PROPOSAL
Disusun oleh
Dawud Nuhandika Rahmat
NIM 140110201048
dengan kehidupan pembaca. Dengan demikian hal yang mulanya dianggap aneh
dan susah dicerna pikiran dapat dinaturalisasikan dan dikembalikan ke dalam
versi yang mudah dipahami.
Menurut Endraswara[CITATION Suw13 \p 168 \n \t \l 1057 ]
postmodern juga hadir untuk melengkapi hal ikhwal penelitian sastra dari sisi
modern yang sering mengesampingkan hal-hal kecil. Jika aliran modern kerap
menganggap bahwa karya baik adalah karya yang besar, karya yang lahir dari
pusat, hal demikian berbanding terbalik dengan postmodernisme. Keterpakuan
strukturalisme yang selalu berorientasi pada struktur dan tanda sebagai referensi
pemaknaan, sehingga rentan terhadap melepasnya berbagai unsur dari luar sebuah
karya sastra yang turut membentuk sebuah narasi teks tersebut.
Atas dasar di atas maka pada abad ke-20 di negara-negara Amerika Latin
muncul karya-karya fiksi dengan aliran yang selama ini termarginalkan karena
dominasi modern. Karya sastra tersebut mencoba menggabungakan realitas
keseharian masyarakat dengan hal-hal magis kepercayaan masyarakat setempat.
Belakangan aliran jenis ini disebut ‘Realisme Magis’. Seperti yang dituliskan oleh
Faris[CITATION Far04 \p 2 \n \t \l 1057 ] Magical realism is also related to
postmodernism by presenting indeterminacy, which is one of the features of
postmodernism. The indeterminacy emerges because in magical realism the
“narrative is told from realistic and magical perspective”. Realiseme magis juga
terkait denga postmodern dengan menghadirkan ketidak pastian, yang merupakan
salah satu ciri dari postmodernisme. Ketidakpastian muncul karena dalam
realisme magis “narasi diceritakan dari perspektif realitas dan magis”.
Salah satu penulis yang mempopulerkan fiksi realisme magis asal
Amerika Latin adalah Gabriel Garcia Marquez. Salah satu karyanya yang paling
terkenal adalah Cien Anos de Soledad yang terbit pertama kali pada tahun 1967.
Novel tersebut telah diterjemahkan keberbagai bahasa, salah satunya bahasa
Indonesia menjadi Seratus Tahun Kesunyian. Mencuatnya karya-karya fiksi
realisme magis pada era itu menjadi awal simbol perlawanan dominasi sastra
modern. Hal-hal yang selama ini dekesampingkan, dalam hal ini wacana magis,
mulai mendapat perhatian kembali.
4
Selepas keluar dari penjara Ajo Kawir memutuskan untuk hidup damai
dengan mencari ketenangan batin. Ia mencoba mencari hikmah atas petaka
kemaluannya yang tidak bisa berdiri. Proses perjalanan spiritualisme yang
dilakaukan Ajo Kawir sangat unik. Ia kerap berdialog dengan kemaluannya
sendiri dalam setiap penentuan keputusan dalam hidupnya. Dialog-dialog
sederhana dengan kemaluan menjadi ruang perenungan yang acak kali
memunculkan keyakinan yang tidak biasa.
Atas dasar paparan tersebut, novel SDRHDT dirasa perlu untuk diungkap
kadar realisme magisnya. Peneliti memilih judul “Realisme Magis dalam Novel
Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas Karya Eka Kurniawan: Perspektif
Wendy B. Faris”, karena kehadiran unsur-unsur yang nyata dan unsur yang magis
diteliti menggunakan lima karakteristik realisme magis yang dirumuskan oleh
Wendy B. Faris. Lima karakteristik tersebut berguna sebagai usaha memahami
peristiwa-peristiwa magis yang tidak bisa dijelaskan dengan ilmu pengetahuan
emperisme barat sekaligus akan mempermudah pembaca dalam melihat
bagaimana cara pengarang memperlihatkan realisme magis yang ternarasikan
dalam teks yang dibuatnya.. Peneliti-peneliti lain kerap menggunakan konsep lima
karakteritik realisme magis tersebut sebagai ‘pisau bedah’ dalam penelitiananya,
hasil penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya menjadi referensi bagi penulis
dalam memahami lebih dalam mengenai konsep karakteristik realisme magis
sekaligus pengaplikasiannya dalam objek penelitian. Dengan demikian hasil
penelitian akan lebih tepat dalam menentukan karakteristik dalam novel SDRHDT
sebagai novel dengan aliran realisme magis.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka
berikut pokok permasalahan yang ditekankan pada penelitian ini.
1. Bagaimana keterkaitan antarunsur struktural dalam novel SDRHDT
karya Eka Kurniawan?
7
dengan memfokuskan pembahasan pada alur dengan teori struktural model Robert
Stanton. Dari penelitian tersebut menghasilkan tiga pembahasan, yakni; episode-
episode yang tidak berurutan, tahapan alur, suspense, dan surprise ending. Novel
ini memiliki alur utama dan alur bawahan. Suspense dalam novel ini disebabkan
episode-epidose disusun tidak runtut sehingga menimbulkan ketegangan dan
ketidakdugaan alur. Episode-episode yang tidak berurutan menyebabkan
penundaan alur dengan ending yang mengejutkan.
Selanjutnya, kajian terhadap novel yang sama ditulis dalam bentuk
artikel dengan judul “Kritik Sastra: Dominasi Maskulin dalam Novel Seperti
Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas” oleh Pangaribuan (2017). Pembahasan
dalam artikel tersebut memfokuskan analisis pada dominasi maskulinitas yang
terdapat pada tokoh Iteung. Hasil dari pembahassan tersebut Rinto melihat Eka
Kurniawan seperti sedang membalik konsep maskulinitas. Tokoh Iteung seolah
merepresentasikan bahwa bukan hanya laki-laki saja yang bisa kuat, tetapi
perempuan juga. Mahluk yang dianggap lemah ini pun bisa berkelahi, bahkan dia
pun bisa membunuh.
Dari tinjauan pustaka yang telah dipaparkan di atas dapat diketahui
bahwa novel SDRHDT belum dikaji pada aspek realisme magis. Dengan demikian
penelitian ini merupakan penelitian baru dan tidak mengulang penelitian yang
sudah ada sebelumnya.
kesatuan cerita yang utuh. Menurut Tasrif (dalam Lubis, 1981) plot
dibagi menjadi lima tahap bagian, yakni; tahap situation, tahap
generating circumstances, tahap rising action, tahap climax, tahap
denouement.
1) Tahap situation adalah tahap penyituasian. Tahap ini berisi pengenalan
situasi latar dan tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan
cerita, pemberian informasi awal, dan lain-lainnya yang berfungsi
untuk melandastumpui cerita yang akan dikisahkan pada tahap
berikutnya.
2) Tahap generating circumstances adalah tahap pemunculan konflik.
Tahap ini merupakan awal mula masalah-masalah dan peristiwa-
peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan.
3) Tahap rising action adalah tahap peningkatan konflik. Konflik yang
telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan
dikembangkan kadar intensitasnya. Peristiwa-peristiwa dramatik yang
menjadi inti cerita semakin mencekam dan menegangkan.
4) Tahap climax adalah tahap dimana konflik yang terjadi, yang
menimpa pada para tokoh mencapai titik intensitas puncak.
5) Tahap denouement merupakan tahap penyelesaian. Konflik yang telah
mencapai klimaks diberi penyelesaian dan ketegangan mulai
mengendor. Tahap ini biasanya terdapat pada akhir cerita.
6) Konsep Realisme Magis
Istilah realisme magis pertama kali muncul pada tahun 1925 sebagai
suatu istilah kritik pada bidang seni oleh Franz Roh, kritikus seni asal Jerman. Ia
menggunakan istilah realisme magis untuk melakukan karakteristik hasil karya
sebuah kelompok seni lukis dengan aliran’postekspreesionis’, aliran yang
menggabungkan hal-hal biasa dengan yang fantastik. Istilah realisme magis pun
makin berkembang dan merambah dalam dunia kesusastraan. Tidak berbeda jauh
dengan istilah realisme magis dalam bidang kritik seni, dalam kesusastraan
realisme magis juga dianggap mencoba memadukan sesuatu yang real (nyata)
dengan suatu hal yang magic (magis).
13
akan pernah dijelaskan dengan akal logika yang diformulasikan oleh ilmu
pengetahuan emperisme barat. Realisme magis merupakan bentuk peleburan dua
perspektif yang bertentangan. Di satu sisi berbasis pada cara pandang rasional, di
sisi lain menerima akan hal-hal yang bersifat irasional sebagai sebuah realitas
yang prosaik.
Atas dasar itu terdapat lima ciri karakteristik yang diformulasikan oleh
Wendy B. Faris untuk membatasi realisme magis dalam sebuah teks, yaitu:
1) The irreducible elements (elemen yang tidak dapat direduksi);
2) The phenomenal world (dunia yang fenomenal);
3) Unsettling doubts (keraguan yang meresahkan);
4) Merging realms (alam yang bercampur);
5) The disruption of time, space and identity. (retakan pada waktu,
tempat, dan identitas).
The Irreducible Elements adalah elemen yang tidak dapat direduksi,
khususnya dalam teks objek kajian realisme magis. Narasi teks yang
mengandung irreducible elementsdalam sebuah karya sastra tidak dapat dijelaskan
dengan hukum-hukum semesta yang sudah diformulasikan oleh para pemikir
empiris barat, seperti logika, pengetahuan umum atau keyakinan yang dianut
(Husaen, 2018:20). Realisme magis memerluas realitas fiksi untuk memasukkan
berbagai peristiwa yang biasa disebut sebagai yang magis dalam kenyataan. Akan
tetapi hal tersebut bukan sesuatu yang sepele karena terdapat banyak variasi
kenyataan yang muncul. Sesutu yang tidak dapat dijelaskan tersebut disampaikan
dengan cara yang biasa sehingga terasa menjadi sesuatu yang seperti nyata. Di sisi
lain, yang magis tetap terlihat walaupun digiring melalui narasi sebagai sesuatu
yang seolah-olah biasa saja dengan penggambaran yang detail dan konkret. Faris
menegaskan bahwa elemen-elemen magis yang digunakan dalam fiksi realisme
magis biasanya menyoroti isu sentral dalam teks yang dapat dilihat dalam
konteks-konteks fenomena yang terjadi di luar teks karya sastra itu sendiri. Dalam
menyoroti isu sentral, sering kali menyebabkan gangguan logika sebab-akibat.
Untuk mengacaukan logika sebab-akibat tersebut, maka unsur-unsur magis yang
terkait tampak diabaikan sehingga hubungan sebab-akibat tersebut pun seolah-
15
olah memiliki derajat yang sama dengan fenomena yang magis. Bahkan
sebaliknya, fenomena nyata justru tampak menjadi sesuatu yang unik dan terkesan
konyol karena ketakjuban narator maupun tokoh-tokohnya atasa fenomena
tersebut.
Unsettling Doubt adalah kecemasan yang mengkhawatirkan. Pembaca
mungkin akan merasa cemas karena muncul kekhawatiran dalam sebuah usaha
untuk mempertemukan dua narasi kejadian yang bertentangan dalam karya sastra
realisme magis. Dalam narasi teks realisme magis, mungkin suatu hal terlihat
seperti mimpi tetapi hal tersebut dapat disebut bukan sebuah mimpi (Husaen
2018:20). Narasi realisme magis hampir seperti memunculkan kemungkinan
untuk menginterpretasikan apa yang mereka ceritakan sebagai sebuah mimpi,
sekaligus untuk mencegah interpretasi tersebut, setelah sebelumnya
menggambarkan sebagai sebuah kemungkinan. Dengan kata lain unsetling doubt
menyebabkan pembaca menjadi cemas dan ragu-ragu. Ada tiga variasi keraguan
berdasarkan paparan Faris (2004:17), yakni keraguan yang dipicu oleh teks,
karaguan yang dipicu oleh properti objek, dan keraguan yang dipicu oleh latar
budaya pembaca itu sendiri. Perbedaan latar belakang budaya menyebabkan
perbedaan pemahaman antara pembaca satu dengan pembaca yang lainnya. Akibat
adanya keragu-raguan yang meresahkan juga dapat mengaburkan the irreducible
element yang konsekuensinya tidak selalu mudah dilihat sebagaimana demikian.
Unsettling doubt merupakan strategi pengarang untuk mengatasi keraguan yang
dialami pembaca karena perbedaan latar belakang ilmu pengetahuan dan latar
belakang budaya terkait dengan hadirnya elemen-elemen yang tak tereduksi pada
narasi teks. Strategi yang dilakukan pengarang untuk membuat peristiwa-
peristiwa magis di dalam cerita tersebut melebur dengan adegan-adegan sehari-
hari. Strategi tersebut semacam stimulus bagi pembaca untuk menjadikan
peristiwa-peristiwa magis dapat diterima dan dipahami oleh pembaca.
The Phenomenal World adalah dunia yang fenomenal. Mengutip dari
Husaen (2018:21) narasi realisme magis secara detail menjelaskan sebuah
kehadiran kuat dunia yang fenomenal, dalam hal ini dunia yang fenomenal adalah
paparan kenyataan dalam teks realisme magis. The phenomena world muncul dari
16
fakta bahwa realisme magis mencakup dua macam peristiwa, yakni peristiwa
magis dan peristiwa yang nyata. Peristiwa magis adalah narasi yang tidak
biasanya digambarkan kepada pembaca fiksi realis karena peristiwa terebut tidak
dapat diverifikasi, sedangkan wilayah riil (nyata) adalah peristiwa yang dapat
diverifikasi. Jadi untuk menghindari teks menjadi sebuah karya fantasi yang
meninggalkan alarm riil secara utuh, realisme magis mengadopsi dunia nyata
demi menjaga ke-realisa-an dari suatu karya. Dunia nyata dideskripsikan secara
rinci dan panjang lebar dengan maksud meyakinkan atas sebuah dunia yang
fenomenal. Deskripsi realistik menciptakan sebuah dunia fiksi yang menyerupai
seperti dunia yang kita tempati. Detail-detail yang dimunculkan tidak sekedar
bertujuan untuk menyampaikan informasi tertentu, namun juga bertujuan untuk
membuktikan bahwa cerita tersebut memiliki keterkaitan hubungan dengan
kenyaaan yang ada pada dunia nyata. Selain melalui penggambarannya dalam
teks, dunia yang fenomenal dapat ditemukan melalui identifikasi tempat, benda,
tokoh, dan peristiwa yang dapat dilacak melalui referensinya dalam sejarah.
Merging Realms adalah alam yang bercampur, sebuah narasi yang
menimbulkan perbedaan kenyataan. Merging realms condong kepada penulis
yang memunculkan dunia yang hampir mirip dengan dunia saat ini, bukan
‘fantasi’ dunia tetapi lebih pada ‘dunia yang difantasikan’ atau ‘dunia nyata secara
magis (Husaen, 2018:21). Dalam proses pencampuran atau pemindahan antar
dunia, realisme magis memburamkan batas antara yang riil dan yang fiksi dengan
cara tanpa mediasi antara kenyataan yang berbeda, hal ini berarti bahwa realisme
magis juga mengaburkan batas antara fakta dan fiksi. Wendy B. Faris menyatakan
bahwa melalui narasi yang membaurkan dua sisi, realisme magis membuka ruang
antara (a space of uncertainty) dan ruang ketidakpastian (a space of uncertainty),
yaitu ruang-ruang yang mendekatkan atau mempertemukan alam yang berbeda.
Dalam proses peleburan ke dua dunia yang kontradiktif tersebut maka visi
realisme magis terlihat berada pada ruang antara dua dunia yang diperluas dan
bukan lagi merupakan masalah mana yang real maupun imajiner namun lebih
pada sisi lain dari realitas yang tampak.
17
DAFTAR PUSTAKA
Husaen, M. S. 2018. "Realisme Magis dalam Novel Lelaki Harimau Karya Eka
Kurniawan : Kajian Postmodern". Jember: Sastra Indonesia Fak. Ilmu
Budaya UNEJ.
Kurniawan, E. 2014. Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.