Anda di halaman 1dari 21

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP SITUS

SEJARAH ISLAM
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas individu

Mata Kuliah: Situs Sejarah Islam Sumatera Utara

Dosen Pengampu: Syahruddin Siregar M.A

Disusun oleh:

Semester VI

Fachri Syauqi

Rezaldi Deliskan

Fahru Rozi

PROGRAM SEJARAH PERADABAN ISLAM


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UIN SUMATERA UTARA MEDAN
2018
1. Pengertian Situs Sejarah

Situs memiliki berbagai pengertian yang berbeda karena selain dibidang


computer dan internet, di dalam dunia sejarah juga terdapat istilah situs. Bila
dalam dunia computer dan internet situs merupakan sebuah website, sebuah
alamat yang bisa kita kunjungi dan berisi informasi tertentu tentang pemilik
website, maka kata situs dalam dunia sejarah berhubungan dengan tempat atau
area atau wilayah. Menurut William Haviland (dalam Warsito 2012 : 25)
mengatakan bahwa “tempat-tempat dimana ditemukan peninggalan-peninggalan
arkeologi di kediaman makhluk manusia pada Zaman dahulu dikenal dengan
nama situs. Situs biasanya ditentukan berdasarkan survey suatu daerah.”

Lebih lanjut William Haviland (dalam Warsito 2012 : 25) juga


mengatakan bahwa “artefak adalah sisa-sisa alat bekas suatu kebudayaan zaman
prehistori yang di gali dari dalam lapisan bumi. Artefak ialah objek yang dibentuk
atau diubah oleh manusia.” Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan
bahwa Situs diketahui karena adanya artefak. Ahli erkeologi mempelajari
peninggalan-peninggalan yang berupa benda untuk menggambarkan dan
menerangkan prilaku manusia. Jadi situs sejarah adalah tempat dimana terdapat
informasi tentang peninggalan-peninggalan bersejarah.

2. Nilai Historis/Sejarah Berbicara tentang nilai historis atau nilai sejarah, terlebih
dahulu kita harus mengetahi tentang sejarah itu sendiri. Istilah sejarah berarti
pariwisata, kejadian atau apa yang terjadi di masa lampau. Lebih dari itu sejarah
selalu berarti sejarah manusia. Peristiwa atau kejadian alam dimana lampau
seperti proses terjadinya bumi tidak termasuk pengertian sejarah. Pengertian
sejarah sebagai peristiwa ini menyangkut makna dasar dari istilah sejarah. Dengan
demikian makna dasar sejarah adalah peristiwa, kejadian, aktivitas manusia yang
terjadi pada masa lampau. Menurut R.G Collingwood (dalam Daliman 2012 : 2)
mengatakan “sejarah sebagai kisah atau rerum gestarum (kisah dari peristiwa yang
telah terjadi). Sejarah sebagai kisah adalah sejarah dalam pengertian subjektif.
Sejarah sebagai kisah adalah rekaan hasil rekonstruksi manusia.” Serupa dengan
Bertens (dalam Daliman 2012 : 2) mengatakan bahwa “sejarah sebagai kisah ini
sebagai sejarah yang dicatat atau sejarah yang tersurat.” Dalam pengertian sejarah
di atas, ada batasan yang menjadi pedoman tentang makna sejarah. Bahwa sejarah
adalah sebuah peristiwa yang pernah terjadi dimasa lalu, dimana rangkaian
peristiwa tersebut disusun berdasarkan urutan waktu, proses kejadian serta disertai
keterangan tempat dimana sebuah kejadian terjadi. Hal inilah yang menjadi
sebuah pembeda antara pengertian dari sejarah dan kisah fiksi. Sebab kisah
sejarah merupakan sebuah kondisi nyata yang sudah pernah dialami oleh
seseorang dimasa lalu pada suatu waktu. Sementara, fiksi hanyalah sebuah kisah
yang berisi imajinasi dari seorang penulisnya. Dan kisah yang ada didalam fiksi
bisa jadi bukan merupakan kisah nyata. Kisah sejarah ini bisa menjadi penghias
dari kisah fiksi. Sebagai contoh, guru sejarah yang mampu berkisah tentang
peristiwa yang harus diketahui oleh siswanya akan menjadi guru yang sangat
dinanti. Sejarah yang dikisahkan itu akan berbumbu. Bumbu yang sedap inilah
yang akan membuat kisah sejarah menjadi suatu rangkaian yang indah urutan
yang akan dikenal dan diambil pelajarannya. Pelajaran dan pengertian sejarah
sudah diberikan kepada seseorang sejak duduk dibangku sekolah dasar. Hal ini
karena dalam pelajaran sejarah, terdapat nilai penting yang bermanfaat dalam
menentukan pemahaman dan pola pikir seseorang. Beberapa nilai penting dalam
mempelajari sejarah ialah diantaranya adalah dengan sejarah, kita bisa memiliki
gambaran dan pengetahuan tentang proses kehidupan yang terjadi dimasa lampau
termasuk pada zaman purbakala. Dalam sejarah, seseorang bisa mendapatkan
pemahaman dan ilmu pengetahuan tentang perilaku manusia dimasa lampau.
Kehidupan masa lampau itu sebagai bekal untuk menghadapi kehidupan dimasa
yang akan datang. Sebab dengan belajar dari sejarah, seseorang akan bisa
memiliki media untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dimasa yang akan
datang.
3. Kebudayaan

Defenisi Kebudayaan Budaya merupakan suatu hasil karya cipta dan olah
pikir manusia yang diwujudkan dalam bentuk gagasan, aktivitas dan artefak
(kebendaan) kebudayaan pada setiap kelompok masyarakat tertentu memiliki
suatu ciri dan keunikan tertentu yang membedakanya denga kebudayaan dari
kelompok masyarakat yang lain. Secara etimologi budaya yang dalam bahasa
inggris disebut culture berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere yang memiliki arti
mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang. Istilah kebudayaan yang kita
kenal di Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal, dan diartikan
sebagai segala hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia Untuk lebih
jelasnya akan dipaparkan beberapa pendapat para ahli mengenai kebudayaan
diantaranya:

1. Edward B. Taylor Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang


didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adapt
istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai
anggota masyarakat.

2. R. Linton Kebudayaan adalah konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dan hasil
tingkah laku, yang unsur pembentukanya didukung dan diteruskan oleh anggota
masyarakat tertentu.

3. W.H. Kelly dan C. Klockhohn Kebudayaan adalah pola hidup yang tercipta
dalam sejarah, yang eksplisit, implisit, rasional, irasional, dan nonrasional, yang
terdapat pada setiap waktu sebagai pedoman yang potensial bagi tingkah laku
manusia.
4. William H. Haviland Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma
yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh
para anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat di
terima oleh semua masyarakat.
5. Koentjaraningrat Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan,
dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik
diri manusia dengan belajar.

6. Ki Hajar Dewantara Kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil


perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang
merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan
kesukaran didalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan
kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai. Menurut
Koentjaraningrat ada tujuh unsur kebudayaan universal, yaitu: a. Sistem religi b.
Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial c. Sistem pengetahuan d. Bahasa e.
Kesenian f. Sistem mata pencaharian hidup atau sistem ekonomi g. Sistem
peralatan hidup atau teknologi Menurut J.J. Hoenigman (dalam Wiranata, 2011 :
103) bila dikelompokan secarawujudnya kebudayaan dibedakan menjadi
tiga,yaitu: 1. Gagasan (Wujud ideal) Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan
yang berbentuk kumpulan ideide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan,
dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud
kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga
masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam
bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan
buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.

2. Aktivitas (tindakan) Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan


berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan
sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling
berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut
pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi
dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan. 3. Artefak
(karya) Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas,
perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau
hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret
diantara ketiga wujud kebudayaan. Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat,
antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan
yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah
kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia. Setiap kelompok
masyarakat memiliki ciri dan keunikan budaya nya sendiri. Ciri dan keunikan
yang berbeda ini merupakan identitas bagi suatu kelompok masyarakat yang
membedakanya dengan masyarakat lainya. Di lain hal, perbedaan kebudayan yang
ada pada setiap kelompok masyarakat bukan lah menjadi suatu pemisah bagi suatu
kelompok masyarakat dengan masyarakat lainya untuk saling

berinteraksi dan membaur tanpa harus meninggalkan nilai-nilai kebudayaan yang


masing-masing mereka miliki. Seiring perkembangan zaman dan semakin
pesatnya perkembangan teknologi secara perlahan tantpa disadari bentuk-bentuk
kebudayaan lama mulai ditinggali bahkan oleh masyarakatnya sendiri sehingga
tradisi yang dulunya dianggap suatu keharusan bahkan pada saat sekarang ini
menjadi suatu yang aneh dan dianggap bagi masyarakat generasi modern sakarang
ini. Namun disisi lain, hal ini menjadi daya tarik bagi masyarakat modern untuk
dipelajari dan diteliti atau sekedar menikmati keunikan bentuk kebudayaan
tradisional yang masih bertahan ditengah arus modernisasi. Sehingga dengan
demikian hal ini menjadikan kebudayaan sebagai salah satu dari bentuk aktifitas
wisata dengan menyuguhkan segala bentuk keunikan dari kebudayaan sebagai
atraksi wisata.

2.2.2 Nilai Budaya Nilai-nilai budaya merupakan nilai-nilai yang telah disepakati
dan tertanam dalam suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat,
yang mengakar pada suatu kebisaan, kepercayaan, simbol-simbol, dengan
karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan
perilaku dan tanggapan atas apa yang terjadi atau sedang terjadi. Nilai-nilai
budaya akan tampak pada symbol-simbol, slogan, moto, visi misi, sesuatu yang
Nampak sebagai acuan pokok suatu lingkungan atau organisasi.

Suatu nilai apabila sudah membudaya pada diri seseorang, maka nilai itu
akan dijadikan sebagai pedoman atau petunjuk didalam bertingkah laku. Hal ini
dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari, misalnya budaya gotong-royong,
budaya malas, dan lain-lain. Jadi secara universal, nilai itu merupakan sebagai
pendorong bagi seseorang dalam mencapai tujuan tertentu. Menurut Thodorson
(dalam Warsito 2012 : 98) mengemukakan bahwa nilai merupakan sesuatu yang
abstrak, yang dijadikan pedoman serta prinsip-prinsip umum dalam bertindak dan
bertingkah laku. Ketertarikan orang atau kelompok terhadap nilai menurut
Theodorson relative sangat kuat bahkan bersifat emosional. Oleh sebab itu, nilai
dapat dilihat sebagai tujuan kehidupan manusia itu sendiri. Sedangkan yang
dimaksud dengan nilai budaya itu sendiri menurut beberapa ahli yakni
Koentjaraningrat (dalam Warsito 2012 : 99) adalah nilai budaya terdiri dari
konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam fikiran sebahagian besar warga
masyarakat dalam hal-hal yang mereka anggap amat mulia. Sistem nilai yang ada
dalam suatu masyarakat dijadikan orientasi dan rujukan dalam bertindak. Oleh
karena itu, nilai budaya yang dimiliki seseorang mempengaruhinya dalam
mengambil alternative, cara-cara, alat-alat dan tujuan-tujuan pembuatan yang
tersedia. Menurut Clyde Kluckholn (dalam Warsito 2012 : 99) mendefinisikan
nilai budaya sebagai konsepsi umum yang terorganisasi, yang mempengaruhi
perilaku yang berhubungan alam, kedudukan manusia dalam alam, hubungan
orang dengan orang dan tentang hal-hal yang diingini dan tidak diingini yang
mungkin berkaitan dengan hubungan orang dengan lingkungan dan sesame
manusia.

Sementara itu Sumaatmadja (dalam Koentjaraningrat 2000 : 180)


mengatakan bahwa “pada perkembangan, penerapan budaya dalam kehidupan,
berkembang pula nilai-nilai yang melekat dimasyarakat yang mengatur
keserasian, keselarasan, serta keseimbangan. Nilai tersebut dikonsepsikan sebagai
nilai budaya.” Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat dikatakan bahwa setiap
individu dalam melaksanakan aktivitas sosialnya selalu berdasarkan serta
berpedoman pada nilai-nilai atau sistem nilai yang ada dan hidup dalam
masyarakat itu sendiri. Artinya nilai-nilai itu sangat banyak mempengaruhi
tindakan dan perilaku manusia, baik secara individual, kelompok atau masyarakat
secara keseluruhan tentang baik buruk, benar salah, patut atau tidak patut. Nilai
budaya adalah suatu bentuk konsepsi umum yang dijadikan pedoman atau
petunjuk didalam bertingkah laku baik secara individual, kelompok, atau
masyarakat secara keseluruhan tentang baik buruk, benar salah, patut atau tidak
patut.

2.2.3 Pengertian Dinamika Kebudayaan Manusia dan kebudayaan merupakan


suatu sekatuan yang tidak dapat dipisahkan, karena manusia adalah pendukung
keberadaan suatu kebudayaan. Kebudayaan pada suatu masyarakat harus
senantiasa memiliki fungsi yang dapat menunjang pemenuhan kebutuhan bagi
para anggota pendukung kebudayaan. Kebudayaan harus dapat menjamin
kelestarian kehidupan biologis, memelihara ketertiban, serta memberiran motivasi
kepada pendukungnya agar dapat terus bertahan hidup dan melakukan kegiatan
untuk kelangsungan hidup.

Tidak ada kebudayaan yang bersifat statis. Setiap individu dan setiap generasi
melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan semua desain kehidupan sesuai
dengan kepribadian mereka dan sesuai dengan tuntutan zamannya. Terkadang
diperlukan banyak penyesuaian dan banyak tradisi masa lampau yang
ditinggalkan karena tidak sesuai dengan tuntutan zaman baru. Generasi baru tidak
hanya mawariskan suatu edisi kebudayaan baru, melainkan suatu versi
kebudayaan yang direvisi. Kebudayaan pun mengalami perubahan. Perubahan
tersebut disebabkan oleh beberapa faktor.

Pertama, perubahan yang disebabkan oleh perubahan dalam lingkungan


alam misalnya, perubahan iklim, kekurangan bahan makanan, atau berkurangnya
jumlah penduduk. Semua ini memaksa orang untuk beradaptasi. Mereka tidak
dapat mempertahankan cara hidup yang lama, tetapi harus menyesuaikan diri
terhadap situasi yang baru.

Kedua, perubahan disebutkan oleh adanya kontak dengan suatu kelompok


masyarakat yang memiliki norma-norma dan teknologi yang berbeda. Kontak
budaya bisa terjadi secara damai, bisa juga tidak, bisa dengan sukarela, bisa juga
dengan terpaksa, bisa bersifat timbal-balik, bisa juga secara sepihak.

Ketiga, perubahan yang terjadi karena discovery (penemuan) dan


invention (penciptaan bentuk baru). Menurut Pasurdi Suparlan (dalam Rafael
2007 : 51) Discovery adalah suatu bentuk penemuan baru yang merupakan
persepsi mengenai hakikat suatu gejala atau hakikat hubungan antara dua gejala
atau lebih. Discovery biasanya membuka pengetahuan baru tentang sesuatu yang
pada dasarnya sudah ada. Misalnya penemuan bahwa bukan matahari yang
mengelilingi bumi, melainkan bumilah yang mengelilingi matahari membawa
perubahan besar dalam pemahaman manusia tentang alam semesta. Invention
adalah penciptaan bentuk baru dengan mengkombinasikan kembali pengetahuan
dan materi-materi yang ada. Misalnya penciptaan mesin uap, satelit,dan
sebagainya. Keempat, perubahan yang terjadi karena suatu masyarakat atau suatu
bangsa mengadopsi beberapa elemen kebudayaan material yang telah
dikembangkan bangsa lain ditempat lain. Pengadopsian elemen-elemen yang
bersangkutan dimungkinkan oleh apa yang disebut difusi, yakni proses persebaran
unsure-unsur kebudayaan dari masyarakat yang satu ke masyarakat yang lain
melalui difusi, misalnya teknologi computer yang dikembangkan oleh bangsa
barat diadopsi oleh berbagai bangsa didunia. Gejala ini menunjukkan adanya
interdependensi erat antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang
lainnya. Pengadopsian semacam ini membawa perubahan-perubahan sosial secara
mendasar, karena elemen kebudayaan material semacam computer, mobil, televisi
dan lainnya itu bisa mengubah seluruh sistem organisasi sosial. Kelima,
perubahan yang terjadi karena suatu bangsa memodifikasi cara hidupnya dengan
mengadopsi suatu pengetahuan atau kepercayaan baru, atau karena perubahan
dalam pandangan hidup dan konsepsinya tentang realitas. Perubahan ini biasanya
berkaitan dengan munculnya pemikiran atau konsep baru dalam bidang filsafat,
ilmu pengetahuan dan agama. Kebudayaan dan peradaban bangsa-bangsa modern
dibentuk langsung olej ilmu modern. Begitu pula munculnya suatu agama
membawa perubahan dalam seluruh karakter suatu kebudayaan, sebagaimana
tampak dalam transformasi peradaban kuno oleh agama Kristen, dan transformasi
masyarakat bangsa Arab oleh agama Islam.

Dalam contoh tersebut para Nabi dan reformator religious memiliki suatu
pandangan baru tentang realitas kehidupan. Berikut ini beberapa pendapat ahli
mengenai definisi kebudayaan yakni : Sir Edward B. Taylor (dalam Rafael Raga
Maran 2007 : 26) Taylor menggunakan kata kebudayan untuk menunjuk
“keseluruhan kompleks dari ide dan segala sesuatu yang dihasilkan manusia
dalam pengalaman historisnya.” Termasuk disini ialah pengetahuan, kepercayaan,
seni, moral, hokum, kebiasaan, dan kemampuan serta perilaku lainnya yang
diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Robert H. Lowie (dalam Rafael
Raga Maran 2007 : 26) kebudayaan adalah segala sesuatu yang diperoleh individu
dari masyarakat mencakup kepercayaan, adatistiadat, norma-norma, kebiasaan
merupakan keahlian yang diperoleh bukan karena kreativitasnya sendiri
melainkan merupakan warisan masa lampau yang didapat melalui pendidikan
formal atau informal. Clyde Kluckhohn (dalam Rafael Raga Maran 2007 : 26)
mendefinisikan “kebudayaan sebagai total dari cara hidup suatu bangsa, warisan
sosial yang diperoleh individu dari grupnya.” Gillin (dalam Rafael Raga Maran
2007 : 26) beranggapan bahwa “kebudayaan terdiri dari kebiasaan-kebiasaan yang
berpola dan secara fungsional saling bertautan dengan individu tertentu yang
berbentuk grup-grup atau kategori sosial tertentu.”

Keesing (dalam Rafael Raga Maran 2007 : 26) mengemukakan kebudayaan


adalah “totalitas pengetahuan manusia, pengalaman yang terakumulasi dan yang
ditransmisikan secara sosial” atau singkatnya “kebudayaan adalah tingkah laku
yang diperoleh melalui proses sosialisasi.” Koentjaraningrat (dalam Rafael Raga
Maran 2007 : 26) “kebudayaan adalah keseluruhan system gagasan, tindakan, dan
hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri
manusia dengan belajar.” Parsudi Suparlan (dalam Atang Abdul Hakim dan Jaih
Mubarok 2000 : 28) menjelaskan bahwa kebudayaan adalah serangkaian aturan-
aturan, petunjuk-petunjuk, resep-resep, rencana-rencana dan strategi-strategi yang
terdiri atas serangkaian model-model kognitif yang dimiliki manusia dan yang
digunakan secara selektif dalam menghadapi lingkungannya sebagaimana
terwujud dalam tingkah laku dan tindakan-tindakannya. Menurut Soerjono
Soekanto (dalam Atang Abdul Hakim dan Jaih Mubarok 2000 : 29) rasa yang
meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah-kaidah dan nilai-nilai sosial
yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan dalam arti luas.
Agama, ideologi, kebatinan, dan kesenian yang merupakan hasil jiwa ekspresi
manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat termasuk didalamnya. Cipta
merupakan kemampuan mental, kemampuan berfikir orang-orang yang hidup
bermasyarakat yang antara lain menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan.
Cipta bisa berbentuk teori murni dan bisa juga telah tersusun sehingga dapat
langsung diamalkan oleh masyarakat. Rasa dan cinta dinamakan pula sebagai
kebudayaan

Rohaniah. Semua karya, rasa, dan cipta semua dikuasai oleh karya orang-orang
yang menentukan kegunaannya agar sesuai dengan kepentingan sebagian besar
atau seluruh masyarakat. Dari definisi yang dijabarkan oleh para ahli diatas, dapat
disimpulkan bahwa pengertian kebudayaan yang mana akan mempengaruhi
tingkat pengetahuan dan meliputi system idea tau gagasan yang terdapat dalam
pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat
abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan
manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang
bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi
sosial, religi, seni, dan lain-lain yang kesemuanya ditujukan untuk membantu
manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Kebudayaan juga dapat
digambarkan untuk melukiskan cara khas manusia beradaptasi dengan
lingkungannya, yakni cara manusia manusia membangun alam guna memenuhi
keinginan-keinginan serta tujuan-tujuan dalam kehidupannya.

4. Budaya Sebagai Objek Wisata Dari uraian mengenai suberdaya pariwisata yang
telah di bahas sebelumnya, keunikan kebudayaan merupakan salah satu potensi
yang dapat dikembangkan sebagai salah satu atraksi objek wisata. Kegiatan wisata
ini kita kenal dengan wisata budaya. Wisata budaya merupakan suatu kegiatan
wisata yang berorientasi pada keunikan unsur-unsur kebudayaan sebagai atraksi
utama dari kegiatan wisata nya.

Sebagai negara yang memiliki kekayaan dan keragaman budaya, indonesia


memiliki potensi yang besar dalam mengembangkan parwisata khususnya wisata
budaya. Ada banyak objek budaya yang dapat dimanfaatkan sebagai atraksi wisata
diantaranya adalah : 1. Upacara Adat Mencakup segala bentuk kegiatan upacara
adat yang terdapat pada masyarakat lokal de daerah wisata budaya. 2. Kesenian
Aradisional Mencakup segala bentuk kesenian asli dari budaya masyrakat
setempat, dapat berupa seni tari, musik, kerajinan tangan. 3. Benda-Benda
peninggalan sejarah Dapat berupa patung arca, rumah adat, peralatan sehari-hari,
pakaian, peralatan kesenian dan lain sebagainya. 4. Sitim Religi Mencakup sistim
kepercayaan norma-norma yang berlaku di dalam suatu kebudayaan tertentu.
Selain untuk sekedar menikmati atraksi dan keunikan dari kegiatan wisatanya,
Pengembangan suatu objek wisata budaya merupakan salah satu bentuk
pendidikan budaya yang bertujuan untu melestarikan budaya dengan cara
mengenalkan kepada masyarakat mengenai suatu kebudayaan sehingga dapat
dipahami dan dicintai masyarakat. Sehingga kelansungan dari keberadaan suatu
budaya akan dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya.

Seperti halnya sebuah industri, keberadaan suatu objek wisata di suatu


daerah tertentu sudah pasti diharapkan mampu memberikan kotribusi positif
terutama bagi kesejahteraan masyarakat setempat dan pemerintah. Seperti
terbukanya lapangan pekrjaan bagi masyarakat setempat. Namun demikian,
aktifitas wisata yang menggunakan budaya sebagai atraksi wisatanya terkadang
juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan budaya itu sendiri.
Terutama di daerah tujuan wisata budaya. Ini disebabkan oleh adanya interaksi
yang dilakukan secara langsung oleh wisatawan dan masyarakat di daerah objek
wisata budaya. Selain itu juga disebabkan oleh tuntutan pasar pariwisata itu
sendiri yang pada akhirnya memaksa ekspresi kebudayaan lokal untuk
dimodifikasi agar dapat menarik wisatan untuk datang berkunjung.

5. Wisata Budaya dan Perubahan Nilai Gejala pariwisata sesungguhnya tidak


terlepas dari kebudayaan sebuah masyarakat. Pada prosesnya, aktifitas pariwisata
terutama yang berorientasi pada kebudayaan akan terjadi kontak kebudayaan dari
hasil interaksi wisatawan dengan masyarakat setempat. Perbedaan kebudayaan
yang dimiliki wisatawan dengan kebudayaan masyarakat pada daerah yang
dikunjunginya juga mempengaruhi interaksi yang terjadi antara wisatawan dan
masyarakat setempat. Ketika seorang wisatawan berkunjung kesuatu daerah maka
proses interaksi yang terjadi antara wisatawan dan masyarakat setempat akan
memberikan dan menambah pemahaman seseorang atau suatu kelompok
wisatawan mengenai kebudayaan masyarakat di daerah yang dikunjunginya
sehingga dengan sengaja atau tidak wisatawan akan meniru dan membawa nilai-
nilai kebudayaan yang dianggap baik dan sesuai dengan kebudayaan yang
dimilikinya dalam kehidupan sehari-hari. Dan begitu juga sebaliknya yang terjadi
pada masyarakat daerah tujuan wisata. Namun dalam hal ini, terkadang interaksi
yang terjadi antara wisatawan dengan masyarakat setempat tidak hanya
melahirkan suatu nilai positif yang baru terhadap suatu kebudayaan. Ketiak
mampuan wisatawan maupun masyarakat setempat yang diakibatkan oleh
kurangnya pemahaman dalam menilai dan meniru suatu kebudayaan akan
memberikan dampak negatif terhadap perkembangan kebudayaan terutama di
daerah tujuan wisata. Karna ketidak mampuan itu secara tidak lansung nilai-nilai
budaya yang tidak sesuai dengan suatu kebudayaan secara tidak sengaja tanpa
disadari mulai dibiasankan dalam kehidupan sehari-hari baik bagi wisatawan
maupun masyarakat di daerah tujuan wisata. Sehingga pada akhirnya nilai dasar
dari kebudayaan yang dimiliki terutama pada masyarakat setempat lambat laun
akan memudar dan bahkan dapat mengalami kepunahan.

6. Upaya Pelestarian Budaya Kelestarian nilai-nilai kebudayaan sangatlah


berperan penting dalam menjaga tatanan kehidupan masyarakat pada satu daerah
dimana budaya tersebut berkembang. Bahkan upaya pelestarian budaya ini
menjadi salah satu program penting pemerintah dalam penyelenggaraan tatanan
sosial pada masyarakat. Melalui program-program kerja nya, pemerintah terus
berupaya menyadarkan masyarakat akan pentingnya menjaga dan melestarikan
nilai-nilai kebudayaan. Hal ini terbukti dengan adanya peraturan dan undang-
undang yang dikeluarkan pemerintah mengenai kebijakan upaya pelestarian
kebudayaan. Adapun peraturan dan undang-undang tersebut diantaranya yaitu:

a. Peratuaran Pemerintah No 10 Tahun 1993 Tentang Pelaksanaa UU No 5 Tahun


1992 Tentang Benda Cagar Budaya

b. Peraturan Bersama Mentri Dalam Negri Dan Mentri Kebudayaan Dan


Pariwisata No 42 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pelestarian Budaya

c. Undang-undang Republik Indonesia No 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.

2. Situs Sejarah

a. Pengertian Situs Menurut Undang-Undang No 5 tahun 1992 Pasal 1 ayat 2


bahwa yang dimaksud dengan situs adalah lokasi yang mengandung atau diduga
mengandung benda cagar budaya termasuk lingkungannya yang diperlukan bagi
pengamananya. Dalam pengelolaannya situs dimasukkan ke dalam benda cagar
budaya, seperti disebutkan dalam ayat 2 yaitu (1) benda buatan manusia, bergerak
atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya
atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau
mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50
(lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, dan kebudayaan; dan (2) benda alam yang dianggap mempunyai
nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. (Departemen
pendidikan Nasional, 1993: 2).

Dalam Ensiklopedi Nasional (2004: 13) disebutkan situs adalah tapak


yang mempunyai arti penting bagi sejarah dan diduga mengandung bendabenda
yang telah berusia lebih dari 50 tahun serta tidak bergerak. Hari Lelono (2003: 3)
menjelaskan bahwa situs merupakan suatu tempat tidak bergerak yang
mengandung nilai-nilai arkeologis, budaya maupun sejarah.

Menurut Budi Wiyana (1996: 33) situs adalah suatu tinggalan atau tempat
peninggalan pada masa lampau yang berhubungan dengan aktivitasaktivitas
manusia dan lingkungannya.

Dari pengertian tersebut dapatlah disimpulkan bahwa peninggalan sejarah


banyak mengandung informasi tentang apa yang pernah terjadi baik dalam skala
luas maupun sempit, jika berupa tempat mudah untuk dijumpai, dikarenakan
sifatnya yang tidak berubah dan berpindah. Sedangkan yang bukan berupa fisik
sering dilupakan karena bukti yang ada seringkali tidak kelihatan.

Demikian pula halnya dengan jejak sejarah para romusha yang ada di
daerah Dukuh Gunung Madu Kecamatan Simo Kabupaten Boyolali mulai
dilupakan. Di antara para mantan romusha ini masih ada yang masih hidup dan
memberi informasi tentang berbagai kejadian sejarah pada masa pendudukan
Jepang. Dalam sebuah peristiwa sejarah jika kejadian tersebut berada di suatu
wilayah serta meninggalkan bekas berupa benda maka tempat kejadian tersebut
dapatlah dikatakan sebagai situs sejarah.

Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia para romusha dipaksa bekerja


memenuhi permintaan militer Jepang untuk membuat goa sebagai benteng
pertahanan serta penyimpanan bahan makanan. Maka goa tersebut dapatlah
dikatakan sebagai situs sejarah yaitu sebagai salah satu bukti tentang kekejaman
Jepang pada masa penjajahan. Hal ini dapat dipertegas lagi jika dikaitkan dengan
Undang Undang Nomor 5 Tahun 1992, bahwa sebuah benda cagar budaya
sekurang-kurangnya berusia 50 tahun. Sedangkan goa Jepang sebagai bukti
sejarah sudah berusia lebih tahun, sehingga hal ini dapatlah dikategorikan juga
sebagai benda cagar budaya dalam upayanya melestarikan situs sejarah.

b. Jenis-Jenis situs.

Secara arkeologis peninggalan-peninggalan sejarah baik berupa barang


(budaya) maupun tempat (situs) dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian utama
antara lain: (1) Prasejarah, berlangsung di Indonesia sekurangkurangnya sejak 1,9
juta tahun yang lalu dengan diketemukannya fosil Homo Mojokertensis di
Mojokerto. Alat bantu untuk menunjang kehidupan seharihari menggunakan alat
dari bahan batu yang dibentuk sedemikian rupa berdasarkan fungsi dan
kegunaannya seperti mata panah, serpih bilah, dan kapak genggam; (2) Klasik,
berlangsung sejak kurang lebih abad ke V – XV masehi, masuknya budaya hindu
dan budha dari India sangat merasuk ke dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat.
Tinggalan arkeologis penting berupa arsitektur dan seni bangun candi-candi, arca-
arca dewa merupakan bukti sejarah; dan (3) Islam dan Kolonial, berlangsung
sejak masuknya para pedagang dari Arab yang membawa budaya islam, seperti
peninggalan berupa bangunan masjid, keraton, pesanggarahan, makam-makam
sebagai salah satu dari situs sejarah jaman islam. Masa kolonial Belanda seperti
adanya peninggalan arsitektur banguanan pemerintahan, rumah tinggal, gereja,
benteng-benteng pertahanan sebagai situs sejarah masa penjajahan kolonial (Hari
Lelono, 2003: 4).

Situs Sejarah merupakan tempat kejadian, petilasan atau tempat


meletakkankan sesuatu benda yang mengandung arti sejarah. Situs
dikelompokkan menjadi : (1) Situs jaman prasejarah; (2) Situs jaman hindu dan
budha; (3) Situs jaman islam; dan (4) Situs masa kolonial (WWW.Sanjaya.co.id)

c. Manfaat Situs Sejarah.

Beberapa manfaat yang dapat diambil dari situs sejarah adalah untuk: (1)
Sumber Belajar; (2) Kepentingan Ilmiah; (3) Muatan Lokal; (4) Rekreatif; dan (5)
Kewaspadaan.
1). Sumber Belajar.

Sumber belajar dapat dirumuskan sebagai segala sesuatu yang dapat


memberikan kemudahan belajar, sehingga diperoleh sejumlah informasi,
pengetahuan, pengalaman, pemahaman, dan ketrampilan yang diperlukan (E.
Mulyasa, 2006: 159).

Menurut Sartono Kartodirdjo (1992: 26) bahwa dengan mempergunakan


tempat-tempat bersejarah sebagai tujuan wisata sejarah, masa lampau akan dapat
dipelajari dengan berkunjung ke tempat bersejarah sehingga akan mampu untuk
membangkitkan pelbagai bayangan dari peristiwa sejarah yang dramatis serta
tragedi yang ada pada masa lampau.

Sumber belajar sejarah adalah tempat atau lingkungan alam sekitar, yaitu
dimana saja seseorang dapat melakukan belajar atau proses perubahan tingkah
laku maka tempat itu dapatlah dikategorikan sebagai tempat belajar yang berarti
sumber belajar. Benda juga dapat dijadikan sebagai sumber belajar, yaitu segala
benda yang memungkinkan terjadinya perubahan tingkah laku bagi peserta didik,
maka benda itu dapat dikategorikan sebagai sumber belajar, misalnya situs, dan
candi (Abdul Majid, 2007: 170).

Menurut Gagne dan Briggs yang dikutip Muhamad Ali (1992: 93) dalam
menentukan sumber belajar harus mempertimbangkan : (1) Tujuan pengajaran
yang hendak dicapai; (2) Mengklasifikasikan tujuan berdasarkan domein atau tipe
belajar; (3) Memilih peristiwa-peristiwa pengajaran yang akan berlangsung; (4)
Menentukan tipe perangsang untuk tiap peristiwa; (5) Mempertimbangkan nilai
kegunaan sumber yang akan dipergunakan; dan (6) Menuliskan script (naskah)
pembicaraan dalam mempergunakan sumber belajar.

Situs sebagai sumber belajar disini adalah belajar menemukan sesuatu dari
pengamatan secara langsung terhadap objek sejarah, sehingga akan mampu untuk
meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pengajaran sejarah benar-benar
bisa optimal. Selain itu guru sebagai ujung tombak dalam pembelajaran bisa
mendapatkan suatu keuntungan dengan memberikan gambaran secara jelas
melalui rekonstruksi peristiwa sejarah tersebut, sehingga hal ini akan lebih
memudahkan siswa untuk memahami cerita yang terjadi pada masa lampau. Hal
ini tidak terlepas dengan tujuan memanfaatkan sumber belajar antara lain:: (1)
Sumber sejarah guna memberikan motivasi kepada siswa; (2) Mendukung
kegiatan belajar mengajar; (3) Sumber belajar untuk penelitian; dan (4) Sumber
belajar untuk memecahkan masalah (Fatah Syukur, 2004: 97).

2). Media Belajar.

Sebagai media berupa benda, peninggalan sejarah dapat menumbuhkan


minat dan motivasi pada diri seseorang setelah melihat, dan meraba media
tersebut. Sehingga siswa mampu untuk mengembangkan kompetensi dalam
berpikir secara kronologis guna untuk memhami dan menjelaskan tentang masa
lampau (Isjoni; 2007: 71).

Menurut Levi dan Lentz yang dikutip Azhar Arsyad (2007: 17) fungsi
media visual yaitu (1) Fungsi atensi, media visual merupakan inti, yaitu menarik
dan mengarahkan perhatian untuk berkonsentrasi pada isi pelajaran yang berkaitan
dengan makna visual; (2) Fungsi afektif media visual, dapat terlihat dari
kenikmatan ketika belajar; (3) Fungsi kognitif media visual, mengungkapkan
bahwa lambang visual dapat memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami
dan mengingat informasi atau pesan; dan (4) Fungsi kompensatoris media visual,
dapat memberikan konteks untuk memahami teks, membantu yang lemah dalam
membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks.

Sedangkan menurut Kemp dan Dayton yang dikuti Azhar Arsyad (2007:
19 -21) fungsi media pembelajaran, yaitu (1) Memotivasi minat atau tindakan,
hasil yang diharapkan adalah melahirkan minat dan merangsang siswa untuk
bertindak. Pencapaian tujuan ini akan mempengaruhi sikap, nilai, dan emosi; (2)
untuk tujuan informasi, media pembelajaran dapat digunakan sebagai pengantar
dalam rangka penyajian informasi dihadapan siswa; dan (3) untuk tujuan
instruksi, informasi yang terdapat dalam media harus melibatkan siswa baik
dalam mental atau benak maupun dalam bentuk aktivitas nyata dalam
pembelajaran. Materi harus dirancang secara lebih sistematis dan psikologis,
dilihat dari prinsipprinsip belajar agar dapat menyiapkan instruksi yang efektif.

3.) Kepentingan Ilmiah.

Bagi kepentingan ilmiah seperti penelitian sejarah agar gambaran masa


lalu dapat dibuat lebih jelas dapat dilakukan dengan meneliti pada situs-situs
sejarah, dengan adanya temuan-temuan ilmiah ini diharapkan akan mampu untuk
menjawab berbagai pertanyaan sejarah (Edy Sedyawati, 2006: 83).

3). Muatan Lokal.

Dapat dijadikan materi muatan lokal bagi sejarah perkembangan suatu


daerah, ilmu pengetahuan dan pengembangan wisata sejarah pada minat khusus.
Diberikan pada siswa mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas,
sehingga kearifan sejarah lokal masih mampu untuk dipertahankan (Hari Lelono,
2003: 5).

Menurut Djoko Surjo yang dikutip oleh Siti Fatimah (2005: 10) materi
sejarah lokal sangat penting dalam kurikulum pendidikan sejarah, karena
pendidikan berasal dari lingkungan terdekat, terjauh, dan pendidikan berakar pada
budaya peserta didik.

Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan


kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah. Materi muatan
lokal dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang sesuai dan merupakan bagian
dari struktur dan muatan kurikulum yang terdapat pada standar isi di dalam KTSP.
Keberadaan mata pelajaran muatan lokal merupakan bentuk penyelenggaraan
yang tidak terpusat, sebagai upaya agar penyelenggaraan pendidikan di
masingmasing daerah lebih meningkat relevansinya terhadap keadaan dan
kebutuhan daerah yang bersangkutan. Hal ini sejalan dengan upaya peningkatan
mutu pendidikan nasionl sehingga keberadaan kurikulum muatan lokal
mendukung dan melengkapi kurikulum nasional (Departemen Pendidikan
Nasional: 2008: 12).
4). Rekreatif Manfaat rekreatif akan mampu untuk menunjukkan nilai-nilai
estetis dari sejarah. Dengan melihat peninggalan-peninggalan sejarah pada
peristiwa masa lampau kita akan dibawa untuk merekonstruksi kejadian pada
masa lalu sambil berrekreasi (Tri Widarto, 2000: 9). 5). Kewaspadaan.
Kewaspadaan perlu ditekankan karena sejarah yang pernah terjadi akan mampu
mendidik orang atau bangsa untuk menjadi lebih waspada. Seperti kejadian masa
penjajahan dahulu perlu untuk diwaspadai agar tidak terulang kembali sebagai
suatu tindakan preventif (Tri Widiarto, 2000: 12). Meskipun sejarah tidak pernah
berulang, namun pengalaman sejarah dapat digunakan untuk menghadapi masa
krisis, masa kini karena selalu ada persamaannya. (Sartono Kartodirdjo; 1992: 20).
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Ersis Warmansyah, 1996. Memahami Sejarah (sebuah Tanggung Jawab),


Antra EWA Book Company, Banjarmasin.

Abdulgani, Roeslan., 1963. Penggunaan Ilmu Sedjarah. Djakarta; Prapantja

Abdullah, Taufik., dan Abdurrahman Suryomihardjo, 1985 Ilmu Sejarah dan


Historiografi, Gramedia, Jakarta.

Abdullah, Taufik., dan A. Surjomihardjo. 1985. Ilmu Sejarah dan Historiografi;


Arah dan Perspektif. Jakarta: Gramedia.

Abdurrahman. Dudung., 1999., Metode Penelitaian Sejarah. Jakarta: Logos


Wacana Ilmu.

Kartodirdjo. Sartono., 1992., Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah.


Jakarta: Gramedia Pustaka Umum : 1992.

Kuntowijoyo. 2008, Penjelasan Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana.

---------------------, 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang.

----------------------, .2003. Metodologi Sejarah. : edisi Kedua. Yogyakarta: tiara


Wacana.

Taufik, Abdullah & Abdurrachman Surjomihardjo. 1985, Ilmu Sejarah dan


Historiografi. Jakarta: Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai