Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seni pertunjukan yang banyak dijumpai saat ini adalah hasil dari

proses pewarisan secara turun-temurun. Kesenian tersebut digarap melalui

kreativitas para seniman, sehingga kesenian mampu bertahan sampai saat ini.

Proses pewarisan yang dilakukan oleh para seniman terdahulu lebih kepada

budaya lisan, sehingga sulit untuk diperoleh data secara tertulis.

Sebagaimana diungkapkan Jakob Sumardjo (2001:10) bahwa

keberadaan satu jenis seni pertunjukan di masa lampau dan masa kini tersebar

di wilayah yang lebih luas dalam bentuk dan struktur yang berbeda-beda,

disebabkan oleh pewarisan seni tersebut secara lisan. Hal ini terjadi lebih-

lebih pada jenis seni pertunjukan yang beredar turun-temurun di lingkungan

masyarakat pedesaan.

Seni pertunjukan diciptakan bukan tanpa kesengajaan, melainkan ia

diciptakan berdasarkan nilai-nilai, pandangan dunia, serta kepercayaan

seniman dan publiknya sebagai bagian dari suatu aktivitas sosiokultural

masyarakat. Seniman menciptakan, mengemas, dan mengkreasi seni

pertunjukan sebagai bagian dari upaya kreatif yang diusung oleh semangat

konstruktif melalui tindakan simbolik (Jaeni, 2012:2).

Apabila dicermati dengan saksama, ternyata seni pertunjukan

1
2

memiliki fungsi yang sangat kompleks dalam kehidupan manusia. Di

samping itu, antara manusia yang hidup di negara berkembang dan yang

hidup di negara maju juga sangat berlainan dalam memanfaatkan seni

pertunjukan dalam hidupnya. Sebagai contoh, di negara-negara yang sedang

berkembang, yang dalam tata kehidupannya masih banyak mengacu pada

budaya agraris, seni pertunjukan memiliki fungsi ritual yang sangat beragam

(Soedarsono, 1999:54).

Dalam keadaan zaman yang terus berubah, seni tradisi pada umumnya

mengalami pergeseran fungsi dari fungsi ritual menjadi fungsi hiburan. Akan

tetapi dalam pelaksanaannya masih ada kegiatan ritual yang masih digunakan

oleh pelaku seni sebagai perwujudan masyarakat lama yang menganut

kepercayaan primordial, di antaranya dibacakannya mantra-mantra sebelum

pertunjukan dimulai dan sesajian sebagai bentuk persembahan terhadap roh

nenek moyang dengan harapan pertunjukan dapat berjalan dengan lancar.

Sebagaimana diungkapkan Jakob Sumardjo (2001:19) bahwa

“masyarakat lama tidak berani mengubah suatu upacara kepercayaan. Justru

kesakralan upacara diperoleh dengan kepatuhan terhadap bentuk dan struktur

lama. Perubahan berarti merusak kesakralan”. Dengan demikian, terlihat jelas

hampir pada semua seni pertunjukan yang ada di daerah Jawa Barat

khususnya dan di Indonesia pada umumnya, sebagian seniman pertunjukan

masih melakukan tata cara masyarakat lama, sehingga dapat mempertahankan

eksistensi karya seni tersebut seperti halnya pertunjukan seni reak.

Pertunjukan seni reak pada awalnya merupakan salah satu pertunjukan


3

seni untuk acara ritual di antaranya acara khitanan yang di dalamnya terdapat

struktur upacara-upacara sakral.

Bentuk penyajian seni reak tersebut yaitu bentuk helaran atau pawai

(arak-arakan) yang berfungsi untuk mengiringi anak yang dikhitan pada saat

menuju tempat pemandian. Istilah reak diambil dari kata reang yang artinya

banyak orang, arak-arakan (iring-iringan) sebagian masyarakat setempat

menyebut istilah iring-iringan dengan kata seni ngiringan atau susurakan

(sorak-sorai) (Uus Kusnadi, 2012:1).

Pertunjukan seni reak merupakan jenis kesenian yang

memperpadukan beberapa jenis seni tradisional lainnya, seperti: seni reog,

seni angklung, seni kendang pencak, seni tari, dan seni topeng. Kesenian ini

biasanya selalu dimainkan oleh orang tua atau orang dewasa. Pada awal

perkembangannya, seni reak ini sengaja diciptakan untuk menarik simpati

anak-anak yang belum dikhitan (sunat). Hal yang paling prinsip dari

pertunjukan ini adalah keramaian atau kemeriahan agar banyak masyarakat

yang menonton, terutama anak-anak. Oleh karena itu, memadukan beberapa

jenis kesenian seperti dikemukakan sebelumnya berpengaruh terhadap

meriahnya pertunjukan seni reak.1

Berkaitan dengan asal mula munculnya seni reak, bahwa konon seni

reak lahir sekitar abad ke-12 di mana pada saat itu Prabu Kiansantang, putera

Prabu Siliwangi, bermaksud untuk menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa,

khususnya Jawa Barat.2

1
Dikutip dari www.disparbud.jabarprov.go.id 06 Mei 2015.
2
Ibid, 06 Mei 2015
4

Sebagaimana diketahui bahwa dalam agama Islam setiap laki-laki

wajib hukumnya untuk dikhitan (sunat). Meskipun demikian, pelaksanaan

khitanan bagi anak-anak ini mendapat kendala karena si anak selalu merasa

ketakutan untuk dikhitan (disunat). Oleh karena itu, para sesepuh di

Sumedang berpikir bagaimana caranya agar anak-anak yang akan dikhitan

tidak takut, maka diciptakanlah suatu jenis kesenian yang disebut seni reak.

Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa seni reak ini merupakan

perpaduan dari berbagai jenis kesenian yang menghasilkan suatu bentuk seni

yang ramai, sorak-sorai para penonton menjadi bagian dari pertunjukan seni

reak ini. Oleh karena sorak-sorai dari pemain dan penonton itulah maka

kesenian ini dinamakan seni reak diambil dari kata sorak-sorai gemuruh

tetabuhan, dalam bahasa Sunda, yaitu: susurakan atau eak-eakan, sehingga

jadilah kesenian yang dinamakan seni reak.

Peralatan yang digunakan dalam kesenian tradisional reak ini adalah:

dogdog yang terbuat dari kayu dan kulit, angklung yang terbuat dari bambu,

kendang yang terbuat dari kayu dan kulit, goong yang terbuat dari besi,

tarompet yang terbuat dari kayu dan tempurung, dan kecrek yang terbuat dari

besi. Ciri khas kesenian yang disebut reak ini adalah susurakan atau eak-

eakan (sorak-sorai).

Seiring dengan berjalannya waktu, karena kesenian reak ini mendapat

respon yang baik dari masyarakat, banyak yang meminta menjadi pengiring

atau pengarak anak khitanan mengelilingi kampung menggunakan jampana

atau kursi yang bisa digotong. Setelah anak khitanan diarak mengelilingi
5

kampung, lalu ketika sampai di rumah, anak khitanan, reak ini dimainkan

sebagai hiburan masyarakat sekitar .

Kesenian reak ini didominasi oleh waditra dogdog, yaitu, tilingtit,

tong, brung, bangplak, dan bedug. Tilingtit biasa ditabuh pertama, mengapa

dinamakan tilingtit karena bunyi yang dihasilkan seperti suara tilingtingtit

tilingtingtit begitupun dengan tong suara yang dihasilkan berbunyi tong tong

tong, tong dibunyikan setelah tilingtit. Tidak jauh berbeda dengan brung,

bangplak, dan bedug, apabila ditabuh, waditra brung, bunyi yang keluar

adalah suara seperti brung brung brung, ketika bangplak dimainkan pun

suaranya bang apabila dilepas, dan apabila ditengkep menghasilkan suara

plak, ketika menabuh bedug pun yang keluar hasilnya suara dug dug dug ,

maka pemberian nama waditra tersebut berdasarkan suara yang

dihasilkannya. Susunan pola tabuhnya yaitu pertama tilingtit, lalu diikuti oleh

tong, brung, bangplak, dan bedug .3

Apabila dikaji lebih dalam, yang menjadi fokus dari latar belakang

permasalahan ini adalah mengapa pertunjukan seni reak grup lugay pusaka

bisa bertahan sampai saat ini, karena kesenian tersebut masih berfungsi dan

mempunyai makna bagi masyarakat pendukungnya, serta grup lugay pusaka

mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan grup lainnya, seperti

seringnya tampil, kostum yang menarik, manajemen yang teratur dan rapi,

tim publikasi audio visual yang sudah ada. Fungsi dan makna inilah yang

menjadikan faktor penentu keberlangsungan berkembangnya seni reak,

3
Ibid,06 Mei 2015
6

sehingga peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian yang peneliti lakukan

terfokus pada pertunjukan seni reak yang ada di Desa Cinunuk Kecamatan

Cileunyi Kabupaten Bandung dengan rumusan sebagai berikut:

1. Bagaimana fungsi seni reak bagi masyarakat dan senimannya di Desa

Cinunuk ?

2. Bagaimana makna seni reak bagi masyarakat dan senimannya di Desa

Cinunuk ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Setiap penelitian pada dasarnya harus mempunyai tujuan, dan tujuan

tersebut dalam sebuah penelitian harus sejalan dengan rumusan masalah.

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menyebutkan fungsi seni reak bagi masyarakat dan senimannya

di Desa Cinunuk.

2. Untuk menginterpretasikan makna seni reak bagi masyarakat dan

senimannya di Desa Cinunuk.

Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, diharapkan penelitian ini juga

akan menghasilkan manfaat, yaitu:

1. Menambah literatur baru mengenai pertunjukan seni reak


7

2. Memberikan informasi mengenai fungsi dan makna seni reak

secara ilmiah bagi para peneliti pada khususnya dan

masyarakat pada umumnya.

D. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka dalam suatu penelitian merupakan bagian yang

penting. Hal ini dilakukan agar penelitian ini berbeda dari penelitian

sebelumnya. Untuk mendapatkan orisinalitas dalam tulisan ini, dilakukan

studi pustaka dari beberapa penelitian yang sudah ada.

Penelitian dengan topik pertunjukan seni reak sudah banyak

dilakukan oleh para peneliti lainnya. Akan tetapi penelitian yang mengkaji

secara khusus mengenai fungsi dan makna secara spesifik belum ada, yang

sudah ada hanya sebatas deskripsinya. Maka dari itu, dalam penyusunan tesis

ini penulis menggunakan beberapa referensi dan peninjauan terhadap

beberapa tulisan-tulisan yang sudah ada, yang tentunya berkaitan dengan

topik yang dikaji.

Lia Muliati dalam penelitiannya yang berjudul: “Pertunjukan Tari

Kuda Lumping dalam Seni Reak“ (2003) terfokus pada pembahasan tentang

berbagai macam mengenai tari kuda lumping yang dipergelarkan dalam

pertunjukan seni reak, dan penelitian ini tidak membahas mengenai fungsi

dan makna dari pertunjukan seni reaknya. Walaupun demikian, penelitian ini

sangat diperlukan sehingga dapat dijadikan salah satu acuan atau referensi.
8

Adang Rukmansyah yang berjudul: “Seni Reak Grup Mitra Pasundan

Suatu Tinjauan Deskriptif“ (2011). Penelitian ini terfokus pada

pendeskripsian atau pemaparan seni reak, dan hanya bersifat menguraikan

serta menjelaskan seperti apa seni reak, bukan membahas mengenai fungsi

dan makna dari seni reak.

Saptadi Hermana yang berjudul: “Pertunjukan Seni Reak Dogdog Di

Desa Cibiru Wetan Kecamatan Cileunyi Kab. Bandung” (2014). Penelitian ini

lebih pada pemaparan seni reak, dan hanya menguraikan serta menjelaskan

seni reak, walaupun ada pembahasan mengenai fungsi dari seni reak, tetapi

tidak lebih luas dan mendalam.

Penelitian yang telah dilakukan beberapa sumber pustaka sebelumnya

membuktikan bahwa belum ada penelitian yang membahas tentang fungsi

dan makna dari pertunjukan seni reak. Jadi, penelitian yang dikerjakan ini

merupakan penelitian yang betul-betul orisinal dan dapat

dipertanggungjawabkan tingkat keabsahannya.

E. Landasan Teori

Seperti yang telah diuraikan pada rumusan masalah, penelitian ini

terfokus pada fungsi dan makna yang terkandung dalam pertunjukan seni

reak. Berdasar pada fokus penelitian tersebut, kerangka teoretis ini disusun

berdasarkan teori-teori yang sudah ada sebelumnya. Adapun landasan teori

yang digunakan yaitu teori fungsi dan teori hermeneutik.

Landasan teori yang pertama yaitu teori fungsi yang dikemukakan


9

oleh Alan P. Merriam. Konseptual Merriam dengan tegas mengemukakan

pendapatnya tentang perbedaan arti kata “fungsi” dan “guna” musik dalam

suatu masyarakat. Apabila membicarakan fungsi akan berkaitan dengan

sebab-sebab kenapa musik digunakan, sehingga akibat dari musik yang

dihidangkan itu tercapai tujuan yang paling utama. Dengan perkataan lain,

apa yang diberikan musik untuk manusia, itulah fungsi musik baginya.

Selanjutnya apabila membicarakan guna, akan berkaitan dengan

penggunaannya dalam masyarakat; apakah musik untuk dirinya sendiri atau

diperbantukan untuk kegiatan-kegiatan yang lain.

Selanjutnya Merriam menjelaskan perbedaan pengertian antara

penggunaan dan fungsi sebagai berikut:

Music is “used” in certain situations and becomes a part of


them, but it may or may not also have a deeper function. If the lover
uses song to w[h]o his love, the function of such music may be
analyzed as the continuity and perpetuation of the biological group.
When the supplicant uses music to the approach his god, he is
employing a particular mechanism in conjunction with other
mechanism as such as dance, prayer, organized ritual, and ceremonial
acts. The function of music, on the other hand, is enseparable here
from the function of religion which may perhaps be interpreted as the
establishment of a sense of security vis-á-vis the universe. “Use”
them, refers to the situation in which music is employed in human
action; “function” concerns the reason for its employment and
perticularly the broader purpose which it serves. (1964:210).

Dari kutipan di atas terlihat bahwa Merriam membedakan pengertian

penggunaan dan fungsi musik berdasarkan kepada tahap dan pengaruhnya

dalam sebuah masyarakat. Musik dipergunakan dalam situasi tertentu dan


10

menjadi bagiannya. Penggunaan bisa atau tidak bisa menjadi fungsi yang

lebih dalam. Dia memberikan contoh, jika seeorang menggunakan nyanyian

yang ditujukan untuk kekasihnya, maka fungsi musik seperti itu bisa

dianalisis sebagai perwujudan dari kontinuitas dan kesinambungan keturunan

manusia yaitu untuk memenuhi kehendak biologis bercinta, kawin, dan

berumah tangga dan pada akhirnya menjaga kesinambungan keturunan

manusia. Jika seseorang menggunakan musik untuk mendekatkan diri kepada

Tuhan, maka mekanisme tersebut berhubungan dengan mekanisme lain,

seperti menari, berdo’a, ritual yang terorganisir, dan kegiatan-kegiatan

seremonial. “kegunaan” menunjukan situasi musik yang dipakai dalam

kegiatan manusia; sedangkan “fungsi” berkaitan dengan alasan mengapa si

pemakai melakukan, dan terutama tujuan-tujuan yang lebih jauh dari sekedar

apa yang dapat dilayaninya.

Alan P. Merriam (1964, 219-227) mengungkapkan tentang sepuluh

fungsi penting dari musik etnis, yaitu:

1. The Function of Emotional Expression (fungsi sebagai ekspresi

emosional). Fungsi musik sebagai suatu media bagi seseorang untuk

mengungkapkan perasaan atau emosinya. Dengan kata lain, si pemain

dapat mengungkapkan perasaan atau emosinya melalui music.

2. The Function of Aesthetic Enjoyment (fungsi sebagai kenikmatan

estetis). Suatu karya dapat dikatakan karya seni apabila musik tersebut

memiliki unsur - unsur keindahan atau estetika di dalamnya. Melalui

musik kita dapat merasakan nilai - nilai keindahan baik melodi ataupun
11

dinamikanya.

3. The Function of Entertainment (fungsi sebagai hiburan). Musik

memiliki fungsi hiburan, mengacu kepada pengertian bahwa sebuah

musik pasti mengandung unsur - unsur yang bersifat menghibur. Hal ini

dapat dinilai dari melodi ataupun liriknya.

4. The Function of Communication (fungsi sebagai komunikasi).

Komunikasi tidak hanya sekedar komunikasi antar pemain dan penonton,

namun dapat berupa komunikasi yang bersifat religi dan kepercayaan,

seperti komunikasi antara masyarakat dengan roh – roh nenek moyang

serta leluhur.

5. The Function of Symbolic Representation (fungsi sebagai representasi

simbolis). Musik memiliki fungsi dalam melambangkan suatu hal. Hal ini

dapat dilihat dari aspek - aspek musik tersebut, misalnya tempo sebuah

musik. Jika tempo sebuah musik lambat, maka kebanyakan teksnya

menceritakan hal - hal yang menyedihkan sehingga musik itu

melambangkan akan kesedihan.

6. The Function of Symbolic Representation Physical Response (fungsi

sebagai respon fisik). Jika sebuah musik dimainkan, musik itu dapat

merangsang sel - sel saraf manusia sehingga menyebabkan tubuh kita

bergerak mengikuti irama musik tersebut. Jika musinya cepat maka

gerakan kita cepat, demikian juga sebaliknya

7. The Function of Enforcing Conformity To Social Norm (fungsi sebagai

memperkuat konformitas norma-norma sosial). Musik berfungsi sebagai


12

media pengajaran akan norma - norma atau peraturan - peraturan.

Penyampaian kebanyakan melalui teks - teks nyanyian yang berisi aturan

– aturan.

8. The Function of Enforcing Conformity Validasi of Social Institutions and

Religions Rituals (fungsi sebagai pengesahan institusi-institusi sosial dan

ritual-ritual). Fungsi musik disini berarti bahwa sebuah musik memiliki

peranan penting dalam suatu upacara. Musik merupakan salah satu unsur

yang penting dan menjadi bagian dalam upacara, bukan hanya sebagai

pengiring.

9. The Function of Contribution to the Continuity and Stability of Culture

(fungsi sebagai sumbangan pada pelestarian serta stabilitas kebudayaan).

Fungsi ini hampir sama dengan fungsi yang berkaitan dengan norma

sosial. Dalam hal ini, musik berisi tentang ajaran - ajaran untuk

meneruskan sebuah sistem dalam kebudayaan terhadap generasi

selanjutnya.

10. The Function of Contribution to the Integration of Society (fungsi

membangun integritas masyarakat). Musik memiliki fungsi dalam

pemersatu masyarakat. Musik jika dimainkan secara bersama - sama,

tanpa disadari musik tersebut menimbulkan rasa kebersamaan diantara

pemain atau penikmat musik itu.

Pernyataan di atas merupakan salah satu teori fungsi yang sudah lama

digunakan dalam mengkaji musik, dan dijadikan landasan teori bagi para

peneliti sebelumnya. Dengan demikian, beberapa poin dari teori tersebut


13

diantaranya: fungsi ritual, fungsi hiburan, fungsi komunikasi, dan fungsi

integritas masyarakat, dapat dijadikan landasan teori dalam mengkaji fungsi

pertunjukan reak.

Landasan teori yang kedua yaitu teori pemaknaan dengan pendekatan

hermeneutika. Menurut seorang teolog Yunani Clemet (dalam Marcel Danesi,

2012:10), hermeneutika adalah studi tentang teks dengan mempertimbangkan

sifat-sifat linguistik dan konteks historis saat teks ditulis.

Perkembangan yang pada awalnya hanya mengkaji atau sebuah ilmu

penafsiran teks kini berkembang bahkan telah diperluas maknanya, terutama

oleh Schleiermacher. Kini teks bukan lagi semata merujuk pada pengertian

teks ajaran (kitab suci), tetapi juga mencakup teks-teks lain. Bahkan definisi

teks dalam perkembangan hermeneutika lebih lanjut juga kian meluas, bukan

lagi teks tertulis tetapi juga lisan dan isyarat-isyarat dengan bahasa tubuh.

Oleh karena itu, sikap “diam” seseorang, misalnya, juga bisa dianggap

sebagai teks karena banyak mengundang interpretasi (Raharjo, 2008:54).

Teori hermeneutika memiliki berbagai aliran yang berkembang,

sekurang-kurangnya terdapat dua aliran besar hermeneutika, yaitu

hermeneutika intensional menurut Hirschian dan hermeneutika efektual

menurut Gadamer.

Hermeneutika intensional Hirschian yang berkembang selaras dengan

fragmatika linguistik menempatkan makna pada maksud dalam batin

pencetus wacana. Sebaliknya hermeneutika Gadamerian yang berkembang

selaras dengan psikologi sosial menempatkan makna pada akibat bagi


14

penerima wacana.4

Gadamer secara mendasar menegaskan bahwa persoalan hermeneutika

bukanlah persoalan tentang metode dan tidak mengajarkan tentang metode

yang dipergunakan untuk Geisteswis-senschaften. Hermeneutik lebih

merupakan usaha untuk memahami dan menginterpretasi sebuah teks

(Sumaryono,1999:83).

Sebagaimana diungkapkan oleh Richard E. Palmer (1969:191),

konsepsi hermeneutik yang lama sebagai basis metodologis, khususnya bagi

ilmu-ilmu kemanusiaan (Geisteswis-senschaften), telah ditinggalkan, dan

status metode itu sendiri menjadi dipertanyakan, karena karya Gadamer

mengulasnya sebagai suatu ironi: metode bukanlah cara menuju kebenaran.

Sebaliknya, kebenaran menegasikan manusia yang metodis. Pemahaman

tidaklah dipahami sebagai proses subjektif manusia yang berlawanan dengan

objek, namun merupakan cara keberadaan manusia itu sendiri; hermeneutika

tidaklah dimaknai sebagai suatu disiplin pembantu yang bersifat umum bagi

kemanusiaan, tetapi sebagai upaya filosofis untuk memandang pemahaman

sebagai sebuah proses ontologis dalam diri manusia.

Gadamer menyebutkan empat faktor yang terdapat dalam interpretasi,

adalah:

1. Bildung: juga disebut pembentukan jalan pikiran, ini menggambarkan

cara utama manusia dalam memperkembangkan bakat-bakatnya.

2. Sensus communis atau pertimbangan praktis yang baik: istilah ini

4
Mudji Raharjo. Dasar-dasar Hermeneutika antara intensionalisme dan Gadamerian,
( Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008)
15

mempunyai aspek-aspek sosial atau pergaulan sosial, yaitu rasa

komunitas. Karena sensus communis inilah maka kita dapat mengetahui

hampir-hampir secara instingtif bagaimana menangani interpretasi.

3. Pertimbangan: menggolong-golongkan hal yang khusus atas dasar

pandangan tentang yang universal, atau mengenali sesuatu sebagai

contoh perwujudan hukum. Dalam hal ini, kita terutama memahami

pertimbangan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan apa yang harus

dilakukan, sesuatu yang tidak dapat dipelajari ataupun diajarkan, tetapi

hanya dapat dilaksanakan dari satu kasus ke kasus yang lainnya.

4. Selera: adalah keseimbangan antara insting pancaindera dengan

kebebasan intelektual. Selera dapat diperlihatkan dan membuat kita

mundur dari hal-hal yang kita sukai, serta meyakinkan kita dalam

membuat pertimbangan.

Berdasarkan keempat faktor tersebut, pengalaman termasuk di

dalamnya. Pengalaman tersebut menurutnya bersifat dialektika dan menuntut

semacam keterbukaan tanpa prasangka atau keterbukaan terhadap yang lain,

apa pun bentuknya, baik sebuah teks, notasi, maupun karya seni.5

Hubungan antarkeempat konsep tersebut dengan hermeneutik adalah

bahwa hermeneutik merupakan metode yang dipergunakan oleh ilmu-ilmu

tentang hidup atau ilmu-ilmu tetang manusia. Hidup itu tidak statis, tetapi

berubah antara rangkaian baik dan buruk, mulia dan nista, luhur dan rendah,

tegang dan biasa-biasa saja, dsb. Dari realitas hidup ini, yang menjadi bagian

5
E. Sumaryon. Hermeneutik, Sebuah Metode Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1999), 84
16

bildung adalah menentukan mana yang boleh dikenang dan mana yang harus

dibuang jauh-jauh. Sensus communis yang bersifat peka terhadap hubungan

antarmanusia memberi corak khusus pada komunitas sebagai kumpulan

person. Pertimbangan dan selera membuat diskriminasi terhadap hal-hal yang

bertentangan dengan yang indah dan yang baik. Di dalam interpretasi,

hermeneutik mempergunakan keempat konsep manusiawi tersebut.6

Teori hermeneutika yang akan digunakan untuk mengkaji pertunjukan

seni reak adalah teori hermeneutika dari Gadamer. Teori tersebut

dipergunakan untuk mengkaji makna yang terdapat dalam pertunjukan seni

reak.

ALUR BERFIKIR
PERTUNJUKAN REAK
STUDI FUNGSI DAN MAKNA

REAK

STRUKTUR

 PRA
 PERTUNJUKAN
 PASCA

TEORI FUNGSI
ALAN P. BENTUK TEORI
MERRIAM. HERMENEUTIK
 HELARAN GADAMER
 DOGCING

 RITUAL
 HIBURAN
 EKONOMI  RELIGIUS
 INTEGRASI FUNGSI MAKNA
 SOSIAL
SOSIAL
 CULTURAL
 KOMUNIKASI
 PELESTARI
KEBUDAYAAN
6
Ibid,77,1999
17

F. Metode penelitian

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode

kualitatif. Sebagaimana diungkapkan oleh Sugiyono (2012:8), bahwa metode

kualitatif sering disebut sebagai metode naturalistik karena penelitiannya

dilakukan pada kondisi alamiah (natural setting); disebut juga sebagai

metode etnografi dan lebih banyak digunakan pada bidang antropologi

budaya. Dengan metode ini penulis melakukan pencarian data dan fakta

secara nyata dan apa adanya. Selain metode, model analisisnya adalah

deskriptik analitik yang menganalisis terhadap struktur, bentuk, fungsi dan

makna. Relasinya bahwa dalam setiap unsur kebudayaan tentu memiliki

struktur, struktur menjadi bentuk, bentuk memiliki fungsi, dari fungsi akan

diperoleh makna, selanjutnya diperoleh nilai. Dengan demikian, struktur,

bentuk, fungsi, dan makna merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Dalam sebuah penelitian, yang diperlukan untuk meneliti selain

metode, ada juga peralatan yang dibutuhkan untuk menunjang penelitian, di

antaranya alat rekam, kamera digital, dan alat tulis.

Adapun beberapa tahapan dalam penelitian yang akan dilakukan

adalah:

1. Menentukan topik

Menentukan topik pada awal penelitian akan membantu dalam

tahap penelitian di lapangan.


18

2. Menyusun rencana penelitian

Tahapan ini dilakukan setelah topik ditentukan, yaitu menyusun

rencana, dengan menetapkan batasan-batasan penelitian, dan melakukan

pengidentifikasian masalah.

3. Melakukan studi pustaka

Studi kepustakaan dilakukan guna mengumpulkan data dari

sumber tertulis, informasi-informasi, dan teori-teori yang berkaitan

dengan objek penelitian, yaitu pertunjukan seni reak.

Studi kepustakaan yang dilakukan membantu memberikan

gambaran mengenai objek penelitian, sebelum melakukan penelitian

ke lapangan. Bahan-bahan yang dicari dalam studi pustaka yaitu

tulisan-tulisan terkait pertunjukan seni reak. Apabila dipandang perlu,

juga dilakukan pencarian sumber tulisan lewat media internet.

Tahapan berikutnya adalah penelitian lapangan, dengan teknik

pengumpulan data sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi dilakukan dengan cara menyaksikan langsung

pertunjukan seni reak, berpartisipasi aktif, dan melakukan

pendokumentasian. Perihal ini dilakukan untuk mencari data yang

berkaitan dengan seni reak.

2. Wawancara

Wawancara ini sangat penting dilakukan guna mendapatkan

informasi yang akurat. Narasumber yang dijadikan target wawancara


19

yaitu tokoh seni reak, di antaranya Bah Undang (57 tahun), Bah Emud

(52 tahun), Bah Apri (55 tahun), dan Bah Enjum (40 tahun), pimpinan

lingkung seni reak Lugay Pusaka Zaenal (40 tahun), dan masyarakat

sekitar.

3. Pendokumentasian

a. Pemotretan

Pemotretan dilakukan untuk mendapatkan momen atau gambar

yang sesuai dengan objek penelitian yaitu pertunjukan seni reak, dan

hasil dari pemotretan tersebut dimuat pada tulisan penelitian ini.

b. Perekaman Audiovisual

Perekaman audiovisual tidak kalah penting untuk dilakukan,

sehingga hasil dari perekaman ini bisa dijadikan data dan fakta bahwa

kegiatan penelitian ini benar adanya. Kegiatan perekaman ini juga

dilakukan untuk mempermudah proses analisis dari pertunjukan seni

reak.

4. Triangulasi Data

Teknik triangulasi data merupakan teknik pengumpulan data

dengan penggabungan antara data hasil observasi, wawancara, dan

dokumentasi. Demikian juga yang akan penulis lakukan, yaitu

menyinkronkan antara data hasil observasi, wawancara, dan

dokumentasi, guna menjawab seluruh masalah yang diteliti.


20

KOMPONEN TRIANGULASI DATA

Observasi

Wawancara Dokumentasi

Gambar 1.1
Komponen Triangulasi Data
Sumber: Dokumen Hendi Rohendi, 2015

Tahapan berikutnya yaitu pengolahan data. Teknik pengolahan data

dalam penelitian ini dilakukan sebagai berikut: seluruh data yang telah

diperoleh melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi dikumpulkan,

disusun secara sistematis, kemudian diklasifikasikan atau dipilah-pilah, dan

dianalisis guna menjawab seluruh masalah yang diteliti.

Tahapan berikutnya yaitu tahapan analisis data. Pada tahapan analisis

data ini menggunakan metode analisis deskriptif analitik yaitu menguraikan

objek sekaligus menganalisisnya. Menurut Sugiyono (2011:246), analisis data

dalam penelitian kualitatif dilakukan saat pengumpulan data berlangsung, dan

setelah pengumpulan data dalam periode tertentu. Tahapan analisis data yang

akan dilakukan penulis mempergunakan model Miles dan Huberman,


21

meliputi data reduction (reduksi data), data display (penyajian data), dan

conclusion drawing/verification (penarikan kesimpulan/verifikasi).

1. Data Reduction (reduksi data)

Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis data dengan cara

merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal

yang penting serta mencari tema dan polanya yang berkaitan dengan

objek penelitian, yaitu pertunjukan seni reak.

2. Data Display (penyajian data)

Penyajian data dalam penelitian kualitatif merupakan suatu bentuk

analisis data yang dilakukan dalam bentuk uraian singkat, namun mudah

dipahami. Bentuk penyajian data ini dilakukan setelah data direduksi.

Data disajikan secara tertulis dan sistematis mengenai struktur

pertunjukan seni reak, fungsi, dan makna pertunjukan seni reak.

3. Conclusion Drawing/Verification (penarikan kesimpulan/verifikasi)

Penarikan kesimpulan/verifikasi merupakan tahapan terakhir dalam

analisis data, yaitu penarikan kesimpulan yang didukung oleh bukti-bukti

valid yang berkaitan dengan pertunjukan seni reak. Kesimpulannya

merupakan kesimpulan yang kredibel sehingga dapat menjawab seluruh

pertanyaan dalam rumusan masalah.


22

SKEMA METODE PENELITIAN

Judul
Metode
+
Pendekatan
Rumusan Metode Analisis
Masalah

Tujuan Pengumpulan Pengolahan Analisis


Data Kesimpulan
Data Data

Teori Data

Gambar 1.2
Skema Metode Penelitian
Sumber: Dokumen Hendi Rohendi, 2015

Tahapan berikutnya yaitu penyusunan laporan. Tahapan terakhir dari

suatu penelitian adalah menyusun laporan, dilakukan sebagai akhir dari

proses pencarian data dan fakta yang disusun ke dalam sebuah laporan

penelitian (tesis). Data dan fakta yang telah disusun, kemudian disesuaikan

dengan landasan teori yang sudah dipilih. Hasil penelitian diharapkan dapat

menjawab semua pertanyaan yang terdapat dalam rumusan masalah.


23

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam laporan penelitian ini

tentu disesuaikan dengan kaidah-kaidah yang berlaku pada Program

Pascasarjana Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung. Akan tetapi

yang berkaitan dengan isi, penulis menyesuaikan dengan kebutuhan

pembahasan, sehingga isi laporan penelitian ini dibagi menjadi lima bab,

yaitu:

BAB I. Pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, perumusan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka,

landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II. Gambaran umum sosial budaya masyarakat Desa Cinunuk

Kecamatan Cileunyi, yang berisi tentang kehidupan masyarakat

dan lingkungan alam sekitar, mata pencaharian, sistem

kepercayaan, adat istiadat, kesenian.

BAB III. Pertunjukan reak, berisi tentang, asal usul dan perkembangan

seni reak, penyebaran pertunjukan reak, kelompok seni reak,

kelompok seni reak lugay pusaka, masyarakat pendukung seni

reak, bentuk pertunjukan seni reak, struktur pertunjukan seni

reak, ruang dan waktu pertunjukan seni reak, teks pertunjukan,

dan repertoar.

BAB IV. Fungsi dan makna pertunjukan seni reak, berisi tentang: a) fungsi

seni reak meliputi, fungsi ritual/upacara, fungsi integritas sosial,

fungsi hiburan, fungsi ekonomi, fungsi komunikasi, dan fungsi


24

pelestarian kebudayaan, b) makna seni reak meliputi, makna

instrument, makna lagu sakral, makna sosial, makna kultural,

dan makna religius.

BAB V. Merupakan bab penutup yang berisi simpulan dan saran.

Anda mungkin juga menyukai