PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat Jawa Timur memiliki banyak tradisi yang masih hidup dan
dimanfaatkan serta dibanggakan oleh para pendukungnya. Sejalan dengan
bertumbuhnya produk-produk kebudayaan global, posisi berbagai bentuk
kesenian tradisional beserta pewarisnya tersebut makin lama makin terjepit.
Salah satu bentuk kesenian tradisional khas Jawa Timur yang keberadaanya
semakin dikalahkan dengan modernisasi1 adalah ludruk.
1 Modernisasi adalah proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk dapat hidup
sesuai dengan tuntutan masa kini
2 Foklor merupakan cerita rakyat, dongeng atau legenda kuno yang sering ditampilkan pada pertunjukan
ludruk,
3 Kidung itu berarti tembangan pada zaman sekarang kata kidung diartikan dengan nyanyian atau menyanyi
4 Parikan merupakan istilah bahasa Jawa yang berarti pantun
5 Ngremo adalah suatu tarian dengan gerakan sederhana tetapi memiliki dinmika
1
ini adalah Ludruk Budhi Wijaya yang ada di Dsn. Simowau, Ds.
Ketapangkuning, Kec. Ngusikan, Kab. Jombang. Kelompok ini berusaha
mengikuti perubahan zaman dengan dua sisi, yakni tetap mempertahankan
adanya ciri-ciri khas ludruk di satu sisi, serta mengadakan inovasi di sisi lain
agar seni tadisi ini tetap eksis dan diminati. Problem seperti ini juga dialami
2
2
oleh semua jenis seni tradisi, meski kadar untuk mengendaki perubahan
berbeda-beda. Ludruk Budhi Wijaya adalah salah satu kelompok ludruk yang
mempunyai cita-cita luhur. Kelompok ini ingin mengembalikan penggemar
ludruk yang sudah menurun jauh.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulis dalam membahas Karya Tulis Ilmiah ini adalah:
1. Untuk menjelaskan sejarah kesenian ludruk di desa Ngusikan
2. Untuk menjelaskan kendala pada kesenian ludruk di desa Ngusikan
3. Untuk menjelaskan minat masyarakat terhadap kesenian ludruk
D. Metode Pembahasan
3
E. Manfaat Penulisan
F. Sistematika Penulisan
Pada karya ilmiah ini, akan dijelaskan hasil penelitian dimulai dengan
bab pendahuluan. Bab ini meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan, metode penulisan, manfaat penulisan, sampai terakhir kepada
sistematika penulisan. Dilanjutkan dengan bab kedua yang berisi tentang
landasan teori yang terdiri dari beberapa definisi.
4
LANDASAN TEORI
Ludruk
a. Pengertian Ludruk
Ludruk termasuk jenis teater tradisional Jawa yang lahir dan berkembang
ditengah-tengah rakyat dan bersumber pada spontanitas kehidupan rakyat.
Ludruk disampaikan dengan penampilan dan bahasa yang mudah dicerna
masyarakat. Selain berfungsi sebagai hiburan, seni pertunjukan ini juga
berfungsi sebagai pengungkapan suasana kehidupan masyarakat
pendukungnya. Disamping itu, kesenian ini juga sering dimanfaatkan sebagai
penyaluran kritik sosial. (https://ki-demang.com).
Ludruk adalah suatu kesenian drama tradisional dari Jawa Timur Ludruk
merupakan suatu drama tradisional yang diperagakan oleh sebuah grup
kesenian yang dipergelarkan di sebuah panggung dengan mengambil cerita
tentang kehidupan rakyat sehari-hari, cerita perjuangan, dan sebagainya yang
diselingi dengan lawakan dan diiringi dengan gamelan sebagai musik. Dialog
atau menolonng dalam ludruk bersifat menghibur dan membuat penontonnya
tertawa. Sebuah pementasan ludruk biasa dimulai dengan Tari Remo dan
diselingi dengan pementasan seorang tokoh. (http:/wikipedia.org/Ludruk).
b. Ciri-Ciri Ludruk
a) Pemain
Pertunjukan ludruk mempunyai ciri khusus sebagai berikut. Pemain
ludruk semuanya terdiri dari laki-laki, baik untuk peran laki-laki sendiri
maupun untuk peranwanita. (https://ki-demang.com)
b) Bahasa
5
Bahasa yang digunakan dalam ludruk adalah bahasa yang mudah dicerna
masyarakat, yakni bahasa Jawa logat Surabaya. Selain itu, sesuai dengan
tuntutancenita, di dalam bentuk seni ini sering pula digunakan kata-kata
Cina, Belanda, Inggris dan Jepang. Selain dalam hal pemain dan bahasa,
6
7
8
9
meminta nama Ludruk Budi Jaya kepada Sahid dengan alasan bahwa nama
tersebut merupakan hasil dari pemikirannya. Sahid sebagai pemimpin Ludruk
Budi Jaya awalnya menolak permintaan tersebut dengan alasan bahwa nama itu
merupakan hasil pemikiran bersama para anggota kelompok ludruk, akan tetapi
Budi Sumadi tetap bersikeras memintanya. Untuk menghindari konflik yang
berkepanjangan, Sahid memberikan nama ludruk tersebut kepada Budi Sumadi
dan selanjutnya Sahid mengganti nama ludruknya menjadi Budhi Wijaya
dengan harapan bahwa ludruk baru yang dibentuk oleh Sahid ini lebih eksis dan
lebih berjaya dibandingkan dengan ludruk yang sebelumnya.
Ludruk Budhi Wijaya yang berdiri pada tahun 1985 memiliki formasi
anggota tetap, yakni posisi pelawak diduduki oleh Budi, Inung, Sampirin, Taji,
Sampe, Sulabi, Amin, serta Konting sebagai pengepur dalam adegan
tersebut.Posisi sutradara tetap diduduki oleh Agil Suwito. Agil Suwito selaku
partner Sahid yang bertindak sebagai ketua rombongan dan sutradara dalam
Ludruk Budhi Wijaya, ternyata mampu mengantarkan ludruk tersebut menjadi
salah satu ludruk yang cukup digemari dan ditunggu oleh masyarakat sekitar.
Hal tersebut terbukti, pada setiap acara kegiatan nobong, jumlah kursi yang
disediakan selalu penuh, bahkan ada penonton rela duduk berdesakan demi
melihat pertunjukan Ludruk Budhi Wijaya tersebut.
Pada tahun 2010 Pak Sahid meninggal dunia dan sanggar Ludruk diambil
alih oleh anaknya yang bernama Didik Purwanto yang menjadi pemimpin
sanggar Budhi Wijaya hingga sekarang ini.
b. Kendala Pada Kesenian Ludruk di Desa Ngusikan
Kendala pada Ludruk Budhi Wijaya ini bukan dari segi alat ataupun biaya,
melainkan pada pemain ludruk itu sendiri, di Jombang itu sekarang krisis
dengan penari Remo, dan juga pemain ludruk6.
c. Minat Masyarakat Terhadap Kesenian Ludruk
Menurut Didik Purwanto, Untuk minat masyarakat sekitar desa
Ngusikan masih banyak yang berminat untuk melihat atau mengikuti
PENUTUP
A. Simpulan
Ludruk Budhi Wijaya adalah salah satu kelompok ludruk yang masih
bertahan hingga kini, kelompok ludruk ini mempunyai cita-cita luhur yaitu,
ingin mengembalikan penggemar ludruk yang sudah menurun jauh. Sebagai
pelaku kebudayaan yang aktif, kelompok ini berusaha mengemas
pertunjukannya agar tetap diminati masyarakat. Kerja sama dengan pihak luar
dalam hal materi cerita juga dilakukan. Isu-isu sosial politik, terutama yang
berkaitan dengan kehidupan rakyat kecil, terus disuarakan sebagai ciri khas
kesenian yang kritis.
Kelompok ini berusaha mengikuti perubahan zaman dengan dua sisi, yakni
tetap mempertahankan adanya ciri-ciri khas ludruk di satu sisi, serta
mengadakan inovasi di sisi lain agar seni tadisi ini tetap eksis dan diminati.
Problem seperti ini juga dialami oleh semua jenis seni tradisi, meski kadar
untuk mengendaki perubahan berbeda-beda.
B. Saran
11
12
DAFTAR PUSTAKA
Ainur Rofiq. 2017. Kidungan Jawa Timuran Dalam Pertunjukan Ludruk Budhi
Wijaya Jombang. Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia. 6(1): 2-3.
Sugono, Dendy, dkk. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
https://ki-demang.com/index.php/kesenian-tradhisional/590-31-ludruk/ Diakses
pada tanggal 30 November 2018.
13
14
1.
2.
3. 4.
15