Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masyarakat Jawa Timur memiliki banyak tradisi yang masih hidup dan
dimanfaatkan serta dibanggakan oleh para pendukungnya. Sejalan dengan
bertumbuhnya produk-produk kebudayaan global, posisi berbagai bentuk
kesenian tradisional beserta pewarisnya tersebut makin lama makin terjepit.
Salah satu bentuk kesenian tradisional khas Jawa Timur yang keberadaanya
semakin dikalahkan dengan modernisasi1 adalah ludruk.

Ludruk merupakan kesenian khas Jawa Timur, karena ludruk sebagai


teater tradisional hadir di tengah-tengah masyarakat tertentu yang memiliki
budaya tertentu pula yakni budaya daerah yang dibina oleh suatu tradisi.
Ludruk tergolong kesenian foklor2 setengah lisan yang diekspresikan dalam
gerak dan dimainkan diatas panggung atau dapat juga dikatakan teater
(sandiwara) rakyat yang didalamnya mengandung unsur gerak, tari, musik
dekor, cerita dan lain-lain. Pertunjukan rakyat ini hidup dan berkembang
mengikuti perjalanan masa tanpa kehilangan unsur tradisionalnya yang masih
terlihat pada adegan kidungan3, parikan4 dan ngremo5.

Ludruk di Jawa Timur, terdapat diberbagai daerah salah satunya di


Jombang. Di Jombang terdapat beberapa sanggar Ludruk, yaitu Ludruk Citra
Budaya, Ludruk Sari Murni, Ludruk Gema Budaya, Ludruk Budhi Wijaya, dan
lain sebagainya. Salah satu kelompok ludruk yang masih bertahan hingga saat

1 Modernisasi adalah proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk dapat hidup
sesuai dengan tuntutan masa kini
2 Foklor merupakan cerita rakyat, dongeng atau legenda kuno yang sering ditampilkan pada pertunjukan
ludruk,
3 Kidung itu berarti tembangan pada zaman sekarang kata kidung diartikan dengan nyanyian atau menyanyi
4 Parikan merupakan istilah bahasa Jawa yang berarti pantun
5 Ngremo adalah suatu tarian dengan gerakan sederhana tetapi memiliki dinmika

1
ini adalah Ludruk Budhi Wijaya yang ada di Dsn. Simowau, Ds.
Ketapangkuning, Kec. Ngusikan, Kab. Jombang. Kelompok ini berusaha
mengikuti perubahan zaman dengan dua sisi, yakni tetap mempertahankan
adanya ciri-ciri khas ludruk di satu sisi, serta mengadakan inovasi di sisi lain
agar seni tadisi ini tetap eksis dan diminati. Problem seperti ini juga dialami

2
2

oleh semua jenis seni tradisi, meski kadar untuk mengendaki perubahan
berbeda-beda. Ludruk Budhi Wijaya adalah salah satu kelompok ludruk yang
mempunyai cita-cita luhur. Kelompok ini ingin mengembalikan penggemar
ludruk yang sudah menurun jauh.

Ludruk dianggap sebagai apresiasi dari sebuah budaya masyarakat yang


menyimpan berbagai nilai moral dan falsafah yang tinggi. Namun pada zaman
modern ini nilai kebudayaan tidak dianggap sebagai unsur primer dalam
peningkatan taraf kehidupan masyarakat dalam suatu bangsa. Hal tersebut
terjadi karena berubahnya cara pandang dan pola masyarakat yang cenderung
berjiwa konsumtif.

Penelitian ini dianggap dapat memberi pelajaran kepada masyarakat


tentang adanya pergeseran nilai dan budaya bangsa pada saat ini. Semakin
maraknya kesenian modern yang terus menjamur dan selalu mendapat respon
dari masyarakat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu


masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah kesenian ludruk di desa Ngusikan?
2. Apa saja kendala pada kesenian ludruk di desa Ngusikan?
3. Bagaiman minat masyarakat terhadap kesenian ludruk?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulis dalam membahas Karya Tulis Ilmiah ini adalah:
1. Untuk menjelaskan sejarah kesenian ludruk di desa Ngusikan
2. Untuk menjelaskan kendala pada kesenian ludruk di desa Ngusikan
3. Untuk menjelaskan minat masyarakat terhadap kesenian ludruk

D. Metode Pembahasan
3

Untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan, penulis


mempergunakan metode observasi atau tekhnik pengamatan langsung, dan
tekhnik wawancara. Tidak hanya itu, kami juga mencari bahan dan
sumber-sumber dari media masa elektronik yaitu, internet.

Penelitian ini dilakukan di Dsn. Simowau, Ds. Ketapangkuning, Kec.


Ngusikan, Kab. Jombang, dalam jangka waktu lima jam, pada tanggal 27
November 2018, pukul 08.00. Dimulai dari pengumpulan data, kegiatan
lapangan hingga penulisan hasil akhir penelitian.

Narasumber yang diwawancara adalah mas Didik Purwanto selaku


pemimpin sanggar Ludruk Budi Wijaya.

E. Manfaat Penulisan

1. Bagi Penulis Menambah wawasan dan dapat mengetahui lebih jauh


tentang kebudayaan Ludruk dan sejarah Ludruk Budi Wijaya dari desa
Ngusikan.

2. Bagi Mahasiswa dan Masyarakat Menambah pengetahuan mengenai


nilai-nilai luhur yang terkandung pada kesenian ludruk sehingga
menumbuhkan rasa memiliki terhadap kesenian ludruk, dan
tergerak untuk melestarikannya.

F. Sistematika Penulisan

Pada karya ilmiah ini, akan dijelaskan hasil penelitian dimulai dengan
bab pendahuluan. Bab ini meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan, metode penulisan, manfaat penulisan, sampai terakhir kepada
sistematika penulisan. Dilanjutkan dengan bab kedua yang berisi tentang
landasan teori yang terdiri dari beberapa definisi.
4

Bab berikutnya, kami membahas secara keseluruhan tentang masalah


yang diangkat, yaitu tentang ludruk Budhi Wijaya. Bab keempat merupakan
bab penutup dalam karya ilmiah ini. Pada bagian ini, penulis menyimpulkan
uraian yang sebelumnya sudah disampaikan.
BAB II

LANDASAN TEORI

Ludruk

a. Pengertian Ludruk

Ludruk termasuk jenis teater tradisional Jawa yang lahir dan berkembang
ditengah-tengah rakyat dan bersumber pada spontanitas kehidupan rakyat.
Ludruk disampaikan dengan penampilan dan bahasa yang mudah dicerna
masyarakat. Selain berfungsi sebagai hiburan, seni pertunjukan ini juga
berfungsi sebagai pengungkapan suasana kehidupan masyarakat
pendukungnya. Disamping itu, kesenian ini juga sering dimanfaatkan sebagai
penyaluran kritik sosial. (https://ki-demang.com).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Ludruk adalah kesenian rakyat


Jawa Timur, sandiwara yg dipertontonkan dengan menari dan menyanyi.

Ludruk adalah suatu kesenian drama tradisional dari Jawa Timur Ludruk
merupakan suatu drama tradisional yang diperagakan oleh sebuah grup
kesenian yang dipergelarkan di sebuah panggung dengan mengambil cerita
tentang kehidupan rakyat sehari-hari, cerita perjuangan, dan sebagainya yang
diselingi dengan lawakan dan diiringi dengan gamelan sebagai musik. Dialog
atau menolonng dalam ludruk bersifat menghibur dan membuat penontonnya
tertawa. Sebuah pementasan ludruk biasa dimulai dengan Tari Remo dan
diselingi dengan pementasan seorang tokoh. (http:/wikipedia.org/Ludruk).

b. Ciri-Ciri Ludruk

a) Pemain
Pertunjukan ludruk mempunyai ciri khusus sebagai berikut. Pemain
ludruk semuanya terdiri dari laki-laki, baik untuk peran laki-laki sendiri
maupun untuk peranwanita. (https://ki-demang.com)
b) Bahasa

5
Bahasa yang digunakan dalam ludruk adalah bahasa yang mudah dicerna
masyarakat, yakni bahasa Jawa logat Surabaya. Selain itu, sesuai dengan
tuntutancenita, di dalam bentuk seni ini sering pula digunakan kata-kata
Cina, Belanda, Inggris dan Jepang. Selain dalam hal pemain dan bahasa,

6
7

kekhasan ludruk juga terdapat dalamceritera, dekorasi, kostum dan urutan


pementasan. (https://ki-demang.com).
c) Cerita
Cerita ludruk dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni:
1. Cerita pakem, yaitu cerita mengenai tokoh-tokoh terkemuka dari
wilayah Jawa Timur, seperti Cak Sakera dan Sarif Tambak Yoso.
2. Cerita fantasi, yaitu cerita karangan individu tertentu yang biasanya
berkaitan dengan kehidupan masyarakat sehari hari. Cerita dalam ludruk
biasanya diselingi dengan adegan tragedi dan humor.
d) Kostum
Kostum yang dikenakan disesuaikan dengan tuntutan cerita. Oleh
karena itu,setiap kelompok kesenian ludruk paling sedikit memiliki
kostum pakaian harian,pakaian penganten, seragam tentara dan
sebagainya. (https://ki-demang.com).
e) Urutan Adegan
Urutan adegan ludruk mempunyai kekhasan. Pentas biasanya
dimulai dengan ngremo. Kemudian kidungan (pembawaan tembang),
bedayan (tari-tarian umum), dan cerita inti, berturut-turut mengikuti
adegan ngremo tersebut. Dalam adegan cerita intiterdapat penggantian
babakan yang biasanya diselingi dengan humor. (https://ki-demang.com).

Makna dari beberapa bagian dalam Ludruk:


1. Tarian Ngeremo menyimpulkan ejekan terhadap pria yang tidak ikut
berjuang, pakaian dan dandanan perempuan tetapi dimainkan oleh
laki laki.
2. Ngidung membawakan syair-syair yang intinya melambangkan apa
yang seharusnya diperjuangkan oleh rakyat dalam situasi dan kondisi
yang ada saat ini.
3. Parikan merupakan istilah bahasa Jawa yang berarti pantun.
BAB III
PEMBAHASAN

Ludruk Budhi Wijaya


a. Sejarah Ludruk Budhi Wijaya Desa Ngusikan
Pada tahun 1980-an, ketika kesenian ludruk banyak diminati, seorang
Bayan bernama Manan, asal Kecamatan Kudu, Kabupaten Jombang
mendirikan kelompok Ludruk Warna Jaya. Bayan Manan sebagai pemilik dan
pimpinan mengangkat seorang bernama Sahid untuk menjadi asistennya. Sahid
yang menjadi asisten Bayan Manan melakukan strategi pertunjukan ludruk
secara berkeliling dari tempat satu ke tempat lainnya yang disebut nobong.
Setelah Ludruk Warna Jaya dikenal masyarakat dengan banyaknya
pesanan manggung untuk acara pernikahan, khitanan, dan sedekah desa,
muncul konflik antara Manan dan beberapa pemain ludruk berkenaan dengan
pembagian honor yang dirasa kurang dari kesepakatan awal. Untuk menutupi
ketidakharmonisan pemain dan pimpinan ludruk, Sahid memberikan honornya
kepada beberapa pemain ludruk dengan tujuan agar konflik tersebut tidak
berkepanjangan. Pada tahun 1982, konflik antara pemain ludruk dengan
pimpinan ludruk semakin parah, sehingga beberapa dari pemain ludruk
memilih untuk keluar dari Ludruk Warna Jaya dan mendirikan ludruk sendiri.
Sahid selaku asisten BayanManan diminta oleh beberapa mantan pemain
Ludruk Warna Jaya untuk menjadi pimpinan ludruk baru tersebut. Sahid yang
saat itu belum berpengalaman dalam memproduksi cerita atau lakon dalam
ludruk, disarankan oleh istrinya (Sumi’a) untuk menggandeng Agil Suwito
menjadi ketua rombongan sekaligus sutradara dalam ludruk baru yang diberi
nama ludruk Budi Jaya.
Ludruk Budi Jaya juga melakukan kegiatan nobong untuk
memperkenalkan kepada masyarakat. Setelah terbilang sukses dengan
padatnya kegiatan manggung, pelawak Budi Sumadi memilih untuk keluar dari
dan berencana mendirikan ludruk sendiri. Budi Sumadi juga secara tegas

8
9

meminta nama Ludruk Budi Jaya kepada Sahid dengan alasan bahwa nama
tersebut merupakan hasil dari pemikirannya. Sahid sebagai pemimpin Ludruk
Budi Jaya awalnya menolak permintaan tersebut dengan alasan bahwa nama itu
merupakan hasil pemikiran bersama para anggota kelompok ludruk, akan tetapi
Budi Sumadi tetap bersikeras memintanya. Untuk menghindari konflik yang
berkepanjangan, Sahid memberikan nama ludruk tersebut kepada Budi Sumadi
dan selanjutnya Sahid mengganti nama ludruknya menjadi Budhi Wijaya
dengan harapan bahwa ludruk baru yang dibentuk oleh Sahid ini lebih eksis dan
lebih berjaya dibandingkan dengan ludruk yang sebelumnya.
Ludruk Budhi Wijaya yang berdiri pada tahun 1985 memiliki formasi
anggota tetap, yakni posisi pelawak diduduki oleh Budi, Inung, Sampirin, Taji,
Sampe, Sulabi, Amin, serta Konting sebagai pengepur dalam adegan
tersebut.Posisi sutradara tetap diduduki oleh Agil Suwito. Agil Suwito selaku
partner Sahid yang bertindak sebagai ketua rombongan dan sutradara dalam
Ludruk Budhi Wijaya, ternyata mampu mengantarkan ludruk tersebut menjadi
salah satu ludruk yang cukup digemari dan ditunggu oleh masyarakat sekitar.
Hal tersebut terbukti, pada setiap acara kegiatan nobong, jumlah kursi yang
disediakan selalu penuh, bahkan ada penonton rela duduk berdesakan demi
melihat pertunjukan Ludruk Budhi Wijaya tersebut.
Pada tahun 2010 Pak Sahid meninggal dunia dan sanggar Ludruk diambil
alih oleh anaknya yang bernama Didik Purwanto yang menjadi pemimpin
sanggar Budhi Wijaya hingga sekarang ini.
b. Kendala Pada Kesenian Ludruk di Desa Ngusikan
Kendala pada Ludruk Budhi Wijaya ini bukan dari segi alat ataupun biaya,
melainkan pada pemain ludruk itu sendiri, di Jombang itu sekarang krisis
dengan penari Remo, dan juga pemain ludruk6.
c. Minat Masyarakat Terhadap Kesenian Ludruk
Menurut Didik Purwanto, Untuk minat masyarakat sekitar desa
Ngusikan masih banyak yang berminat untuk melihat atau mengikuti

6 Hasil wawancara dengan Didik Purwanto


10

pertunjukkan ludruk. Namun untuk masyarakat luas daerah Jombang minat


terhadap kasenian Ludruk sangatlah minim, di zaman milenial ini banyak
pemuda yang tidak tertarik dengan pertunjukan ludruk, bahkan ada yang tidak
mengetahui apa itu ludruk, dengan banyaknya tontonan-tontonan yang lebih
menarik, anak muda jaman sekarang lebih memilih menonton bioskop
dibandingkan dengan melihat pertunjukkan Ludruk, kebanyakan dari
penonton ludruk adalah dari kalangan orang yang sudah tua.
BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Ludruk dianggap sebagai apresiasi dari sebuah budaya masyarakat yang


menyimpan berbagai nilai moral dan falsafah yang tinggi. Namun pada zaman
modern ini nilai kebudayaan tidak dianggap sebagai unsur primer dalam
peningkatan taraf kehidupan masyarakat dalam suatu bangsa. Hal tersebut
terjadi karena berubahnya cara pandang dan pola masyarakat yang cenderung
berjiwa konsumtif.

Ludruk Budhi Wijaya adalah salah satu kelompok ludruk yang masih
bertahan hingga kini, kelompok ludruk ini mempunyai cita-cita luhur yaitu,
ingin mengembalikan penggemar ludruk yang sudah menurun jauh. Sebagai
pelaku kebudayaan yang aktif, kelompok ini berusaha mengemas
pertunjukannya agar tetap diminati masyarakat. Kerja sama dengan pihak luar
dalam hal materi cerita juga dilakukan. Isu-isu sosial politik, terutama yang
berkaitan dengan kehidupan rakyat kecil, terus disuarakan sebagai ciri khas
kesenian yang kritis.

Kelompok ini berusaha mengikuti perubahan zaman dengan dua sisi, yakni
tetap mempertahankan adanya ciri-ciri khas ludruk di satu sisi, serta
mengadakan inovasi di sisi lain agar seni tadisi ini tetap eksis dan diminati.
Problem seperti ini juga dialami oleh semua jenis seni tradisi, meski kadar
untuk mengendaki perubahan berbeda-beda.

B. Saran

Sebagai masyarakat Jombang sebaiknya kita bisa lebih mencintai dan


melestarikan serta bangga akan kebudayaan yang kita miliki, yaitu Ludruk.

11
12
DAFTAR PUSTAKA

Ainur Rofiq. 2017. Kidungan Jawa Timuran Dalam Pertunjukan Ludruk Budhi
Wijaya Jombang. Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia. 6(1): 2-3.

Muchammad Syahirul Alim. 2014. Eksistensi Kesenian Ludruk Sidoarjo di


Tengah Arus Globalisasi Tahun 1975 – 1995. Jurnal Program Studi Sejarah.
2(2): 195-196.

Sugono, Dendy, dkk. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

Wawancara dengan Didik Purwanto pada tanggal 27 November 2018.12

https://id.wikipedia.org/wiki/Ludruk Diakses pada tanggal 30 November 2018

https://ki-demang.com/index.php/kesenian-tradhisional/590-31-ludruk/ Diakses
pada tanggal 30 November 2018.

13
14

1.

Gambar 1. Alat musik yang mengiringi

2.

Gambar 2. Kegiatan Ngremo

3. 4.
15

Gambar 3. Kegiatan pembacaan parikan

Gambar 4. Mas Didik Mulyadi

Anda mungkin juga menyukai