C. (2018). Laporan pendahuluan dan Asuhan Keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai