Anda di halaman 1dari 12

Nama : Haposan Meiman Tampubolon

Nim : 712018060

Judul Buku : ENVIRONMENTALISM AND CULTURAL THEORY-


Exploring the role of anthropology in environmental discourse

Nama Penulis : Kay Milton

Tahun Terbit : London EC4P 4EE ; Routledge, 1996

A. Ide-ide Utama Dalam Teks

BAB 1 Antropologi, Budaya & Lingkungan

Antropolog sering berbagi keprihatinan sosiolog dan ilmuwan politik tetapi datang
kepada mereka memalalui jalur yang berbeda. Antropologi minat tradisional dalam berbagai
masyarakat manusia penting dalam membentuk kontribusinya terhadap lingkungan. Namun
dibalik itu semua Antropologi memiliki kekhasan teori yang dimana kehadiran tersebut konsisten
menjadi konsep budaya sehingga oleh sebab itu antropologi memiliki hubungan yang erat
dengan Budaya dibandingankan dengan ilmu sosial lainnya, bahwa budaya memiliki wilayah
ekslusif atau pun bahkan sentral dalam hubungannya dengan Antropologi. Budaya yang menjadi
bagian hidup manusia yang terbentuk dari sebuah pengalaman dari generasi ke generasi menjadi
suatu kebiasaan yang ada di dalam kehidupan manusia, Akibat dari perubahan budaya sendiri
maka muncul lah Antropologis sebagai alat dalam menganalisis perubahan budaya yang terjadi
secara merata dan ter system mengenai pergeseran budaya yang terjadi.

Antropologi menjadi suatu alat yang penting dalam menganalisis pergeseran-pergeseran


yang terjadi didalam kehidupan manusia yang dimana bisa dilihat melalui budaya sebagai
kegiatan maupun kebiasaan yang menjadi bagian kehidupan manusia namun dengan
berkembangnya jaman maka terjadi pergeseran yang mengakibatkan terjadinya perubahan
disinilan peran dari Antropologi dalam melihat dan menganilisis perubahan tersebut, Tidak
hanya itu Antropolog juga diperuntukkan juga pada perubahan yang terjadi didalam lingkungan
manusia dikarenakan lingkungan juga bagian dari kehidupan manusia dan budaya merupakan
bagian hidupnya maka kedua hal ini menjadi suatu satu kesatuan yang tidak terpisahakan dalam
berkehidupan manusia. Lingkungan yang menjadi tempat hidup manusia apabila tidak dirawat
dan terjadi pengerusakkan terhadap lingkungan tempat manusia tersebut itu tinggal maka akan
menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan baik juga budaya yang menjadi identitas dari
manusia maka baik budaya dan lingkungan menjadi hal yang tak terpisahkan dari umat manusia
dikarenakan hal tersebut maka sejak manusia dari generasi kegenerasi (Leluhur) sebelumnya
yang menjadi bagian dari budaya adat menjaga lingkungan yang menjadi tempat manusia
tersebut untuk tinggal.

BAB 2 Budaya& Ekologi

Manusia memiliki kebiasaan yang berbeda-beda dengan manusia lainnya di setiap daerah
sesuai dengan kebiasaan yang ada secara turun menurun oleh leluhurnya, Lingkungan yang
menjadi habitat manusia tinggal menjadi hal di jaga oleh leluhur manusia yang berbudaya sejak
dulu dikarenakan kesadaran akan rasa tanggung jawab dalam menjaganya. Manusia dan
lingkungan menjadi hal yang tak terpisahkan dan hal ini menjadi fokus Antropologi ekologi
dalam melihat pergeseran-pergesaran yang terjadi. Manusia yang tinggal di dalam suatu
lingkungan tak jarang menimbulkan yang namanya kerusakan lingkungan dan bahkan manusia
yang mendiaminya tak menjaga lingkungan yang menjadi habitatnya dalam tinggal, Kerusakan
linggkungan yang dilakukan manusia amat berbagai macam seperti menebang pohon secara terus
menerus yang mengakibatkan kegundulan hutan, mengubah fungsi tanah yang dulunya di
tumbuhi pohon diganti dengan pohon sawit, dan bahkan melmpar bom kelaut demi mendapatkan
hasil laut. Kita bisa lihat manusia demi memenuhi kebutuhan hidupnya maka lingkungan yang
menjadi tempatnya tinggal akan dikorbankan akibatnya kerusakan lingkunganlah terjadi. Namun
dengan kerusakan lingkungan yang terjadi akibat manusia bukan menjadi contoh hubungan
manusia dan lingkungan terjadi tetapi sebaliknya bahwa baik manusia dan lingkungan memiliki
hubungan yang erat. Kita bisa lihat bahwasanya ekologi manusia tidak hanya sebatas itu namun
juga pada teori budaya diperlukan di dalam perlu pemerhatian. Budaya yang memiliki
keterikatan baik daengan manusia dan lingkungan dan budaya terdiri atas persepsi yang
mencantumkan persepsi dan interpretasi menempatkan manusia di dalam dunia. Budaya menjadi
kebiasaan yang melakat pada diri manusia dan menjadi salah satu cara juga dalam mengetahui
benda-benda yang tidak di ketahui bukan hanya itu saja budaya yang notabene kebiasaan
merangkap menjadi pengalaman yang akan di teruskan dari generasi-kegenerasi oleh leluhur
kegenerasi selanjutanya dalam perubahan ke masa depan pada generasi penerus. Budaya yang
bukan hanya kebiasaan yang di teruskan maupun identititas manusia pada akhirnya juga menjadi
penentu apa yang akan terjadi selanjutnya tergantung pengalaman-pengalaman yang terjadi
sebelunya oleh leluhur. Dikarenakan lingkungan merupakan tempat budaya berkembang maka
tak jarang sejak dahulu para pendahulu manusia di dalam berbudaya saling membahu-membahu
menjaga lingkungan tempat tinggalnya dan mengap lingkungan menjadi hal yang penting dalam
melestarikan dan merawatnya. Apabila budaya dimasukkan kedalam pemahaman tentang ekologi
manusia maka diperlukan ekosistem yang tidak memadai. Antropologi yang memuat mengenai
suatu pergeseran mengenai ekologi manusia dapat memberikan pemahaman dan pengajaran
bahwasanya manusia dalam memenuhi kebeutuhan hidupnya dari lingkungan dengan rasa
tanggung jawab dalam pemenuhannya.

BAB 4  Lingungan & Budaya Perbedaan

Walaupun lingkungan dan budaya memiliki hubungan yang erat antara yang satu dengan
yang lainnya namun di balik hal tersebut memiliki perbedaan yang dimana dalam memahami
lingkungan sangatlah berbeda dengan memahami budaya maupun sebaliknya hal ini menjadi
suatu hal yang perlu dipahami. Perbandingan lintas budaya sendiri berfungsi dalam membangun
jembatan konseptual antara lingkungan hidup dan cara lain dalam mengetahui dunia.
Perbandingan budaya dengan budaya lainnya sangatlah berbeda dalam menerjemahkan
keberagaman yang ada maupun dalam memahami dunia menjadi suatu bagian yang tak
terpisahakan dengan pandangan yang berbeda-beda dengan budaya lainnya yang ada. Perlunya
pemahaman yang berbeda dari budaya lainnya menjadi suatu pembeeda bahwa lintas budaya tak
selalu dalam pemahamannya masing-masing tetapi dengan adanya dalam memahami dunia maka
pastinya akan berbica mengenai lingkungan yang menjadi tempat dan dunia bagia manusia yang
memiliki budaya tersebut berdiam. Dikarenakan banyaknya budaya yang ada tak jarang akan
menimbulkan diskomunikasi dan tentunya adanya keterbatasan dalam memahami pola pemikiran
dari budaya yang satu dengan budaya lainnya maka Antropologi berperan secara aktif dalam
dalam berperan didalam kontribusi pada ruang publik yang ada agar tercapainya sepemahaman
pemikiran dalam menjaga lingkungan dunia yang menjadi tempat budaya tersebut tiggal.
Manusia akan selalu memiliki keunikan di dalamnya yang membedakan antara manusia yang
satu dengan yang lainnya dan perbedaan yang ada bukan hanya baik dalam bahasa,kulit, ataupun
kebudayaan namun juga merangkup pada lingkungan manusia terbseut tinggal baik itu alam,
hewan, kepercayaan mengenai Roh dan bahkan Dewa sebagai yang di tinggikan di dalam
berkehidupan manusia menjadi bentuk lingkungan yang menjadi rantai yang mengelilingi
manusia di dalam berkehidupannya hari lepas hari. Pada bab ini mengacu pada dalam
mengindetifikasi budaya secara berkelanjutan yang dimana bukan satu budaya saja namun pada
persepektif budaya lainnya dengan membandingan antara yang satu dengan yang lainnya bukan
hanya membandingkan lingkungan yang mereka hidup dan budayanya namun juga pada
memahami dunia juga.

B.Ringkasan

Batasan ilmu sosial bukanlah kondisi tetap yang permanen; mereka datang dan pergi dalam
konteks. Terkadang mereka akan muncul dalam politik akademis karena praktisi di setiap
disiplin wilayah memperhatikan hal ini dalam kompetisi kesetiaan mahasiswa dan sumber daya
keuangan. Terkadang, sebagai ahli dalam suatu disiplin ilmu memahami kompleksitas
terminologi orang lain, hal itu menjadi penting dalam perdebatan ilmiah. Kecenderungan
menggunakan terminologi yang sama (struktur, fungsi, budaya) untuk perbedaan benda akan
menghasilkan ilusi persamaan, sedangkan kecenderungan sebaliknya akan menggunakan nama
yang berbeda untuk merujuk pada hal yang sama, sehingga menghasilkan ilusi kebhinekaan. Jika
ilmu sosial ingin memenuhi tantangan dalam menyediakan pendekatan interdisipliner terhadap
lingkungan, pertama-tama kita perlu mengetahui apa yang dapat diberikan oleh setiap disiplin
ilmu. Karena tujuan utama saya dalam buku ini adalah untuk mengeksplorasi wacana lingkungan
yang harus diberikan antropologi Pertama, penting untuk menentukan apa yang unik tentang
antropologi dan apa yang membuatnya berbeda dari ilmu sosial lainnya.

Yang tidak kalah penting adalah keunggulan teori antropologi, tetapi keberadaan yang paling
tahan lama dan konsisten telah menjadi konsep budaya, tetapi pandangan publik lebih sulit
diperoleh. Ini tidak berarti bahwa budaya telah menjadi domain eksklusif para antropolog, dan
jauh dari itu, terutama dalam beberapa dekade terakhir, karena "studi budaya" telah menjadi
suatu disiplin ilmu. 5 Tetapi tidak ada keraguan bahwa, setidaknya sebelum munculnya studi
budaya, posisi budaya dalam pemikiran antropologis lebih penting daripada ilmu sosial lainnya,
dan para antropolog memberinya signifikansi analitis yang besar. Memang, bertentangan dengan
tulisan para antropolog selama bertahun-tahun, ilmuwan sosial lain terkadang berpikir bahwa
budaya tampaknya tidak sempurna. Pada tahun 1992, Featherstone mengamati

Penggunaan budaya sebagai pusat analisis konsep antropologi membedakannya dari ilmu-ilmu
sosial lainnya. Ini adalah cara lain untuk menyatakan apa konsep itu atau bagaimana itu
digunakan dalam antropologi Kontradiksi, perbedaan dan perdebatan yang terlibat sama
pentingnya dengan konsep kunci dalam ilmu sosial. Komentar Wallerstein memiliki arti,
meskipun dia mungkin tidak memikirkan antropologi ketika membuat komentarnya: "Budaya
mungkin adalah konsep yang paling luas dari semua konsep yang digunakan dalam ilmu sosial
sejarah. Ini mencakup arti yang sangat luas, jadi mungkin yang paling alasan sulit (1990a: 31).
Setidaknya sebagian dari "kesulitan" budaya dalam antropologi bermula dari dilema, yaitu
apakah budaya itu sendiri yang menjadi objek analisis, atau apakah budaya itu milik hal lain
(biasanya dianggap sebagai bagian budaya) Bagian dari kerangka analisis yang luas? Jadi pada
dasarnya adalah "budaya".

Teori antropologi cenderung berpindah antara dua perusahaan. Kebanyakan antropolog


mempelajari budaya, bukan budaya itu sendiri. Sifat kotak hitam terkadang dipandang sebagai
fokus teoritis pada isinya: kekerabatan, simbolisme, sistem pertukaran, keyakinan agama.
Namun, sorotan secara teratur mengubah budaya itu sendiri menjadi kenyataan, dan
menggambar ulang bentuk dan ukuran kotak hitam. Tidak diragukan lagi, ini terjadi dalam
transformasi fundamental penting dari teori-teori ilmu sosial yang melibatkan antropologi.
Misalnya, terjadi pada tahun 1960-an dan 1970-an. Saat ini, antropologi, seperti ilmu-ilmu sosial
lainnya, telah menyingkirkan jubah positivis yang secara mencolok dikenakan dalam prosesnya
mengatur berbagai bentuk teori strukturalis, dan bergerak ke arah yang lebih jelas. Secara umum,
budaya seperti kotak hitam dalam analisis antropologi. Secara umum, ini adalah pemahaman
tentang budaya, di mana kita dapat mengidentifikasi fenomena (seperti perkawinan, ritual,
klasifikasi tumbuhan dan hewan) sebagai budaya, dan melanjutkan untuk mempelajari
karakteristiknya secara rinci. Pemahaman yang lebih spesifik tentang budaya memberikan kotak
hitam yang tak terhitung jumlahnya untuk deskripsi dan analisis etnografi. Misalnya, "budaya
Irlandia" menjadi kerangka kerja untuk menjelaskan tradisi keramahtamahan Irlandia dan
menguji hubungannya dengan objek budaya Irlandia lainnya. Khawatir tentang ukurannya.
Dalam pengertian yang lebih umum, seperti yang dikatakan Bohanna (1973: 358), selama kita
hanya fokus pada masalah budaya, kita tidak perlu khawatir tentang apa yang menjadikan
mereka budaya. Selain menyediakan kotak hitam bagi para etnografer, pemahaman yang lebih
spesifik tentang budaya merupakan hal mendasar bagi perkembangan antropologi. Perbandingan
lintas budaya, yaitu, dalam sebagian besar antropolog tertulis, baik eksplisit maupun implisit,
ada, bergantung pada budaya yang dianggap sebagai kotak tertentu; membandingkan budaya
berarti membandingkan konten yang berbeda. Ada juga banyak analisis tentang bagaimana
proyek tertentu berpindah antar budaya melalui proses seperti "integrasi budaya" dan
"penanaman". Namun, meskipun studi tentang perubahan budaya dan pertukaran budaya telah
membentuk bidang antropologi yang penting, disiplin ilmu tersebut masih belum mampu atau
tidak mau menghasilkan model untuk menganalisis "proses makro". Antropologi terkenal karena
menganalisis detail perubahan budaya, tetapi mengabaikan keseluruhan situasi dan gagal
menyelesaikan gerakan sosial skala besar dan sistem komunikasi di seluruh dunia.

Bab 2

Ada asumsi luas baik di dalam maupun di luar antropologi bahwa manusia tanpa budaya akan
lebih atau kurang mampu menopang kehidupannya. "Budaya ... adalah sesuatu yang disisipkan
manusia di antara dirinya dan lingkungan sekitarnya untuk menjamin keselamatan dan
kelangsungan hidup mereka sendiri" (Carneiro 1968: 551-3). Asumsi ini terletak pada
pernyataan bahwa manusia memasuki dunia dengan program kehidupan yang tidak lengkap
(Berger dan Luckmann 1966: 65ff.). Pikiran bayi yang baru lahir relatif bersih, dan masyarakat
menuliskan deskripsi realitas dan deskripsi kehidupannya di atasnya. Ini tersirat dalam banyak
kontras antara aktivitas antropolog dan hewan non-manusia. Mungkin yang paling terkenal
adalah pembangunan bendungan oleh berang-berang dan manusia.

Mediasi budaya antara manusia dan lingkungan terkait erat dengan apakah budaya dianggap
terdiri terutama dari karakteristik yang diamati (seperti perilaku, teknologi, dan pelembagaan
perilaku) (lihat Hawley 1944: 404; Steward 1955: 44), atau apakah Seperti pemikiran
antropologis, saat ini terbatas pada apa yang orang ketahui, pikirkan dan rasakan. Gambaran
Goodenough tentang budaya terdiri dari standar yang menentukan isi sesuatu, apa yang dapat
mereka lakukan, bagaimana perasaan mereka tentang hal itu, dan bagaimana melakukannya
(Goodenough 1961: 522), yang dengan jelas menunjukkan bahwa tanpa budaya, manusia bahkan
tidak dapat mendefinisikan lingkungan sekitar. . Mereka tidak akan melakukannya Itu berarti
mengetahui apa itu. Gambaran Forde tentang peran ekologi budaya begitu maju, biasanya
menunjukkan bahwa budaya berbeda dengan aktivitas manusia, tetapi berkaitan dengan aktivitas
manusia: “Antara lingkungan alam dan aktivitas manusia, selalu ada istilah perantara,
seperangkat Tujuan dan nilai spesifik, subjek pengetahuan dan keyakinan: dengan kata lain,
budaya eksternal "(1949: 463), dan hubungan antara manusia dan lingkungan yang dianggap
dimediasi oleh budaya telah menjadi dasar antropologi ekologi (Ingold 1992a: 39), peran
hubungan dan mediasi budaya telah menjadi bidang utama perdebatan.

Ada tiga cara umum untuk menjalin hubungan antara manusia dan lingkungan: Pertama, manusia
beradaptasi dengan lingkungan dan karena itu dipengaruhi oleh lingkungannya. Kedua, manusia
beradaptasi dengan lingkungan untuk menyesuaikan dengan kebutuhannya sendiri, sehingga
menentukan atau membentuk lingkungan; ketiga, interaksi antar manusia dilakukan dengan cara
yang saling membentuk. Dalam dua model pertama, peran mediasi budaya sebagian besar tidak
perlu dipertanyakan.Bahkan, konsep hubungan antara manusia dan lingkungan yang dimediasi
oleh budaya seringkali bercampur dengan hubungan antara budaya dan lingkungan. Meskipun
ilmuwan tropis terutama tertarik pada penyebab dan penyebab keragaman budaya, masalahnya
sering diekspresikan dalam kaitannya dengan hubungan antara budaya dan lingkungan, dan dua
pandangan luas telah muncul: determinisme lingkungan (determinisme lingkungan
(determinisme budaya) Dilihat sebagai bentuknya oleh lingkungan) dan determinisme budaya
(lingkungan didefinisikan oleh budaya). Ini adalah mode ketiga, dalam mode ini manusia dan
lingkungan sekitar bergabung satu sama lain dan budaya terpinggirkan.

Metode konseptualisasi hubungan antara lingkungan dan budaya ini, yang sering disebut
"kemungkinan", tampaknya memberikan alternatif yang dapat diterima terhadap pandangan
bahwa lingkungan secara langsung mengarah pada karakteristik budaya. 2 Hal ini telah terbukti
berdampak luas pada antropologi ekologi (Meggers 1954, Hardesty 1977: 3), mungkin karena,
seperti yang dikatakan Geertz (1963: 2), hal itu tidak mudah dibantah. Dampak lingkungan yang
terbatas terbukti dengan sendirinya; kegiatan pertanian dibatasi oleh iklim; teknologinya dibatasi
oleh materi apa pun yang disediakan oleh lingkungan. Namun, model ini mungkin mengalami
kekurangan yang sama seperti model geografis manusia, karena tidak memiliki potensi untuk
menjelaskan keragaman budaya kecuali dalam pengertian yang paling dangkal. Begitu kendala
lingkungan dari pengembangan budaya ditetapkan, masih banyak hal yang perlu dijelaskan.

Ekologi budaya didasarkan pada asumsi budaya yang berkembang di lingkungan lokalnya
Analisis yang cermat tentang hubungan antara lembaga budaya tertentu dan karakteristik
lingkungan lokalnya akan mengungkapkan bagaimana dan mengapa lembaga-lembaga ini
berasal dan bertahan. Pengurus tidak setuju dengan status ekologi semua institusi budaya. Ia
mencontohkan “esensi budaya” dari ciri-ciri ini, “paling erat kaitannya dengan kegiatan ekonomi
dan pengaturan kebutuhan hidup”, yakni terkait pemanfaatan lingkungan oleh masyarakat, ia
yakin bahwa dibandingkan dengan faktor lingkungan lainnya, hal ini lebih bersifat langsung.
terkait dengan faktor lingkungan Terkait (Steward, 1955). : 37). Tepatnya, karakteristik yang
membentuk budaya inti tidak dapat berprasangka buruk, tetapi harus ditentukan melalui analisis
empiris. Metode ekologi budaya mencakup tiga tahap. Pertama, hubungan antara lingkungan dan
teknologi dalam penggunaannya harus diperiksa; kedua, pola perilaku yang terkait dengan
penggunaan teknologi harus dianalisis; ketiga, tingkat pengaruh perilaku ini terhadap
karakteristik budaya lain harus ditentukan (1955: 40-1)

Berkelanjutan secara ekologis. Dengan menganalisis hubungan antara budaya masyarakat (cara
mereka memandang dan menafsirkan dunia) dan dampak ekologis dari aktivitas mereka, kita
mungkin dapat memahami budaya mana, karakteristik budaya mana yang berkelanjutan secara
ekologis, dan mana yang tidak. Oleh karena itu, teori budaya berpotensi menjadi “bagian dari
adaptasi kita sendiri, yang berarti mengabadikan diri kita sendiri dan melindungi mereka yang
hidup dalam sistem di mana kita masih tidak terpisahkan dan masih bergantung sepenuhnya”
(Rappaport 1971: 264). Berada di sini berarti studi antropologi sebagai ekologi manusia dapat
membantu kita menentukan tanggung jawab lingkungan.
BAB 4

Bab 2 membahas bagaimana antropolog memahami peran budaya dalam hubungan antara
manusia dan lingkungan, dan menetapkan latar belakang teoretis untuk tugas pertama. Bab 3
membahas latar belakang teoritis dari tugas kedua, menunjukkan bagaimana analisis arsip
antropologi lingkungan sebagai fenomena budaya berbeda dari jenis analisis yang diberikan oleh
ilmu sosial lainnya.Bab ini menggabungkan kedua tugas tersebut. Bandingkan lingkup
pemahaman yang berbeda tentang lingkungan satu sama lain dan bandingkan dengan pemikiran
ahli lingkungan Barat. Tujuan perbandingan lintas budaya adalah untuk membangun jembatan
konseptual Antara lingkungan dan cara lain untuk memahami dunia, saya berharap dapat
memahaminya dengan lebih jelas. Diskusi dimulai dengan memeriksa kesalahpahaman yang
disebutkan dalam Bab 1. Ini adalah mitos lingkungan bahwa budaya non-industri adalah ekologi
yang ramah lingkungan.

Logika argumen ini membuat kita mengharapkan semua gaya hidup non-industri dianggap
ramah lingkungan, tetapi ada kecenderungan bahwa masyarakat dan tipe masyarakat tertentu
lebih baik, dan model perlindungan lingkungan lebih menonjol daripada masyarakat lain.
kehidupan. Pemburu dan pengumpul, pembudidaya dan orang hutan hujan disebut "model
kebajikan ekologis" (Allen, 1986: 10), tetapi orang-orang telah memutuskan untuk hampir
mengabaikan petani dan pengembara manusia super. Ini adalah hasil dari beberapa tekanan
seleksi Pertama-tama, menurut tradisi romantisme, orang menjunjung tinggi alam dan percaya
bahwa gaya hidup yang paling ramah lingkungan adalah menjadi orang yang paling alami.
Sebaliknya, dengan asumsi bahwa gaya hidup paling alami adalah gaya hidup yang tampaknya
berdampak paling kecil terhadap lingkungan, biarkan sedekat mungkin dengan keadaan aslinya.
Ini menarik perhatian komunitas berburu dan mengumpulkan yang aktivitasnya tampaknya tidak
mengubah lingkungan mereka secara mendasar (Ellen 1986: 10). Kami sekarang tahu bahwa ini
adalah kesan yang salah, sebagian karena berpartisipasi dalam pertemuan berburu biasanya
melibatkan praktik lingkungan yang signifikan dalam jangka panjang Pembakaran vegetasi dapat
memperbaiki kondisi mangsa, sebagian karena sebagian besar pemburu-pengumpul kontemporer
tidak menerapkan model berburu dan meramu yang “murni” (lihat di bawah). Namun demikian,
citra yang diidealkan masih ada, dan perburuan-pengumpul. orang masih diidentifikasi sebagai
"penggemar berburu". Lingkungan asli. Kedua, karena citra kearifan ekologi primitif dihasilkan
melalui perbandingan dengan praktik industri, seringkali dipengaruhi oleh kepedulian
masyarakat industri. Misalnya, pertanian intensif telah menjadi sasaran kritik lingkungan karena
alasan berikut: pertanian intensif membutuhkan penggunaan pupuk kimia dan pestisida yang
dianggap menyebabkan pencemaran dan kerusakan kesehatan; karena mengubah bentang alam
yang beragam menjadi satu budaya, Di Dalam prosesnya, habitat satwa liar dihancurkan, karena
terutama di bawah kendali birokrasi besar (seperti di Uni Eropa), seringkali menghasilkan
surplus, yang dianggap boros. Pertanian transfer dalam masyarakat non-industri biasanya
ditekankan sebagai cara mencari nafkah yang wajar secara ekologis, karena berbeda dengan cara
pertanian intensif yang benar.Ketiga, secara historis dan geografis, kedekatan dengan masyarakat
industri telah mengalihkan fokus ke beberapa masyarakat non-industri daripada masyarakat
lainnya. Masyarakat Amerika modern dengan tingkat konsumsi yang tinggi (Redclift 1984: 29,
35) dianggap oleh banyak ahli lingkungan sebagai manifestasi dari segala sesuatu yang secara
ekologis tidak sehat (misalnya, lihat Holmberg et al., 1993: 8). Bagi mereka yang mencari cita-
cita dan cita-cita yang diberikan oleh masyarakat adat Amerika Utara, terdapat perbedaan yang
tajam dan mencolok, bukan hanya karena cara hidup mereka dihancurkan dan digantikan oleh
Amerika modern, tetapi juga karena keberlangsungan keberadaan mereka dalam masyarakat
Amerika. Udall disebut sebagai "ahli ekologi" orang Indian Amerika (1972: 2). Ketika
berkembang ke Amerika Serikat bagian barat, pencinta lingkungan mengganti spesies yang
relatif damai, Budaya bersifat jinak secara ekologis, agresif, dan merusak secara ekologis. Oleh
karena itu, cita-cita lingkungan kontemporer dapat dikaitkan dengan peristiwa di Amerika
Serikat pada abad ke-19, dan cita-cita persamaan ras dapat dikaitkan dengan sejarah perdagangan
budak. Pada saat yang sama, pernyataan yang dibuat oleh filsuf Indian Amerika dianggap
sebagai sumber kebijaksanaan lingkungan (lihat Neihardt 1972 [1932], Erdoes 1976), dan aktivis
lingkungan juga mengadopsi berhala dari mitologi Indian Amerika, seperti Perangi Warrill.
Keempat, mulai dari poin terakhir, para pencinta lingkungan cenderung lebih mengadvokasi
penghormatan terhadap masyarakat adat dimanapun daripada masyarakat yang semula berada di
tempat lain. Masyarakat adat di Amerika Utara dan Selatan, Australia, Malaysia, dan Kepulauan
Pasifik dianggap sebagai penjaga yang paling berhak atas sumber daya wilayah tersebut. Seorang
anggota organisasi lingkungan radikal Earth First! Bersikaplah konsisten dengan masyarakat adat
di wilayah mana pun mereka beroperasi. Di Amerika Utara, mereka melihat spiritualitas Indian
Amerika sebagai cara untuk berinteraksi dengan alam.
Terakhir, pemikiran lingkungan lebih memperhatikan manusia penghuni ekosistem tertentu
daripada ekosistem lain, karena karena berbagai alasan, ekosistem itu sendiri menjadi pusat
perhatian terhadap lingkungan. Misalnya, pemerhati lingkungan percaya bahwa hutan hujan
sangat terancam punah dan sangat penting. Karena laju pembusukannya, mereka dianggap
terancam (IUCN et al. 1991: 124). Mereka penting karena mereka memiliki keanekaragaman
hayati (keanekaragaman hayati) terbesar di ekosistem mana pun dan oleh karena itu membantu
menstabilkan iklim (dengan menyerap karbon dioksida) dan tanah (dengan mencegah erosi).

C. Evaluasi

Dari apa yang saya baca bahwa manusia dan lingkungan menjadi suatu hal yang tidak
terpisahkan dan oleh sebab itu maka menjadi suatu hal yang perlu di pahami bahwa baik
lingkungan dan manusia akan selalu membutuhkan antara yang satu dengan yang lainnya.
Budaya yang menjadi identitas seorang manusia yang diturunkan sejak turun temurun oleh oleh
pala leluhru sebelumnya manusia memiliki kebiasaan untuk menjaga alam lingkungan yang
menjadi tempat manusia tinggal anmun di saat sekarang dengan kemajuan yang ada lingkungan
alam yang dulunya terjaga rusak akibat pemanfaatan secara berlebihan oleh mansia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya dan dikerenakan hal tersebut diperlukan antropologi dalam
meninjau pergeseran apa yang terjadi. Menjadi evaluasi saya mengenai Manusia di saat sekarang
yang dimana kebanyakan pemanfaatan lingkungan yang dilakukan secara berlebihan tanpa
memikirkan dampak yang akan timbul akibat kerusakan lingkungan yang dilakukan akbitan
pengerusakkan yang dilakukkan yang dimana di kemudian hari generasi selanjutnya akan
merasakan dampak kerusakan yang diakukan oleh generasi manusia sebelumnya dan cendrung
akan diturunkan kan permasalahan yang terjadi maka kebudayaan yang menjadi identitas
seorang manusia perlu dipertanyakan bahwa sejak dulu manusia leluhur menfaatkan alam dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya dibarengin dengan menjaga lingkungan nya juga namun manusia
di saat sekarang justru hanya menfaatkan dan cendrung akibatnya kerusakan lah yang timbul
setelahnya.

D. Kesimpulan

Sebagai manusia yang memiliki kebudayaan yang menjadi kebiasaan seserang dalam
berkehidupan maka perlu juga menanamkan kebiasaan berkebudayaan di dalam menjaga
lingkungan yang menjadi habitat manusia tinggal, sebab sejak dahulu para leluhur manusia yang
berbudaya menjaga alingkungan yang menjadi habitat manusia tingalin dan oleh sebab itu kita
sebagai manusia di saat sekarang juga harus mampu menjaga lingkungan tempat kita tinggal di
dunai ini dengan merawat dan melestarikan lingkungan yang ada setalah memanfaatkannya.

Anda mungkin juga menyukai