Anda di halaman 1dari 6

A.

Tari
Secara umum, tari sebagai bentuk kesenian merupakan ekspresi yang diungkapkan melalui gerak tubuh yang berirama. Setiap gerakannya selarasdengan musik ( gending ) yang mengiringinya. Dalam bahasa Jawa, tari juga disebut beksa yang merupakan gabungan dari kata ambeg dan esa . Beksa memiliki pengertian bahwa setiap orang yang menari harus menyatukan jiwanya dalam suatu gerak menuju satu tujuan. Tari memiliki beberapa unsur, yaitu : Gerak Garis Bentuk Waktu Ruang

B. Tarian Nusantara
Tarian nusantara merupakan harta kekayaan bangsa Indonesia yang tidak ternilai harganya. Setiap daerah di seluruh wilayah nusantara mempersembahkan tarian untuk Indonesia tercinta. Tarian menjadi identitas sebuah daerah dari salah satu wilayah di Indonesia. Bahkan tarian nusantara menjadi simbol keberadaan sebuah identitas budaya dalam sebuah daerah di wilayah Indonesia. Kita sudah mengenal tarian ini sejak lama, bahkan sejak kita masih duduk di bangku sekolah dasar. Namun, tidak sedkit yang sudah melupakan tarian yang ada di Indonesia. Indonesia yang kaya akan budaya yang berbeda-beda satu sama lain tentu harus memiliki sebuah ciri khas untuk membedakannya dengan budaya negara lain. Salah satunya melalui tarian. Membedakan di sini bukan bermaksud untuk menonjolkan mana daerah yang lebih baik dan mana yang tidak baik. Tarian ini berfungsi sebagai bentuk simbol budaya dari daerah-daerah yang ada di seluruh nusantara. Tarian Nusantara Sebagai Identitas Daerah dari Seluruh Wilayah Indonesia Tarian nusantara menjadi sebuah identitas daerah di seluruh wilayah Indonesia. Tarian ini merupakan salah satu dari wujud sebuah budaya yang ada di Indonesia. Sehingga jangan heran jika Indonesia kaya akan tarian, mengingat budaya yang dimilikinya pun beragam. Tarian nusantara juga menjadi kebanggaan bagi anggota sebuah budaya dari seluruh wilayah Indonesia. Oleh karena itu, tarian dilestarikan oleh anggota budaya setempat supaya tetap lestari. Berikut adalah beberapa kategori tarian nusantara : 1. Tari Tradisonal Tari tradisional merupakan jenis tari yang berangkat dari norma budaya yang berkembang untuk sebuah budaya tertentu di Indonesia. Tari tradisional ini ditandai dengan penggunaan peralatan yang sederhana dan terbuat dari bahan-bahan yang tersedia di alam tanpa ada sentuhan teknologi. Tarian tradisional ini masih bisa kita temui di daerah pedalaman yang masih asli seperti suku Dayak di Kalimantan, suku Kubu di Jambi, suku Mentawai di Kepulauan Mentawai.

2. Tari Adat Tari adat merupakan jenis tari yang berangkat dari kebiasaan dan tatacara adat dari masingmasing daerah di Indonesia. Tari adat hampir samadengan tari tradisional. Hanya saja dalam tari adat sudah ada sentuhan teknologi, seperti menggunakan alat musik akordeon dan seruling. Selain itu, pakaianpenarinya pun sudah dirancang sedemikian rupa dengan memadupadankan jahit tangan dan jahit mesin. Tari adat ini bisa kita temui pada acara pernikahan, sunatan, syukuran agama, dan penyambutan tamu. 3. Tari Permainan Rakyat Tari permainan rakyat ini merupakan jenis tari yang berangkat dari kisah atau cerita dalam permainan rakyat yang ada di seluruh wilayah Indonesia. Di beberapa daerah di Indonesia, permainan rakyat masih menampilkan tarianyang disebut dengan tari permainan rakyat. Seperti pementasan angklung yang disertai dengan tari permainan rakyat bermain angklung, atau tari Reog yang mengiringi pementasan permainan rakyat Reog Ponorogo. 4. Tari Kontemporer Tari kontemporer ini merupakan kategori dalam tarian yang berangkat dari imajinasi pelaku budaya masing-masing dalam mengembangkan jenis tarian. Tari nusantara yang termasuk dalam kategori tari kontemporer inimemadukan unsur tradisional, adat serta gerakan yang lebih modern. Demikian juga dengan kostum atau pakaian yang dikenakan, memadukan unsur budaya etnik dan modern. Sejarah Perkembangan Tarian Nusantara Sebagai bentuk ekspresi, tari sebenarnya sudah ada sejak lama, menyatu dalam keseharian hidup masyarakat nusantara. Menurut catatan sejarah, tarian nusantara sudah ada sejak abad ke-6 Masehi, ketika kehidupan masyarakat nusantara masih primitif. Tarian nusantara kemudianberkembang karena masuknya agama Hindu, Buddha, dan Islam. Di Jawa, perkembangan tari berpusat di keraton. Tari-tari Jawa klasik tercipta untuk keperluan upacara atau ritual tertentu. Tari Bedhoyo Ketawang misalnya, hanya digelar saat pelantikan raja atau jumenengan .Bedhoyo Ketawang diciptakan saat kerajaan Mataram dipimpin oleh Sultan Agung. Konon tari Bedhoyo Ketawang merupakan kreasi Sultan Agung bersama Kanjeng Ratu Kencanasari, penguasa Laut Selatan yang lebih dikenal dengan sebutan Ratu Kidul. Bedhoyo Ketawang masih digelar sampai sekarang, namun memunyai makna yang berbeda. Meski bentuk dan tata cara pelaksanaannya sama, tetapi tidak lagi merupakan ritual agung yang sakral seperti zaman dahulu. TariBedhoyo ketawang digelar sebagai upaya untuk melestarikan budaya nusantara. Tarian nusantara juga ada yang tercipta karena motif politik. Salah satunya adalah tari Srimpi Sangopati karya Pakubuwono IX. Pakubowono menciptakan Srimpi Sangopati sebagai ejekan. Sangopati berarti bekal kematian, memunyai makna sajian untuk mengiringi kematian Belanda. Tarian Nusantara Modern Tarian nusantara terus mengalami perkembangan. Pagelaran dan kreasi tari yang dahulu hanya didominasi oleh para raja dan bangsawan, kini sudah banyak dimiliki oleh masyarakat di luar keraton. Terciptalah tari-tari kreasi baru antara lain tari Bondhan, Kelana Topeng, Gambiranom, atau tari Gagrag Anyar.Lebih jauh lagi, muncul juga penggabungan antara tari jawa klasik dan unsur-unsur dance. Lahirlah salah satu bentuk seni tari yang bernuansa kontemporer. Dalam kreasi tari kontemporer, konsep tradisionaldisandingkan dengan gaya modern, disinilah letak keunikannya. Meski banyak karya gerak kontemporer di dunia, namun tari kontemporeryang diserap dari tari tradisional Indonesia sangat berbeda. Khasanah tarian nusantara semakin kaya dengan kreasi kontemporer ini.

C. Tokoh Tari di Indonesia


1. Sardono Waluyo Kusumo Sardono Waluyo Kusumo (lahir di Solo, 6 Maret 1945; umur 68 tahun) adalah seorang penari, koreografer, dan sutradara film asal Indonesia. Ia adalah salah seorang tokoh tari kontemporer Indonesia. Sardono pertama kali belajar menari tarian klasik Jawa 'alusan' pada R.T. Kusumo Kesowo (master tari kraton Surakarta). Pada tahun 1961, R.T. Kusumo Kesowo menciptakan sendratari kolosal Ramayana yang dipentaskan di Candi Prambanan. Tari kolosal ini melibatkan 250 penari dengan dua set orkestra gamelan. Sardono diserahi tugas untuk menarikan tokoh Hanoman - meskipun ia terlatih sebagai penari 'alusan' bukan 'gagahan'. Pada awalnya ia kecewa, namun tugas ini memberinya inspirasi untuk mengadaptasi gerakan Hanoman di tari Jawa dengan silat yang ia pelajari sejak umur 8 tahun setelah ia melihat komik Tarzan. Pada tahun 1968 ia menjadi anggota termuda IKJ pada usia 23 tahun. Pada tahun 1970-an ia mendirikan Sardono Dance Theatre. Sardono pernah mendapatkan penghargaan Prince Claus Awards dari Kerajaan Belanda pada tahun 1997. Sejak 14 Januari 2004 ia adalah Guru Besar Institut Kesenian Jakarta (IKJ).

2. Theodora Retno Maruti Theodora Retno Maruti (lahir di Solo, Jawa Tengah, 8 Maret 1947; umur 66 tahun) adalah seorang seniman tari dan maestro tari Jawa klasik gaya Surakarta. Retno Maruti juga seorang koreografer yang mengembangkan tari Jawa klasik yang dianggap kuno menjadi memukau selera penonton modern dalam beberapa pagelaran monumental. Selain mampu menampilkan seni tradisi dengan suatu kedalaman rasa secara kreatif, Retno Maruti juga berhasil melahirkan seniman dan penari klasik muda. Retno Maruti menikah dengan Arcadilus Sentot Sudiharto yang juga merupakan seorang penari. Keduanya sanggar tari Padnecwara tahun 1976. Di bawah panji Padnecwara, Retno telah melakukan berbagai pagelaran hampir setiap tahun. Pada tahun 2005, Akademi Jakarta memberikan penghargaan Life Achievement kepada Retno Maruti yang dianggap sebagai seniman/budayawan yang telah memenuhi syarat dalam kualitas tinggi, kontinyuitas dalam berkarya, serta pengabdian di bidang seni dan budaya. 3. Osman Gumanti Osman Gumanti (lahir di Solok, Sumatera Barat, Indonesia, 1916 - wafat di Kuala Lumpur, Malaysia, 14 Desember 1973) merupakan salah seorang koreografer, penari, dan pemain film Malaysia. Ia menghabiskan masa kecilnya di Minangkabau, sebelum merantau ke Malaya pada tahun 1950. Osman merupakan salah seorang bintang film idola pada era 1950-an. Film-filmnya banyak menarik minat penonton, terutama mengenai kisah-kisah heroik. 4. Ery Mefri Ery Mefri (lahir di Saningbakar, Solok, Sumatera Barat, 23 Juni 1958; umur 54 tahun) adalah seorang koreografer tari asal Indonesia. Ia merupakan pimpinan kelompok tari Nan Jombang Dance Company. Dalam berkarya, ia banyak mengolah unsur-unsur tari tradisional Minangkabau. Ery merupakan anak tunggal dari pasangan Jamin Manti Jo Sutan dan Nurjanah asal Minangkabau. Ia mengawali kariernya bersama Grup Gumarang Sakti pimpinan Gusmiati Suid. Ia dikenal sebagai koreografer yang suka melakukan pencarian ekspresi baru dalam setiap karyanya. Salah satu ciri khas yang muncul dalam setiap pementasan karyanya adalah tidak

menggunakan iringan musik atau instrumen khusus. Para penari sendirilah yang menciptakan musik melalui nyanyian, tepukan tangan, pukulan ke anggota tubuh, atau tabuhan pada kain celana galembong. Berkat ketekunannya dalam mengkreasikan tari Minang kontemporer, Ery Mefri sudah beberapa kali tampil di festival tari dunia, antara lain di Singapura, Essen, Mlheim an der Ruhr, Tokyo, Berlin, dan London. Berikut adalah karya-karyanya : Nan Jombang, Alua jo Patuik, Hep ta ei ti, Nan ta Sirek, Saraso, Bailau, Pitaruah, Ah, Rasian, Tangka Sang Cangka, Tiang Nagari, Adat Salingka Nagari, Rantok Piriang, Sarikaik Pangka Sangketo, dan Negeri Tak Berbaju 5. Didik Hadiprayitno, SST Didik Hadiprayitno, SST (dengan nama lahir Kwee Tjoen Lian, lalu Kwee Tjoen An) yang lebih dikenal sebagai Didik Nini Thowok (lahir di Temanggung, Jawa Tengah, 13 November 1954; umur 58 tahun) adalah penari, koreografer, komedian, pemain pantomim, penyanyi, dan pengajar. Saat masih sekolah, Didik suka menggambar dan menyanyi (suaranya bagus terutama saat menyanyi tembang Jawa). Namun setelah mengenal dunia tari akibat sering menonton pertunjukan wayang orang yang berupa sendratari, Didik pun bertekad untuk mempelajari tari. Sayangnya perekonomian keluarga yang pas-pasan menyulitkan langkah Didik untuk belajar. Akhirnya Didik meminta teman sekelasnya Sumiasih, yang pandai menari dan nembang, untuk mengajarinya tari-tarian wayang orang. Menari bukan hal yang sulit dilakukan, karena selain tubuhnya yang lentur, Didik juga berbakat. Guru Didik berikutnya adalah Ibu Sumiyati yang mengajarinya dan ketiga adiknya, tari Jawa klasik gaya Surakarta. Didik membayar guru ini dari hasil menyewakan komik warisan kakeknya. Didik juga belajar tarian Bali klasik dari seorang tukang cukur rambut. Didik berguru pada A. M. Sudiharjo, yang pandai menari Jawa Klasik juga sering menciptakan tari kreasi baru. Didik ikut kursus menari di Kantor Pembinaan Kebudayaan Kabupaten Temanggung. Salah satu gurunya adalah Prapto Prasojo, yang juga mengajar di padepokan tari milik Bagong Kussudiarjo di Yogyakarta. Koreografi tari ciptaan Didik yang pertama dibuat pada pertengahan 1971. Tarian itu diberi judul Tari Persembahan, yang merupakan gabungan gerak tari Bali dan Jawa. Didik tampil pertama kali sebagai penari wanita; berkebaya dan bersanggul saat acara kelulusan SMA tahun 1972. Saat itu, didik juga mempersembahakan tari ciptaannya sendiri dengan sangat luwes. Didik terus mengembangkan kemampuan tarinya dengan berguru ke mana-mana. Didik berguru langsung pada maestro tari Bali, I Gusti Gde Raka, di Gianyar. Ia juga mempelajari tari klasik Sunda dari Endo Suanda; Tari Topeng Cirebon gaya Palimanan yang dipelajarinya dari tokoh besar Topeng Cirebon, Ibu Suji. Saat pergi ke Jepang, Didik mempelajari tari klasik Noh (Hagoromo), di Spanyol, ia pun belajar tari Flamenco. 6. Hendrawanto Panji Akbar Luthan Hendrawanto Panji Akbar Luthan atau yang dikenal dengan Deddy Luthan (lahir di Jakarta, 25 April 1951; umur 61 tahun) adalah seorang koreografer tari asal Indonesia. Ia merupakan pengelola sekaligus pemimpin kelompok tari Deddy Luthan Dance Company. Deddy lahir dari pasangan orang tua yang berasal dari Minangkabau. Ayahnya, Luthan Madjid, adalah seorang aktivis politik dan pengusaha penerbitan. Sebelum masuk ke LPKJ (Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta) di Taman Ismail Marzuki, Deddy sempat kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Ia menyelesaikan pendidikannya pada Jurusan Tari di

LPKJ pada tahun 1979. Sebelum menjadi pelatih, ia pernah menjadi penari. Sebagai penari ia melawat ke beberapa negara, antara lain Australia, Korea Selatan, Malaysia, Thailand, Jepang, Kanada, dan Hongkong. Dalam berkarya, ia selalu memasukkan nilai-nilai kemanusiaan sebagai bentuk tanggung jawab sosialnya kepada masyarakat. Selain menjadi koreografer, saat ini ia juga mengajar di Institut Kesenian Jakarta, dan menjabat sebagai Ketua Komite Tari Dewan Kesenian Jakarta. Berikut adalah karya-karyanya : Gerak Dalam Magi dan Tali-Tali (1973) , Si Madu Gombak, kreasi dari tari Minang (1974) , Hypolutos, kreasi dari tari Dayak (1975) , Indang, kreasi dari tari Minang (1976) , Nadi, kreasi dari tari Bali (1977), Gandrung Salatun (1992) , Iki Buru Gandrung (1994) , Gandrung Blambangan (1997) , Gandrung Eng Tay , Ketika Anggrek Hitam Berbunga (2002) , Rijog, Pasir yang Sunyi (2004) , Tanah yang Hilang (2007), dll. 7. Yandi Yasin Yandi Yasin atau yang lebih dikenal dengan Boy G. Sakti (lahir di Batusangkar, Sumatera Barat, 4 Agustus 1966; umur 46 tahun) adalah salah seorang koreografer tari asal Indonesia. Boy mulai belajar menari sejak umur 17 tahun di Gumarang Sakti Dance Company, di bawah bimbingan ibunya, Gusmiati Suid. Karya-karyanya merupakan perpaduan antara tradisi Minangkabau dengan teknik-teknik modern. Namun, ia juga bisa memadukan budaya-budaya lain, seperti budaya Bali pada pembukaan acara Asian Beach Games 2008. Selain mengelola Gumarang Sakti, kini ia menjadi salah satu koreografer Singapore Dance Theatre dan Ballet Philipine. 8. Bagong Kussudiardjo Bagong Kussudiardjo adalah seniman tari yang berasal dari Yogyakarta. Sri Sultan Hamengkubuwono IX pernah menghargainya sebagai pencipta tari yang "Turut memperkaya tari-tarian Jawa". Ia adalah ayah dari Butet Kertaradjasa dan Djaduk Ferianto. Kakek enam cucu ini juga pelukis, bahkan termasuk perintis seni lukis batik kontemporer.Ia juga pernah bermain film, antara lain dalam Kugapai Cintamu. Pada 1985, ia menerima Hadiah Seni Pemerintah RI, dan penghargaan Sri Paus Paulus VI atas fragmennya Perjalanan Yesus Kristus. Untuk lukisan abstraknya yang dipamerkan di Dacca, ia beroleh medali emas dari pemerintah Bangladesh pada 1980. Pada Desember 1984, Bagong memulai perjalanan lima bulan ke tujuh negara Eropa. Bersama 14 penari, ia mengadakan 69 kali kegiatan: pentas tari, seminar, workshop, pameran batik, dan demonstrasi melukis batik. Pada Hari Kebangkitan Nasional di Jakarta, 20 Mei 1985, ia mempertunjukkan Pawai Lintasan Sejarah Indonesia, didukung 710 penari dan figuran. Sebulan kemudian, Bagong beserta 100 penari muncul di pesisir Parangtritis, 27 km di selatan Yogyakarta. Pentas tari kreasinya berjudul Kita Perlu Berpaling ke Alam dan Bersujud padaNya. Bulan berikutnya ia dengan 15 penari manggung di Malaysia, mementaskan tari Gema Nusantara, Igel-igelan, dan Ratu Kidul. Pada 5 Oktober 1985 di Jakarta, ia menampilkan Pawai Lintasan Sejarah ABRI. "Gagasannya dari Wayang Beber", ceritanya. Ia melibatkan 8.000 seniman, militer, hansip, dan veteran. Masa kecilnya yang sulit, kendati ia cucu G.P.H. Djuminah--kakak Sultan Hamengkubuwono VIII--membuat Bagong suka bekerja keras. Ayahnya, pelukis wayang dan penulis aksara Jawa, kurang mampu menopang kehidupan keluarga. Bagong harus melakoni berbagai pekerjaan, seperti menambal ban dan jadi kusir andong.

Ia adalah pendiri dari sebuah lembaga pendidikan seni nonformal yang didirikan pada tahun 1978 bernama Yayasan Bagong Kussudiardja. 9. Tati Saleh
Raden Siti Hatijah (lebih dikenal dengan nama Tati Saleh; lahir di Jakarta, 24 Juli 1944 meninggal di Bandung, 9 Februari 2006 pada umur 61 tahun) adalah seorang penari jaipongan asal Indonesia. Ayahnya, Abdullah Saleh, adalah seorang seniman yang juga berprofesi sebagai Kepala Kebudayaan Ciamis, sedangkan ibunya adalah pengajar seni tari dan tembang. Selain ayahnya, Tati Saleh mempelajari seni tari dari R. Enoch Atmadibrata, Ono Lesmana, serta tokoh tari Sunda, R. Cece Somantri. Di Konservatori Karawitan (Kokar), ia dan beberapa rekannya menggubah beberapa Seni Ibing Jaipongan seperti Lindeuk Japati, Rineka Sari, Mega Sutra. Pada tahun 1960-an, ia juga, bersama Indrawati Lukman, Irawati Durban, Tien Sapartinah dan Bulantrisna Jelantik, dikenal sebagai penari istana. Saleh meninggal dunia pada 9 Februari 2006 akibat komplikasi luka lambung, vertigo dan diabetes. Ia meninggalkan suaminya, Maman Sulaeman dan tiga orang anak. Pembaca kami juga menyukai

Anda mungkin juga menyukai