Anda di halaman 1dari 8

1. Jelaskan Pengertian Sosiologi Lingkungan?

(10)

2. Jelaskan Kajian Sosiologi Lingkungan Menurut Dunlap dan Catton? (10)

3. Jelaskan Perbandingan Istilah HEP dan Nep? (10)

4. Jelaskan Hubungan Masyarakat dengan Lingkungan ? Berikan Contoh Relasi

Manusia/Masyarakat dengan Alam? (20)

5. Jelaskan dan Berikan Contoh Pengelolaan Sumber Daya Alam/Lingkungan Berbasis Budaya

Lokal?(20)

6. Peraturan UUD No 23 Tahun 2009, Berisikan Upaya dalam Melestarikan Fungsi Lingkungan yang

Meliputi Enam (6) Kebijaksanaan, Jelaskan? (20)

7. Jelaskan yang Dimaksud Gerakan Sosial Hubungannya dengan Lingkungan? (10)

8. Berikan Contoh Istilah Berikut: (Masing-Masing 10) Bonus Poin

a. EkosentrismeOl

b. Antroposentrisme

c. Determinisme Ekologi

d. Ekologi Budaya

e. Sustainable Development

Sosiologi lingkungan (environment sociology) didefinisikan sebagi cabang sosiologi yang


memusatkan kajiannya pada keterkaitan antara lingkungan dan perilaku sosial manusia.
perhatian sosiologi terhadap masalah-masalah lingkungan sebenarnya muncul jauh sebelum apa
yang dinamakan sosiologi lingkungan dicanangkan keberadaanya oleh Riley Dunlap dan
William Catton di tahun 1978. Dalam mencapai tujuan-tujuan tersebut merekan melakukan
tinjauan atas literatur-literatur ilmu sosial yang berkenaan dengan masalah lingkungan dan
artikel Bernard(1992) berjudul The Significance of Environment as a Social Factor merupakan
artikel pertama yang mencoba menguraikan permasalahan itu.

Sosiologi lingkungan Dunlap and Catton dibangun dari beberapa konsep yang saling
berhubungan satu sama lain, yaitu sebagai berikut :
1. Persoalan-persoalan lingkungan dan ketidakmampuan sosiologi konvensional untuk
membicarakan persoalan-persoalan tersebut merupakan cabang dari pandangan dunia
yang gagal menjawab dasar-dasar biofisik struktur sosial dan kehidupan sosial.
2. Masyarakat modern tidak berkelanjutan sebab mereka hidup pada sumber daya yang
sangat terbatas dan penggunaan di atas pelayanan ekosistem jauh lebih cepat
dibanding kemempuan ekosistem memperbaharui dirinya. Dalam tingkatan global
proses ini diperparah dengan dengan pertumbuhan populasi secara cepat.
3. Masyarakat menuju tingkatan yang lebih kurang berhadapan dengan kondisi yang
rentan ekologis.
4. Ilmu lingkungan modern telah mendokumentasikan kepelikan persoalan lingkungan
tersebut dan menimbulkan kebutuhan akan penyesuaian besar-besaran jika krisis
lingkungan ingin dihindari.
5. Pengenalan dimensi-dimensi krisis lingkungan yang menyumbang pada “pergeseran
paradigma” dalam masyarakat secara umum, seperti yang terjadi dalam sosiologi
(penolakan pandangan dunia barat dominan dan penerimaan sebuah paradigma
ekologi baru)
6. Perbaikan dan reformasi lingkungan akan dilahirkan lewat perluasan paradigma
ekologi baru di antara publik, massa, dan akan dipercepat oleh pergeseran paradgima
yang dapat dibandingkan antara ilmuwan sosial dan ilmuwan alam.

Kelahiran sosiologi lingkungan ditandai dengan menyatakan bahwa paradigma sosiologi


klasik tentang hubungan manusia dan alam tidak lagi relevan. Paradigma lama itu dikenal
sebagai Human Exceptionalism Paradigm (HEP) yang memiliki gagasan bahwa:

“humans are so unique among species that we are exempt from the power of
environmental forces.” - manusia cukup unik di antara spesies-spesies di mana kita terbebas dari
kekuasaan kekuatan lingkungan.

Ilmuwan sosiologi meyakini bahwa manusia memang berbeda dengan makhluk lain, baik
tumbuhan maupun hewan. Jika kedua makhluk tersebut benar-benar hidup mengikuti hukum
alamiah, manusia tidak. Manusia bisa mengontrol dan menciptakan kebudayaan. Riley Dunlap
dan William Catton mengubah pandangan ini dengan mengakui kemampuan lingkungan fisik
mempengaruhi kehidupan manusia.

Sosiologi lingkungan menerima lingkungan fisik sebagai suatu yang berpengaruh


langsung maupun tidak terhadap kehidupan sosial vice versa. Paradigma baru ini oleh mereka
disebut sebagai New Environmental Paradigm(NEP). Akan tetapi, paradigma tersebut kemudian
diubah menjadi New Ecological Paradigm untuk menegaskan dasar ekologis suatu masyarakat.

NO PERBEDAAN HEP NEP

1 Asumsi tentang manusia memiliki warisan Meskipun karakteristik manusia


sifat manusia budaya di samping  warisan itu luar biasa, manusia tetap satu
genetik  dengan demikan diantara banyak makluk lainnya
manusia berbeda dengan yang saling bergantung dalam
makhluk lainnya. ekosistem dunia

2 Asumsi tentang Faktor sosial dan budaya Urusan manusia tidak hanya
penyebab sosial termasuk teknologi adalah dipengaruhi oleh faktor sosial
penentu utama urusan dan budaya, tapi juga oleh
manusia hubungan yang komplek antara
penyebab, dampak dan umpan
balik alam

3 Asumsi tentang Manusia hidup didalam dan


konteks masyarakat Lingkungan sosial dan tergantung pada lingkungan
sosial budaya merupakan konteks biofisik yang terbatas sehingga
yang penting untuk urusan membebankan dan membatasi
manusia dan lingkungan urusan manusia
biofisik sebagian tidak
4 Asumsi tentang relevan Meskipun manusia cipta mungkin
kendalan tampaknya
masyarakat sosial Budaya itu kumulatif sementara memperpanjang
sehingga perkembangan daya dukung
teknologi dan budaya dapat batas, ekologi
dilanjutkan tanpa batas dan hukum tidak dapat
membuat semua masalah dicabut.
dapat di selesaikan

Sembilan tahun setelah pendirian sosiologi lingkungan, Frederick Buttel mencoba


menelusuri apakah ada arah di luar NEP yang dikembangkan para sosiolog lingkungan. Dalam
tulisan F. Buttel (1996) dinyatakan bahwa sosiologi lingkungan bisa dikembangkan dari
sosiologi pedesaan. Bahkan ia menegaskan bahwa silsilah sosiologi lingkungan baik beberapa
atau keseluruhan merupakan keahlian khusus dalam sosiologi pedesaan. Lima wilayah utama
sosiologi menurut Buttel menurutnya menyebabkan kemunculan beragam pendekatan pada
sosiologi lingkungan, seperti berikut :

1. Sosiologi lingkungan seperti dinyatakan Dunlap dan Catton


2. Gerakan lingkungan seperti dinyatakan oleh pemanasan global dan perubahan
lingkungan. Dalam konteks ini, penyebab beralihnya sosiolog untuk memberikan
perhatian pada substratum ekologis-material dari struktur sosial dan kehidupan sosial.
3. Pelebaran kajian kebudayaan (cultural studies) pada sosiologi yang mengutamakan
diskursus seperti ; moernitas, postmodernitas masyarakat berisiko (risk society) dan
modernisasi ekologis.
4. Sosiologi lingkungan merupakan arena kepentingan yang tumbuh dalam ilmu
pengetahuan lingkungan dan hubungan produksi pengetahuan lingkungan dengan
politik dan pergerakan lingkungan.
5. Sosiologi lingkungan kebudayaan

Dalam tahapan hubungan manusia dan lingkungan, ditunjukan bahwa seluruh aspek
budaya, perilaku bahkan “nasib” manusia dipengaruhi, ditentukan dan tunduk pada lingkungan.
Dalam kehidupan berkelompok, Ibnu Khaldun menyatakan bahwa bentuk-bentuk persekutuan
hidup manusia muncul sebagai akibat dari interaksi iklim, geografi dan ekonomi. Ketiga bagian
dari lingkungan itu juga bersifat sangat menentukan corak temperamen manusia (Ibnu Khaldun
dalam Madjid Fakrhy, 2001:126). Sementara itu, Donald L. Hardisty yang mendukung dominasi
lingkungan menyatakan lingkugan fisik memainkan peran dominan sebagai pembentuk
kepribadian, moral, budaya, politik dan agama, pandangan ini muncul tidak lepas dari asumsu
dalam tubuh manusia ada tiga komponen dasar, yakni bumi, air, dan tanah yang merupakan
unsur-unsur penting lingkungan.

Memahami pandangan dominasi lingkungan tidaklah sulit, inti penjelasannya telerak


pada asumsi bahwa kehidupan manusai bergantung pada alam. Untuk memperjelas tentang
dominasi lingkungan kita bisa mejelaskan mengapa ada perbedaan antara masyarakat desa dan
masyarakat kota. Lingkungan fisik desa didominasi dengan hukum-hukum yang berhubungan
dengan lingkungan biologis( seperti tumbuh-tumbuhan dan hewan). Lingkungan biologi ini
memiliki hukum keteraturan tertentu yang bersifat evolutif dan cenderung jauh dari intervensi
manusia.

Berbeda dengan lingkungan desa, masyarakat kota lebih banyak berinteraksi dengan
lingkungan buata ( ada yang menyebutnya dengan istilah lingkungan binaan). Lingkungan
buatan adalah lingkungan yang sudah tidak alamian karena sudah ada intervensi manusia dalam
menciptakan model atau bentuk lingkungan. Lingkungan kota memiliki hukum-hukum sendiri
yang tidka sama dengan desa dan hukum-hukum tersendiri tersebut bergerak secara independen
yang memiliki kekuatan memaksa individu penghuni kota untuk tunduk. Demikianlah,
lingkungan kota yang serba menantang sangat memengaruhi dalam pembentukan watak, budaya,
bahkan etos yang dimiliki manusia. Maka, tampaklah perbedaan tajam antara etos masyarakat
desa dengan masyarakat kota.

Teori Kemungkinan, penganut teori ini berkeyakinan bahwa lingkungan memiliki sifat
yang relatif. Artinya, pada saat tertentu lingkungan berperan penting dalam menjelaskan
kecocokan dengan budaya tertentu, tetapi pada sisi lain lingkungan tidak cocok dengan budaya
tertentu itu. Dengan kata lain, kondisi lingkungan yang sama tidak menjamin akan munculnya
budaya yang sama juga. Kondisi lingkungan tidak berlaku secara deterministis, ia tidak
mendominasi dan membentuk budaya manusia secara langsung. Melainkan hanya berfungsi
membatasi pengembangan budaya dan teknologi.

Teori Ekologi Budaya, teori ekologi budaya diperkenalkan Julian H. Steward pada
permulaan dasawarsa 1930-an. Inti dari teori ini adalah lingkungan dan budaya tidak bisa dilihat
terpisah, tetapi merupakan hasil campuran (mixed product) yang berproses lewat dialektika.
Dengan kalimat lain, proses ekologi memiliki hukum timbal balik. Budaya dan lingkungan
bukan entitas yang masing-masing berdiri sendiri atau bukan barang jadi yang bersifat statis.

Etnosentrisme, Rene Descartes menyatakan bahwa manusia berkedudukan lebih


terhormat dibanding makhluk lain. Menurutnya, manusia memiliki jiwa yang memungkinkan
untuk berpikir dan berkomunikasi menggunakan bahasa. Sebaliknnya, binatang memiliki tubuh
yang dianggap Descartes sebagai sekadar mesin yang bergerak secara otomatis. Binatang tidak
memiliki jiwa yang bersumber pengetahuan dan keyakinan. Disinilah, sesungguhnya bisa
disimpulkan bahwa etika antroposentirisme bersifat sangat instrumentialis, sebab pola hubungan
manusia dan alam dilihat hanya dalam relasi instrumentalnya saja(Sony Keraf, 2002: 34). Ini
berarti orientasi kepada alam tidak diletakan sebagai tujuan tindakan sosial manusia, melainkan
ia hanya dinilai sebagai batas alat bagi kepentingan manusia.

Jika sumber daya alam dimanfaatkan mengikuti kebutuhan masing-masing secara


individu, ia akan memiliki kemampuan meregenerasi dengan sendirinya, hanya yang terjadi,
penggunaan sumber daya alam tidak memerhatikan daya dukung lingkungan, akibatnya
lingkungan rusak dimana-mana dan besar kemungkinan tidak terselamatkan. Jumlah populasi
manusia yang meningkat, jelas akan diikuti meningkatnya konsumsi atas sumber daya
alam(SDA). Rusaknya lingkungan air, berbentuk pencemaran di sungai-sungai dan menurunya
kadar air di muka bumi sebagai akibat terlalu seringnya dieksploitasi. Kotornya sungai-sungai
selain disebabkan oleh limbah rumah tangga juga oleh adanya limbah-limbah pabrik yang tidak
dikelola secara baik, contohnya kasus di kawasan laut dan oantai Kampung Dapur 12 di
Sumatera, pencemaran berat disebabkan 7.000 ton minyak mentah ditumpahkan oleh Kapal
Tanker Natuna Sea yang menabrak karang (Republika,06 Juni 2005).

Memang benar bahwa paham antroposentrisme kini banyak hinggap di mental para
birokrat, pengusaha, pendidik, petani, atau pedagang. Akan tetapi, sebagai bagian dari hukum
alam, paham destruktif ini pasti memiliki antithesis. Artinya, antroposentrisme hadir juga dengan
paham-paham tandingan (lawan) yang memiliki visi bertentangan. Jika antroposentrisme
membernarkan perilaku eksploitatif manusia, paham-paham tandingan menjadikan “proyek”
penyelamatan lingkungan sebagai asas-asas dan tujuan-tujuan gerakan. Setidaknya ada tiga
paham yang dikategorikan sebagai para pejuang lingkungan yakni paham biosentrisme,
ekosentrisme, dan ekofeminisme.

Paham Biosentrisme, menyatakan bahwa bukan hanya manusia dan komunitasnya yang
pantas mendapatkan pertimbangan moral, melainkan juga dunia binatang. Akibat pertimbangan
moral hanya ditujukan pada kepentingan manusia saja (seperti dinyatakan antroposentrisme),
hewan-hewan yang langka di sekitar kita gagal dilindungi dan diselamatkan. Oleh karena itu,
biosentrisme mendasarkan perhatian dan perlindungan pada seluruh spesies, baik mamalia,
melata, biota laut, maupun ungags.
Paham Ekonsentrisme (The Deep Ecology) : Memperjuangkan Keseimbangan,
dibanding dengan biosentrisme, ekosentrisme memiliki pandangan lebih luas. Menurut penganut
paham ini sama dengan biosentrisme, perjuangan penyelamatan dan kepedulian terhadap
lingkungan alam tidak hanya mengutamakan penghormatan atas spesies (makhluk hidup saja),
tetapi yang tidak kalah penting pula adalah perhatian setara atas seluruh kehidupan.

Paham Ekofeminisme : Melawan Androsentrisme, istilah ekofeminisme muncul


pertama kali tahun 1974 dalam buku karya Francoise d’ eaubonne yang berjudul “le feminism ou
la mort”. Dalam karya ini diungkapkan pandangan tentang hubungan langsung antara eksploitasi
alam dengan penindasan pada perempuan. Pembebasan salah satunya tidak bisa dilakukan tanpa
membebaskan penindasan yang lain. kedua-duanya tidak bisa dipisahkan sebab persoalan
lingkungan dan perempuan sangat ditentukan keterpusatan yang terletak pada laki-laki
(androsentrisme). Adapun definisi ekofeminisme menurut Ariel Salleh adalah sebagai berikut :
“eco-feminism adalah pengembangan kini dalam pemikiran feminism yang menyatakan bahwa
krisis lingkungan global akhir-akhir ini adalah diramalkan hasil dari kebudayaan
patrialkhal”(Salleh : 1988).

George Sessions menyatakan bahwa sebelum teknologi dan bisnis besar mengambil alih,
yang disusul kemudian dengan kualitas pertanian barat menjadi merosot dalam minimum
melebihi pertambangan dari tanah agrikultur, petani-petani (baik dari wilayah barat maupun
timur) telah memiliki empati yang sama atas tanah-tanah mereka. Tanah dan semua yang tumbuh
di atasnya tidak lepas dari bentuk-bentuk pernghormatan. Kemudian mereka memperbaiki tanah-
tanah lewat pemahaman dari dunia dan ilmu pengetahuan alamiah. Mereka berpikir bahwa
berinteraksi dengan alam bukanlah harus berlawanan kepentingan tetapi aktivitas yang saling
mengisi.

Beberapa kalangan menyatakan bahwa sekarang ini kita sedang memasuki sebuah
masyarakat modern, yakni masyarakat yang berproses menuju “kemajuan” yIang ditandai
penggunaan akal yang jelas-jelas berbeda dengan masyarakat sebelumnya. Perbedaan ini
ditandai dengan beberapa karakter yaitu :

1. Perkembangan masyarakat dibawah kendali ilmu, teknologi dan pemikiran rasional.


2. Perkembangan pesat masyarakat menuju kondisi semakin mengglobal, baik berkaitan
dengan wilayah (teritorial), gerak ekonomi makro, intervensi politik, maupun pada
perkembangan dan penyebaran teknologi.
3. Akibatnya gerak dan corak hidup masyarakat tidak mungkin dijelaskan hanya sebatas
kepentingan local maupun nasional saja, tetapi harus dijelaskan sesuai dengan
konteks global.

Berdasarkan buku yang saya baca, kasus lingkungan yang terjadi di masyarakat baik
secara literature maupun empirik sebenarnya hampir sama, contohnya kasus pembuagan limbah
ke sungai akibat ketidaksadaran pengusaha pabrik untuk megolah limbahnya, lingkungan tempat
tinggal yang tidak sehat yang menyebabkan berkembangnya penyakit diare.

Anda mungkin juga menyukai