Anda di halaman 1dari 10

Wahana, Volume 1, No.

13, Genap, Tahun Akademik 2016/2017 ISSN 853-5876

KONSEP KEGILAAN DAN KEKUASAAN MICHEL FOUCAULT


DALAM CERPEN “CATATAN HARIAN ORANG GILA”
KARYA LU XUN

Langgeng Prima Anggradinata

Abstrak
Karya sastra Tiongkok tidak dapat dilepaskan dari realitas masyarakatnya pada suatu zaman.
Oleh sebab itu, karya sastra selalu menjadi cermin mentalitas, peristiwa, dan kehidupan masyarakat
Tiongkok. Lu Xun, sebagai sastrawan yang berkarya pada masa transisi dari pemerintahan
Dinasti Qing ke pemerintahan republik, merekam dengan baik kondisi masyarakat pada zaman
itu melalui karya sastra. Melalui cerpen “Catatan Harian Orang Gila”, Lu Xun mengajukan
ketidakpuasannya dengan kondisi masyarakat Tiongkok pada masa itu yang masih memegang
teguh pada Konfusianisme, tradisionalisme, dan feodalisme. Dalam cerpen tersebut, tokoh Aku
(orang gila) muncul sebagai tokoh yang tidak sejalan dengan zaman (epistemé ), —oleh sebab
itu ia dianggap gila. Kegilaan itu tentu saja lahir atas penilaian sosial dan ilmu pengetahuan
(psikologi) untuk mengukuhkan kekuasaan (dominasi). Pendekatan Michel Foucault mengenai
kekuasaan dan kegilaan digunakan untuk mendapatkan makna yang dalam pada cerpen ini.
Unsur interinsik (terutama tokoh dan penokohan) menjadi pintu masuk untuk melihat hubungan
kegilaan, epistemé , ilmu pengetahuan, dan kekuasaan dalam cerpen. Hubungan-hubungan itu
membentuk suatu makna dalam cerpen ini, yaitu penguasaan terhadap subjek (tokoh Aku).

Kata kunci: Lu Xun, kegilaan, kekuasaan, Foucault

Pendahuluan “Kesusastraan Kontemporer Cina: Kontempo-


Seperti yang telah seringkali disebut, bah- reritas dan Kebijakan Pemerintah” (2006) men-
wa sastra tidak lahir dari kekosongan budaya. Ia catat bahwa karya sastra dan realitas (kebijakan
lahir dari dinamika budaya yang terjadi di mas- pemerintah atau kondisi sosial-politik) saling
yarakat. Atas dasar itu dapat dikatakan bahwa berhubungan. Misalnya pada sastra masa re-
karya sastra merupakan representasi dari kondi- publik (setelah jatuhnya kedinastian pada 1911)
si realitas sosial. Ia senantiasa hadir di tengah terjadi perubahan tren sastra. Pada masa itu,
masyarakat dan menjadi cermin dari masyarakat sejumlah kaum intelektual berupaya mening-
itu sendiri. Karya sastra mampu menggambar- galkan nilai-nilai lama yang masih berpegang
kan zaman tempat ia lahir dan mampu merekam teguh pada feodalisme dan Konfusianisme.
apa yang telah terjadi. Mereka mengusulkan kesusastraan bentuk
Sastra Tiongkok menjadi contoh yang nya- baru yang beride anti-feodalisme. Para tokoh
ta yang menyangkut relasi antara sastra dengan intelektual tersebut yang mulai mengusulkan
realitas tidak dapat dipisahkan, terutama seja- buah pikirannya tersebut pada 1917 ialah Chen
rah. Seperti yang telah diketahui, dalam sastra Duxui, Hu Shi, Lu Xun, Li Dazao.
Tiongkok, sejarah tidak dapat dipisahkan dari Lu Xun (1881-1936) merupakan salah satu
sastra. Kebanyakan sejarah Tiongkok disam- pengarang yang senantiasa menjadikan reali-
paikan dalam bentuk cerita; di lain pihak, cerita tas sebagai sumber penciptaan karya-karyanya.
(prosa/karya sastra) tidak lepas dari unsur se- Sulit bagi pembaca melepaskan realitas mas-
jarah. Dari sinilah, sekurang-kurangnya pemb- yarakat Tiongkok dalam karya-karya Lu Xun.
aca dapat melihat bagaimana sejarah, semangat Karya-karya Lu Xun akan lebih berarti bilama-
zaman, dan atau epistemé masyarakat Tiong- na dikaitkan dengan sejarah, semangat zaman,
kok pada suatu masa terlihat dalam karya sastra. dan atau epistemé masyarakat Tiongkok.
Wuryandari dalam artikelnya yang berjudul Seperti yang telah diketahui, Lu Xun diang-

4
Wahana, Volume 1, No. 13, Genap, Tahun Akademik 2016/2017 ISSN 853-5876

gap salah satu penulis yang paling menonjol dan dari sistem feodal ke sistem republik. Masa
berpengaruh Tiongkok modern. Pikiran-pikiran- inilah yang menjadi inspirasi Lu Xun.
nya mengarah pada kritik terhadap budaya kuno Pada masa peralihan ini, ia melihat bahwa
yang dianut masyarakat Tiongkok. Pikirannya masyarakat Tiongkok perlu berubah dari segi
itu lahir dari pendidikan yang didapatkannya. mentalitasnya. Kongfusianisme yang telah be-
Seperti yang telah diketahui, ia pernah belajar rakar dalam kehidupan masyarakat Tiongkok
di Jiangnan Naval Academy, Sekolah Kereta Api harus diubah, kebodohan masyarakat Tiongkok
dan mineral di Nanjing, dan Medical College di harus dihapuskan, dan Tiongkok harus dibebas-
Sendai, Jepang. Dari pendidikan inilah ia berke- kan dari penjajahan. Menurut Lu Xun, hal yang
nalan dengan gerakan sosial yang bertujuan untuk utama untuk melakukan perubahan itu ialah be-
mereformasi dan membentuk kembali masyarakat rakar dari mental. Oleh sebab itu, karya-karya
Tiongkok. Dalam perkembangannya, ia meng- Lu Xun notabene tidak jauh dari itu, misalnya
gagas pencerdasan masyarakat melalui sastra. cerita pendeknya yang berjudul “Obat”, “Kong
Baginya, sastra diperlukan untuk membangkit- Yiji”, dan “Catatan Harian Orang Gila”.
kan kesadaran dan membangun tindakan di an- Dalam cerpen “Obat”, terlihat bagaimana
tara mereka yang tertindas. pengetahuan tradisional masih dianut oleh mas-
Pada tahun 1908, ia bergabung dengan Par- yarakat. Cerpen ini juga memperlihatkan penge-
tai Revolusioner anti-Qing, Guang Fu Hui, dan ia tahuan tradisional (yang irasional) mengenai obat
tetap terlibat dengan kelompok ini sampai Revo- yang tidak menjadi jalan keluar bagi kesembuhan.
lusi 1911 yang menandai kejatuhan Dinasti Qing. Kesembuhan di sini tentu saja menjadi luas mak-
Namun, Lu Xun kecewa dengan hasil revolusi, nanya, bisa jadi kesembuhan fisik (denotasi) mau-
karena meskipun dinasti Qing telah runtuh, rakyat pun kesembuhan mental masyarakat Tiongkok
Tiongkok masih mendekam di tengah-tengah jika dimaknai secara konotatif. Sementara dalam
intervensi imperialis dan kondisi semikolonial “Kong Yiji”, Lu Xun mencoba untuk mengkritik
yang menindas, juga mentalitas feodalisme pemikiran Kongfusianisme yang banyak dianut
yang masih tersisa di benak masyarakatnya. oleh masyarakat Tiongkok selama berabad-abad.
Ia mulai belajar Marxisme-Leninisme pada Lu Xun melakukannya secara simbolik melalui
tahun 1928 dan tak lama kemudian, ia mener- tokoh Kong Yiji. Bagaimana dengan “Catatan Ha-
jemahkan teori sastra Marxis. Meskipun ia ti- rian Orang Gila”?2
dak pernah bergabung dengan partai komunis, Tulisan ini akan mengunakan perspektif
secara luas ia dianggap sebagai Marxis. Ia juga pemikiran Michel Foucault mengenai kegilaan
bekerja sama dengan partai komunis dalam (madness) dan kuasa (power). Tulisan ini (1)
banyak kampanye antiimperialis dan antifasis. akan menggali konsep kegilaan dan epistemé
Sementara ia menderita TBC, ia terus menulis dalam cerpen melalui unsur interinsiknya (teru-
dengan penuh semangat tentang agresi Jepang tama tokoh dan penokohan), serta mengaitkan-
sampai akhirnya ia meninggal pada tahun 1936.1 nya dengan sejarah Tiongkok. Selanjutnya, (2)
Dari biografi singkat mengenai Lu Xun di tulisan ini akan menggali konsep kekuasaan yang
atas, terlihat bagaimana ideologi pengarang terdapat pada cerpen ini. Konsep kekuasaan terse-
memengaruhi karyanya. Pemikiran progre- but meliputi periodisasi kekuasaan tradisional dan
sif yang dimiliki Lu Xun tercermin dalam modern, sistem disiplin (kekuasaan makro), dan
karya-karyanya. Dalam paparan singkat men- relasi kuasa antara dokter/ilmu kedokteran (tokoh
genai Lu Xun di atas, diketahui bahwa Lu Xun dokter) dan pasien/subjek (tokoh Aku/orang
hidup pada zaman peralihan dari pemerintahan gila). Melalui perpektif ini akan diperoleh mak-
Dinasti Qing ke Republik Rakyat Tiongkok; na tertentu dari cerpen ini.

1 Disarikan dari https://www.marxists.org/archive/lu-xun/biography.htm (diakses pada tanggal 25 Mei 2014).


2 Cerpen ini diambil dari buku Lu Xun: Catatan Harian Orang Gila dan Cerita Pendek Lainnya (1992) yang
dieditori/diterjemahkan oleh Nur Rachmi dan Rasti Suryandani.

5
Wahana, Volume 1, No. 13, Genap, Tahun Akademik 2016/2017 ISSN 853-5876

Landasan Teori memperlihatkan bahwa kekuasaan tidak lagi


mengenai kekuasaan dan negara, melainkan
Konsep Kekuasaan mengenai kekuasaan dan subjek. Jika begitu,
Sebelum berbicara jauh mengenai cerpen hal ini berarti kekuasaan memiliki hubungan
“Catatan Harian Orang Gila” karya Lu Xun, yang banyak. Hubungan-hubungan itu dapat
sebaiknya terlebih dahulu menjabarkan menge- mencangkup dalam proses ekonomi, penye-
nai konsep kekuasaan dan kegilaan dalam per- baran ilmu pengetahuan, hingga hubungan sek-
spektif Michel Foucault. Hal ini berguna untuk sual. Kekuasaan terbentuk dari pemisahan, keti-
memberi dasar, batasan, atau bingkai dalam ka- daksamaan, ketidakseimbangan (diskriminasi).
jian ini dan untuk menerangkan konsep kekua- Artinya, kekuasaan terjadi dalam situasi tempat
saan dan kegilaan itu sendiri. adanya suatu perbedaan, misalnya, di kantor
Dalam pengertian Foucault, kekuasaan (antara bos dan karyawan), dalam keluarga (an-
memiliki arti yang khas. Ia berpendapat bahwa tara suami dan istri, orang tua dan anak, atau
kekuasaan yang ia maksud bukanlah kekuasaan antara pasien dan dokter). Tentu saja, perbedaan
yang diinstitusikan, “bukan himpunan lemba- ini membentuk pertentangan, perlawanan, atau
ga dan perangkat yang menjamin kepatuhan friksi-friksi.
warga negara dalam suatu negara tertentu. Ia Menurut Foucault, kekuasaan merupakan
berpendapat, kekuasaan di sini dapat diartikan sistem disiplin, “dan ia dapat dijamin oleh in-
sebagai “suatu sistem dominasi global yang stitusi-institusi yang terspesialisasi (penjara
dilakukan oleh suatu unsur atau kelompok atas atau rumah koreksi abad XIX) atau oleh in-
yang lain, dan yang karena disalurkan secara stitusi dengan tujuan tertentu (sekolah, rumah
berturut-turut, dampaknya melanda masyarakat sakit) (Haryatmoko, 2013). Pada tataran mikro,
seutuhnya” (2008: 120). kekuasaan bekerja dan tersebar melalui keluar-
Dalam hal ini, Foucault melihat bahwa ga, sekolah, rumah sakit, penjara, pabrik, dll.
kekuasaan pada masa modern ini, tidak la- Pada tahap ini kekuasaan terinstitusionalisasi.
hir dari rahim institusi, negara, atau lembaga. Dapat dilihat bahwa kekuasaan memiliki
Kekuasaan dalam periode modern menjadi le- dua dimensi, pertama dimensi makro dan di-
bih abstrak, global, transnasional sistemik yang mensi mikro. Pada dimensi makro kekuasaan
(bisa jadi) diampu oleh “suatu unsur” atau tidak terinstitusi, menyebar, dll. dalam bentuk
“kelompok atas yang lain”. Hal ini berbeda de- sistem disiplin. Pada dimensi mikro atau prak-
ngan kekuasaan pada masa tradisional di mana sis, kekuasaan dijamin oleh lembaga, institusi,
kekuasaan dipegang oleh seorang raja. kelompok, yang juga bertindak sebagai “polisi”
Bartky (1990: 40) menjelaskan pemikiran untuk menjamin kepatuhan.
Foucault tentang hal ini. Dalam konstalasi Hubungan kekuasaan dengan subjek ini
kekuasaan tradisional, ketika terjadi pelangga- memperlihatkan putusnya epistemologis, ketika
ran hukum, maka pelanggaran tersebut diang- manusia sebagai subjek secara bersama-sama
gap sebagai penghinaan terhadap raja. Huku- juga menjadi objek dari ilmu pengetahuan. Ma-
man bersifat langsung. Kekuasaan pada periode nusia mempelajari manusia untuk menemukan
tradisional merupakan sistem kekuasaan se- definisi atau hukum-hukum tentang manusia
arah; atas-bawah, raja-rakyat. Pada masa mo- yang kemudian menjadi sistem disiplin. Hal ini
dern, kekuasaan berwujud sebagai modus baru menjadikan “setiap kekuasaan mempunyai pe-
sistem kontrol yang membuat individu merasa ngetahuannya sendiri” (Foucault dalam Hary-
diamati, padahal itu adalah sistem kontrol yang atmoko, 2013).
bekerja dalam dirinya dan untuk dirinya sendiri. Ilmu pengetahuan dan wacana menjamin
Ia berada dan merasuk dalam alam bawah sadar. terproduksinya kekuasaan. Pada tahap atau
Kekuasaan tidak bersumber pada satu ti- periode ini, kekuasaan lebih dipandang sebagai
tik; ia datang dari mana pun. Menurut Foucault, sesuatu yang ilmiah. Pengetahuan memproduk-
kekuasaan adalah nama yang diberikan kepada si nilai kebenaran, kemudian nilai kebenaran itu
suatu situasi strategis yang rumit dalam mas- membentuk individu. Alih-alih ilmiah dengan
yarakat (2008: 121-122). Gambaran di atas klaim objektif, ilmu pengetahuan mendorong

6
Wahana, Volume 1, No. 13, Genap, Tahun Akademik 2016/2017 ISSN 853-5876

terciptanya kekuasaan. Sebagai contoh misal- dianggap sebagai nilai kebinatangan yang ha-
nya dalam ilmu psikologi; bagaimana psikologi nya dapat dikendalikan dengan pendisiplinan.
mendefinisikan orang normal dan orang gila, Pada perkembangannya, rumah koreksi diha-
pada gilirannya paramedis merasa perlu un- puskan dan digantikan rumah sakit jiwa bagi
tuk menguasai orang gila tersebut untuk mem- orang-orang gila. Dalam rumah sakit jiwa,
buatnya normal. Namun kemudian timbul per- orang gila diberi pendisiplinan itu. Dalam ru-
tanyaan “apa yang dimaksud dengan gila atau mah sakit jiwa—yang digagas dan dibangun
kegilaan?”. Foucault memberi perhatian dalam Samuel Tuke, kerja ditanamkan sebagai nilai-
masalah ini. nilai moral, kepatuhan pada keteraturan. Pasien
dibuat patuh pada akhirnya diarahkan untuk
Konsep Kegilaan bekerja. Jika pada abad ke-17 dan ke-18 kegi-
Foucault secara khusus melihat fenomena laan disebut sebagai persoalan sosial, abad ke-
kegilaan (kemiskinan dan pengangguran) pada 19 kegilaan disebut gangguan sosial.
abad ke-17 (1967: 46). Ia menganggap masalah Rumah sakit menjadi pengadilan di mana
itu menjadi masalah sosial pada abad ke-17. orang dituduh dan dihukum. Rumah sakit men-
Kegilaan dalam abad ini sebenarnya menjadi jadi instrumen hukum kesadaran modern. Ke-
objek dari kekosongan budaya. Maksudnya, se- gilaan merupakan kecacatan moral, atau suatu
belum kegilaan muncul sebagai suatu masalah, perilaku yang bertentangan dengan moral pada
wabah lepra lebih dulu (pada abad pertenga- umumnya. Hal ini berarti kegilaan ialah hasil dari
han) menimbulkan keresahan bagi masyarakat pendefinisian sosial dan ilmiah, pendefinisian pi-
Eropa. Setelah lepra hilang, kegilaan menja- hak yang dominan. Pihak yang dominan tersebut
di pengisi nilai-nilai moral masyarakat yang merasa memiliki hak untuk menghukum atau
kosong. Maksdunya, dalam masyarakat, harus menormalisasi (menguasai) orang gila.
ada nilai atau batas antara sehat dan berpenya- Hal yang pokok dari kegilaan ini ialah
kit, ada batasan normal dan gila. Manusia yang bagaimana kegilaan dikonstruksi oleh pikiran
dianggap gila ialah manusia yang tidak memili- masyarakat yang berlaku pada suatu zaman
ki nilai-nilai moral itu. (epistemé ) dan ilmu pengetahuan. Seseorang
Foucault memperlihatkan perkemba- dikatakan gila sekurang-kurangnya karena ia
ngan kegilaan dari masa Renaisans. Pada masa bertentangan dengan nilai moral masyarakat
itu, orang gila bebas berkeliaran, namun pada pada suatu zaman. Misalnya, Galileo Galilei
gilirannya mereka pun diatasi dengan cara dianggap gila karena menentang teori geosen-
memasukan mereka ke dalam kapal laut dan tris yang diyakini kalangan gereja dan banyak
dibiarkan terombang-ambing, kemudian pada orang; atau Nabi Muhammad SAW yang diang-
perkembangannya, kapal yang mengangkut gap gila oleh orang-orang pada zaman Jahiliyah
orang gila tersebut digantikan oleh rumah ko- karena ajarannya bertentangan dengan epis-
reksi. Menurut Foucault (1967: 48), pada abad temé, pemikiran, dan ilmu pengetahuan pada
ke-17 kepekaan sosial mulai terbentuk. Harus zaman itu. Melalui dua konsep kekuasaan dan
ada tindakan untuk mengatasi persoalan sosial, kegilaan itulah cerpen “Catatan Harian Orang
seperti kemiskinan, pengangguran, dan kegi- Gila” karya Lu Xun akan dikaji.
laan. Untuk mengatasi hal itu, dibangunlah “ru-
mah koreksi” yang berisi pengangguran, orang Analisis Cerpen “Catatan Harian Orang
malas, orang sakit, geladangan, orang gila, dll. Gila” Karya Lu Xun
Pada tahap ini, masalah sarana menjadi berubah; Cerpen ini tampaknya tidak konvensional
kapal ialah tempat pemberangkatan, sementara jika dilihat dari segi bentuknya. Hal tersebut
rumah koreksi menjadi tempat pengurungan. terlihat dari teknik penceritaan cerpen ini sendi-
Kegilaan muncul di mana-mana pada ri. Cerpen ini menggunakan cerita berbingkai,
masa Renaisans, rumah koreksilah yang yaitu cerita yang terdapat dalam cerita (cerita
menyembunyikannya. Kegilaan menjadi nilai dalam cerita). Cerita yang terdapat di dalam
yang perlu dihindari oleh masyarakat pada cerita itulah yang menjadi pokok cerita dalam
zaman itu. Kegilaan pada abad ke-17 dan ke-18 cerpen ini. Namun, bukan berarti cerita yang

7
Wahana, Volume 1, No. 13, Genap, Tahun Akademik 2016/2017 ISSN 853-5876

membingkainya tidak memiliki arti, malahan pada cerita ini, bagaimana tokoh Aku memili-
sangat besar artinya. ki pertentangan dengan tokoh lainnya dari segi
Mula-mula cerpen ini bercerita mengenai pemikiran.
seorang dokter yang diundang oleh kawan la- Sementara itu, latar waktu dalam cerpen ini
manya. Kawan lamanya mengharapkan bantuan tidak nampak jelas; tahun berapakah cerpen ini
dokter tersebut untuk memeriksa adiknya yang berlatar? Namun, setidaknya titimangsa dalam
sakit jiwa. Ternyata, adiknya (tokoh orang gila) cerpen ini dapat menjadi keterangan. Pada titi-
menulis sebuah buku catatan harian. Catatan mangsa tertulis April 1918, di mana pada tahun
harian itulah yang diceritakan kembali dalam tersebut masih merupakan periode transisi dari
cerpen ini dan menjadi cerita utamanya. pemerintahan dinasti ke pemerintahan republik.
Catatan harian tokoh orang gila (yang
kemudian disebut tokoh Aku) berisi frag- Representasi Epistemé Masyarakat Tiongkok
men-fragmen dari I hingga XIII. Fragmen-frag- dan Kegilaan dalam Cerpen “Catatan Harian
men itu ialah tanggapan tokoh Aku mengenai Orang Gila” Karya Lu Xun
orang-orang di sekitarnya. Dalam catatanya, ia Seperti yang telah disebutkan di bagian
menulis bahwa orang-orang sentimen dan sinis sebelumnya bahwa tokoh Aku dalam cerpen
terhadapnya. Ia mengira bahwa orang-orang ini memberi tanggapan terhadap orang-orang
di sekitarnya adalah pembunuh, termasuk ka- di sekitarnya, bahwa tokoh Aku memiliki per-
kaknya. Ia menjustifikasi bahwa orang-orang bedaan pandangan dengan orang-orang di seki-
di sekitarnya adalah kanibal dan tokoh Aku tarnya. Hal ini berarti nilai yang terkandung da-
ini menduga bahwa ia akan dimakan pula oleh lam pikiran orang-orang di sekitarnya ialah suatu
orang-orang itu. Pikiran-pikiran itulah yang pemikiran zaman, semangat zaman, atau lebih
menjadi alasan mengapa tokoh Aku dianggap tepatnya epistemé. Posisi tokoh Aku ialah orang
gila, tidak lain karena ia memiliki kebiasaan yang berada di luar dari epistemé itu sehing-
dan cara berpikir yang berbeda dengan orang- ga ia dianggap aneh, tidak normal, “gila” oleh
orang di sekitarnya. tokoh orang-orang (Kakak, dokter, Tuan Zhou
Pada akhirnya, tokoh Aku sembuh dari ke- dan anjingnya, orang-orang, anak-anak, dll.).
gilaannya. Hal ini dijelaskan pada cerpen, pada Bagian pertama pada catatan hariannya,
bagian awal cerita sebelum masuk pada ce- tokoh Aku menceritakan bahwa ia mendapat
rita mengenai catatan harian tokoh Aku (orang pencerahan setelah terkurung selama tiga pu-
gila). Pada bagian tersebut tertulis, “judulnya luh tahun dalam kegelapan. Pada bagian itu
dipilih oleh penulis sendiri setelah sembuh dan disebutkan, “aku mulai sadar bahwa selama 30
aku (penulis: tokoh dokter) tidak mengubah- tahun aku berada dalam kegelapan, tetapi kini
nya”. Bagian ini menjadi sangat penting bagi aku harus sangat berhati-hati”. Kutipan tersebut
analisis berikutnya; bagaimana akhirnya tokoh mengindikasikan bahwa pada saat itulah pikiran
Aku (orang gila) mampu dikuasai, didisiplin- tokoh Aku “terbuka” atau “tercerahkan”. Itu-
kan, sehingga ia kembali (“sembuh”) ke epis- lah mulanya tokoh Aku memiliki perbedaan
temé masyarakat pada zaman itu. pemikiran dengan tokoh orang-orang—yang
Dalam cerpen ini cukup banyak tokoh yang mungkin masih berada “dalam kegelapan 30 ta-
muncul. Tokoh-tokoh tersebut ialah Aku (dok- hun”. Pada bagian ini, ia juga menyadari bahwa
ter), Aku (orang gila), Kakak, Tuan Zhao dan ia memiliki pikiran yang berbeda dengan orang-
anjingnya, Chen Tua, Orang-orang, Penjahat, orang, oleh sebab itu, tokoh Aku menyebutkan
dan tokoh-tokoh yang tidak hadir secara fisik bahwa dirinya harus berhati-hati. Beberapa ba-
dalam cerita. Dari sekian tokoh tersebut, yang gian dalam catatan harian-tokoh Aku menun-
menjadi tokoh utama dalam cerpen ini ialah jukkan bahwa ia dikucilkan dari masyarakat.
tokoh Aku (orang gila) karena tokoh ini yang Tokoh Aku menyampaikan pandangannya bah-
kemudian terkait dengan alur dan membawa wa orang-orang telah bergunjing di belakang-
cerita hingga akhir. Tokoh Aku menjadi tokoh nya, menatap penuh curiga, menyeringai.
protagonis, sementara tokoh lainnya cenderung Pada bagian kedua dalam catatan harian,
menjadi antagonis. Oposisi biner sangat jelas tokoh Aku menceritakan bahwa hal yang mem-

8
Wahana, Volume 1, No. 13, Genap, Tahun Akademik 2016/2017 ISSN 853-5876

buatnya dikucilkan oleh orang-orang mungkin pada hierarki pemerintahan di mana raja dan
karena 20 tahun yang lalu ia pernah menginjak rakyat merupakan rangkaian keluarga. Negara
kitab milik Tuan Gu Jui. Berdasarkan catatan sama halnya dengan keluarga, dipimpin oleh
kaki cerpen, Gu Jui merujuk pada kata “masa kaum bangsawan; raja dan rakyat selayaknya
lalu”; yang dimaksud Lu Xun dengan masa lalu hubungan bapak dan anak.
ialah masa feodalisme yang terjadi di Tiong- Dari sana (hubungan keluarga), dapat di-
kok yang terus dilanggengkan oleh kekuasaan lihat bagaimana feodalisme ditransformasikan
dinasti. Dari sana terlihat bagaimana gambaran melalui pendidikan keluarga (dari bapak ke
karakter tokoh Aku bahwa ia menjadi sosok anak) yang telah diatur oleh ajaran Kung Fu-
yang radikal menentang feodalisme. tze. Pada bagian ini sudah terlihat cukup jelas
Selain kekuasaan dinasti, pendidikan keluarga bagaimana epistemé masyarakat pada cerpen
menjadi hal yang melanggengkan feodalisme. ini dan pada realitasnya (masyarakat Tiongkok)
Keluarga, bagi masyarakat Tiongkok berkeya- di masa transisi, yaitu masyarakat yang menga-
kinan Konfusianisme, menjadi sarana pendidikan. nut nilai-nilai feodalisme dan Konfusianisme.
Konfusianisme menerangkan perihal fungsi ma- Pane (1953:13) mencatat bahwa ajaran
sing-masing anggota keluarga. Dari sana, berba- Kung Fu-tze membuat Tiongkok stabil dan ter-
gai macam pendidikan ditransformasikan. tib karena semua rakyat berpegang pada satu
Konfusianisme juga berkaitan erat dengan paham. Konfusianisme menjadi patokan hidup
feodalisme. Pane (1953: 7-8) menerangkan bah- rakyat Tiongkok. Ajaran ini pula dilanggengkan
wa sebelum Konfusianisme atau ajaran Kung Fu- oleh kekuasaan yang mengajarkan nilai-nilai
tze lahir, feodalisme telah ada pada masayarakat Konfusianisme kepada rakyatnya sebagai pe-
Tiongkok tepatnya pada masa pemerintahan Di- doman hidup dan pemantapan kekuasaan feo-
nasti Chou (1000-250 S.M.). Ajaran-ajaran Kung dal. Dinasti Tang (tahun 618-906) menjadikan
Fu-tze tidak lain ialah pengembangan dari keper- ajaran Kung Fu-tze sebagai moral resmi.
cayaan yang telah ada yang kemudian disebarkan Bagian ketiga dari catatan harian, tokoh
kepada murid-muridnya. Pada gilirannya, ajaran Aku menceritakan bagaimana seorang penjahat
itu memengaruhi semangat orang Tiongkok, ke- disiksa hingga mati. Jantung dan hati penjahat itu
hidupan kekeluargaan dan sosialnya. Dapat dika- dimakan untuk meningkatkan keberanian mas-
takan pula bahwa selama Kongfusianisme masih yarakat Desa Anak Serigala. Dalam catatan kaki,
diyakini masyarakat Tiongkok, maka selama itu yang dimaksud penjahat tersebut merujuk pada
pula feodalisme masih ada. Pane menulis: tokoh pembangkang yang hidup diakhir Dinasti
Kung Fu-tze sendiri dengan tegas menga- Qing (1644-1911). Ia dihukum mati pada tahun
takan ajaran-ajarannya ditujukan kepada kaum 1907 karena telah membunuh seorang pegawai
bangsawan, karena itu juga dia tidak mem- Qing. Menurut catatan kaki cerpen ini, jantung
bantah sendi-sendi feodalisme yang berlaku dan hati orang tersebut dimakan.
di zamannya itu, tetapi dia memajukan per- Dinasti Qing adalah dinasti terakhir sebe-
baikan-perbaikan (Pane, 1953: 9). lum Tiongkok berubah menjadi republik. Ten-
Pada bagian kedua, dijelaskan bahwa tu saja sistem feodalisme bekerja pada masa
orang-orang yang membencinya atau sentimen ini. Kisah pada bagian ini memperlihatkan
kepadanya bukan hanya orang dewasa, tetapi bagaimana seorang yang berbeda cara berpikir
juga anak-anak. Menurut tokoh Aku, pendi- (pembangkang seperti tokoh Aku), mendapat
dikan keluarga menjadi penyebab hal itu terjadi. hukuman dari raja. Seperti yang telah disebut-
Dari sini semakin jelas bahwa Konfusianisme kan dalam landasan teoretis, menurut Foucault,
berperan dalam melanggengkan feodalisme. dalam konstalasi kekuasaan tradisional relasi
Menurut Pane (1953: 9), ajaran Kung Fu- kuasa antara rakyat dan raja bersifat langsung.
tze mengatur hubungan keluarga sesuai dengan Artinya, ketidaktaatan pada peraturan ada-
cara patriakat. Bapak memiliki kuasa atas anak, lah penghinaan bagi raja. Hukuman bersifat
dan anak harus tunduk pada bapak dalam segala langsung pada tubuh si pelanggar.
hal. Begitu pula dengan pihak istri yang tidak Pada bagian ini, tokoh Aku menceritakan
memiliki kuasa atas bapak. Hal ini berlanjut bahwa dirinya banyak membaca buku sejarah.

9
Wahana, Volume 1, No. 13, Genap, Tahun Akademik 2016/2017 ISSN 853-5876

Ia menemukan kata “kebajikan dan kesusilaan”. sesuai lagi dengan zaman. Oleh sebab itu, hal
Kedua kata itu sebenarnya diajarkan oleh pa- tersebut harus segera ditinggalkan dan salah
ham Konfusianisme. Ia juga menemukan kata satu caranya ialah dengan menyelamatkan ge-
“makan manusia” dalam buku-buku sejarah nerasi muda: “Mungkinkah masih ada anak-
yang ia baca. Hal ini sangat bertolak belakang anak yang belum pernah makan manusia? Se-
sekali dengan kata sebelumnya, yaitu “kebaji- lamatkan anak-anak itu...”.
kan dan kesusilaan”. Tokoh Aku sebenarnya mewakili golongan
Tokoh Aku dalam hampir seluruh bagian revolusioner Tiongkok yang menyuarakan kri-
catatan hariannya, selalu mengulang dan mengu- tiknya terhadap feodalisme dan ajaran Konfu-
las mengenai kanibalisme; bagaimana kanibalisme sianisme. Pane (1953: 17) mencatat beberapa
itu dilakukan sebagai hukuman, dan bagaima- tokoh yang menentang feodalisme dan ajarang
na kanibalisme itu dilakukan untuk pengobatan Kung Fu-tze, misalnya Kang Wu-wei (1858-
tradisional. Kanibalisme ini lahir dari epistemé 1927) dan Sun Yat-sen (1866-1825).
dan ilmu pengetahuan yang berkembang pada Kang Yu-wei mencoba mengubah penga-
masa tertentu. Pada masa kanibalisme itu ada ruh Kung Fu-tze dengan cara memberi tafsi-
di Tiongkok, kanibalisme mungkin saja men- ran terhadap pandangan perkembangan sejarah
jadi semacam ilmu pengetahuan pengobatan menurut Kung Fu-tze. Kung Fu-tze memandang
tradisional. Pada bagian catatan harian tokoh bahwa perkembangan sejarah (evolusi) ke da-
Aku berungkali disebut mengenai pengobatan lam tiga tingkatan, yaitu kekacauan, negara yang
TBC yang menggunakan darah manusia atau makmur, dan masyarakat besar. Kang Yu-wei
pengobatan dengan merebus daging manusia. memberi tafsir atas ini, yaitu pada tingkat perta-
Demikian, cerpen ini menunjukkan bahwa ilmu ma (kekacauan) adalah kondisi di mana adanya
pengetahuan menentukan tingkah laku manusia nasionalisme, kapitalisme, dan individualisme.
dan juga memproduksi kekuasaan. Jika ilmu Pada tingkat kedua (negara yang makmur), tiga
pengetahuan farmasi mengatakan bahwa da- “isme” itu masih ada tetapi dibawah pengaruh
ging manusia adalah obat, ilmu pengetahuan itu internasionalisme dan sosialisme. Pada tingkat
menjadi legitimasi kanibalisme, legitimasi pe- ketiga (masyarakat besar), adalah kondisi keti-
nguasaan atas tubuh manusia. ka kesatuan dan keselarasan tercipta di dalam
Bagi tokoh Aku, feodalisme, Konfusianisme, masyarakat dan pemerintahan. Dari tafsir yang
dan kanibalisme sama sekali tidak masuk akal. dibangunnya Kang Yu-wei ingin mengarahkan
Berulangkali ia menyatakan hal tersebut, men- masyarakat Tiongkok pada perubahan sesuai
yampaikan keberatannya dan kengeriannya atas dengan tafsir atas ajaran Kung Fu-tze (Pane,
epistemé itu. Pada bagian tertentu, bahkan tokoh 1953: 16-17).
Aku melakukan kritik atas kanibalisme itu. Sun Yat-sen, yang kemudian menjadi bapak
[...]mungkin manusia primitif mula-mu- republik Tiongkok, berpendapat bahwa “yang
la memakan sedikit daging sesamanya. Dan membuat negara-negara Barat kuat ialah nasi-
kemudian, karena cara berpikir mereka beru- onalisme, sedangkan Tiongkok lemah lantaran
bah, maka beberapa dari mereka tidak memakan ajaran Kung Fu-tze yang sudah kolot”. Salah
manusia lagi dan karena mereka ingin menjadi satunya atas dasar itulah Sun Yat-sen berjuang
baik, mereka berubah menjadi manusia sejati untuk revolusi Tiongkok dengan meruntuhkan
[...] (Lu Xun, 1918). Dinasti Qing (Pane, 1953: 17).
Kutipan di atas memperlihatkan penilaian Cerpen ini mencoba menyerap spirit min-
tokoh Aku terhadap perilaku kanibalisme se- imal kedua tokoh itu atau orang-orang yang
bagai perilaku primitif. Kesejatian manusia, percaya pada perubahan. Penyerapan spirit
bagi tokoh Aku, ialah manusia yang tidak me- itu diejawantahkan dalam tokoh Aku. Maka,
makan manusia. dibentuklah karakter tokoh Aku beserta opinin-
Bagi tokoh Aku, epistemé dan atau ya mengenai epistemé pada masa transisi (feo-
perilaku kanibalisme, feodalisme, dan ajaran dalisme dan Konfusianisme).
Konfusianisme telah terlalu lama hidup di mas- Dari uraian di atas, ditemukan kesamaan epis-
yarakat (Tiongkok). Baginya, itu sudah tidak temé dalam realitas (pada masa transisi) dan epis-

10
Wahana, Volume 1, No. 13, Genap, Tahun Akademik 2016/2017 ISSN 853-5876

temé dalam cerpen “Catatan Harian Orang Gila”. dinasti masih terbawa hingga periode ini.
Artinya, ada usaha cerpen untuk merepresenta- Apabila melihat melalui cara pandang Fou-
sikan kondisi sosial masyarakat Tiongkok dalam cault, akan ditemukan makna yang signifikan
cerita. Melalui sarana sastra (tokoh) epistemé itu yang ingin disampaikan cerpen ini. Nampak-
coba dimasukan dalam cerita. nya perlu dipaparkan lagi bagaimana konsep
Sekali lagi, dengan berlakunya epistemé itu, kekuasaan tradisional dan modern. Bagi Fou-
maka tokoh Aku yang berlainan prinsip dan keya- cault, relasi kuasa dalam konstalasi kekuasaan
kinan disebut gila. Apakah kegilaan ini didefi- tradisional masih bersifat hierarkis, atas-bawah,
nisikan oleh sosial ataukah oleh ilmu pengetahuan raja-rakyat. Alhasil, pelanggaran peraturan
(psikologi), menurut Foucault sama saja. Tokoh menjadi suatu bentuk penghinaan terhadap raja.
orang-orang (Kakak, Tuan Zhou dan anjingnya, Hukuman bersifat langsung mengenai tubuh
anak-anak, dll.) sebagai yang memiliki epistemé, pelanggar, dengan hukuman cambuk, gantung
mereka mendefinisikan kegilaan dari segi so- atau yang lainnya. Sementara itu, dalam konsta-
sial dan moral. Sementara, tokoh dokter menja- lasi kekuasaan modern, relasi kuasa tidak lagi
di wakil dari konsep ilmu pengetahuan dalam hierarkis. Kekuasaan menjadi lebih abstrak,
mendefinisikan kegilaan. Ilmu pengetahuan di global, transnasional sistemik yang (bisa jadi)
sini bekerja sebagai pemberi definisi ilmiah dan diampu oleh “suatu unsur” atau “kelompok
sebagai pelegitimasi dari kegilaan itu sendiri. atas yang lain”. Kekuasaan pada periode mo-
Kedua kelompok tokoh tersebut (orang-orang dern ini tidak terinstitusional dan hukumannya
dan dokter) menjadi yang memantapkan kegilaan tidak langsung menuju tubuh pelanggar.
tokoh Aku. Mereka—sebagai yang dominan— Cerpen ini memperlihatkan kekuasaan da-
berhasil (sekurang-kurangnya pada tahap ini) lam konstalasi atau periode modern telah beker-
menjadi oposisi dari tokoh Aku. Sampai di sini ja. Dapat dilihat dalam cerpen ini bagaimana
terlihat bagaimana hubungan epistemé , kegilaan, tokoh Aku yang memiliki sikap atau pemikiran
dan ilmu pengetahuan bekerja. Pada tahap analisis yang berbeda dengan masyarakat pada zaman-
selanjutnya, akan dipaparkan mengenai bagaima- nya dihukum atau dijustifikasi sebagai orang
na akhirnya tokoh orang-orang dan dokter me- gila oleh kelompok dominan (masyarakat atau
nguasai tokoh Aku dan membuatnya menjadi be- tokoh orang-orang). Begitu juga melalui ilmu
radab, normal, atau “waras”. pengetahuan, tokoh Aku dilegitimasi kegilaan-
nya oleh ilmu pengetahuan itu sendiri.
Konsep Kekuasaan dalam Cerpen “Catatan Cerpen ini ingin mengatakan bahwa kekua-
Harian Orang Gila” Karya Lu Xun saan sudah berubah, bukan lagi seperti pada
Ada tiga hal yang terdapat dalam cerpen ini zaman dinasti tetapi telah menjadi kekuasaan
berkenaan dengan konsep kekuasaan dalam per- yang modern. Dalam cerpen dapat dilihat
spektif Foucault. Ketiga hal itu meliputi konsep bagaimana tokoh Aku tidak menerima hukuman
kekuasaan tradisional dan modern, implementasi fisik dari penguasa—seperti dalam salah satu
sistem disiplin terhadap subjek (kekuasaan mak- bagian di catatan hariannya yang menceritakan
ro), dan relasi kuasa antar ilmu kedokteran/dok- soal pengkhianat yang disiksa sampai mati, lalu
ter/rumah sakit dan pasien (subjek). Ketiga hal itu jantung dan hatinya dimakan. Tokoh Aku tidak
akan dijelaskan pada bagian ini. mengalami hal demikian, meskipun kekhawati-
Seperti yang telah dijelaskan pada bagian ran hukuman (dimakan manusia) tetap ada da-
pendahuluan bahwa karya sastra Tiongkok sela- lam pikiran tokoh Aku. Justru dalam cerpen ini
lu mengambil inspirasi dari realitas sosial. Oleh tokoh Aku disivilisasi, disembuhkan, diwaras-
sebab itu, tahun pembuatan cerpen ini menjadi kan, atau dinormalisasi sebagai bentuk represi
penting untuk disebutkan. Di bagian akhir cerpen atau hukumannya.
tertulis tahun pembuatan cerpen ini, yaitu tahun Kekuasaan pada periode modern berbentuk
1918. Tahun tersebut ialah masih menjadi periode demikian. Ia menjadi lebih halus, abstrak, dan
transisi dari pemerintahan dinasti ke pemerinta- tersebar di mana-mana. Kekuasaan dalam peri-
han republik. Pemikiran-pemikiran yang lampau ode modern menjadi sistem disiplin yang beker-
mengenai feodalisme yang dianut pemerintahan ja dalam benak setiap subjek. Sistem disiplin

11
Wahana, Volume 1, No. 13, Genap, Tahun Akademik 2016/2017 ISSN 853-5876

tersebut mengatur setiap subjek untuk memenuhi Dokter menjadi pengawas terhadap kese-
standar global atau mengatur seseorang untuk ti- hatan masyarakat dan menjaga populasi. Atas
dak melanggar epistemé suatu zaman. dasar itu, secara otomatis ia memegang kekua-
Dengan pula menggunakan pendekatan saan atas manusia. Ia dapat memberi definisi
Foucault, contoh yang diberikan Bartky (1990: tentang seseorang secara medis, melakukan tin-
27) cukup nyata, yaitu mengenai standar wanita dakan atasnya, dan menyembuhkannya. Bah-
modern. Menurut Bartky, perempuan modern kan kekuasaan dokter tidak hanya berada da-
ialah yang bertubuh langsing, berkulit halus, dan lam ruang praktik atau rumah sakit, ia memiliki
menggunakan mode fesyen masa kini. Oleh sebab kekuatan untuk mengatur tingkah laku manusia
itu, perempuan-perempuan berusaha memenuhi dari makanan, seksualitas dan kesuburan, pa-
standar itu untuk disebut modern. Di sinilah kaian, dan penetapan ruang kehidupan.
sistem disiplin dan kekerasan simbolik bekerja Dalam konteks cerpen, tokoh dokter me-
bahwa perempuan harus datang ke gym untuk mang tidak hadir secara intens dalam cerita, na-
menjaga berat badan mereka; ia harus pergi ke mun kehadirannya menjadi bermakna. Dalam
mal untuk menjaga fesyen mereka; dan pergi ke catatan hariannya, tokoh Aku menceritakan men-
klinik kecantikan untuk menjaga tubuh mereka. genai perbincangannya dengan seorang dokter.
Dalam konteks cerpen ini, tokoh orang- Dalam perbincangan itu, secara tidak langsung to-
orang senantiasa menjaga pikirannya untuk koh dokter memberi justifikasi kepada tokoh Aku
berada pada standar pikiran (epistemé ) zaman bahwa tokoh aku menderita sakit.
(feodal). Ada sebuah sistem disiplin yang “Aku telah mengundang Tuan Ho ke sini,”
bekerja dalam kepala mereka untuk tetap bera- kata kakakku, “Untuk memeriksamu.”
da pada nilai-nilai (feodal atau Konfusianisme) “Baiklah,” kataku. Tetapi sebenarnya aku
itu. Mereka tidak berani keluar dari wilayah itu. tahu bahwa lelaki tua ini seorang algojo yang
Konsekuensinya mereka akan dianggap tidak nor- sedang menyamar! Dia berpura-pura meme-
mal atau “gila”. Gila menjadi semacam justifikasi riksa denyut nadiku untuk mengetahui sebera-
atau bahkan hukuman bagi yang melanggar. To- pa gemuk tubuhku; dengan melakukan hal itu
koh Aku-lah yang kemudian keluar dan melawan ia akan mendapatkan bagian dari dagingku.
sistem disiplin itu. Akhirnya, (sekali lagi) ia di- Tetapi aku tetap tidak takut. Meskipun aku ti-
anggap gila. Pada tahap ini, tokoh orang-orang dak makan daging manusia, aku tetap lebih be-
menjadi institusi penjamin sistem disiplin itu rani dibandingkan dengan mereka. Aku ulurkan
tetap ada. Mereka menjadi “polisi” yang me- kedua tanganku, ingin tahu apa yang ia laku-
mantau agar masyarakat tetap patuh pada sistem kan. Lelaki tua itu duduk, menutup matanya,
disiplin itu (feodalisme dan Konfusianisme). meraba-raba untuk beberapa saat; lalu ia buka
Setelah melihat bagaimana kekuasaan pada matanya yang tidak jujur itu berkata, “Jangan
tahap marko bekerja dalam cerpen ini, selanjut- biarkan angan-anganmu bersama dirimu. Istira-
nya akan dipaparkan mengenai kaitannya ilmu hatlah dengan tenang untuk beberapa hari, dan
kedokteran/dokter/rumah sakit dengan subjek. kamu akan segera sembuh.” (Lu Xun, 1918).
Di bagian ini akan dijelaskan bagaimana ilmu Pada kutipan di atas tokoh dokter memberi
kedokteran memproduksi kekuasaan atas sub- definisi bahwa tokoh Aku menderita sakit, na-
jek dengan cara memberi definisi sakit, mem- mun tokoh Aku menolak disebut sebagai ses-
beri hukuman atau pengawasan (perawatan), dan eorang yang sakit. Ia merasa baik-baik saja,
menyembuhkan. Dengan cara itu, kiranya bebe- bahkan merasa berani (sangat bugar). Dari sini
rapa makna lagi akan ditemukan dalam cerpen ini. dapat dilihat bagaimana kegilaan sebenarn-
Foucault (2002: 218-219) menerangkan bah- ya bersifat subjektif atau relatif. Namun, ilmu
wa kedokteran tidak hanya diperankan sebagai pengetahuan kedokteran (psikologi) memberi
sebuah ilmu untuk menyembuhkan orang sakit. pemahaman ilmiah tentang kegilaan itu un-
Lebih jauh lagi, kedokteran bisa dipandang se- tuk menguasai subjek—dalam perpektif Fou-
bagai mesin kekuasaan. Peran itu berkembang cault. Keilmiahan atau objektivitas itu sendiri,
pada abad ke-18, di mana dokter ikut berpartisipa- menurut Foucault, dalam sebuah upaya untuk
si dalam perebutan kekuasaan sosial. mencapai kekuasaan.

12
Wahana, Volume 1, No. 13, Genap, Tahun Akademik 2016/2017 ISSN 853-5876

Pada akhirnya, tokoh dokter berhasil ia memiliki sikap bahwa anti-feodalisme, an-
“menyembuhkan” tokoh Aku dari kegilaannya. ti-kanibalisme, dan sikap skeptis terhadap Konfu-
Hal ini ditunjukan pada bingkai cerita, di mana sianisme. Selain itu, ilmu pengetahuan kedokteran
yang bertindak sebagai narator adalah tokoh turut andil dalam usaha mendefinisikan kegilaan
dokter. Berikut kutipannya: tokoh Aku. Di sinilah relasi antara unsur (to-
Aku tidak mengubah hal-hal yang tak ma- koh) dalam cerpen dan konsep kegilaan.
suk akal (penulis: dalam catatan harian orang Konsep kekuasaan juga menjadi hal yang
gila); nama-nama orangnya saja yang kuu- penting untuk digali dalam cerpen ini. Cer-
bah meskipun mereka yang disebut itu adalah pen ini memperlihatkan perubahan konstalasi
orang-orang desa yang sama sekali tidak dike- kekuasaan dari kekuasaan tradisional (dinasti)
nal. Judulnya dipilih oleh si penulis (penulis: ke kekuasaan modern (sistem disiplin). Sistem
tokoh Aku) sendiri setelah ia sembuh dan aku disiplin membentuk standar-standar manusia
tidak mengubahnya (Lu Xun, 1918). normal pada zaman tertentu, sementara tokoh
Pada kutipan di atas terlihat bagaimana Aku berada di luar standar itu dan oleh karena itu
tokoh Aku berhasil sembuh dari kegilaannya. pula ia dinilai sebagai manusia yang tidak normal,
Memang tidak diterangkan bagaimana proses tidak wajar, atau gila. Pada gilirannya tokoh Aku
penyembuhannya, apakah ia di rawat di rumah berhasil dikuasai, disembuhkan, atau disivilisasi
sakit jiwa atau bagaimana. Namun yang men- oleh sistem disiplin, masyarakat (tokoh orang-
jadi pokok ialah bahwa tokoh Aku berhasil orang), dan ilmu kedokteran atau dokter. Hal ini
sembuh. Hal itu berarti tokoh Aku pada akhirn- menandai pengakuan tokoh Aku bahwa antife-
ya menjadi sama pola pikirnya dengan tokoh odalisme, anti-kanibalisme, dan sikap skeptis
orang-orang yang masih berpegang pada feo- terhadap Konfusianisme adalah hal yang gila.
dalisme dan Konfusianisme. Bagian ini mene-
gaskan bagaimana kekuasaan itu (manifestasi Daftar Pustaka
dari sistem disiplin, epistemé, ilmu pengetahuan, Bartky, Sandra Lee. 1990. Feminity and Domination;
institusi sosial [masyarakat], dll.) bekerja dan ber- Studies in the Phenomenology of Oppression.
hasil “menyembuhkan” dan atau mensivilisasi to- New York dan London: Routledge.
koh Aku. Mulanya, pikiran-pikiran mengenai an- Foucault, Michel. 2008. La Volonte de Savior:
ti-feodalisme, anti-kanibalisme, dan sikap skep- Histoire de la Sexualité. Jakarta: YOI.
tis terhadap Konfusianisme dinilai oleh tokoh . 1961. Madness and
Aku sebagai hal yang gila dan tak wajar. Na- Civilization. London: Tavistock.
mun pada akhirnya, justru tokoh Aku mengakui . 2002. Power/Knowledge.
kegilaannya dengan memilih judul catatan ha- Yogyakarta: Bentang Budaya.
riannya sebagai “Catatan Harian Orang Gila”. Haryatmoko. 2013. “Kekuasaan Melahirkan
Anti-Kekuasaan” disampaikan dalam kuliah
Simpulan Filsafat Ilmu Pengetahuan FIB UI pada
Dalam cerpen “Catatan Harian Orang Gila” tanggal 24 Oktober 2013: tidak diterbitkan.
karya Lu Xun mencoba merepresentasikan [Marxist.org]. “Lu Xun (Lu Hsun) (1881-
kondisi sosial, peristiwa, dan mentalitas atau 1936)”. [internet]. [https://www.marxists.
epistemé pada masa transisi atau delapan tahun org/archive/lu-xun/biography.htm] Diakses
pasca-berdirinya pemerintahan republik. Hal pada 25 Mei 2014.
tersebut terlihat dari titimangsa yang terdapat Pane, Armijn. 1953. Tiongkok Zaman Baru.
dalam cerpen tersebut. Selain itu, terdapat kon- Jakarta: Arbati.
sep kegilaan dan kekuasaan dalam terma Michel Rachmi, Nur dan Rasti Suryandarni. 1992.
Foucault. Konsep kegilaan sendiri ditentukan Lu Xun: Catatan Harian Orang Gila dan
oleh epistemé suatu zaman, dan ilmu pengeta- Cerita Pendek Lainnya. Jakarta: YOI.
huan. Feodalisme, kanibalisme, dan Konfusian- Wuryandari, Nurni W. 2006. “Kesusastraan
isme menjadi epistemé tokoh orang-orang da- Kontemporer Cina: Kontemporeritas dan
lam cerpen ini. Itulah yang menyebabkan tokoh Kebijakan Pemerintah”. Jurnal Wacana
Aku didefinisikan sebagai orang gila karena volume 8, No. 2 (halaman 170-178).

13

Anda mungkin juga menyukai