Halim
Staf Pengajar Fakultas Teknik, Jurusan Arsitektur – Universitas Haluoleo
ABSTRACT
ABSTRAK
Perwujudan tata lingkungan permukiman tradisional di Indonesia umumnya merupakan gambaran
keduniawian dari citra-citra surgawi, mempersatukan poros dunia, pusat dunia, arah (kiblat) yang utama,
bentuk-bentuk bundar, persegi empat, dan semuanya merupakan suatu usaha untuk membedakan suatu daerah
yang dapat didiami, yang manusiawi dan disucikan dari wilayah sekitarnya yang duniawi dan kacau. Sebagai
bagian dari proses ini, upacara-upacara yang rumit mengawali permulaan, pelaksanaan dan penyelesaian
pembentukan sebuah ruang dalam masyarakat tradisional.
Kata Kunci:perubahan tata lingkungan, permukiman tradisional
diri lahir dan tumbuh dari pengertian terhadap diri Rapoport (1983), mengemukakan bahwa
sendiri dan masyarakat lingkungannya. perubahan fisik lingkungan disebabkan oleh
Tutuko (2008), bahwa rumah sebagai tempat perubahan budaya. Sedangkan budaya dapat
tinggal merupakan suatu refleksi dari hubungan dikelompokkan kedalam dua bagian; yaitu budaya
antara budaya dan lingkungan dimana kita bisa yang tidak dapat berubah disebut core-culture dan
melihat bagaimana hubungan budaya dengan budaya yang dapat berubah disebut peripheral-
lingkungan tersebut. Perancangan rumah manapun culture. Selama budaya tertentu tidak berubah,
akan memperhatikan dan mengidentifikasi banyak maka bentuk fisik juga tidak akan berubah.
hal seperti iklim serta faktor lingkungan, sumber Sehubungan dengan hal tersebut, untuk
daya teknologi yang tersedia, struktur keluarga dan mendapatkan bentuk fisik yang relatif kekal (tahan)
sistem kekerabatan, agama, kosmologi dan maka perlu diikuti dengan upaya untuk
pandangan hidup yang diyakini masyarakatnya. mempertahankan core-culture tersebut. Jika yang
dimaksud adalah pola tata lingkungan permukiman,
Miarsono dalam Budihardjo (1997)
maka di dalamnya terdapat elemen-elemen yang
mengemukakan bahwa arsitektur dan
tidak berubah atau sedikit berubah, serta elemen-
lingkungannya sangat dipengaruhi oleh faktor sosial
elemen yang banyak berubah mengikuti
budaya yang dapat dilihat dalam tiga aspek, yaitu
perkembangan jaman.
sebagai way of life kelompok manusia, sebagai
sistem simbol, dan sebagai strategi untuk
menyelamatkan lingkungan dan sumber alam. Hal METODE PENELITIAN
tersebut sesuai dengan pendapat Christopher Penelitian ini menggunakan pendekatan
Alexander bahwa di dalam kebudayaan tradisional, kualitatif dengan analisis deskriptif dengan
setiap anggota masyarakatnya mengetahui pertimbangan; 1) Penelitian mengenai permukiman
bagaimana membangun suatu ruang yang sesuai tradisional pada umumnya lebih memiliki kaitan
dengan budayanya. Suatu kelompok masyarakat dengan nilai-nilai sosial budaya yang mempunyai
atau bangsa mempunyai bahasa pola tersendiri yang makna dan nilai heterogen serta pengertian simbol-
digunakan dalam proses perancangannya, karena simbol tradisi yang bersifat metaforik. 2)
bentuk-bentuk yang dihasilkan sangat alamiah dan Keterkaitan antara tata letak dan fungsi unsur tata
berlangsung pada suatu tempat yang memberi ciri lingkungan dengan faktor yang
khasnya. Bahasa ini akan tumbuh dalam suatu melatarbelakanginya sulit dideskrisikan secara
struktur yang tetap tak berubah, utuh, hidup bebas, deterministik. Diperlukan pendekatan yang bersifat
dan menyenangkan. holistik sehingga menuntut interpretasi yang sensitif
Moore (dalam Snyder dan Catanese, 1984), dan adaptif terhadap pengaruh-pengaruh yang tidak
mengemukakan bahwa suatu lingkungan adalah saja bersifat fisik dan tangible.
merupakan baik sebuah wadah untuk komunikasi Pemilihan kasus dilakukan secara sengaja
antar orang-orang maupun suatu pengubah berbagai berdasarkan tujuan penelitian, yakni dilakukan pada
makna. Komunikasi antara orang-orang dapat pemukiman di delapan desa/kelurahan yang
dipengaruhi oleh suatu organisasi ruang. Tetapi tersebar di empat kecamatan dalam wilayah
disamping itu, bangunan mempunyai makna-makna Kabupaten Muna yakni:
tertentu atau pesan-pesan tulisan bagi orang-orang - Desa Latugho dan Barangka di Kecamatan
yang dipengaruhi oleh tata letak, organisasi dan Lawa
karakter bangunannya. - Kelurahan Danagoa dan desa Lawama di
Pada awal kehidupan manusia, berlaku sebuah Kecamatan Tongkuno
konsep determinisme lingkungan dimana kehidupan - Desa Waara dan Korihi di Kecamatan Lohia
manusia sangat ditentukan oleh alam. Manusia - Desa Laiba dan Kolasa di Kecamatan Kabawo
merasa sangat bergantung pada keramahan alam Perubahan tata lingkungan permukiman mencakup
dan merasa kecil hidup di alam raya. Hal ini perubahan yang terjadi pada tiga unsur utama
menimbulkan orientasi pemikiran manusia ke arah yakni: 1) Pola tata ruang permukiman, 2) Orienrasi
dua hubungan: bangunan, dan 3) Struktur ruang permukiman.
1) Kosmis, hubungan manusia dengan alam Perubahan tersebut diukur berdasarkan interpretasi
semesta, misalnya dengan matahari, bulan, dan dari hasil wawancara dan pengamatan lapangan.
bintang.
2) Chtonis, hubungan manusia dengan bumi, HASIL DAN PEMBAHASAN
misalnya dengan gunung, laut, pohon, batu, Penelitian ini adalah suatu studi eksploratif
dan sebagainya (Dewi, 2003). terhadap keberagaman perkembangan tata
lingkungan permukiman masyakatan suku Muna
U
Keterangan:
U
Keterangan:
Ruang terbuka
Rumpun bambu/gua
Areal pekuburan
S
Gambar 3: Struktur ruang pemukiman tradisional Muna
Sumber: Diinterpretasi berdasarkan hasil wawancara, Pebruari 2009
Berdasarkan tabel 1 di atas, karakteristik tradisi yang menjiwai setiap bentukan tata
perubahan tata lingkungan permukiman tradisional lingkungan permukiman tradisonal pun bergeser
Muna yang menjadi kasus dalam penelitian ini nyaris punah.
dapat dijelaskan sebagai berikut: Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa dari
a. Pola tata lingkungan delapan unit permukiman yang menjadi kasus
Tata letak rumah tidak lagi menyebar dan pola penelitian, secara umum telah mengalami
jalan bukan lagi organik, namun pada perubahan tata lingkungan khususnya dalam hal
umumnya berpola grid dan atau grid-linier. Hal pola permukiman dan struktur ruangnya. Faktor-
ini ditemukan pada semua desa yang menjadi faktor penyebab perubahan tersebut dapat
kasus penelitian. dikemukakan sebagai berikut:
b. Orientasi rumah a. Budaya akar lemah; Dalam hal ini, masyarakat
Dalam hal orientasi rumah, pada umumnya tidak lagi merasa terikat dengan ketentuan-
masyarakat Muna masih meyakini dan ketentuan/norma-norma tradisional dalam
berpegang teguh pada kaidah-kaidah kosmologi. mendirikan rumah, dan berusaha “melepaskan
Pemahaman akan arah orientasi yang „baik‟ dan diri” dari dogma tata nilai serta keterikatan
„tidak baik‟, pemahaman terhadap arah „sudut dengan simbol-simbol sakralitas, ketentuan
bumi‟ (ropelangka) masih terejawantahkan “boleh” atau “tidak boleh” (pemali) dalam
dalam penentuan arah orientasi rumah mereka. perletakan unsur-unsur tata lingkungan
Bahkan dalam hal ini ditemukan bahwa permukimannya. Sehingga secara sadar atau
orientasi rumah yang ada di delapan desa yang tidak, masyarakat pemiliknya kehilangan sense
menjadi kasus penelitian seluruhnya masih of belonging terhadap nilai-nilai budaya dan
menerapkan kaidah kosmologi tersebut. tradisi warisan leluhurnya di masa lampau.
c. Struktur ruang permukiman b. Tidak adanya proteksi; Dari beberapa kasus di
Unsur tata lingkungan yang juga mengalami tanah air menunjukan bahwa salah satu
perubahan adalah struktur ruang permukiman. penyebab hilangnya „nilai-nilai lama‟ karena
Ruang terbuka sebagai pusat orientasi interaksi lemahnya bahkan tidak adanya proteksi berupa
sosial hanya ditemukan pada dua kasus, kebijakan tentang pelestarian warisan leluhur
sementara letak rumah „orang tua kampung‟ termasuk salah satunya adalah permukiman
yang merupakan pusat orientasi spiritual hanya tradisional suku Muna. Segmen ini hampir tidak
ditemukan pada tiga kasus, adanya sumber air pernah menjadi skala prioritas dalam setiap
berupa kali/sungai hanya ditemukan pada dua perumusan kebijakan di tingkat pemerintah
kasus, adanya area pemakaman yang terletak di daerah.
sebelah barat pemukiman ditemukan pada
empat kasus, serta lahan garapan (kebun/lading) KESIMPULAN
yang merupakan satu kesatuan dengan
pekarangan sudah tidak ditemukan lagi. Tata lingkungan permukiman khususnya yang
menjadi kasus dalam penelitian ini, nampak telah
2. Faktor-faktor penyebab perubahan mengalami perubahan yang sangat mencolok.
Bentukan pola tata ruang dan struktur ruang
Untuk menjelaskan perubahan tata lingkungan
permukiman menjadi tunggal-rupa, hampir tidak
permukiman masyarakat suku Muna, dalam
ditemukan lagi ciri spesik dari ”nilai-nilai lama”.
penelitian ini penulis membagi periode
Perubahan unsur tata lingkungan tersebut dapat
perkembangannya dalam dua era, yakni: Pertama,
dikemukakan sebagai berikut:
era sebelum tahun 70an, Kedua, era setelah tahun
a. Unsur yang paling berubah ditemukan pada
70an. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu
pola tata lingkungan. Pola hunian kedelapan
dikemukakan bahwa hingga akhir tahun 1970
kasus tersebut tidak lagi menyebar, atau pola
umumnya tata lingkungan permukiman masyarakat
jalan berbentuk organik, namun sudah
Muna belum mengalami perubahan yang berarti.
berbentuk grid atau grid linier.
Kaidah-kaidah tradisional serta tata nilai yang
b. Unsur tata lingkungan yang sedikit berubah
melingkupinya masih tampak menjiwai seluruh
adalah struktur ruang permukiman. Beberapa
sendi kehidupan sosial masyarakat kala itu. Namun,
elemen pembentuk struktur ruang masih
sejak awal tahun 1971 dimana program resettlement
mengikuti tatanan tradisional. Selanjutnya,
desa mulai digulirkan di seluruh wilayah Kabupaten
c. Unsur tata lingkungan yang tidak berubah
Muna, saat itu pula desa-desa dipindah ke daerah
adalah orientasi rumah. Dari delapan kasus
pemukiman baru, dan dengan tata lingkungan yang
yang menjadi obyek penelitian, orientasi rumah
baru dibawah kendali kebijakan pemerintah. Dan
seluruhnya masih berpedoman pada kaidah-
bersamaan dengan berlalunya waktu, nilai-nilai