(10)
5. Jelaskan dan Berikan Contoh Pengelolaan Sumber Daya Alam/Lingkungan Berbasis Budaya
Lokal?(20)
6. Peraturan UUD No 23 Tahun 2009, Berisikan Upaya dalam Melestarikan Fungsi Lingkungan yang
a. EkosentrismeOl
b. Antroposentrisme
c. Determinisme Ekologi
d. Ekologi Budaya
e. Sustainable Development
Sosiologi lingkungan Dunlap and Catton dibangun dari beberapa konsep yang saling
berhubungan satu sama lain, yaitu sebagai berikut :
1. Persoalan-persoalan lingkungan dan ketidakmampuan sosiologi konvensional untuk
membicarakan persoalan-persoalan tersebut merupakan cabang dari pandangan dunia
yang gagal menjawab dasar-dasar biofisik struktur sosial dan kehidupan sosial.
2. Masyarakat modern tidak berkelanjutan sebab mereka hidup pada sumber daya yang
sangat terbatas dan penggunaan di atas pelayanan ekosistem jauh lebih cepat
dibanding kemempuan ekosistem memperbaharui dirinya. Dalam tingkatan global
proses ini diperparah dengan dengan pertumbuhan populasi secara cepat.
3. Masyarakat menuju tingkatan yang lebih kurang berhadapan dengan kondisi yang
rentan ekologis.
4. Ilmu lingkungan modern telah mendokumentasikan kepelikan persoalan lingkungan
tersebut dan menimbulkan kebutuhan akan penyesuaian besar-besaran jika krisis
lingkungan ingin dihindari.
5. Pengenalan dimensi-dimensi krisis lingkungan yang menyumbang pada “pergeseran
paradigma” dalam masyarakat secara umum, seperti yang terjadi dalam sosiologi
(penolakan pandangan dunia barat dominan dan penerimaan sebuah paradigma
ekologi baru)
6. Perbaikan dan reformasi lingkungan akan dilahirkan lewat perluasan paradigma
ekologi baru di antara publik, massa, dan akan dipercepat oleh pergeseran paradgima
yang dapat dibandingkan antara ilmuwan sosial dan ilmuwan alam.
“humans are so unique among species that we are exempt from the power of
environmental forces.” - manusia cukup unik di antara spesies-spesies di mana kita terbebas dari
kekuasaan kekuatan lingkungan.
Ilmuwan sosiologi meyakini bahwa manusia memang berbeda dengan makhluk lain, baik
tumbuhan maupun hewan. Jika kedua makhluk tersebut benar-benar hidup mengikuti hukum
alamiah, manusia tidak. Manusia bisa mengontrol dan menciptakan kebudayaan. Riley Dunlap
dan William Catton mengubah pandangan ini dengan mengakui kemampuan lingkungan fisik
mempengaruhi kehidupan manusia.
2 Asumsi tentang Faktor sosial dan budaya Urusan manusia tidak hanya
penyebab sosial termasuk teknologi adalah dipengaruhi oleh faktor sosial
penentu utama urusan dan budaya, tapi juga oleh
manusia hubungan yang komplek antara
penyebab, dampak dan umpan
balik alam
Dalam tahapan hubungan manusia dan lingkungan, ditunjukan bahwa seluruh aspek
budaya, perilaku bahkan “nasib” manusia dipengaruhi, ditentukan dan tunduk pada lingkungan.
Dalam kehidupan berkelompok, Ibnu Khaldun menyatakan bahwa bentuk-bentuk persekutuan
hidup manusia muncul sebagai akibat dari interaksi iklim, geografi dan ekonomi. Ketiga bagian
dari lingkungan itu juga bersifat sangat menentukan corak temperamen manusia (Ibnu Khaldun
dalam Madjid Fakrhy, 2001:126). Sementara itu, Donald L. Hardisty yang mendukung dominasi
lingkungan menyatakan lingkugan fisik memainkan peran dominan sebagai pembentuk
kepribadian, moral, budaya, politik dan agama, pandangan ini muncul tidak lepas dari asumsu
dalam tubuh manusia ada tiga komponen dasar, yakni bumi, air, dan tanah yang merupakan
unsur-unsur penting lingkungan.
Berbeda dengan lingkungan desa, masyarakat kota lebih banyak berinteraksi dengan
lingkungan buata ( ada yang menyebutnya dengan istilah lingkungan binaan). Lingkungan
buatan adalah lingkungan yang sudah tidak alamian karena sudah ada intervensi manusia dalam
menciptakan model atau bentuk lingkungan. Lingkungan kota memiliki hukum-hukum sendiri
yang tidka sama dengan desa dan hukum-hukum tersendiri tersebut bergerak secara independen
yang memiliki kekuatan memaksa individu penghuni kota untuk tunduk. Demikianlah,
lingkungan kota yang serba menantang sangat memengaruhi dalam pembentukan watak, budaya,
bahkan etos yang dimiliki manusia. Maka, tampaklah perbedaan tajam antara etos masyarakat
desa dengan masyarakat kota.
Teori Kemungkinan, penganut teori ini berkeyakinan bahwa lingkungan memiliki sifat
yang relatif. Artinya, pada saat tertentu lingkungan berperan penting dalam menjelaskan
kecocokan dengan budaya tertentu, tetapi pada sisi lain lingkungan tidak cocok dengan budaya
tertentu itu. Dengan kata lain, kondisi lingkungan yang sama tidak menjamin akan munculnya
budaya yang sama juga. Kondisi lingkungan tidak berlaku secara deterministis, ia tidak
mendominasi dan membentuk budaya manusia secara langsung. Melainkan hanya berfungsi
membatasi pengembangan budaya dan teknologi.
Teori Ekologi Budaya, teori ekologi budaya diperkenalkan Julian H. Steward pada
permulaan dasawarsa 1930-an. Inti dari teori ini adalah lingkungan dan budaya tidak bisa dilihat
terpisah, tetapi merupakan hasil campuran (mixed product) yang berproses lewat dialektika.
Dengan kalimat lain, proses ekologi memiliki hukum timbal balik. Budaya dan lingkungan
bukan entitas yang masing-masing berdiri sendiri atau bukan barang jadi yang bersifat statis.
Memang benar bahwa paham antroposentrisme kini banyak hinggap di mental para
birokrat, pengusaha, pendidik, petani, atau pedagang. Akan tetapi, sebagai bagian dari hukum
alam, paham destruktif ini pasti memiliki antithesis. Artinya, antroposentrisme hadir juga dengan
paham-paham tandingan (lawan) yang memiliki visi bertentangan. Jika antroposentrisme
membernarkan perilaku eksploitatif manusia, paham-paham tandingan menjadikan “proyek”
penyelamatan lingkungan sebagai asas-asas dan tujuan-tujuan gerakan. Setidaknya ada tiga
paham yang dikategorikan sebagai para pejuang lingkungan yakni paham biosentrisme,
ekosentrisme, dan ekofeminisme.
Paham Biosentrisme, menyatakan bahwa bukan hanya manusia dan komunitasnya yang
pantas mendapatkan pertimbangan moral, melainkan juga dunia binatang. Akibat pertimbangan
moral hanya ditujukan pada kepentingan manusia saja (seperti dinyatakan antroposentrisme),
hewan-hewan yang langka di sekitar kita gagal dilindungi dan diselamatkan. Oleh karena itu,
biosentrisme mendasarkan perhatian dan perlindungan pada seluruh spesies, baik mamalia,
melata, biota laut, maupun ungags.
Paham Ekonsentrisme (The Deep Ecology) : Memperjuangkan Keseimbangan,
dibanding dengan biosentrisme, ekosentrisme memiliki pandangan lebih luas. Menurut penganut
paham ini sama dengan biosentrisme, perjuangan penyelamatan dan kepedulian terhadap
lingkungan alam tidak hanya mengutamakan penghormatan atas spesies (makhluk hidup saja),
tetapi yang tidak kalah penting pula adalah perhatian setara atas seluruh kehidupan.
George Sessions menyatakan bahwa sebelum teknologi dan bisnis besar mengambil alih,
yang disusul kemudian dengan kualitas pertanian barat menjadi merosot dalam minimum
melebihi pertambangan dari tanah agrikultur, petani-petani (baik dari wilayah barat maupun
timur) telah memiliki empati yang sama atas tanah-tanah mereka. Tanah dan semua yang tumbuh
di atasnya tidak lepas dari bentuk-bentuk pernghormatan. Kemudian mereka memperbaiki tanah-
tanah lewat pemahaman dari dunia dan ilmu pengetahuan alamiah. Mereka berpikir bahwa
berinteraksi dengan alam bukanlah harus berlawanan kepentingan tetapi aktivitas yang saling
mengisi.
Beberapa kalangan menyatakan bahwa sekarang ini kita sedang memasuki sebuah
masyarakat modern, yakni masyarakat yang berproses menuju “kemajuan” yIang ditandai
penggunaan akal yang jelas-jelas berbeda dengan masyarakat sebelumnya. Perbedaan ini
ditandai dengan beberapa karakter yaitu :
Berdasarkan buku yang saya baca, kasus lingkungan yang terjadi di masyarakat baik
secara literature maupun empirik sebenarnya hampir sama, contohnya kasus pembuagan limbah
ke sungai akibat ketidaksadaran pengusaha pabrik untuk megolah limbahnya, lingkungan tempat
tinggal yang tidak sehat yang menyebabkan berkembangnya penyakit diare.