Anda di halaman 1dari 13

“TINJAUAN KAJIAN SENI TRADISI TUNDANG DI

KABUPATEN MEMPAWAH KALIMANTAN BARAT”

TUGAS
KAJIAN SENI
Untuk Memenuhi Tugas Kajian Seni
(Dosen)
Prof. Dr. Endang Caturwati, S.S.T., M.S.
Dr. Retno Dwi Marwati. S.Sen

Oleh
Muhammad Rizal Kurniadi
15414118
Kelas B (khusus)

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT SENI BUDAYA INDONESIA (ISBI)

BANDUNG
2016

PENDAHULUAN

Didalam seni tentu saja sering terjadi perubahan dan perkembangan baik
dalam penyajiannya maupun dalam membuat sebuah karya seni. Bentuk asli dari
sebuah karya seni pun akan berubah bahkan fungsinya pun bisa berubah. Untuk
mengetahui sebuah karya seni ada baiknya kita mengtahui bentuk asli dari kesenian
tersebut, bagai mana kesenian itu, apa saja strukturnya, bentuk, fungsi, makna dan
nilai-nalainya.
Untuk mengetahui sebuah karya seni dengan awal penciptaannya tentu kita
harus melihat sejarahnya terlebih dahulu. Tetapi di Indonesia khususnya di
Kalimantan Barat budaya untuk menulis tidak terlalu berkembang. Sejarah yang ada
hanya diceritakan secara lisan, hal ini membuat keaslian sebuah karya seni tidak
dapat dilihat secara jelas, seperti seni tradisi tundang di Kalimantan Barat.
Kalimantan Barat adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di pulau
Kalimantan dan beribukotakan di Pontianak. Secara geografis, provinsi Kalimantan
Barat terletak di antara 108° 30’BT hingga 114° 10BT, dan antara 2°8 LU hingga 3°5
LS. Kalimantan Barat memiliki beberapa suku diantaranya adalah Dayak, Melayu,
Tionghua sebagai mayoritas dan Bugis, Madura, Jawa dan berbagai suku lain sebagai
minoritas.
Di Kalimantan Barat khususnya di daerah Kabupaten Pontianak yang
sekarang berganti nama menjadi kabupaten Mempawah, yaitu di desa Sungai Burung,
terdapat seni tradisi Tundang (Pantun Dan Gendang) Menurut Endang Catur Wati
(2015) dalam seminar internasional ​Arts and Cultures on the Basis of Local Wisdom
Seni tradisional adalah bagian dari “tonalitas kehidupan”, yang menjadi ciri manusia
sebagai makhluk khusus, dan karena itu sekaligus merupakan wilayah kegiatan yang
bisa merasuk pada penggalian nilai-nilai manusia yang tidak akan pernah habis.
Seni tundang diciptakan oleh Eddy Ibrahim. Tundang adalah pantun yang
diiringi dengan gendang, jika dilihat dari nama Tundang, Tundang adalah
kependekan dari pantun dan gendang akan tetapi didalam pertunjukan tundang
istrumen yang digunakan tidak hanyalah gendang terdapat instrument Gitar akustik,
Pianika, dan Tamborin. Tundang pun semakin berkembang disisi instrumen, banyak
instrument yang digunakan. Bahkan disetiap pertunjukan tundang instrumen yang
digunakan pun sering berganti-ganti kecuali gendang.

PEMBAHASAN

A. Sejarah Singkat Tundang

Gambar 1. Pagelaran tundang


Sumber :
http://borneonusantaratime.com/2014/09/lima-terbaik-karya-tulis-sejarah-budaya-kalimanta
n-barat/
Tundang adalah salah satu kesenian Kalimantan Barat khususnya
masyarakat Kabupaten Pontianak yang sekarang berubah nama menjadi
Kabupaten Mempawah. Tundang adalah kependekan dari Pantun dan Gendang.
Dalam kesenian tundang terdapat beberapa pantun yang di iringi dengan gendang
dan beberapa alat musik lain. Pada awalnya tundang hanya menggunakan
beberapa alat musik yaitu gendang, gitar akustik, pianika dan tamborin. Tundang
diciptakan oleh salah satu seniman Kalimantan Barat yaitu Eddy Ibrahim.
Eddy Ibrahim adalah anak dari bapak H. Achmad dan ibu Saidah yang
lahir pada 21 april 1960 di desa Sungai Burung Kabupaten Pontianak.Eddy
pernah ​menjalankan tugas kerjanya di daerah Sanggau. Hingga pada tahun 1992,
Eddy Ibrahim merupakan salah satu tokoh seniman Kalimantan Barat. Ia sering
menulis syair dan pantun. dalam pementasan tundang pertamakali di acara MTQ
Eddy dibantu beberapa seniman lain yaitu Busni yang memainkan gendang, Dani
yang memainkan gitar akustik, Mahmud yang memainkan Pianika dan Joni yang
memainkan tamborin.
Awal terbentuknya kesenian ini yaitu Pada pagelaran MTQ (musabaqah
Tilawatil Qur’an) tingkat kecamatan tahun 1992 yang diadakan di Kecamatan
Sanggau Kapuas, malam penutupan acara tersebut kepala camat setempat
berbincang kepada Eddy tentang hiburan yang akan ditampilkan sembari
menunggu pengumuman dari para juri. Eddy memiliki ide supaya kasidah saja
yang mengisi acara, akan tetapi persediaan pemain kasidah sudah habis. Sehingga
dengan kemauannya Eddy Ibrahim bersedia mengisi acara dengan pantun dan
diiringi dengan gendang. Pada saat itu Edyy Ibrahim membawakan tujuh buah
pantun dengan iringan gendang, gitar akustik, pianika dan tamborin.
Menurut penuturan Eddy Ibrahim dalam Susanti (2014 : 7) berkat tujuh
buah pantun yang dibawakannya sambil bergendang pada pentas MTQ waktu itu,
Eddy Ibrahim yang pada saat itu juga masih bekerja di Badan Pertanahan
Nasional (BPN) mendapat undangan tampil di acara ulang tahun Gapensi,
pelantikan Bupati, dan diutus dari Kabupaten Sanggau untuk ikut Festival Budaya
Islam di Mujahidin Pontianak. Berawal dari itu semua, secara tidak langsung
pantun gendang yang dibawakan oleh Eddy Ibrahim mulai banyak mendapat
perhatian dan digemari oleh masyarakat.
Pada suatu hari, ketika Eddy sedang berkumpul di sebuah warung bersama
rekan-rekannya yang ikut tampil pada waktu itu, mulai mempertanyakan nama
kesenian yang dibawanya. Lalu, seperti sedang berdiskusi di warung kopi, salah
satu teman Eddy menyarankan untuk memberi nama kesenian yang
dibawakannya dengan nama “Tunduk”, karena pantun itu dibawakan sambil
duduk. Namun, Eddy juga memiliki ide yang lain dengan argumen bahwa pantun
yang dibawakannya sambil bergendang, maka beliau menamakannya dengan
Tundang.
Dari situ mulailah nama Tundang dibawa dalam setiap kali pertunjukan.
Eddy tampil tidak lagi sendiri, ia ditemani oleh kerabatnya Dani dan Busni
dengan memanfaatkan peralatan gendang dan gitar akustik, dengan demikian
penampilan Tundang kali ini kelihatan semakin meriah. Eddy pun pindah tinggal
ke Sungai Burung dan di sana ia kembangkan kesenian ini bersama remaja masjid
Fastabiqul Khairat.Tampillah Tundang pada acara khataman, pernikahan, dan
mengikuti pentas budaya. Menurut Muhammad Furqan Abdullah (2011) Selang
beberapa lama, rekan-rekan remaja masjid disibukkan dengan pekerjaan untuk
mencari nafkah dan ada pula yang menikah, sehingga Tundang sempat fakum.
Perjuangan Eddy tidak sampai di situ, Tundang kembali melakukan pertunjukan
pada acara Seleksi Tilawah Quran (STQ) tingkat kecamatan dan kabupaten di
Desa Purun Kecil dengan mengajak beberapa orang dari desa setempat.
Seiring berjalannya waktu, kesenian yang dibawakan oleh Eddy dinilai
tidak lagi menggunakan pantun melainkan syair. Hal ini dikarenakan masih
terdapat bagian sampiran sehingga durasi waktunya dirasakan terlalu panjang.
Oleh karena itu, Eddy lebih sering menggunakan syair dalam setiap
penampilannya. Sehingga kesenian Tundang ini diubah namanya menjadi Irdang
(Syair Gendang). Meskipun materinya sudah tidak benar-benar berupa pantun,
melainkan syair dan namanya sudah diubah menjadi Irdang, masyarakat tetap
menyebut kesenian ini dengan Tundang. Bahkan saat ini ada masyarakat
menyebutnya dengan istilah Kondang.

Pada tahun 2002 remaja masjid Fastabiqul Khairat di Sungai Burung


sempat fakum, maka Eddy pun menyarankan Basuni membentuk grup Tundang
di Desa Sungai Purun Besar. Selang beberapa lama, rekan-rekan di Desa Punggur
juga berinisiatif membentuk Tundang yang sebelumnya berkonsultasi dengan
Eddy, sehingga terbentuklah Tundang di sana. Tidak lama kemudian, tahun 2004
di Sungai Burung sudah ada generasi dan Eddy pun kembali mengembangkan
Tundang di sana yang kini dilengkapi beragam peralatan serta dilengkapi pula
dengan tarian, Tundang pun tidak lagi tidak lagi diartikan dengan pantun
bergendang, namun menjadi pantun berdendang. Tidak hanya bernama Tundang
saja, akan tetapi bertambah nama menjadi Tundang Mayang. Untuk melestarikan
kesenian ini, Eddy mendirikan sanggar bernama Pusaka, sehingga tampillah
kesenian ini dengan sebutan Tundang Mayang Sanggar Pusaka.
Gambar 2: Sanggar Pusaka
Sumber: http://blog.umy.ac.id/mfabdullah/tundang-pantun-berdendang/

Sejak diciptakan sampai saat ini, kesenian Tundang masih tetap


menunjukkan eksistensinya. Dengan tampil di hampir semua kabupaten di
Kalimantan Barat membuat kesenian ini semakin dikenal dan sudah menelurkan
banyak generasi. Saat ini di Sanggar Pusaka (Pusat Usaha Seni Amanah dan
Karya) yang didirikan oleh Eddy Ibrahim sudah melahirkan sembilan generasi.
Ditambah lagi sanggar lain yang juga mengembangkan kesenian Tundang. Selain
tampil di wilayah Kalbar, Tundang juga sudah ditampilkan di Jakarta, Bali,
Kepulauan Riau dan berbagai provinsi lain di Indonesia. Tidak hanya itu,
Tundang juga sudah bertandang di Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam.
Hingga saat ini tundang masih sering melakukan pertunjukan baik dalam
acara pernikahan, khatamul Quran dan acara yang lain, bahkan beberapa sekolah
di Kabupaten Mempawah juga sudah ada yang membuat tundang menjadi
ekstrakurikuler seni.
B. Struktur Kesenian Tundang
Struktur atau susunan dari suatu karya seni adalah aspek yang
menyangkut keseluruhan dari karya itu dan meliputi juga peranan dari
masing-masing bagian dalam keseluruhan itu. Kata “struktur” mengandung arti
bahwa didalam karya seni itu terdapat suatu pengorganisasian, pengaturan, ada
hubungan tertentu yang saling terkait antara bagian-bagian secara keseluruhan.
Akan tetapi adanya suatu susunan atau hubungan yang teratur antara bagian yang
satu dengan yang lainnya, belumlah menjamin bahwa apa yang terwujud sebagai
keseluruhan itu merupakan sesuatu yang indah, yang “seni” dan memenuhi
syarat-syarat estetik.
1. Pantun
Pantun adalah bentuk puisi lama yang memiliki bait, yang di dalam
bait itu terdapat empat larik atau baris yang memiliki sajak berumus a-b-a-b,
memiliki irama, memiliki sampiran pada baris pertama dan kedua, dan yang
memiliki isi pada baris ketiga dan empat (Syam, 2010: 47). Pendapat ini
menegaskan bahwa pantun yang dibuat oleh Eddy Ibrahim sudah memiliki
kriteria seperti pendapat yang telah dikemukakan diatas.
Berikut ini adalah bebrapa pantun yang ditulis oleh Eddy Ibrahim
untuk pementasan Tundang:
Buah mempelam buah kuini
Dipetik orang berjalan kaki
Betapa gembira hati kita malam ini
Bersama menyaksikan acara MTQ

Orang Berenang ke pulau sebelah


Di tengah laut ada buaya
Jika pemenang dapat hadiah
Janganlah lupa kepada saya
Pergi ke Kuala berjalan kaki
Dari Kuala kita ke Mempawah
Saya heran kalau ada acara MTQ
Ngapai bah yang nonton saja orang yang tua-tua

Elok indah Sanggau Permai


Banyak orang pakai sepeda
Kulah ronung penonton mulai nak ramai
Lurah Beringin pun ikut main kasidah

Sungguh enak sekali rasanya lempar


Dimakan orang berlalap lobak
Saya lihat para dewan juri sangatlah lapar
Memborong bakso satu gerobak

Goreng pisang pakai mentega


Pisang raja di dalam peti
Yang menang janganlah bangga
Yang kalah jangan patah hati

Kue lapes pakai durian


Panton abes cukup sekian

Pantun-pantun ini merupakan pantun yang dibawakan oleh Eddy


Ibrahim pada pagelaran MTQ. Pantun yang dibuat disesuaikan dengan dimana
tundang akan di pentaskan.
2. Musik
Musik sangat penting dalam pertunjukan Tundang sebagai pengiring
dalam membawakan pantun. Terdapat instrument harmonis, melodis dan
ritmis. Instrumen harmonis yang digunakan adalah akordion dan instrumen
melodis yang digunakan adalah violin sedangkan instrumen ritmis yang
digunakan adalah rebana, marawis, bedug, djimbe, kentongan dan beberapa
alat musik pukul lain.
Tundang dimulai dengan tabuhan rebana dan marawis bedug beserta
djimbe suasana perkusi ini menyimbolkan ketegasan jika dilihat dari cara
memukul dan kualitas suara yang dihasilkan, bunyi-bunyian perkusi juga
sebagai pondasi untuk membuat suasana dan menarik publik seni untuk ikut
menyaksikan. Setelah pemain perkusi memberi kode, pemain biola dan
akordion masuk secara bersamaan dengan melodi-melodi yang bernuansa
melayu, Berikut ini gambar partitur melodi pada violin

Gambar 2 partitur violin


Sumber : Rizal

Dari gambar 2 dapat dilihat Insifit melodis yang gunakan adalah insifit
skalis yaitu tangga nada C mayor. Walaupun insifit harmonis yang digunakan
adalah akor minor tetapi modusnya tetap mayor yang membuat suasana
menjadi tidak sedih. Dibeberapa lagu melayu sering sekali nuansa yang dibuat
dengan insifit harmonis minor.Nada-nada yang dimainkan bermakna identitas
musik melayu.
Pola yang dimainkan oleh akordion juga cendrung sama dengan
melodi yang dimainkan oleh violin, begitu juga nada-nada untuk yang
dinyanyikan oleh pelantun pantun.

C. Fungsi Kesenian Tundang


Menurut Eddy Ibrahim dalam Susanti (2014: 10) kesenian tundang
memiliki fungsi sebagai penghibur dan media penyampaian pesan yang
mudah dicerna dan tanpa perlu penafsiran. Sedangkan tujuan dari kesenian
tundang adalah sebagai berikut:
1. Hiburan masyarakat yang bersifat semi tradisional
2. Wadah untuk menyampaikan aspirasi
3. Ikut memelihara keberadaan seni budaya bangsa.
4. Unsur persatuan dan kesatuan bangsa.

PENUTUP

Kesenian tundang adalah kesenian yang berasal dari Kalimantan Barat,


tepatnya di Kabupaten Mempawah, Eddy Ibrahim adalah penciptanya. Tundang
memiliki nilai-nilai dan makna yang disampaikan melalui simbol-simbol. Tundang
merupakan perpaduan antara musik pengiring yang terdiri dari instrumen melodis,
harmonis dan ritmis dengan pantun yang dinyanyikan.
Secara terminologi, tundang adalah kependekan dari kata “pantun dan
gendang”. Sedangkan secara etimologi, Tundang adalah seni yang disampaikan lewat
lisan dalam bentuk pantun diiringi dengan gendang dan alat musik lainnya. Jumlah
pemain dalam kesenian Tundang disesuaikan dengan kondisi acara dan tempat.
Jumlah pemain bisa 13 sampai 20 orang atau lebih dan bisa juga 6 sampai 8 orang.
Struktur kesenian tundang terdiri dari pantun dan musik pengiring. Pantun
yang dibawakan bisa berbeda pada setiap pagelaran yang mengikuti tema dari acara
dimana Tundang di panteskan, sedangkan musik pengiring menggunakan beberapa
alat musik diantaranya sebagai berikut :
1. Gendang rebana kecil
2. Gendang rebana besar
3. Marawis
4. Bedug
5. Akordion
6. Djimbe
7. Rumba/marakas
8. Gong
9. Kentongan
Kini, kesenian Tundang sudah mendapatkan pengakuan sebagai salah satu
budaya Indonesia. Untuk menghindari adanya pengakuan dari pihak asing atau
diatasnamakan oleh orang lain, hal ini sudah disadari betul oleh Eddy Ibrahim selaku
pencipta dari kesenian Tundang. Pada tahun 2013, kesenian Tundang sudah mendapat
Hak Cipta dari Kementrian Hukum dan HAM Republik Indonesia dengan
penciptanya Eddy Ibrahim dan ciptaannya bernama Kesenian Syair Tundang.

DAFTAR PUSTAKA

Endang Caturwati, (2015) ​kearifan lokal nusantara. Bandung:​ seminar Arts and
Cultures on the Basis of Local Wisdom

Muhammad Furqan Abdullah, (2011) ​TUNDANG MAYANG SANGGAR PUSAKA


Kesenian Daerah Media Dakwah.​ Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Nopita Sari, Christanto Syam, Ahmad Rabiul Muzammil. ​Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia FKIP UNTAN,​ ​Pontianak

Susanti, (2014) ​lomba karya tulis ilmiah “merekonstruksi sejarah dan budaya daerah
​ ontianak: Arsip Dan Dokumen (PAD) Kota Pontianak
Kalimantan barat. P

http://pai-umy.blogspot.co.id/2011/06/tundang-pantun-berdendang.html

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=320589&val=2338&title=ANA
LISIS%20STRUKTUR%20DAN%20MAKNA%20PANTUN%20DALAM%20KES
ENIAN%20TUNDANG%20MAYANG%20DALAM%20MASYARAKAT%20ME
LAYU%20PONTIANAK

http://borneonusantaratime.com/2014/09/lima-terbaik-karya-tulis-sejarah-budaya-kali
mantan-barat/

Anda mungkin juga menyukai