SEJARAH ISLAM
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas individu
Disusun oleh:
Semester VI
Fachri Syauqi
Rezaldi Deliskan
Fahru Rozi
2. Nilai Historis/Sejarah Berbicara tentang nilai historis atau nilai sejarah, terlebih
dahulu kita harus mengetahi tentang sejarah itu sendiri. Istilah sejarah berarti
pariwisata, kejadian atau apa yang terjadi di masa lampau. Lebih dari itu sejarah
selalu berarti sejarah manusia. Peristiwa atau kejadian alam dimana lampau
seperti proses terjadinya bumi tidak termasuk pengertian sejarah. Pengertian
sejarah sebagai peristiwa ini menyangkut makna dasar dari istilah sejarah. Dengan
demikian makna dasar sejarah adalah peristiwa, kejadian, aktivitas manusia yang
terjadi pada masa lampau. Menurut R.G Collingwood (dalam Daliman 2012 : 2)
mengatakan “sejarah sebagai kisah atau rerum gestarum (kisah dari peristiwa yang
telah terjadi). Sejarah sebagai kisah adalah sejarah dalam pengertian subjektif.
Sejarah sebagai kisah adalah rekaan hasil rekonstruksi manusia.” Serupa dengan
Bertens (dalam Daliman 2012 : 2) mengatakan bahwa “sejarah sebagai kisah ini
sebagai sejarah yang dicatat atau sejarah yang tersurat.” Dalam pengertian sejarah
di atas, ada batasan yang menjadi pedoman tentang makna sejarah. Bahwa sejarah
adalah sebuah peristiwa yang pernah terjadi dimasa lalu, dimana rangkaian
peristiwa tersebut disusun berdasarkan urutan waktu, proses kejadian serta disertai
keterangan tempat dimana sebuah kejadian terjadi. Hal inilah yang menjadi
sebuah pembeda antara pengertian dari sejarah dan kisah fiksi. Sebab kisah
sejarah merupakan sebuah kondisi nyata yang sudah pernah dialami oleh
seseorang dimasa lalu pada suatu waktu. Sementara, fiksi hanyalah sebuah kisah
yang berisi imajinasi dari seorang penulisnya. Dan kisah yang ada didalam fiksi
bisa jadi bukan merupakan kisah nyata. Kisah sejarah ini bisa menjadi penghias
dari kisah fiksi. Sebagai contoh, guru sejarah yang mampu berkisah tentang
peristiwa yang harus diketahui oleh siswanya akan menjadi guru yang sangat
dinanti. Sejarah yang dikisahkan itu akan berbumbu. Bumbu yang sedap inilah
yang akan membuat kisah sejarah menjadi suatu rangkaian yang indah urutan
yang akan dikenal dan diambil pelajarannya. Pelajaran dan pengertian sejarah
sudah diberikan kepada seseorang sejak duduk dibangku sekolah dasar. Hal ini
karena dalam pelajaran sejarah, terdapat nilai penting yang bermanfaat dalam
menentukan pemahaman dan pola pikir seseorang. Beberapa nilai penting dalam
mempelajari sejarah ialah diantaranya adalah dengan sejarah, kita bisa memiliki
gambaran dan pengetahuan tentang proses kehidupan yang terjadi dimasa lampau
termasuk pada zaman purbakala. Dalam sejarah, seseorang bisa mendapatkan
pemahaman dan ilmu pengetahuan tentang perilaku manusia dimasa lampau.
Kehidupan masa lampau itu sebagai bekal untuk menghadapi kehidupan dimasa
yang akan datang. Sebab dengan belajar dari sejarah, seseorang akan bisa
memiliki media untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dimasa yang akan
datang.
3. Kebudayaan
Defenisi Kebudayaan Budaya merupakan suatu hasil karya cipta dan olah
pikir manusia yang diwujudkan dalam bentuk gagasan, aktivitas dan artefak
(kebendaan) kebudayaan pada setiap kelompok masyarakat tertentu memiliki
suatu ciri dan keunikan tertentu yang membedakanya denga kebudayaan dari
kelompok masyarakat yang lain. Secara etimologi budaya yang dalam bahasa
inggris disebut culture berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere yang memiliki arti
mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang. Istilah kebudayaan yang kita
kenal di Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal, dan diartikan
sebagai segala hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia Untuk lebih
jelasnya akan dipaparkan beberapa pendapat para ahli mengenai kebudayaan
diantaranya:
2. R. Linton Kebudayaan adalah konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dan hasil
tingkah laku, yang unsur pembentukanya didukung dan diteruskan oleh anggota
masyarakat tertentu.
3. W.H. Kelly dan C. Klockhohn Kebudayaan adalah pola hidup yang tercipta
dalam sejarah, yang eksplisit, implisit, rasional, irasional, dan nonrasional, yang
terdapat pada setiap waktu sebagai pedoman yang potensial bagi tingkah laku
manusia.
4. William H. Haviland Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma
yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh
para anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat di
terima oleh semua masyarakat.
5. Koentjaraningrat Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan,
dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik
diri manusia dengan belajar.
2.2.2 Nilai Budaya Nilai-nilai budaya merupakan nilai-nilai yang telah disepakati
dan tertanam dalam suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat,
yang mengakar pada suatu kebisaan, kepercayaan, simbol-simbol, dengan
karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan
perilaku dan tanggapan atas apa yang terjadi atau sedang terjadi. Nilai-nilai
budaya akan tampak pada symbol-simbol, slogan, moto, visi misi, sesuatu yang
Nampak sebagai acuan pokok suatu lingkungan atau organisasi.
Suatu nilai apabila sudah membudaya pada diri seseorang, maka nilai itu
akan dijadikan sebagai pedoman atau petunjuk didalam bertingkah laku. Hal ini
dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari, misalnya budaya gotong-royong,
budaya malas, dan lain-lain. Jadi secara universal, nilai itu merupakan sebagai
pendorong bagi seseorang dalam mencapai tujuan tertentu. Menurut Thodorson
(dalam Warsito 2012 : 98) mengemukakan bahwa nilai merupakan sesuatu yang
abstrak, yang dijadikan pedoman serta prinsip-prinsip umum dalam bertindak dan
bertingkah laku. Ketertarikan orang atau kelompok terhadap nilai menurut
Theodorson relative sangat kuat bahkan bersifat emosional. Oleh sebab itu, nilai
dapat dilihat sebagai tujuan kehidupan manusia itu sendiri. Sedangkan yang
dimaksud dengan nilai budaya itu sendiri menurut beberapa ahli yakni
Koentjaraningrat (dalam Warsito 2012 : 99) adalah nilai budaya terdiri dari
konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam fikiran sebahagian besar warga
masyarakat dalam hal-hal yang mereka anggap amat mulia. Sistem nilai yang ada
dalam suatu masyarakat dijadikan orientasi dan rujukan dalam bertindak. Oleh
karena itu, nilai budaya yang dimiliki seseorang mempengaruhinya dalam
mengambil alternative, cara-cara, alat-alat dan tujuan-tujuan pembuatan yang
tersedia. Menurut Clyde Kluckholn (dalam Warsito 2012 : 99) mendefinisikan
nilai budaya sebagai konsepsi umum yang terorganisasi, yang mempengaruhi
perilaku yang berhubungan alam, kedudukan manusia dalam alam, hubungan
orang dengan orang dan tentang hal-hal yang diingini dan tidak diingini yang
mungkin berkaitan dengan hubungan orang dengan lingkungan dan sesame
manusia.
Tidak ada kebudayaan yang bersifat statis. Setiap individu dan setiap generasi
melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan semua desain kehidupan sesuai
dengan kepribadian mereka dan sesuai dengan tuntutan zamannya. Terkadang
diperlukan banyak penyesuaian dan banyak tradisi masa lampau yang
ditinggalkan karena tidak sesuai dengan tuntutan zaman baru. Generasi baru tidak
hanya mawariskan suatu edisi kebudayaan baru, melainkan suatu versi
kebudayaan yang direvisi. Kebudayaan pun mengalami perubahan. Perubahan
tersebut disebabkan oleh beberapa faktor.
Dalam contoh tersebut para Nabi dan reformator religious memiliki suatu
pandangan baru tentang realitas kehidupan. Berikut ini beberapa pendapat ahli
mengenai definisi kebudayaan yakni : Sir Edward B. Taylor (dalam Rafael Raga
Maran 2007 : 26) Taylor menggunakan kata kebudayan untuk menunjuk
“keseluruhan kompleks dari ide dan segala sesuatu yang dihasilkan manusia
dalam pengalaman historisnya.” Termasuk disini ialah pengetahuan, kepercayaan,
seni, moral, hokum, kebiasaan, dan kemampuan serta perilaku lainnya yang
diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Robert H. Lowie (dalam Rafael
Raga Maran 2007 : 26) kebudayaan adalah segala sesuatu yang diperoleh individu
dari masyarakat mencakup kepercayaan, adatistiadat, norma-norma, kebiasaan
merupakan keahlian yang diperoleh bukan karena kreativitasnya sendiri
melainkan merupakan warisan masa lampau yang didapat melalui pendidikan
formal atau informal. Clyde Kluckhohn (dalam Rafael Raga Maran 2007 : 26)
mendefinisikan “kebudayaan sebagai total dari cara hidup suatu bangsa, warisan
sosial yang diperoleh individu dari grupnya.” Gillin (dalam Rafael Raga Maran
2007 : 26) beranggapan bahwa “kebudayaan terdiri dari kebiasaan-kebiasaan yang
berpola dan secara fungsional saling bertautan dengan individu tertentu yang
berbentuk grup-grup atau kategori sosial tertentu.”
Rohaniah. Semua karya, rasa, dan cipta semua dikuasai oleh karya orang-orang
yang menentukan kegunaannya agar sesuai dengan kepentingan sebagian besar
atau seluruh masyarakat. Dari definisi yang dijabarkan oleh para ahli diatas, dapat
disimpulkan bahwa pengertian kebudayaan yang mana akan mempengaruhi
tingkat pengetahuan dan meliputi system idea tau gagasan yang terdapat dalam
pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat
abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan
manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang
bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi
sosial, religi, seni, dan lain-lain yang kesemuanya ditujukan untuk membantu
manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Kebudayaan juga dapat
digambarkan untuk melukiskan cara khas manusia beradaptasi dengan
lingkungannya, yakni cara manusia manusia membangun alam guna memenuhi
keinginan-keinginan serta tujuan-tujuan dalam kehidupannya.
4. Budaya Sebagai Objek Wisata Dari uraian mengenai suberdaya pariwisata yang
telah di bahas sebelumnya, keunikan kebudayaan merupakan salah satu potensi
yang dapat dikembangkan sebagai salah satu atraksi objek wisata. Kegiatan wisata
ini kita kenal dengan wisata budaya. Wisata budaya merupakan suatu kegiatan
wisata yang berorientasi pada keunikan unsur-unsur kebudayaan sebagai atraksi
utama dari kegiatan wisata nya.
2. Situs Sejarah
Menurut Budi Wiyana (1996: 33) situs adalah suatu tinggalan atau tempat
peninggalan pada masa lampau yang berhubungan dengan aktivitasaktivitas
manusia dan lingkungannya.
Demikian pula halnya dengan jejak sejarah para romusha yang ada di
daerah Dukuh Gunung Madu Kecamatan Simo Kabupaten Boyolali mulai
dilupakan. Di antara para mantan romusha ini masih ada yang masih hidup dan
memberi informasi tentang berbagai kejadian sejarah pada masa pendudukan
Jepang. Dalam sebuah peristiwa sejarah jika kejadian tersebut berada di suatu
wilayah serta meninggalkan bekas berupa benda maka tempat kejadian tersebut
dapatlah dikatakan sebagai situs sejarah.
b. Jenis-Jenis situs.
Beberapa manfaat yang dapat diambil dari situs sejarah adalah untuk: (1)
Sumber Belajar; (2) Kepentingan Ilmiah; (3) Muatan Lokal; (4) Rekreatif; dan (5)
Kewaspadaan.
1). Sumber Belajar.
Sumber belajar sejarah adalah tempat atau lingkungan alam sekitar, yaitu
dimana saja seseorang dapat melakukan belajar atau proses perubahan tingkah
laku maka tempat itu dapatlah dikategorikan sebagai tempat belajar yang berarti
sumber belajar. Benda juga dapat dijadikan sebagai sumber belajar, yaitu segala
benda yang memungkinkan terjadinya perubahan tingkah laku bagi peserta didik,
maka benda itu dapat dikategorikan sebagai sumber belajar, misalnya situs, dan
candi (Abdul Majid, 2007: 170).
Menurut Gagne dan Briggs yang dikutip Muhamad Ali (1992: 93) dalam
menentukan sumber belajar harus mempertimbangkan : (1) Tujuan pengajaran
yang hendak dicapai; (2) Mengklasifikasikan tujuan berdasarkan domein atau tipe
belajar; (3) Memilih peristiwa-peristiwa pengajaran yang akan berlangsung; (4)
Menentukan tipe perangsang untuk tiap peristiwa; (5) Mempertimbangkan nilai
kegunaan sumber yang akan dipergunakan; dan (6) Menuliskan script (naskah)
pembicaraan dalam mempergunakan sumber belajar.
Situs sebagai sumber belajar disini adalah belajar menemukan sesuatu dari
pengamatan secara langsung terhadap objek sejarah, sehingga akan mampu untuk
meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pengajaran sejarah benar-benar
bisa optimal. Selain itu guru sebagai ujung tombak dalam pembelajaran bisa
mendapatkan suatu keuntungan dengan memberikan gambaran secara jelas
melalui rekonstruksi peristiwa sejarah tersebut, sehingga hal ini akan lebih
memudahkan siswa untuk memahami cerita yang terjadi pada masa lampau. Hal
ini tidak terlepas dengan tujuan memanfaatkan sumber belajar antara lain:: (1)
Sumber sejarah guna memberikan motivasi kepada siswa; (2) Mendukung
kegiatan belajar mengajar; (3) Sumber belajar untuk penelitian; dan (4) Sumber
belajar untuk memecahkan masalah (Fatah Syukur, 2004: 97).
Menurut Levi dan Lentz yang dikutip Azhar Arsyad (2007: 17) fungsi
media visual yaitu (1) Fungsi atensi, media visual merupakan inti, yaitu menarik
dan mengarahkan perhatian untuk berkonsentrasi pada isi pelajaran yang berkaitan
dengan makna visual; (2) Fungsi afektif media visual, dapat terlihat dari
kenikmatan ketika belajar; (3) Fungsi kognitif media visual, mengungkapkan
bahwa lambang visual dapat memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami
dan mengingat informasi atau pesan; dan (4) Fungsi kompensatoris media visual,
dapat memberikan konteks untuk memahami teks, membantu yang lemah dalam
membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks.
Sedangkan menurut Kemp dan Dayton yang dikuti Azhar Arsyad (2007:
19 -21) fungsi media pembelajaran, yaitu (1) Memotivasi minat atau tindakan,
hasil yang diharapkan adalah melahirkan minat dan merangsang siswa untuk
bertindak. Pencapaian tujuan ini akan mempengaruhi sikap, nilai, dan emosi; (2)
untuk tujuan informasi, media pembelajaran dapat digunakan sebagai pengantar
dalam rangka penyajian informasi dihadapan siswa; dan (3) untuk tujuan
instruksi, informasi yang terdapat dalam media harus melibatkan siswa baik
dalam mental atau benak maupun dalam bentuk aktivitas nyata dalam
pembelajaran. Materi harus dirancang secara lebih sistematis dan psikologis,
dilihat dari prinsipprinsip belajar agar dapat menyiapkan instruksi yang efektif.
Menurut Djoko Surjo yang dikutip oleh Siti Fatimah (2005: 10) materi
sejarah lokal sangat penting dalam kurikulum pendidikan sejarah, karena
pendidikan berasal dari lingkungan terdekat, terjauh, dan pendidikan berakar pada
budaya peserta didik.