Anda di halaman 1dari 4

Nama : Annisa

Kelas : 4A PGSD
NIM : 2007163
Mata Kuliah : Pembelajaran Seni Rupa Di SD
Judul : Analisis Karya Seni Rupa Berdasarkan Jenis dan Fungsinya

WAYANG GOLEK

A. Pengertian Wayang Golek


Wayang adalah salah satu dari berbagai warisan kebudayaan masa lampau di
Indonesia. Wayang merupakan salah satu karya seni budaya yang menonjol yaitu sebuah
teater rakyat yang sangat populer di antara banyak karya budaya lainnya.
Pertunjukan wayang meliputi seni peran, suara, musik, tutur, sastra, lukis, pahat, dan juga
seni perlambang. Kata wayang sebenarnya berasal dari bahasa Jawa, yang berarti
bayangan. Jika dilihat dari arti filsafatnya, wayang merupakan bayangan atau cerminan dari
sejumlah sifat yang dimiliki manusia, misalnya saja sifat murka, serakah, pelit, bijak, dan
lain sebagainya. Secara umum, wayang diartikan sebagai boneka untuk meniru orang, yang
dibuat dari pahatan kulit atau kayu, dan digunakan untuk menampilkan tokoh dalam sebuah
pertunjukan drama tradisional. Pemain wayang dikenal dengan istilah dalang. Biasanya
wayang diciptakan sesuai dengan watak, sifat, dan perilaku yang dimiliki oleh suatu tokoh,
contohnya tokoh yang berkarakter baik biasanya digambarkan berbadan lurus, berwajah
tampan, dan memiliki sorot mata yang tajam. Hal ini berbeda dengan tokoh jahat, biasanya
tokoh jahat digambarkan memiliki ukuran tubuh yang besar, mukanya lebar, hidungnya
besar, memiliki mata dan wajah yang merah, serta berambut gimbal.
Wayang golek berasal dari wilayah Pasundan, Jawa Barat. Media utama pergelaran
Wayang Golek adalah boneka yang terbuat dari kayu (umumnya jenis kayu yang ringan),
ditatah/diukir, dicat, diberi busana dan karakter sesuai dengan ketentuan dan kebutuhan.
Penamaan wayang golek karena wayang terbuat dari bahan kayu yang menyerupai bentuk
manusia. Boneka dari kayu itulah disebut golek sehingga dinamakan wayang golek.
Pengertian wayang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) merupakan boneka
tiruan yang terbuat dari pahatan kulit, kayu, dan sebagainya. Boneka ini dimanfaatkan
untuk memerankan tokoh dalam pertunjukkan drama tradisional. Bentuk/badan wadag
Wayang Golek sebenarnya dapat dipisah-pisah menjadi 3 (tiga) bagian yaitu bagian kepala
beserta leher, tangan, dan badan. Ketiga bagian tersebut dibuat secara terpisah untuk
kemudian disambungkan sehingga bentuknya tampak utuh seperti “manusia”.
Sebagaimana alur kisah pewayangan umumnya, dalam pertunjukan wayang golek juga
kebanyakan benar lakon-lakon patut galur maupun carangan. Alur kisah dapat diambil dari
kisah rakyat seperti penyebaran agama Islam oleh Walangsungsang dan Rara Santang
maupun dari epik yang berasal dari kisah Ramayana dan Mahabarata dengan
memakai bahasa Sunda dengan iringan gamelan Sunda (salendro), yang terdiri atas dua
buah saron, sebuah peking, sebuah selentem, satu perangkat boning, satu perangkat boning
rincik, satu perangkat kenong, berpasangan gong (kempul dan gong), ditambah dengan
seperangkat kendang (sebuah kendang Indung dan tiga buah
kulanter), gambang dan rebab.
B. Sejarah Wayang Golek
Sejarah munculnya seni wayang sudah ada sejak zaman primitif di mana ketika itu
wayang terbentuk dari kumpulan rumput-rumput yang diikat dan digerakkan satu sama
lain.Setelah itu wayang berkembang tak lagi menggunakan rerumputan saja, melainkan
juga menggunakan kulit hasil buruan dan juga kulit kayu. Hal ini diperkuat dengan adanya
penemuan wayang kulit berumur sangat tua yakni sekitar abad ke 2 Masehi. Setelah adanya
pengaruh kerajaan Hindu Budha yang masuk ke dalam Indonesia, akhirnya seni wayang
semakin tumbuh dan berkembang menciptakan alur cerita yang dapat dinikmati oleh
penontonnya. Apalagi ketika kerajaan Islam tumbuh dan perlahan menggeser kerajaan
Hindu Budha.
Wayang Golek adalah salah satu bentuk seni pertunjukan yang tumbuh dan
berkembang di daerah Jawa Barat. Daerah penyebarannya terbentang luas dari Cirebon di
sebelah timur sampai wilayah Banten di sebelah barat, bahkan di daerah Jawa Tengah yang
berbatasan dengan Jawa Barat sering pula dipertunjukkan pergelaran Wayang Golek.
Pendapat lain yang berkenaan dengan penyebaran wayang di Jawa Barat adalah pada masa
pemerintahan Raden Patah dari Kerajaan Demak, kemudian disebarluaskan para Wali
Songo. Termasuk Sunan Gunung Jati yang pada tahun 1568 memegang kendali
pemerintahan di Kasultanan Cirebon.
Beliau memanfaatkan pergelaran wayang kulit sebagai media dakwah untuk
penyebaran agama Islam. Baru sekitar tahun 1584 Masehi salah satu Sunan dari Dewan
Wali Songo yang menciptakan Wayang Golek, tidak lain adalah Sunan Kudus yang
menciptakan Wayang Golek pertama. Pada waktu kabupaten-kabupaten di Jawa Barat ada
di bawah pemerintahan Mataram, ketika jaman pemerintahan Sultan Agung (1601-1635),
mereka yang menggemari seni pewayangan lebih meningkat lagi dalam penyebarannya,
ditambah lagi banyaknya kaum bangsawan Sunda yang datang ke Mataram untuk
mempelajari bahasa Jawa dalam konteks kepentingan pemerintahan, dalam penyebarannya
wayang golek dengan adanya kebebasan pemakaian bahasa masing-masing, seni
pewayangan lebih berkembang, dan menjangkau hampir seluruh Jawa Barat. Hal seperti
ini bisa terwujud karena cerita-cerita wayang mempunyai narasi yang memvisualisasikan
mengenai kehidupan manusia yang mengajari pada kita untuk melakukan tidak mati pada
jalan yang benar. Dalam hal ini agama Islam juga mengajari hal sama hingga gampang buat
beberapa wali untuk masukkan ajaran Islam ke narasi wayang (Winoto, 2006).
C. Analisis Wayang Golek Berdasarkan Jenis dan Fungsi Seni Rupa
• Jenis Seni Rupa
a. Menurut Kegunaannya : Wayang golek merupakan seni rupa terapan, karena
watang golek dirancang untuk menampilkan sebuah keindahan dan memenuhi
kebutuhan fisik dan psikologis, selain itu wayang golek juga memiliki fungsi
pakai dalam kehidupan sehari-hari yaitu sebagai alat untuk sebuah pagelaran
seni wayang yang biasa ditampilkan serta diadakan dalam sebuah acara-acara
penting sekaligus hiburan.
b. Menurut Bentuknya : Wayang golek termasuk kedalam seni rupa 3 dimensi
karena dibedakan berdasarkan bahan pembuatannya wayang golek
menggunakan benda 3 dimensi yaitu dari bongkahan kayu yang dibentuk
menyerupai boneka, dimana bagian kepala tidak menyatu dengan tubuhnya,
melainkan menjadi bagian yang terlepas. Bagian kepala dihubungkan dengan
tangkai yang menembus rongga tubuh wayang. Dalam pementasan wayang
golek terdapat satu dalang yang menggerakan wayang golek tersebut yang
diiringi musik khas Jawa Barat yang disebut dengan degung beserta satu orang
penyanyi perempuan (sinden). Wayang golek biasa dipentaskan pada acara
hajatan sebagai acara hiburan tetapi tidak hanya berperan sebagai hiburan juga
dalam pementasan terdapat pula nilai-nilai yang dapat dipetik untuk kehidupan.
• Fungsi Seni
a. Bagi Individu
Fungsi bagi individu, lebih menekankan pada kegiatan untuk
menyalurkan kemauan untuk menghibur diri atau dengan kata lain dapat
digunakan sebagai hiburan dan ajang untuk mempelajari pendidikan karakter
yang dibawakan melalui pertunjukan wayang7. Selain
b. Bagi Sosial :
1) Media Kepercayaan
Fungsi pertunjukan wayang bergantung pada permintaan, terutama para
bangsawan pada waktu itu. Dalam perkembangannya, fungsi wayang
sebagai media kepercayaan digunakan untuk menghormati arwah nenek
moyang. Pergelaran tersebut untuk keperluan ritual khusus atau dalam
rangka tontonan/hiburan. Pertunjukan wayang golek yang sifatnya ritual,
walupun ada tetapi sudah jarang sekali di pentaskan. Misalnya upacara
sedekah laut dan sedekah bumi, setiap satu tahun sekali.
Yang tak kalah pentingnya Wayang Golek itu pun berfungsi sebagai
upacara ritual penolak bala, upacara tersebut Ngaruat, yaitu membersihkan
dari kecelakaan (marabahaya). Beberapa orang yang diruwat (sukerta),
selang lain: 1) Wunggal (anak tunggal); 2) Nanggung Bugang (seorang
saudara kandung yang lebih muda yang kakaknya meninggal dunia); 3)
Suramba (empat orang putra); 4) Surambi (empat orang putri); 5) Pandawa
(lima putra); 6) Pandawi (lima putri); 7) Talaga Tanggal Kausak (seorang
putra dihapit putri); 8) Samudra hapit sindang (seorang putri dihapit dua
orang putra), dsb-nya.
Sampai saat ini Wayang Golek masih tetap digemari oleh masyarakat
Jawa Barat, baik tua atau pun muda. Ia masih sering dipergelarkan pada
berbagai pesta keramaian seperti khitanan, perkawinan, perayaan hari-hari
besar, malam penggalangan dana, sebagai kaul/nazar, atau ngaruat untuk
memohon berkah dan keselamatan.
2) Media Informasi dan Pendidikan
Fungsi Wayang Golek di tengah-tengah masyarakat mempunyai
kedudukan yang sangat terhormat. Di samping sebagai sarana hiburan yang
sehat, ia juga berfungsi sebagai media penerangan dan pendidikan. Baik itu
tentang moralitas, etika, adaptasi istiadat atau religi. Sebagai penggambaran
antara dua kelompok yang berbeda yaitu kelompok dengan watak yang baik
dan kelompok dengan watak buruk. Sebagai sarana untuk menanamkan jiwa
sosial karena biasanya pagelaran wayang diadakan besar-besaran dan
mengumpulkan banyak masyarakat. Sebagai media untuk hiburan rakyat.
Sebagai sarana pendidikan budi pekerti karena memberikan pesan-pesan
dan amanat di dalam ceritanya. Terutama penyampaian pendidikan karakter
yang sangat mumpuni dan dapat dengan mudah diserap oleh masyarakat
melalui tokoh-tokoh pewayangan dalam pagelaran wayang.
3) Media Hiburan
Wayang golek waktu ini lebih dominan sebagai seni pertunjukan rakyat,
yang benar fungsi yang relevan dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat
lingkungannya, patut kebutuhan spiritual maupun material. Hal demikian
dapat kita lihat dari beberapa kegiatan di masyarakat misalnya ketika hadir
perayaan, patut hajatan (pesta kenduri) dalam rangka khitanan, pernikahan
dan lain-lain adakalanya diriingi dengan pertunjukan wayang golek.
Pementasan yang masih semarak adalah pertunjukan wayang golek untuk
keperluan tontonan. Biasanya diselenggerakan untuk keperluan
memperingati hari jadi kabupaten, HUT Kemerdekaan RI, Syukuran dan
lain sebagainya. Walaupun demikian, bukan berarti esensi yang
mengandung nilai tuntunan dalam pertunjukan wayang golek sudah hilang,
tidak demikian halnya.

Anda mungkin juga menyukai