Anda di halaman 1dari 6

Wahyu Prabowo

22/500569/STK/00991
Doktor Arsitektur
MK Filsafat Keilmuan Doktor

Kosmologi Dalam Arsitektur dan Perilaku Kehidupan Manusia

Filsafat adalah ilmu tentang kebijaksanaan. Kebijaksanaan adalah titik tertinggi dalam
kehidupan manusia, karena dengan kebijaksanaan manusia dapat memberikan pertimbangan
atas tindakan manusia. Berasal dari bahasa Yunani, Philosophia, yang secara etimologis
berasal dari dua kata yaitu, phillos yang berarti cinta dan Sophia yang berarti kebijaksanaan.
Sehingga filsafat dapat diartikan sebagai ilmu yang mempunyai kecenderungan kepada
kebijaksanaan. Dalam ilmu filsafat terdapat beberapa cabang ilmu filsafat yang menjadi
bidang-bidang penting dalam berfilsafat. Bidang-bidang tersebut antara lain adalah 1).
Metafisika, 2). Epistemologi, dan 3). Etika. Dalam bidang-bidang ilmu tersebut mengandung
konsepsi-konsepsi cara pandang seorang manusia dalam memahami hakekat kehadiran
manusia dalam dunia ini.
Metafisika yang merupakan salah satu bidang dalam ilmu filsafat merupakan cabang tertua
dalam ilmu filsafat. Metafisika adalah bidang ilmu filsafat yang mempelajari mengenai
keberadaan dan eksistensi manusia dalam kehidupan dunia ini. Berasal dari bahasa Yunani
yang berarti meta dan physika, yang berarti dibelakang dan fisik, metafisika dapat diartikan
ilmu yang mempelajari sesuatu yang ada dibalik wujud fisik. Secara umum metafisika
mempelajari bagaimana manusia berupaya mencari suatu eksistensi kodrati. Dimana kodrati
dapat diartikan kemampuan alami atau sifat dasar manusia didalam kehidupan di dunia. Dalam
metafisika terdapat beberapa klasifikasi yaitu 1). Metafisika Umum dan 2). Metafisika Khusus,
yang kemudian dijabarkan kembali menjadi tiga bagian yaitu a). Psikologi, b). Kosmologi dan
c). Theologi.
Kosmologi yang merupakan salah satu cabang ilmu filsafat yang termasuk dalam ilmu
metafisika. Kosmologi sendiri adalah membahas mengenai hakikat atau asal-usul terciptanya
alam semesta. Alam semesta yang merupakan perwujudan dunia merupakan bukti dari
keberadaan dan eksistensi. Manusia dalam menjalani kehidupannya berupaya untuk mencari
keberadaan yang “kodrati”. Kata kodrati sendiri dapat diartikan sebagai kekuasaan atau
kemampuan alami, dimana dalam beberapa ilmu filsafat,seperti pada filsafat Islam dan filsafat
Jawa, manusia merupakan seorang pemimpin / khalifah yang menjadi pusat dari dunia ini.
Sehingga secara etimologi, kosmologi dapat diartikan sebagai ilmu yang membahas mengenai
hakikat eksistensi manusia dalam memenuhi kodratnya sebagai pusat dari dunia ini.
Dalam filsafat Jawa. kosmologi dikenal sebagai ilmu yang mempelajari megenai konsep
tentang kehidupan mistis manusia jawa yang dipadukan dengan kepercayaan terhadap
kekuatan supranatural didalam dirinya maupun dari luar dirinya, baik itu kekuatan alam
maupun ketuhanan. Didalam kosmologi jawa mengenal istilah mengenai mikrokosmos dan
makrokosmos, kedua istilah tersebut menggambarkan bagaimana hubungan manusia dan dunia
atau alam semesta ini. Mikrokosmos menjelaskan bagaimana hubungan antara manusia dengan
alam semesta dan kekuatan gaib yang ada didalamnya, alam semsta dan eksistensi kehidupan
merupakan suatu susunan yang beraturan. Sedangkan makrokosmos sendiri merupakan suatu
perwujudan alam semesta itu sendiri.
Kedua elemen tersebut merupakan kekuatan yang memepengaruhi segala sisi kehidupan
manusia Jawa, dengan kata lain, bahwa kehidupan manusia Jawa sangat dipengaruhi oleh
kekuatan yang berasal dari dalam dirinya dan dari kekuatan yang berasal dari luar dirinya atau
lingkungannya. Berangkat dari keyakinannya pada mikrokosmos dan makrokosmos, manusia
Jawa dalam kehidupannya selalu berusaha menjaga keseimbangan dan keharmonisan. Hal ini
juga diemplementasikan manusia Jawa dalam bidang arsitektur yang kemudian lebih dikenal
menjadi Arsitektur Jawa. Kearifan manusia Jawa dalam memahami alam dan merefleksikan
keseimbangan dan keharmonisan tertuang dalam praktek me-“rumah”, sehingga perwujudan
dari konsep bentuk rumah jawa merupakan refleksi dari lingkungan alam yang sangat
dipengaruhi oleh bentuk geometri yang sepenuhnya dikuasai dalam diri sendiri, dan pengaruh
geofisik yang sangat bergantung pada kekuatan alam lingkungannya. Dalam arsitektur jawa
dijelaskan bahwa makrokosmos adalah lingkungan dan mikrokosmos adalah bentuk fisik atau
geometri arsitektur sebagai ruang tempat hidup.
Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa nilai – nilai kearifan local yang
terdapat pada falsafah hidup manusia Jawa sangat bersahabat dengan alam. Kesadaran manusia
dalam konteks arsitektur, ditunjukkan dalam kesadaran terhadap ruang berkegiatan yang
menjadi dasar munculnya respon terhadap situasi yang melingkupinya. Dalam pemahaman
manusia Jawa, kesesuaian antara kesadaran dan respon ini diartikan sebagai keselarasan antara
wadah dan isi. Manusia jawa meyakini bahwa antara kedua hal tersebut diperlukan adanya
keseimbangan, kesejajaran dan keterpaduan sehingga tercipta ketentraman batin, kesejahteraan
dan kemakmuran dalam hidup dan kehidupan sehingga tercapai kesempurnaan dalam hidup.
Manusia Jawa percaya bahwa apa yang telah mereka bangun adalah hasil dari adaptasi
pergulatan dengan alam, sehingga dapat disimpulkan bahwa Arsitektur Jawa merupakan wadah
sebuah aktivitas manusia yang mampu menyelaraskan kegiatan manusia dengan manusia,
manusia dengan lingkungan dan manusia dengan tuhannya.
Arsitektur Jawa sendiri merupakan gaya arsitektur local yang berkembang di tanah Jawa yang
mempunyai filosofi mengenai sebuah perwadahan aktivitas. Untuk menghadirkan kesadaran
nilai arsitektur yang berkaitan dengan kesadaran ruang hidup materialnya, manusia Jawa
mengambil titik tolak perwujudan arsitektur dengan menetapkan ukuran pada blandar dan
pengeret, atau yang lazim disebut pamidhangan. Blandar dan pengeret ini sendiri merupakan
sebuah balok yang terletak pada susunan struktur rumah jawa yang berfungsi menyalurkan
beban dari atap menuju ke kolom atau saka. Artinya manusia Jawa tidak menetapkan ukuran
bangunan dari bangunan yang ada di bawah melainkan melalui yang ada di atas sebagai titik
awalnya. Sehingga secara filosofi, bangunan Jawa bukanlah saka – saka atau kolom – kolom
yang berderet, melainkan dimulai dari menentukan ukuran blandar dan pengeret, yang mampu
menopang atap diatasnya. Atap disini secara filosofi menjadi tempat digantungkannya
kebutuhan pemilik rumah terhadap kebutuhannya dalam bernaung dan berkehidupan.
Dalam Arsitektur Jawa atap dapat menunjukkan status sosial pemilik rumah, baik itu
bangsawan maupun rakyat biasa. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa perwujudan bentuk
atap rumah Jawa sangat ditentukan oleh kesadaran atas nilai – nilai moral kemasyarakatan yang
berlaku. Dalam kaitannya dengan tahapan penyucian, perwujudan atap bangunan Jawa dapat
dikelompokkan menjadi tiga, antara lain :
1. Atap yang biasa digunakan oleh rakyat biasa seperti atap Kampung dan Limasan.
2. Atap yang biasa digunakan kaum bangsawan seperti atap Joglo
3. Atap yang biasa digunakan untuk bangunan sacral atau peribadatan seperti atap Tajug.
Ini dapat diartikan bahwa bagi manusia Jawa, perwujudan tempat tinggal atau wadah arsitektur
merupakan ungkapan hakikat penghayatan terhadap kehidupannya. Selanjutnya dalam
pengaturan hierarki pola peruangannya, masyarakat Jawa juga mengatur mengenai hierarki
antara bangsawan dan rakyat biasa. Beberapa contoh mengenai hierarki ruang bangunan Jawa
antara lain :
1. Penggunaan sekat dan dinding tidak dimaknai sebagai pembatas dengan alam melainkan
merupakan penegasan terhadap ketentuan moral.
2. Dalam hierarki pola tata ruang, struktur bangunan jawa memiliki halaman tertutup atau
pagar, hal ini pun dimaknai sebagai penciptaan batasan moral yang tetap memungkinkan
interaksi dengan dunia luar.
3. Dalam konteks kesakralan, seperti gunung yang menjulang tinggi dan dikelilingi dataran
rendah, bagian inti dalam bangunan Jawa yang merupakan bangunan induk memiliki lantai
yang paling tinggi, dan dikelilingi ruang – ruang yang mempunyai lantai yang lebih rendah
seperti pendapa, pringgitan, gandok, dan lain – lain.
Bangunan Jawa memiliki ciri dominasi pada atapnya, tidak hanya bentuk adaptasi masyarakat
Jawa pada kondisi iklim, namun secara filosofi, atap digunakan sebagai simbolisasi pada strata
sosial masyarakat yang berkembang. Sehingga dari bentuk – bentuk atap yang ada dapat
diklasifikasikan status sosial pemilik rumah.
Dalam skala kecil, rumah jawa, pola tata ruang Pendapa – Dalem – Gandok merupakan pola
tatanan ruang tradisional yang terjaga dalam berbagai bentuk rumah Jawa. Dalem yang
merupakan pusat dimana disekelilingnya terdapat ruang – ruang lain yang memiliki fungsi
berbeda seperti pendapa, gandok, gadri, dan ruang lainnya. Sedangkan pada polar uang yang
lebih besar (kota), juga menggunakan pola penataan ruang yang sama terlebih pada pola ruang
bekas kota kerajaan. Dimana dalam pola tata ruang kota yang terdapat alun – alun kota, akan
dijumpai struktur ruang yang sama, yakni alun – alun sebagai pusat akan dikelilingi beberapa
bangunan penting seperti masjid, pasar, penjara, Keraton atau kantor Pemerintahan. Pola ruag
ini mirip dengan pola ruang yang terdapat pada skala mikro yaitu rumah tinggal, yaitu
mempunyai kecenderungan orientasi di tengah atau dengan komposisi terpusat, dimana alun –
alun biasanya menjadi sebuah pusat kegiatan atau interaksi masyarakat.
Interaksi sosial adalah kunci dari kehidupan sosial, oleh karena itu tidak mungkin ada
kehidupan bersama tanpa adanya interaksi sosial. Adapun interaksi sosial melingkupi beberapa
hubungan berikut :
1. antara manusia dengan manusia
2. antara manusia dengan kelompoknya, dan
3. antara kelompok manusia dengan kelompok manusia yang lain
Alun – alun merupakan salah satu contoh tempat terjadinya hubungan antara manusia dengan
manusia dalam skala yang besar, dan juga bentuk interaksi manusia dengan alam sekitarnya di
sekitaran alun – alun. Dalam skala mikro, bagian bangunan atau rumah Jawa juga terdapat
bagian – bagian yang menjadi wadah interaksi sosial, pada dewasa ini, rumah orang Jawa
memiliki teras yang secara perwujudan merupakan wadah bagi interaksi sosial bagi pemilik
rumah dan tamunya, namun pada rumah tradisional Jawa, terdapat pendapa yang menjadi
wadah bagi interaksi sosial antara manusia (pemilik rumah dan tamunya).
Dalam kepercayaan jawa, manusia Jawa mempercayai adanya aspek metafisika yang eksis
dalam kehidupan manusia. Dalam Kosmologi Jawa, terdapat sebuah sumbu imajiner yang
berada di tengah dan membagi dua bangunan yang sama besarnya antara bagian kanan dan
bagian kiri. Dalam lingkungan keratin sumbu tersebut melambangkan keadilan (karena
membagi dua sama rata) keraton dalam memerintah harus selalu berlaku adil. Dalam lingkup
skala kecil (rumah tinggal) dan lingkup besar (pola tata ruang kota) sama – sama ditemukan
suatu sumbu imajiner yan berada di tengah – tengah membagi dua sisi kiri dan kanan.
Hal ini sesuai dengan filosofi manusia Jawa yang selalu berupaya dalam memenuhi
keseimbangan dan keselarasan dalam setiap aspek kehidupannya. Dengan begitu dalam
Arsitektur Jawa, perwujudan merupakan suatu hal yang mewakili eksistensi dari pemaknaan
itu sendiri. Artinya, jika diselaraskan dengan perubahan yang terjadi pada masa sekarang ini,
secara bentuk perwujudan ruang bisa saja sebuah ruang dalam arsitektur dapat berubah
perwujudannya, namun secara pemaknaan manusia Jawa mempunyai konseptual filosofi Jawa
dalam kehidupan sehari – harinya. Bentuk pendapa bisa saja berubah secara bentuk fisiknya
menjadi sebuah teras atau ruang tamu, namun secara pemaknaan, makna ruang yang tertuang
dalam ruangan teras atau ruang keluarga tersebut masih memiliki arti yang sama yaitu wadah
interaksi antara manusia dengan manusia. Pun demikian dengan pola ruang pada rumah yang
meskipun saat ini secara wujud tidak terstruktur sama seperti bangunan tradisional Jawa,
namun secara pemaknaan, manusia Jawa masih beranggapan bahwa keseimbangan kanan –
kiri masih menjadi hal yang penting, seperti bentukan rumah yang simetris, ataupun perletakan
dapur yang ada di belakang, dan perletakan ruang keluarga yang menjadi ruang inti dari sebuah
rumah akan ditempatkan di tengah dan dikelilingi oleh fungsi ruang yang lain seperti dapur,
ruang tamu, kamar, dan lain sebagainya. Pengertian ruang lebih lanjut dapat dilihat dari per
bagian rumah itu sendiri, pada rumah induk atau dalem dapat diartikan pada diri orang Jawa
sendiri karena secara arti dalem dapat berarti kata ganti orang pertama (aku). Sedangkan
sentong yang dalam fungsi merupakan sebuah kamar merupakan sebuah ruangan yang
digunakan manusia dalam berhubungan secara intim dan menyatu dengan sang pencipta,
sehingga memiliki letak yang sacral yakni berada didalam dalem itu sendiri. Dengan demikian
pengertian ruang dalam rumah tinggal Jawa mencakup aspek tempat, waktu, dan ritual. Rumah
atau bangunan dalam filosofi Jawa merupakan tempat menyatunya antara mikrokosmos dan
makrokosmos.
Dalam konteks kosmologi, manusia Jawa memiliki panduan dalam petunjuk arah yang disebut
pajupat, yakni sebuah konsep penentuan arah mata angin yang dapat menentukan arah orientasi
bangunan jawa. dalam kepercayaan kejawen, ada petunjuk yang menunjukkan bagaimana tata
laku sesorang dalam menentukan arah kiblat yaitu papat kalima pancer atau catur gatra
tunggal, yang artinya adalah keempat arah mata angin yang memutari pusat dari sumbu kosmik
yaitu di tengah. Hal ini sangat logis jika kita menarik kesimpulan bahwa manusia jawa adalah
pusat dari kosmologi jawa itu sendiri.
Kesimpulan
Sebagaimana telah disampaikan diatas bahwa arsitektur Jawa tidak hanya dapat dilihat dari
aspek fisik saja, tetapi lebih dari itu, arsitektur Jawa harus dapat menjawab tuntutan hidup
penghuninya, lingkungan dan budaya setempat. Oleh karena itu setiap karya arsitektur Jawa
diharapkan mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan dan perubahan paradigma.
Arsitektur Jawa yang merupakan karya arsitektur local yang berkembang di tanah jawa
tentunya sarat akan filosofi jawa yang sangat diyakini oleh masyarakatnya. Secara kosmologi
manusia Jawa sangat mengagungkan dirinya merupakan pusat dari dunia ini, dimana hubungan
manusia dengan dunia tergambar dalam konsep mikrokosmos dan makrokosmos. Dimana
mikrokosmos merupakan hubungan antara manusia dengan makrokosmosnya.
Lebih lanjut, manusia jawa sangat brupaya dalam menjaga keseimbangan dan keselarasan
hidup supaya dapat mencapai kesempurnaan hidup. Sehingga hal ini dituangkan dalam bentuk
bangunan yang menjadi wadah bagi kegiatan manusia yang berupa isi dari wadah tersebut.
Sumbu imajiner yang membagi bagian sama rata menjadi implementasi struktur filosofi
arsitektur jawa. dimana kesimetrisan bentuk geometri menjadi perwujudan dari keselarasan
dan keseimbangan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai