Anda di halaman 1dari 1

BIOGRAFI BAGONG KUSSUDIARDJA

Bagong Kussudiardja (lahir di Yogyakarta, 9


Oktober 1928 – meninggal di Yogyakarta, 15 Juni 2004
pada umur 75 tahun) adalah seorang Koreografer dan
Pelukis Indonesia. Bagong memulai kariernya sebagai
penari Jawa klasik di Yogyakarta pada 1954. Ia
berkenalan dengan seni tersebut melalui Sekolah Tari
Kredo Bekso Wiromo, yang dipimpin oleh Pangeran
Tedjokusumo, seniman tari ternama.

Bagong mendirikan Pusat Latihan Tari (PLT)


pada 5 Maret 1958 dan Padepokan Seni Bagong
Kussudiardja pada 2 Oktober 1978. Selama hidupnya,
lebih dari 200 tari telah diciptakan, dalam bentuk tunggal
atau massal, diantaranya; tari Layang-layang (1954), tari
Satria Tangguh, dan Kebangkitan dan Kelahiran Isa
Almasih (1968), juga Bedaya Gendeng (1980-an).

Orang tua Bagong, RB Tjondro Sentono menikah dengan Siti Aminah, Dari hasil
perkawinan mereka, lahirlah Kus Sumarbirah, Bagong Kussudiardja, Handung Kussudyarsana,
dan terakhir Lilut Kussudyarto. Kakeknya, Gusti Djuminah konon adalah putra mahkota Sultan
HB VII yang karena membelot, terpaksa harus menjalani hukuman kurantil (pengasingan).

Ia adalah ayah dari Butet Kertaradjasa dan Djaduk Ferianto. Kakek enam cucu ini juga
pelukis, bahkan termasuk perintis seni lukis batik kontemporer. Ia juga pernah bermain film,
antara lain dalam Kugapai Cintamu. Pada 1985, ia menerima Hadiah Seni Pemerintah RI, dan
penghargaan Sri Paus Paulus VI atas fragmennya Perjalanan Yesus Kristus. Untuk lukisan
abstraknya yang dipamerkan di Dacca, ia beroleh medali emas dari pemerintah Bangladesh pada
1980.

Pada Desember 1984, Bagong memulai perjalanan lima bulan ke tujuh negara Eropa.
Bersama 14 penari, ia mengadakan 69 kali kegiatan: pentas tari, seminar, lokakarya, pameran
batik, dan demonstrasi melukis batik. Pada Hari Kebangkitan Nasional di Jakarta, 20 Mei 1985,
ia mempertunjukkan Pawai Lintasan Sejarah Indonesia, didukung 710 penari dan figuran.
Sebulan kemudian, Bagong beserta 100 penari muncul di pesisir Parangtritis, 27 km di selatan
Yogyakarta. Pentas tari kreasinya berjudul Kita Perlu Berpaling ke Alam dan Bersujud pada-
Nya. Bulan berikutnya ia dengan 15 penari manggung di Malaysia, mementaskan tari Gema
Nusantara, Igel-igelan, dan Ratu Kidul. Pada 5 Oktober 1985 di Jakarta, ia menampilkan Pawai
Lintasan Sejarah ABRI yang melibatkan 8.000 seniman, militer, hansip, dan veteran.

Masa kecilnya yang sulit, kendati ia cucu G.P.H. Djuminah, kakak Sri Sultan
Hamengkubuwono VIII, membuat Bagong suka bekerja keras. Ayahnya, pelukis wayang dan
penulis aksara Jawa, kurang mampu menopang kehidupan keluarga. Bagong harus melakoni
berbagai pekerjaan seperti menambal ban dan jadi kusir andong.

Anda mungkin juga menyukai