Anda di halaman 1dari 5

LITERASI

TEATER TRADISIONAL

LUDRUK

Oleh :

1. Vina Dwi Nugrahani (34)


2. Della Ananda Christin (36)

Kelas : XI-MIPA 5

SMA NEGERI 3 JOMBANG

TAHUN PELAJARAN 2019/2020


ASAL USUL LUDRUK

Ludruk adalah kesenian drama tradisional dari Jawa Timur. Ludruk merupakan
suatu drama tradisional yang diperagakan oleh sebuah grup kesenian yang digelarkan di
sebuah panggung dengan mengambil cerita tentang kehidupan rakyat sehari-hari, cerita
perjuangan dan lain sebagainya yang diselingi dengan lawakan dan diiringi dengan
gamelan sebagai musik. Dialog/monolog dalam ludruk bersifat menghibur dan membuat
penontonnya tertawa, menggunakan bahasa khas Surabaya, meski terkadang ada bintang
tamu dari daerah lain seperti Jombang, Malang, Madura, Madiun, Kediri dengan logat
yang berbeda. Bahasa lugas yang digunakan pada ludruk, membuatnya mudah diserap
oleh kalangan non intelek (tukang becak, peronda, sopir angkotan, dll).
Ludruk juga termasuk jenis teater tradisional Jawa yang lahir dan berkembang di
tengah-tengah rakyat dan bersumber pada spontanitas kehidupan rakyat. Selain
berfungsi sebagai hiburan, seni pertunjukan ini juga sering dimanfaatkan sebagai
penyaluran kritik sosial.
Pada zaman Jepang kesenian ludruk berfungsi sebagai media kritik terhadap
pemerintah. Ini tampak terutama dalam ludruk Cak Durasim yang terkenal dengan
parikan “Pagupon omahe dara, melok Nippon tambah sengsara”. Dengan parikan serupa
itu Cak Durasim ternyata berhasil membangkitkan rasa tidak senang rakyat terhadap
Jepang. Cak Durasim akhirnya ditangkap dan meninggal dalam tahanan Jepang.
Hingga sekarang belum didapat kepastian mengenai tempat asal kelahiran
ludruk. Usaha untuk menentukannya biasanya selalu terbentur pada dua pendapat yang
berbeda. Pendapat pertama mengatakan bahwa kesenian ini berasal dari Surabaya,
sedang pendapat yang ke dua menganggap bahwa ludruk berasal dari Jombang. Kedua
pendapat ini sama-sama kuat argumentasinya.
Menurut penuturan beberapa narasumber dan kalangan seniman ludruk, embrio
kesenian ludruk pertama kali muncul sekitar tahun 1890. Pemulanya adalah Gangsar,
seorang tokoh yang berasal dan desa Pandan, Jombang. Gangsar pertama kali
mencetuskan kesenian ini dalam bentuk ngamen dan jogetan. Ia mengembara dan rumah
ke rumah. Dalam pengembaraannya ini Gangsar kemudian melihat seorang lelaki
sedang menggendong anaknya yang sedang menangis. Lelaki itu berpakaian perempuan,
dan ini dianggap Gangsar lucu dan menarik, sehingga dia terdorong menanyakan alasan
pemakaian baju perempuan tersebut. Menurut si lelaki, ia memakai baju perempuan
tersebut untuk mengelabui anaknya, untuk membuat anaknya merasa bahwa dia
digendong oleh ibunya. Menurut narasumber ini, peristiwa itulah yang menjadi asal
munculnya laki-laki yang berperan sebagai wanita dalam kesenian ludruk.
Narasumber lain menuturkan bahwa bermula dari pengembaraan seorang
pengamen yang bernama Alim. Seperti halnya Gangsar, dalam pengembaraannya, Alim
berjumpa dengan seorang lelaki yang sedang menghibur anaknya. Laki-laki itu
mengenakan pakaian wanita. Diceritakan bahwa Alim berasal dari daerah Kriyan yang
kemudian mengembara sampai ke Jombang dan Surabaya.
Menurut Hendricus Supriyanto, dosen Universitas Negeri Surabaya dan juga
peniliti ludruk, bahwa ludruk sebagai teater rakyat dimulai tahun 1907 oleh Pak Santik
dari Desa Ceweng, Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang.
Ludruk sudah mengalami metamorfosa yang cukup panjang. kalau di ibaratkan
sebuah perjalanan, ludruk sudah sangat jauh berjalan, sudah sangat melelahkan.
kalaupun dipaksa untuk berjalan, pasti jalannya pun akan terseok-seok. Dibutuhkan
energi baru untuk membuatnya hidup lagi. butuh kreasi dan inovasi yang lebih segar,
dan mengemasnya menjadi sesuatu yang lebih ngepop, lebih kekinian.
PEMAIN LUDRUK
Ludruk mempunyai ciri khusus sebagai berikut. Pemain ludruk semuanya terdiri
dari laki-laki, baik untuk peran laki-laki sendiri maupun untuk peran wanita. Oleh
karena biasa memainkan peran wanita, para pemain ludruk cenderung terbentuk menjadi
kelompok travesti.

MACAM –MACAM CERITA LUDRUK


Cerita ludruk dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni cerita pakem dan
cerita fantasi. Cerita pakem adalah cerita mengenai tokoh-tokoh terkemuka dari wilayah
Jawa Timur, seperti Cak Sakera dan Sarif Tambak Yoso. Cerita fantasi adalah cerita
karangan individu tertentu yang biasanya berkaitan dengan kehidupan masyarakat sehari
hari di mana bahasa yang lebih egaliter dan terkesan “kasar” tanpa unggah-ungguh bila
dibandingkan dengan bahasa yang digunakan dalam pewayangan ataupun ketoprak.

LUDRUK DARI MASA KE MASA


Pakem - pakem yang terbentuk dalam aktivitas ludruk menyimpulkan keadaan
tersebut :
1. Tarian Ngeremo menyimpulkan ejekan terhadap pria yang tidak ikut berjuang,
pakaian dan dandanan perempuan tetapi dimainkan oleh laki laki.
2. Weloed (wedo’ane loedroek) membawakan lagu lagu pembuka yang akan
memberikan gambaran tentang situasi yang seharusnya dicita-citakan dalam
kehidupan dimainkan oleh banci-banci.
3. Ngidung membawakan syair-syair yang intinya melambangkan apa yang
seharusnya diperjuangkan oleh rakyat dalam situasi dan kondisi yang ada saat
ini. Ada empat alur yaitu :
a. Guyonan untuk mengesankan bahwa syair ini tidak serius
b. Serius, dimana menceritakan misi dan cerita sandiwara yang akan
dibawakan
c. Guyonan yang sangat lucu, untuk menghapus kesan serius sebelumnya
d. Penutup dengan kesan permintaan maaf apabila ada pihak pihak yang
tersinggung dengan apa yang telah dibawakan.
4. Sandiwara, yang merupakan sebuah drama yang menyimpulkan keadaan yang
terjadi pada saat ini.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh komunitas loedroek ITB, perkembangan
kesenian ludruk dibagi menjadi beberapa periode :
1. Periode Lerok Besud (1920-1930)
Kesenian yang berasal dari ngamen tersebut mendapat sambutan
penonton. Dalam perkembangannya yang sering diundang untuk mengisi acara
pesta pernikahan dan pesta rakyat yang lain.
Dari tahun 1922 sampai dengan tahun 1930, ludruk mengalami
perkembangan dengan masuknya secara berangsur-angsur unsur-unsur cerita di
dalamnya. Perkembangan ini banyak dipengaruhi oleh peredaran film bisu di
Indonesia. Ludruk yang telah memasukkan unsur cerita disebut ludruk
sandiwara. Jenis ludruk ini menampilkan adegan-adegan cerita yang
mencerminkan situasi kehidupan masyarakat dan lingkungannya.

2. Periode Lerok dan Ludruk (1930-1945)


Periode lerok besut tumbuh subur pada 1920-1930, setelah masa itu
banyak bermunculan ludruk di daerah Jawa Timur. Istilah ludruk sendiri lebih
banyak ditentukan oleh masyarakat yang telah memecah istilah lerok. Nama
lerok dan ludruk terus berdampingan sejak kemunculan sampai tahun 1955,
selanjutnya masyarakat dan seniman pendukungnya cenderung memilih ludruk.

3. Periode Ludruk Kemerdekaan (1945-1965)


Ludruk pada masa ini berfungsi sebagai hiburan dan alat penerangan
kepada rakyat, untuk menyampaikan pesan pesan pembangunan. Pada masa in
Ludruk yang terkenal adalah “Marhaen” milik “Partai Komunis Indonesia”. Oleh
sebab itu tidaklah mengherankan jika PKI saat itu dengan mudah mempengaruhi
rakyat, di mana ludruk digunakan sebagai corong PKI untuk melakukan
penggalangan masa untuk tujuan pembrontakan. Peristiwa madiun 1948 dan
G30S 1965 merupakan puncak kemunafikan PKI. Ludruk Marhaen adalah
ludruk yang lebih condong “ke kiri”, sehingga ketika terjadi peristiwa G30S PKI
Ludruk ini bubar.

4. Periode Ludruk Pasca G30S PKI ( 1965 saat ini)


Peristiwa G30S PKI benar benar memporak- porandakan grup- grup
Ludruk Terjadi kevakuman antara 1965-1968. Sesudah itu muncullah
kebijaksanaan baru menyangkut grup-grup ludruk di Jawa Timur. Proses
peleburan ini terjadi antara tahun 1968-1970.

TOKOH – TOKOH TERKENAL LUDRUK


1. Kartolo

Kartolo lahir di Pasuruan, 02 Juli 1945, umur 74 tahun adalah seorang pelawak
ludruk legendaris asal Surabaya, Jawa Timur. Beliau sudah lebih dari 40 tahun hidup
dalam dunia seni ludruk. Nama Kartolo dan suaranya yang khas, dengan banyolan yang
lugu dan cerdas, dikenal hampir di seluruh Jawa Timur, bahkan hingga Jawa Tengah.
Kartolo sudah aktif dalam dunia seni ludruk semenjak era tahun 1960-an. Ia mendirikan
grup ludruk Kartolo CS.

2. Cak Durasimn
Cak Durasimn lahir di Jombang, Jawa Timur adalah seniman teater
berkebangsaan Indonesia. Namanya dikenal sebagai pemrakarsa perkumpulan ludruk
di Surabaya. Beliau telah meletakkan dasar berkesenian bagi para seniman tradisional
di Indonesia. Ata gagasan dan pengaruhnya terhadap dunia kesenian bagi generasi
penerus, namanya dijadikan nama gedung dan festival di Jawa Timur.

3. Agus Kuprit

Agus Ali Sahid atau biasa dikenal Agus Kuprit lahir di Sidoarjo, 01 Desember
1958. Bermain ludruk mulai dilakoninya pada tahun 1974 dengan melawak dan
melantunkan kidung dari para seniman senior. Beliau adalah seniman ludruk yang
piawai melatunkan kidung jula-juli dan melawak.

4. Sidik

Sidik lahir di Surabaya, 06 November 1942. Dia dibesarkan dalam lingkungan


keluarga yang akrab dengan kesenian. Ayahnya pemain ketoprak dan ludruk,
sedangkan beberapa saudaranya penyanyi keroncong. Beliau adalah pria yang dikenal
lewat suara merdunya melantunkan jula-juli. Beliau meninggal pada usia 72 tahun.

5. Markeso

Markeso lahir di Jombang, 30 Juni 1933 dengan nama asli Nachrowi. Beliau
adalah sosok pelawak sederhana dengan segala kecerdikan dan kepintarannya dalam
mengolah lawakan.

Anda mungkin juga menyukai