Anda di halaman 1dari 10

1. Bagong kusudiharjo dari Yogyakarta.

Bagong

Kussudiardja

memelajari seni

sejak usia dini,

dan mulai

menekuni tarian Jepang dan India. Pada 1957 hingga 1958, ia belajar ke

Amerika Serikat dibawah bimbingan Martha Graham, seorang

koreografer legendaris yang karyanya dikenal luas. Lepas dari

pendidikannya di Amerika Serikat, Bagong kembali ke tanah air dan

memulai berkarya.

Di kota kelahirannya, Yogyakarta, Bagong mendirikan Pusat Latihan

Tari Bagong Kussudiardja yang diikuti dengan Padepokan Seni Bagong

Kussudiardja yang ia dirikan pada 1978. Karya – karyanya dikenal

menakjubkan karen menggabungkan unsur modern dalam mengelevasi

tari tradisional Indonesia. telah lebih dari 200 tarian ia ciptakan yang

mengusung konsep kreatif, intrik dan gaya tersendiri dari seorang Bagong

Kussudiardja. Selain menjadi koreografer tari, Bagong Kussudiardja juga

menekuni seni lukis batik dengan gaya impresionis, abstrak dan realis.

Seniman multitalenta yang merupakan ayah dari tokoh seni Butet

Kertaradjasa dan Djaduk Ferianto ini telah tutup usia pada 2004 silam.

padepokan seni yang ia dirikan bisa dikunjungi oleh masyarakat umum

1
secara bebas, serta pernah menjadi lokasi syuting salah satu adegan

dalam film Ada Apa Dengan Cinta 2 yag tayang pada 2016 lalu.

2. Guruh Sukarno Putra dari Jakarta.

Guruh Soekarnoputra dikenal sebagai seorang

politikus sekaligus seniman yang merupakan

anak bungsu dari presiden pertama Indonesia

Soekarno dan Fatmawati. Ia menjadi satunya

anak laki-laki Soekarno yang terjun ke politik

praktis.

Guruh lahir di Jakarta, 13 Januari 1956. Sejak kecil, dirinya telah menyukai seni

dan sastra. Waktu usianya masih 5 tahun, Guruh sudah bisa menari Jawa,

Sunda, dan Bali hingga mementaskannya. Lalu, dirinya pun bermain piano

pada band anak-anak bikinannya.

 Saat Guruh berusia 9 tahun, ia membentuk band The Beat-G. Band tersebut

merilis album perdananya pada tahun 1975 bertajuk Guruh Gypsy berisikan

lantunan musik gamelan Bali.

Selang dua tahun, Guruh mendirikan organisasi Swara Mahardika yang

kemudian berganti nama menjadi Yayasan Swara Mahardika pada 1987. Ia

pun melebarkan sayap ke dunia bisnis dengan mendirikan PT Gencar Semarak

Perkasa (GSP) pada tahun 1989.

2
Sebagai seorang seniman, Guruh sering mengeksplor kemampuannya lewat

berbagai pagelaran beberapa di antaranya yaitu Pagelaran Karya Cipta Guruh

Soekarno Putra I pada 1979, Pagelaran Karya Cipta Guruh Soekarno Putra II:

Untukmu Indonesiaku (1980).

Pemilik nama lengkap Mohammad Guruh Irianto Soekarnoputra ini juga

membuat film semi-dokumenter Untukmu Indonesiaku yang rilis bersamaan

dengan pelaksanaan pagelarannya.

Selain itu, Guruh mengadakan pertunjukan kolosal dengan judul 'JakJakJakJak

Jakarta' dalam rangka ulang tahun Jakarta ke 462 tahun dan Pagelaran

Kolosal: Gempita Swara Mahardhika dalam rangka 10 tahun Swara Mahardika

pada 1987.

Masih di bidang seni, Guruh juga menjadi illustrator musik film Ali Topan Anak

Jalanan (1977). Ia pun menunjukan bakat aktingnya dengan berperan sebagai

Sunan Muria dalam film Sembilan Wali (1985).

Pada 23 Maret 2011 bertepatan dengan Hari Musik Nasional, Guruh

memperoleh Penghargaan Nugraha Bhakti Musik Indonesia dari Persatuan

Artis, Penyanyi, Pencipta Lagu, dan Penata Musik Rekaman Indonesia

(PAPPRI).

Dalam bidang politik, ia bergabung dengan PDI Perjuangan yang diketuai oleh

kakaknya Megawati Soekarnoputri.

Maju melalui partai ini, ia terpilih sebagai anggota DPR-RI lewat dapil Jawa

Timur I. Di sana, Guruh menduduki posisi di Komisi X DPR-RI yang bergerak di

3
bidang Pendidikan, Kebudayaan, Pariwisata, Ekonomi Kreatif, Pemuda,

Olahraga, dan Perpustakaan. Ia beberapa kali menjadi anggota DPR.

Sementara kehidupan pribadinya, Guruh terlihat lebih suka melajang. Pada

usia 46 tahun, ia baru menikah dengan seorang penari asal Uzbekistan, Sabina

Guseynova pada 20 September 2002 di Tashkent, Uzbekistan.

Dalam pernikahannya tersebut, Guruh menyerahkan Al-Quran, Buku Di Bawah

Bendera Revolusi, dan Buku Otobiografi Presiden Soekarno sebagai mas

kawin. Tapi sayangnya pernikahan mereka tidak bertahan lama.

Lalu pada awal November 2009, Guruh terlihat dekat dengan seorang wanita

bernama Evasari Gabrielle Silalahi. Namun, hubungan mereka tidak berlanjut

ke pelaminan.

Guruh pun sempat dekat dengan penyanyi Cici Paramida. Dirinya mengaku

terpesona dengan dagu milik Cici. Bahkan, Guruh ciptakan lagu Candu Asmara

khusus untuk Cici. Guruh pun terlibat dalam pembuatan video Wulan Merindu

sebagai penata kostum.

Namun sayangnya, lagi-lagi kelanjutan hubungan ini menguap begitu saja. 

Selain Cici Paramida, Guruh ternyata sempat menjalin kasih dengan Dewi

Perssik. Bahkan, Dewi pun tidak membantah kedekatan tersebut. Menurut

Dewi, Guruh merupakan sosok yang mapan dan low profile.  (AC/DN) 

(Photo/Antara)

4
3. Munaisah najamuddin dari Jenoponto, Ujung pandang.

KEMAUAN dan kerja keras membawanya menjadi sosok yang dikenal sebagai

seniman wanita multi talenta. Disebut multi talenta karena ia menciptakan

karya-karya besar di beberapa bidang kesenian dan sastra sampai saat ini. Dia

adalah Hj Munasiah Nadjamuddin.

Beberapa karya wanita yang lahir 70 tahun silam ini. Di bidang seni tari, wanita

bersuamikan (almarhum) Najamuddin (tokoh sepakbola Makassar) mampu

menciptakan, Tari Pagalung, Tari Nelayan, Tari Patoeng, Tari Batara, dan

beberapa tarian lainnya. Semua diciptakannya dengan “menguras” otaknya

sendiri.

Hasilnya, sejumlah juara nasional mampu diraihnya. Tari Pagalung

menghantarkannya pentas di Jakarta. Tepatnya, tahun 1965. Dia mampu

menyabet juara II nasional. Namun, usahanya berkarier di seni tari tidak

didapatkan dengan mudah. Berbagai rintangan juga dilaluinya.

“Dulu orang tua tidak suka kalau saya menari. Kalau sudah pulang ke rumah

biasanya dicubit. Mereka (orang tua) tidak tahu saya ke mana. Padahal, saya

tidak kemana-mana hanya ke rumah ibu Nani Sapada (Hj Andi Siti Nurhani

Sapada), menari. Sebenarnya, lebih banyak sukanya dibanding duka. Saya juga

sempat menjadi penari di istana (negara). Itu sekitar tahun 1957,” tandasnya.

5
Munasiah mengenal tari sejak usia 10 tahun. Talenta seninya yang begitu besar

dan kemauan berusaha membuat dirinya menjadi seorang seniman besar di

Indonesia. “Semua orang bilang begitu. Pak Pangerang Pettarani juga menilai

talenta saya waktu itu. Sampai-sampai saya ditarik untuk bekerja di kantor

gubernur. Padahal saya seorang guru,” ungkapnya.

Guru memang merupakan latar belakang wanita ini. Bekerja sebagai tenaga

pendidik merupakan salah satu caranya untuk memajukan dunia kesenian di

daerah Sulsel. Berbagai metode pelajaran disusunnya dengan rapih. Metode-

metode pelajaran ini akhirnya disusun menjadi sebuah buku. Buku itu berjudul

“Tari Tradisional Sulawesi Selatan”. Kini buku itu telah menjadi buku panduan

bagi penari pemula.

Buku ini dicetak tahun 1983 di Percetakan Bhakti Baru. Buku yang disunting

wartawan Senior Sulsel, HM Alwi Hamu dan H Syamsu Nur, ini dicetak sebanyak

136 ribu. Di edisi cetakan pertama, buku tersebut membuat gempar seluruh

Sulsel. Bukan hanya skala lokal saja, tetapi, buku ini tersebar hingga luar negeri.

“Buku ini lengkap. Juga terdapat buku pengetahuan karawitan daerah Sulsel.

Jadi, dijual satu paket. Tapi, dicetak di Jakarta. Dari buku itu, saya juga kadang

mengajar melalui telepon ke Jerman. Mereka minta supaya saya jelaskan

gerakan-gerakannya. Yah, kujelaskanmi juga lewat telepon,” ucap, Bunda (begitu

ia biasa disapa), seraya tertawa.

6
Selain membuat sebuah buku, wanita yang melahirkan 10 orang anak ini juga

membuat novel. Karya tulisnya, seperti, novel gilimanuk, Jalabaranna Bantaeng,

Malania Daeng Makanang. Bahkan, juga terdapat beberapa buah karya – karya

tulisnya berupa puisi. Seperti, kumpulan puisi Tiga Perempuan.

Berkat ketenarannya melalui dunia seni tari ini, dia juga terjun ke ranah politik.

Bahkan melalui partai politik dia merasakan duduk di parlemen selama dua

periode. Berkat kepiawaiannya di dunia seni, bahkan tidak segan-segan dia

muncul film layar lebar berjudul “Jangan Rebut Cintaku”.

Film yang menghantarkan Rahman Arge mendapatkan piala citra ini, Bunda

beradu akting bersama, Conny Sutedja, Dian Nitami, Mathias Muchus. Nah,

industri per-film-an ini yang kini dirindukan nenek dengan puluhan cucu ini.

“Saya berencana membuat film berjudul “Perjalanan”. Diharap pemerintah Sulsel

dan Sulbar mendukung film ini,” tandasnya.

Film “Perjalanan” ini tidak terpisah dari sejarah. Sedianya film yang disutradarai

Arman Dewarti ini akan menceritakan hubungan antara Kerajaan Badung (Bali),

Mamuju, Sulbar, serta Gowa, Sulsel. Film ini berlokasi syuting di Sulbar dan

Sulsel.

Film ini mengisahkan tentang seorang pelaut asal Mandar, Sulbar yang senang

melanglang buana. Suatu saat pelaut ini melabuhkan kapalnya di Batulicin,

Balikpapan. Di daratan dia bertemu dengan seorang wanita asal Bali. Pertemuan

7
ini berlanjut hingga ke pelaminan. Dari pernikahannya ini, pelaut ini kemudian

melahirkan seorang anak.

Berselang beberapa lama, pelaut ini kembali ke kampung asalnya. Anak dan

istrinya tetap berada di Balikpapan. Tiba di kampung halamannya, pelaut ini

kembali dinikahkan dengan seorang putri. Pernikahan keduanya ini juga

membuahkan seorang anak.

“Berselang beberapa tahun kemudian saat anaknya beranjak dewasa dan siap

untuk dinikahkan, hatinya tersentak. Ternyata, yang dilamarnya merupakan anak

dari istri pertamanya. Film ini tidak akan meninggalkan hubungan sejarah dua

daerah dan kondisi saat ini. Biar akan meluncurkan film, tapi, seni tari tetap

menjadi perhatian saya. Saya tetap akan mengajar tari. Seni tari harus tetap

terjaga dan dilestarikan generasi penerusnya,” bebernya. (*)

4. Sardono W. kusumo.

ardono W Kusumo adalah

seorang tokoh tari

kontemporer Indonesia yang

menciptakan berbagai karya

seni tari kontemporer  di

Indonesia. Pria kelahiran Solo

6 Maret 1945 ini telah menghasilkan banyak karya seni tari dalam perjalanan

8
hidupnya. karya-karya seperti Samgita Pancasona (1968), Yellow Submarine

(1977), dan Tarian Cak Rina (1976) adalah beberapa hasil karya yang berhasil

dipentaskan oleh seniman yang pernah membintangi beberapa judul film

Indonesia ini.Sardono juga menjadi seniman yang berjasa memodernkan tari-tari

tradisi dan berhasil mengenalkannya ke dunia internasional melalui pendekatan

kontemporer. Saat ini, Sardono W Kusumo menjabat sebagai Rektor di Institut

Kesenian Jakarta (IKJ)

5. Farida faisol.

Farida Faisol (lahir di solo, 7 Juli 1939) adalah seorang

tokoh penari balet nasional yang mendirikan sekolah

balet Nritya Sundara. Pada usia 8 tahun ia memperoleh

pendidikan Fine Art Movement di Singapura.

Kemudian ,meneruskan Sekolah Tari di Moskow, Uni Soviet. Lalu di Amerika

serikat ia belajar menari pada Merce Cunningham dan Martha Graham.Farida

Faisol memilih dunia tari karena dia menggangap tari adalah hidupnya dan alasan

dia memilih bidang balet karena menonton film berjudul Red Shoe.

Pada sekitar tahun 1950-1954, ketika ayahnya bekerja di Australia Farida

mendapat pendidikan disana setelah itu ia pindah ke Negeri Belanda, Farida

berpindah pindah karena ayahnya merupakan pegawai Departemen Luar Negeri.

Pada tahun 1958, Farida pulang ke indonesia bersama Yulianti Parani di

indonesia mereka mendirikan sekolah balet Nritya Sundara.Tetapi, pada tahun

9
1961-1964, ia mendapat beasiswa untuk belajar di Uni Soviet, dan lulus dengan

predikat Artist Ballet.Selain mendirikan sekolah balet, Farida mengajar pada

Departemen Tari Institut Kesenian Jakarta. Ia mengagumi penata tari Jerry Gilian.

Farida menikah dengan sutradara film, Sjumandjadja(almarhum),di Moskow,

hanya bertahan hinggan 1973. Pada 1973-1974 Farida,mendapat beasiswa lagi di

Amerika Serikat. Setahun kemudian, setelah pulang dari AS, ia bertemu Feisol

Hashem, oria asal Malaysia, dan pasangan ini menikah.

6. Denny malik.

Denny Malik (lahir 18 Februari 1963) adalah

seorang aktor, koreografer dan penyanyi

Indonesia keturunan Minangkabau, Sumatera

Barat. Ia memiliki darah bangsawan dan masih

memiliki garis keturunan dari Raja Inderapura

yang ke-37 yang berasal dari Kerajaan Inderapura, Pesisir Selatan, Sumatra

Barat.

10

Anda mungkin juga menyukai