Anda di halaman 1dari 7

NAMA: AHDA FITRIA SABILA

KELAS: XF
ABSEN: 02
TUGAS SENI BUDAYA
1. Bagong Kusudihardjo

Bagong Kussudiardja lahir di Yogyakarta, 9 Oktober 1928 – meninggal di Yogyakarta, 15 Juni


2004 pada umur 75 tahun. Orang tua Bagong, RB Tjondro Sentono menikah dengan Siti Aminah,
Dari hasil perkawinan mereka, lahirlah Kus Sumarbirah, Bagong Kussudiardja, Handung
Kussudyarsana, dan terakhir Lilut Kussudyarto. Kakeknya, Gusti Djuminah konon adalah putra
mahkota Sultan HB VII yang karena membelot, terpaksa harus menjalani hukuman kurantil
(pengasingan).

Beliau adalah seorang Koreografer dan Pelukis Indonesia. Bagong memulai kariernya sebagai
penari Jawa klasik di Yogyakarta pada 1954. Ia berkenalan dengan seni tersebut melalui Sekolah
Tari Kredo Bekso Wiromo, yang dipimpin oleh Pangeran Tedjokusumo, seniman tari ternama.

Bagong mendirikan Pusat Latihan Tari pada 5 Maret 1958 dan Padepokan Seni Bagong
Kussudiardja pada 2 Oktober 1978. Selama hidupnya, lebih dari 200 tari telah diciptakan, dalam
bentuk tunggal atau massal, diantaranya; tari Layang-layang (1954), tari Satria Tangguh, dan

Karya

Tari
1.Tari Kuda-Kuda (1953). Tarian ini diciptakan Bagong bersama Kuswadji.
2.(2002 Tarian ini mendapat pujian dari banyak pihak karena dianggap sesuai dengan garis LEKRA
dan sejalan dengan keinginan petinggi PKI yang bernama D.N. Aidit. Tari ini Tari Ganyang
Nekolim. Tarian ini Merupakan tari yang dibuat Bagong di masa Orde Lama. menggambarkan
seorang manusia yang kedua tangannya terbelenggu tapi akhirnya mampu memutuskan belenggu
tersebut. Karya ini sendiri sebenarnya merupakan tarian yang diciptakan oleh Bagong setelah ia
mengunjungi festival Jacob's Pillow di Amerika Serikat.
3.Tari Layang-Layang (1954). Tarian ini awalnya merupakan proyek seni dari Presiden Soekarno yang
digarrap oleh Hendra Gunawan untuk Asian Games Tahun 1961.
4.Tari Igel-igelan. Terdapat dua jenis tari Igel-igelan yakni tari Igel-igelan Pertama dan tari Igel-igelan
Kedua. Tari Igel-igelan pertama menceritakan tentang ruwatan. Tari Igel-igelan Kedua mengisahkan
tentang pencak silat. Musik untuk tari ini digarap oleh seorang maestro karawitan Jawa yang juga
pernah menjadi profesor di California Institute of The Arts, bernama Ki Tjokrowasito.
5.Tari Yapong
6.Tari Labako
7.Tari Satria Tangguh
8.Kebangkitan dan Kelahiran Isa Almasih (1968)
9.Tari Bedaya Gendheng (1989)
10.Guruh Gemuruh)
Lukisan
1.Bagong merupakan pelukis yang produktif melahirkan banyak karya. Adapun karya lukisannya
adalah
2.Topeng (1956)
3.Upacara Adat (1962)
4.Rangda (1969)
5.Kawula Gusti (1974)
6.Tangki Minyak (1970)
7.Gunung Merapi (1982)
8.Penari Bali (1989)
9.Wanita Nelayan (1991)
10.Upit (1992)
11.Barong (1993)
12.Model (1994)
13.Mega-Mega (1994)
14.Ngaso (1995)
15.Nelayan (1997)
Patung
Patung Menari (1994-1999)
2. Suprapto Suryadarma
Suprapto Suryodharmo lahir di Surakarta, Jawa Tengah, tahun 1945. Beliau
adalah seniman dan penata tari berkebangsaan Indonesia. Namanya dikenal sebagai
koreografer andal yang dimiliki Indonesia saat ini. Ia banyak melahirkan penari-penari muda
yang datang kepadanya untuk belajar. Untuk mendukung eksplorasi geraknya, Suprapto juga
belajar silat, kungfu, dan meditasi.
Suprapto Suryodharmo sudah mengakrabi dunia kesenian, khususnya seni tari sejak usia
muda. Saat remaja, ia mengikuti ayahnya ke gunung, pepundhen, sendang, dan kuburan.
Selama menemani sang ayah berpetualang, ia pun ikut menjalani laku seperti puasa, tidur di
sendang ataupun kuburan untuk lebih mengheningkan sukma. Bakat seninya juga terbentuk
oleh lingkungan sekitar, dan minatnya tumbuh saat sering mendengar lantunan gending
atau langgam. Kemlayan, kampungnya, merupakan perkampungan tempat tinggal
para pengrawi keraton.
Pada 1966, Suprapto mendirikan kelompok kebudayaan Bharada yang berkumpul secara
rutin di rumahnya untuk belajar dan melakukan gladhi Pelatih-pelatih Bharada di antaranya
adalah S. Ngaliman dan Mloyo Widodo, tokoh-tokoh terkenal dunia tari dan gamelan yang
merupakan penjelmaan nilai-nilai spiritual dan artistik Jawa tradisional. Tahun 1967, ia
masuk kuliah di Jurusan Karawitan ASKI Surakarta, tak lama kemudian, ia terpilih sebagai
ketua senat mahasiswa. Dengan posisinya tersebut, beberapa dia kali mengadakan
lokakarya, pertunjukan, dan festival dengan mengundang seniman seperti penyair dan
sutradara W.S. Rendra.
Tahun 1974, ia memimpin sebuah tim yang terdiri atas penari, dalang, musikus, dan seniman
visual dari ASKI dan Akademi Seni Murni Yogyakarta, ASRI, menciptakan Wayang Buddha.
Wayang Buddha merupakan pementasan wayang gaya baru yang menggabungkan seni rupa,
musik dan dunia pewayangan. Pertunjukan Wayang Buddha menceritakan kisah-kisah
Buddhis seperti riwayat Buddha, Sutasoma, dan Kunjarakarna Dhramkathana. Karya ini
dipertunjukan baik di festival-festival seni maupun dalam acara-acara keagamaan dan hari
raya Buddha.
Beliau wafat pada tanggal 29 desember 2019 akibat penyakit jantung.
Karya: Filsafat Dewa Ruci, Sebuah Kisah kunci dalam Wayang dan teks utama mistisme Jawa.
3. Mugiyono Kasido

Mugiyono Kasido atau kerap disapa Mugi lahir di Jogodayoh, Klaten, Jawa Tengah, Indonesia
pada tahun 1967. Mugi dilahirkan di keluarga seniman sehingga sejak kecil Mugi telah
mengenal dunia pertunjukan seni. Ia mulai belajar terutama tari Jawa klasik sejak usia
delapan tahun.

Karir Mugi sebagai koreografer dimulai pada tahun 1992. Ditahun ini ia berhasil melahirkan
karya Mati Suri. Karyanya ini dipentaskan di Kraton Mangkunegara Surakarta. Mati Suri
berhasil meraih Tropi Mangkunegara IX Kraton Surakarta sebagai Penyaji Terbaik Tari
Kontemporer. Selanjutnya pada tahun 1993, karya Mugi yang berjudul Terjerat
dipentaskannya di Taman Sriwedari Surakarta dan meraih penghargaan Penata Tari Terbaik.

Dengan tari, Mugi berhasil berkeliling dunia. Ia telah mrngunjungi benua Asia, Australia,
Eropa, Amerika dan Afrika dengan karya tarinya seperti Kabar Kabur, Bagaspati, Kosong,
Topeng, Amorphous, Rotate, dan Mencari Mata Candi, Surat Shinta, Lingkar. Karya Mugi
yang lain adalah proyek kolaborasi, antara lain program SOME SHINE yang dipentaskan di
Jerman, Inggris, Israel, dan Indonesia, OR LOCAL yang dipentaskan di Indonesia, Inggris,
Belanda, dan Jerman, serta MASKS DANCE SYMBIOSA PROJECT yang dipentaskan di
Indonesia dan Thailand.

Di dalam negeri Mugi juga pernah melakukan kolaborasi dengan beberapa seniman seperti
Dedek Wahyudi, Slamet Gundono, W.S Rendra, dan I Wayan Sadra. Mugi juga turut
berperan dalam program penelitian Dr. Alessandra Lopez Y Royo Iyer yang merupakan dosen
Senior di Jurusan Tari University of Surrey Roehampton, London untuk penelitiannya tentang
relief Candi Prambanan.

Karya:Mati Suri (1992),Terjerat (1993),Aku dan Aku (1993),Lingkar (1993),Singkir-Singkir


(1994),Eling (1994),Bolo Tenggok (1994),Kosong (1995),Empat Topeng (1995),Mbok Tenggok
(1995).
4. Didik nini Thowok

Didik Nini Thowok terlahir dengan nama Kwee Tjoen Lian. Karena sakit-sakitan orang tuanya
mengubah namanya menjadi Kwee Tjoen An. Ayah Didik, Kwee Yoe Tiang, merupakan seorang
peranakan Tionghoa yang "terdampar" di Temanggung sedangkan ibunya, Suminah, adalah
wanita Jawa asli, asal Desa Citayem, Tjilatjap. Didik adalah sulung dari lima bersaudara.
Setelah G30S/PKI, keturunan Tionghoa diwajibkan mengganti nama Tionghoa mereka menjadi
nama pribumi sehingga nama Kwee Tjoen An pun menjadi Didik Hadiprayitno.
Kehidupan masa kecil Didik penuh keprihatinan. Ayahnya bisnis jual beli kulit kambing dan sapi.
Ibunya membuka kios di Pasar Kayu. Hidup bersama mereka adalah kakek dan nenek Didik.
Maka keluarga Didik harus hidup pas-pasan. Sebagai anak dan cucu pertama, Didik selalu
dimanja oleh seluruh anggota keluarga. Selain itu, Didik tidak nakal seperti kebanyakan anak laki-
laki seumurannya. Ia cenderung seperti anak perempuan dan menyukai permainan mereka,
seperti pasar-pasaran, masak-masakan, dan ibu-ibuan. Saat kecil pun Didik diajari oleh neneknya
ketrampilan perempuan seperti menjahit, menisik, menyulam, dan merenda.
Karya: tari pancasari, tari gambiranom, tari tengkorak tandak.
5. Eri Mefri

Ery Mefri lahir 23 Juni 1958 di Saningbakar, Solok, Sumatera Barat. Ia dibesarkan di
lingkungan keluarga yang lekat pada tradisi Minangkabau. Sang Ayah, Jamin Manti Jo
Sutan, adalah seorang penari dan tokoh tradisi Minangkabau. Sejak kecil Ery sudah
akrab dengan kesenian khas Minangkabau karena mengikuti sang ayah melatih
pemuda dan mengisi acara di berbagai tempat.

Ery mendirikan kelompok tari Nan Jombang pada tahun 1982. Bersama Nan Jombang,
Ery aktif melahirkan karya dan melawat ke berbagai negara. Sejak 2013, ia
menginisiasi Festival Nan Jombang Tanggal 3 sebagai kontribusi Nan Jombang pada
pelestarian kesenian tradisi. Setahun kemudian, Ery juga membuat festival tahunan
pertunjukan kontemporer KABA Festival yang mempertemukan seniman dengan
direktur festival, manajer, dan produser dari dalam dan luar negeri. Nan Jombang juga
aktif menggelar diskusi di ladang tarinya.
Karya: Nan Jombang, Alua jo Patuik, Hep ta ei ti, Nan ta Sirek, Saraso, Bailau, Pitaruah,
Rasian, Tangka Sang Cangka, Tiang Nagari, Adat Salingka Nagari, Rantok Piriang.

6. Eko Suprianto

Eko Lahir di Astambul, Kalimantan Selatan, 26 November 1970, Eko Supriyanto


dibesarkan di Magelang, Jawa Tengah. Sejak usia 7 tahun, Eko belajar silat dan tari
Jawa dari kakeknya. Eko semakin menekuni seni tari dan koreografi saat masuk
Sekolah Tinggi Seni Indonesia Surakarta tahun 1990. Kemudian, Eko melanjutkan
kuliah di Department World Arts and Culture di UCLA, California (1998-2001) dan
menempuh program S-3 Kajian Seni Pertunjukan di Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.

Selama kuliah di UCLA, Eko mendalami teknik tari modern, improvisasi, dan koreografi
dari David Rousseve, Simone Forti, Victoria Marks, dan Angelia Leung. Meski berawal
dari tari tradisi Jawa, ia menganggap tradisi Jawa cukup menjadi bekal inspirasinya.
Pengalaman berkuliah di Amerika Serikat dan berkolaborasi dengan sejumlah seniman
memberinya pemahaman berbeda bahwa sebuah koreografi tidak hanya dilihat dari
sisi panggung, melainkan jugs gerak dan bentuk tarian.

Eko mendirikan Solo Dance Studio dan Eko Dance Company di Surakarta. Ia juga
mengajar koreografi di ISI Surakarta. Sebagai koreografer profesional, ia aktif
menggarap koreografi untuk film serta perhelatan tingkat nasional dan internasional,
misalnya koreografi untuk film Indonesia ”Opera Jawa” karya Garin Nugroho, Asian
Games 2018, dan lain sebagainya.

Karya: Without Body Tawur (2009), Bedhaya Kertas (2008), eL, Opera Jawa "Iron
Bed" (2007), Opera Jawa (2006), Opera Ronggeng (2005).

7. Hasan M Bahasan
Hasan M Bahasan lahir di Kota Parigi, 12 Januari 1930, beliau memulai proses kreatif
berkesenian sejak dibangku Sekolah Desa ditahun 1939 dan beliau memimpin kelompok
Musik Bambu di Parigi serta ikut bermain sebagai peniup suling pendek sampai era
pendudukan Jepang. Ketika tentara NICA berkuasa  ditahun 1946, beliau bergabung dengan
group Hawaian Band sebagai penyanyi dan pemain ukulele. Pada tahun 1947 s/d 1963 beliau
memimpin orkes keroncong “ Irama Seni “ sebagai penyanyi dan pemain biola. Pada tahun
1965 ia hijrah ke kota Palu untuk menjadi pelatih dan pemimpin Band Nada Anda/ Risela
sampai dengan tahun 1970. Pada Tahun 1971 s/d 1981 ia mulai aktif sebagai pelatih tari
daerah se Sulawesi Tengah  serta memimpin Band Ananta pada Kanwil P & K Propinsi
Sulawesi Tengah. Beliau Wafat di kota Palu pada tanggal 22 Mei 1987, hingga akhir
hayatnya, beliau tidak berhenti berkarya.

Karya: Pomonte, Peulu Cinde, Poveba, Kaluku, Mopuputi Cangke, Putri Balantak , Motaro,
Meaju.

8. Alfiyanto Wajiwa
Alfiyanto lahir di Bukittinggi, Sumatra Barat, 1 Mei 1968; umur 52 tahun) adalah seorang penata
tari dan pengajar atau dosen Indonesia. Ia merupakan alumniAkademi Seni Karawitan Indonesia
Padang panjang dan Institut Seni Indonesia Surakarta jurusan tari. Alfiyanto bergabung dengan
kelompok tari kontemporer Gumarang Sakti pimpinan maestro tari Indonesia, Gusmiati Suid -
Boy G Sakti pada tahun 1990-2004.
Setelah terpilih sebagai salah seorang penari yang akan dibawa ke Amerika Serikat, ketika
Gusmiati Suid mencari penari ke Padangpanjang. Sejak saat itu Alfiyanto semakin percaya diri
bahwa dunia tari juga bisa jadi andalan sebagai sumber kehidupan. Tahun 2005 hijrah ke
Bandung.
Selain mengajar sebagai Dosen Penciptaan Tari STSI Bandung - Institut Seni Budaya Indonesia
Bandung, Alfiyanto juga merupakan pendiri dan Art Director WaJiWa Bandung Dance
Theater serta Rumah Kreatif WaJiWa. Mengembangkan Aktivitas dan Kreativitas Tari dengan
konsep Ekokultural. Metode pelatihan "Literasi Tubuh Wajiwa" dengan model Lantai
Membangun Atap. Alfiyanto Wajiwa sebagai penggagas event "Jabar Contemporary Dance
Festival.
Karya: Detak Datuak, Oase, Autis, Pose

Anda mungkin juga menyukai