Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

“MUHAMMADIYAH DAN KEBUDAYAAN”

Dosen Pengampuh:

Dr. Purwidianto, MA

Disusun Oleh:
Ricky Crista Candra (2209117009)

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU FARMASI


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2023
PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa ta'ala. Karena
dengan izin dan ridho-Nya makalah ini dapat kami rampungkan. Sholawat dan salam
semoga tetap dilimpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam.
yang telah membawa kedamaian dan rahmat bagi semesta alam.
Makalah yang berjudul “Muhammadiyah dan Kebudayaan” ini disusun untuk
memenuhi tugas kelompok dari mata kuliah Filsafat Kemuhammadiyahan. Kami juga
mengucapkan terima kasih secara khusus kepada Dosen mata kuliah Filsafat
Kemuhammadiyahan Bapak Dr. Purwidianto, MA Beliaulah yang mengajarkan kami
sehingga kami dapat membuat suatu makalah dengan baik. Melalui makalah ini, diharapkan
teman-teman pembaca serta masyarakat luas mendapat pengetahuan baru.
Akhir kata kami memohon maaf apabila ada kesalahan dan kekurangan dalam
penyusunan makalah ini. Besar harapan kami atas kritik dan saran guna perbaikan isi materi
dari makalah ini. Semoga makalah yang kami susun bermanfaat. Aamiin yaa Robbal’alamin.

Pemakalah
Ricky Crista Candra
A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Makalah merupakan karya tulis pelajar atau mahasiswa sebagai laporan hasil
pelaksanaan tugas sekolah atau perguruan tinggi. Kami menyusun makalah ini sesuai
dengan tugas yang diberikan oleh Dosen Kemuhammadiyahan yang berjudul
Muhammadiyah dan Kebudayaan. Kami menyusun makalah ini berdasarkan data-
data dari buku-buku referensi dan internet. Kami berusaha menyajikan materi
selengkap- lengkapnya yang berguna sebagai pembelajaran dikelas.

Kebudayaan merupakan sesuatu yang terus berproses sebagaimana jalan manusia


dengan kehidupannya. Budaya terlahir karena adanya manusia. Berawal dari budaya
lokal atau budaya daerah setempat, dan adanya budaya global atau pop yang
jangkauannya lebih luas karena telah adanya teknologi.
Muhammadiyah juga menerapkan dakwah dengan kedua budaya tersebut, baik itu
budaya lokal maupun budaya global atau pop, dan tetap dalam ajaran islam yang
sebenar-benarnya.
1. Rumusan Masalah
a. Bagaimana konsep dan strategi kebudayaan?
b. Bagaimana budaya lokal, global atau pop?
c. Bagaimana strategi kebudayaan Muhammadiyah?
d. Bagaimana dakwah kultural Muhammadiyah?

2. Tujuan Penulisan
a. Memahami konsep dan strategi kebudayaan.
b. Memahami budaya global, lokal, dan pop.
c. Memahami strategi kebudayaan Muhammadiyah.
d. Memahami dakwah kultural Muhammadiyah.

1
B. PEMBAHASAN

1. Konsep dan Strategi Kebudayaan


a. Pengertian Kebudayaan

Kebudayaan atau budaya berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi yang artinya budi atau akal. Sehingga
budaya dapat diartikan sebagai hal yang bersumber atau dihasilkan dan berkaitan
dengan akal pikiran manusia. Istilah kebudayaan (culture) berasal dari bahasa
Latin yakni “cultura” dari kata dasar “colere” yang berarti mengolah,
mengerjakan atau berkembang biak. Arti tersebut mengacu pada isilah mengolah
tanah atau bertani sebagai cikal bakal kehidupan masyarakat agraris yang ciri
kehidupannya sangat mengandalkan dan bergantung dari bercocok tanam atau
mengolah lahan pertanian. Istilah cultura secara umum mengacu kepada
kumpulan pengetahuan yang secara sosial diwariskan dari satu generasi kepada
generasi berikutya. Pengertian tersebut kontras dengan makna kebudayaan yang
hanya merujuk kepada bagian-bagian tertentu warisan sosial, yakni tradisi sopan
santun dan kesenian.
Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi dalam bukunya “Setangkai Bunga
Sosiologi” mengartikan kebudayaan sebagai sarana hasil karya, rasa, dan cipta
masyarakat. Pengertian ini selaras dengan definisi Koentjaraningrat yang
mengartikan kebudayaan sebagai keseluruhan sistem gagasan dan rasa, tindakan,
serta karya yang dihasilkan manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Pengertian tersebut lahir dari
pemahaman bahwa kebudayaan meliputi semua kompleks ide, gagasan, nilai,
norma, dan aturan yang dihasilkan manusia.
Dengan demikian, dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh
pemahaman bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat
pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran
manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh
manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda
yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup,
organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain yang kesemuanya ditujukan untuk
membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

2
b. Strategi Kebudayaan
Kebudayaan merupakan sesuatu yang terus berproses (learning process)
sebagaimana jalan mausia dengan kehidupannya. C.A. van Peursen pada bagian
awal buku “Strategi Kebudayaan” menjelaskan bahwa pada awalnya, orang
banyak berpendapat tentang konsepsi kebudayaan yang hanya meliputi segala
manifestasi dari kehidupan manusia yang berbudi luhur dan yang bersifat rohani
saja. Akan tetapi dewasa ini kebudayaan diartikan sebagai manifestasi dari
seluruh aspek kehidupan setiap orang dan kehidupan setiap kelompok orang.
Manusia tidak dapat hidup begitu saja di tengah alam. Oleh karena itu, untuk
dapat hidup, manusia harus mengubah segala sesuatu yang telah disediakan oleh
alam. Misalnya, gandum agar dimakan harus dimasak dulu menjadi roti.
Terwujudnya suatu kebudayaan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yaitu hal-
hal yang menggerakkan manusia untuk menghasilkan kebudayaan sehingga
dalam hal ini kebudayaan merupakan produk kekuatan jiwa manusia sebagai
makhluk Allah yang tertinggi. Oleh karena itu, walaupun manusia memiliki tubuh
yang lemah bila dibandingkan dengan binatang seperti gajah, harimau, dan
kerbau, tetapi dengan akalnya manusia mampu untuk menciptakan alat sehingga
akhirnya dapat menjadi penguasa dunia. Dengan kualitas badannya, manusia
mampu menempatkan dirinya di seluruh dunia. Tidak sepeti binatang, yang hanya
dapat menempatkan diri di dalam lingkungannya. Oleh karena itu, manusia
dikatakan sebagai insan budaya.
Kekayaan dan keanekaragaman sejarah kebudayaan manusia sangat sulit
untuk digambarkan secara lengkap. Tetapi menurut van Peursen sejarah
kebudayaan umat manusia ini dapat dipilah menjadi 3 tahap, yaitu:
1) Tahap Mitis
Pada tahap mitis sikap manusia masih merasakan dirinya terkepung oleh
kekuatan gaib di sekitarnya, yaitu kekuasaan dewa-dewa alam raya atau
kekuasaan kesuburan, seperti dipentaskan dalam mitologi-mitologi yang
dinamakan bangsa- bangsa primitif. Sekalipun sebenarnya berbagai bentuk
mitologi inipun dapat kita jumpai dalam dunia modern.
2) Tahap Ontologis
Pada tahap ontologis sikap mausia yang tidak lagi hidup dalam kepungan
kekuasaan kekuatan mitis, melainkan secara bebas ingin meneliti segala hal.
Manusia mengambil jarak terhadap segala sesuatu yang dahulu dirasakan
sebagai kepungan. Ia mulai menyusun suatu ajaran atau teori mengenai dasar

3
hakikat segala sesuatu (ontologi) dan mengenai segala sesuatu menurut
perinciannya (ilmu-ilmu). Seseorang bisa melihat bahwa ontologi itu
berkembang dalam lingkungan kebudayaan kuno yang sangat dipengaruhi
oleh filsafat dan ilmu pengetahuan.
3) Tahap Fungsional
Pada tahap fungsional sikap dan alam pikiran yang tidak begitu terpesona
lagi oleh lingkungannya (sikap mitis), ia tidak lagi dengan kepada dingin
mengambil jarak terhadap objek penyelidikannya (sikap ontologis), ia ingin
mengadakan relasi-relasi baru, suatu kebertautan yang baru terhadap segala
sesuatu dalam lingkungannya. Beberapa aspek ciri tahapan fungsional yang
digambarkan oleh Van Peursen adalah orang mencari hubungan-hubungan
antara semua bidang. Arti sebuah kata atau sebuah perbuatan maupun barang
dipandang menurut peran atau fungsi yang dimainkan dalam keseluruhan yang
saling bertautan. Menurut Peursen, sifat tegang menjadi ciri khas
perkembangan budaya manusia. Manusia mempertaruhkan diri, mengarahkan
diri kepada sesuatu atau kepada seorang lain dengan segala gairah hidup dan
emosi-emosinya. Sikap eksistensial merupakan ciri khas pada tahap
fungsional, sebab orang mencari relasi-relasi, kebertalian sebagai penganti bagi
jarak dan pengetahuan objektif.
Dengan demikian, menurut kami dapat dipahami bahwa kebudayaan
merupakan sekolah bagi umat manusia, sebagai pendidikan terus-menerus
yang tidak ada tamatnya, sepanjang sejarah hubungan manusia dengan
berbagai kekuasaan yang berkembang akan selalu membutuhkan rencana-
rencana baru. Dengan kata lain budaya adalah strategi untuk bertahan hidup
dan menang. Inti dari budaya bukanlah budaya itu sendiri, melainkan strategi
kebudayaan. Sebuah strategi yang mengarahkan kebudayaan pada suatu
formula peradaban yang lebih halus, lebih tinggi, kuat, dan tetap bertahan
dalam jangka yang panjang.
2. Budaya Lokal, Global atau Pop
a. Budaya Lokal

Kata lokal diartikan menunjuk pada suatu daerah atau tempat tertentu, terbatas
atau berada pada suatu tempat dengan segala jangkauannya, serta menandakan
pada suatu waktu yang sudah berlalu (lampau) atau menunjukkan kondisi yang
sudah ada sebelumnya. Karena itulah istilah budaya lokal sering dipahami dengan
mengacu pada kebudayaan yang bersumber dari warisan turun temurun nenek
4
moyang, yang sudah menjadi tradisi atau kebiasaan yang mengakar dan melekat
kuat sebagai jati diri atau identitas suatu kelompok masyarakat tradisional.
Budaya lokal disebut juga budaya daerah, suatu budaya yang menonjolkan
asal usul, identitas, dan kehormatan kelompok, suku atau daerah tertentu. Budaya
lokal kental dengan nilai-nilai kepercayaan atau agama, cenderung dimitoskan,
penuh dengan puja puji sakral dan dikramatkan, seperti budaya masyarakat
pertanian yang memuja dewi kesuburan (Dewi Sri) atau masyarakat nelayan
disekitar laut selatan yang begitu mengagungkan Nyi Lara Kidul.
Menurut kami, apabila budaya lokal itu sendiri masih dalam syariat dan tidak
bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam masih tetap bisa dilestarikan dan
diterapkan. Tetapi apabila budaya yang diterapkan oleh masyarakat pertanian atau
masyarakat nelayan yang masih penuh puja puji sakral itu menyimpang dari
ajaran agama Islam, sebaiknya budaya tersebut diluruskan. Islam tidak serta
merta menolak segala hal yang berbau lama, melainkan Islam menawarkan
adanya perpaduan dan keselarasan sesuai semangat zaman dimana suatu
masyarakat berada.
Menurut kami dakwah kultural didalam budaya lokal pada saat ini masih dapat
dirasakan umumnya dakwah kultural tersebut dilakukan di pedesaan atau
perkampungan. Salah satu contoh dakwah dalam budaya lokal adalah masih
digunakannya Wayang Kulit dalam dakwah menyebarkan ajaran-ajaran agama
Islam. Salah satunya seperti pagelaran wayang kulit oleh Muhammadiyah yang
menampilkan para penabuh (pengrawit) perempuan yang memakai baju Jawa
dengan jilbab yang anggun sementara pengrawit laki-lakinya berpakaian Jawa
lengkap dengan blangkonnya. Pagelaran wayang kulit tidak lagi meletakkan
sesajen disetiap pertunjukkan, melainkan dibuka dengan lantunan ayat suci al-
Qur’an.

b. Budaya Global atau Pop


Budaya Global atau Pop adalah budaya yang mencangkup segalanya, yang
dakwahnya mencangkup perangkat-perangkat teknologi, multimedia, baik media
cetak, media elektronik dan digital, maupun media virtual atau internet. Populer
berarti bersifat umum, memiliki jangkauan luas, dan dapat diterima oleh banyak
orang, budaya pop (populer) lebih dipahami sebagai budaya yang mengglobal
yang biasanya ditunjukkan dalam musik, mode, fashion, food dan life style .
Budaya global atau pop memiliki kebermanfaatan positif dan negatif.

5
Kebermanfaatan positifnya misalnya yaitu budaya yang menyenangkan atau
banyak disukai orang. Kita bisa melihat pesta olahraga, festival atau program
televisi yang mendidik. Sedangkan kebermanfaatan negatifnya, misalnya yaitu
punk dengan tato, tindik dan celana robek atau dangdut dengan goyang erotisnya.
Teknologi zaman sekarang dapat diaplikasikan oleh seluruh kalangan umur,
sehingga anak dibawah umur juga dapat dengan mudah terpengaruh budaya-
budaya tersebut.

3. Strategi Kebudayaan Muhammadiyah


Kebudayaan Muhammadiyah yaitu mengembalikan ajaran-ajaran Islam ke Islam
yang sebenar-benarnya berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah. Dengan cara
mengkaitkan sisi normativitas al-Qur’an dan as-Sunnah serta historitas
pemahamannya pada wilayah kesejarahan tertentu. Pada dasarnya menciptakan dan
menikmati karya seni hukumnya mubah (boleh) selama tidak mengarah dan
mengakibatkan fasad (kerusakan), darar (bahaya), ‘isyan (kedurhakaan), dan ba’id
‘anillah (keterjauhan dari Allah), yang merupakan rambu proses penciptaan dan
menikmatinya.
Salah satunya adalah Mukhtamar. Selama 100 tahun berdirinya
Muhammadiyah, Mukhtamar Muhammadiyah telah dilakukan sebanyak 46 kali. Pada
acara Muktamar Muhammadiyah, digelar atraksi kesenian yang menawan. Terakhir,
kita saksikan malam tasyakuran Muktamar Satu Abad yang di isi berbagai acara
kesenian. Berbagai kegiatan penunjang itu untuk menyemarakkan dan mensyiarkan
Muktamar Satu Abad.
Jadi menurut kami, kebudayaan dapat dimanfaatkan sebagai wadah untuk
pengembangan penyebaran ajaran ajaran islam pada masyarakat agar mengerti
bagaimanaislam yang sebenar-benarnya berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah.

4. Dakwah Kultural Muhammadiyah


Dakwah Muhammadiyah satu sisi menyerap banyak hal dari luar dan memfilter
beberapa yang lain, menolak beberapa adat dari dalam yang bertentangan dengan Islam
tetapi juga menerima dan menjaga identitas kenusantaraan lain yang sesuai dengan
karakter diri sebagai umat Islam Indonesia. Dakwah Muhammadiyah sesungguhnya
dibangun sesuai dengan spirit dakwah Islam yang menekankan eksistensi individu,
kelompok masyarakat, latar belakang dan lingkungan sosial, geografi, dan kulturnya
(Q.S Al Hujurat/49:13). Karena dakwah harus disampaikan dalam bahasa
6
kebudayaan dan bahasa masyarakat atau bilisani qaumihi (Q.S Ibrahim/14:4).
Menurut kami, dakwah sebaiknya bersifat dinamis dan senantiasa menawarkan
hal- hal baru yang lebih manusiawi sekaligus lebih mudah mendekatkannya pada
masyarakat. Sehingga pesan-pesan dakwah tersebut dapat tersampaikan dengan baik
dan masyarakat yang mendengarkan dapat memahami dan menjalankan isi dakwah.
Dan tujuan dakwah itu sendiri menurut kami agar masyarakat di Indonesia dapat
berkomunikasi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan
kelompok dengan kelompok. Sehingga masyarakat dapat hidup berdampingan,
saling tolong menolong, dan saling menghargai.

7
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan
meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia. Sebuah
strategi yang mengarahkan kebudayaan pada suatu formula peradaban yang lebih
halus, lebih tinggi, kuat, dan tetap bertahan dalam jangka yang panjang.
Budaya lokal adalah suatu budaya yang menonjolkan asal usul, identitas, dan
kehormatan kelompok, suku atau daerah tertentu yang biasanya terdapat nilai-nilai
kepercayaan atau agama. Muhammadiyah menggunakan budayaa lokal didalam
dakwahnya seperti penggunaan wayang dan lain sebagainya.
Budaya global atau pop juga diterapkan didalam dakwah Muhammadiyah,
dakwah- dakwah yang sudah maju dengan menggunakan teknologi, karena
Muhammadiayah mengikuti perkembangan zaman, tidak monoton dengan agama
yang terdahulu, dan selalu ada perbaharuan tetapi tidak keluar dari ajaran-ajaran
islam.
Dakwah Muhammadiyah sesungguhnya dibangun sesuai dengan spirit dakwah
Islam yang menekankan eksistensi individu, kelompok masyarakat, latar belakang
dan lingkungan sosial, geografi, dan kulturnya. Kebudayaan Muhammadiyah yaitu
mengembalikan ajaran-ajaran islam ke islam yang sebenar-benarnya berdasarkan al-
Qur’an dan as-Sunnah.

8
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Syamsudin, 1982, Kebudayaan Islam, Yogyakarta : Bagus Arafah.

Israr, 1955, Sejarah Press Kesenian Islam Jilid I, Jaakarta : Bulan Bintang.

Mulkhan, Munir, 2010, Pesan dan Kisah Kiai Ahmad Dahlan dalam Hikmah Muhammadiyah,
Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.

Sari, Zamah, dkk., 2013, Kemuhammadiyahan, Jakarta : UHAMKA Press.

Anda mungkin juga menyukai